Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPEPSIA

A. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia. Batasan dispepsia
terbagi atas dua yaitu:
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya
2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

B. Etiologi
1. Perubahan pola makan
2. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang
lama
3. Alkohol dan nikotin rokok
4. Stres
5. Tumor atau kanker saluran pencernaan

C. Manifestasi Klinik
1. nyeri perut (abdominal discomfort)
2. Rasa perih di ulu hati
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
4. Nafsu makan berkurang
5. Rasa lekas kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
D. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL
yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.

E. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Kanker lambung
3. Muntah darah
4. Ulkus peptikum

F. Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi
makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus
makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara
wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung

G. Penatalaksanaan Medik
1. Penatalaksanaan non farmakologis
a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b. Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-
obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
c. Atur pola makan

2. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:


Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan
terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena
pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70
% kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)
golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan
prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

H. Test Diagnostik
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti
halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan
kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan
penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium,
radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium
dalam batas normal.
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis
terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras
ganda.
3. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran
endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

4. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat
dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
5. Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi
adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu
makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan
perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A,
2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
(sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat
pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung
(heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,
sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji
Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada
klien dengan dispepsia.
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya
3. Intervensi/Rasional
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria
klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras
nyeri
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya 1. Berguna dalam pengawasan
(skala 0 – 10) kefektifan obat, kemajuan
2. Berikan istirahat dengan posisi penyembuhan
semifowler 2. Dengan posisi semi-fowler
3. Anjurkan klien untuk dapat menghilangkan
menghindari makanan yang tegangan abdomen yang
dapat meningkatkan kerja asam bertambah dengan posisi
lambung telentang
4. Anjurkan klien untuk tetap 3. dapat menghilangkan nyeri
mengatur waktu makannya akut/hebat dan menurunkan
5. Observasi TTV tiap 24 jam aktivitas peristaltik
6. Diskusikan dan ajarkan teknik 4. mencegah terjadinya perih
relaksasi pada ulu hati/epigastrium
7. Kolaborasi dengan pemberian 5. sebagai indikator untuk
obat analgesik melanjutkan intervensi
berikutnya
6. Mengurangi rasa nyeri atau
dapat terkontrol
7. Menghilangkan rasa nyeri
dan mempermudah
kerjasama dengan intervensi
terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak


setelah makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman
kebutuhan nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan 1. Untukmengidentifikasi
dokumentasikan dan indikasi/perkembangan dari
haluaran tiap jam hasil yang diharapkan
secara adekuat 2. Membantu menentukan
2. Timbang BB klien keseimbangan cairan yang
3. Berikan makanan tepat
sedikit tapi sering 3. meminimalkan anoreksia,
4. Catat status nutrisi dan mengurangi iritasi
pasien: turgor kulit, gaster
timbang berat badan, 4. Berguna dalam
integritas mukosa mendefinisikan derajat
mulut, kemampuan masalah dan intervensi yang
menelan, adanya bising tepat Berguna dalam
usus, riwayat pengawasan kefektifan obat,
mual/rnuntah atau kemajuan penyembuhan
diare. 5. Membantu intervensi
5. Kaji pola diet klien kebutuhan yang spesifik,
yang disukai/tidak meningkatkan intake diet
disukai. klien.
6. Monitor intake dan 6. Mengukur keefektifan
output secara periodik. nutrisi dan cairan
7. Catat adanya anoreksia, 7. Dapat menentukan jenis diet
mual, muntah, dan dan mengidentifikasi
tetapkan jika ada pemecahan masalah untuk
hubungannya dengan meningkatkan intake nutrisi.
medikasi. Awasi
frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air
Besar (BAB).

c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya


Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan
penurunan kecemasan, dengan kriteria menyatakan
pemahaman tentang penyakitnya.
I NTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui sejauh mana
2. Berikan dorongan dan berikan tingkat kecemasan yang
waktu untuk mengungkapkan dirasakan oleh klien sehingga
pikiran dan dengarkan semua memudahkan dlam tindakan
keluhannya selanjutnya
3. Jelaskan semua prosedur dan 2. Klien merasa ada yang
pengobatan memperhatikan sehingga klien
4. Berikan dorongan spiritual merasa aman dalam segala hal
tundakan yang diberikan
3. Klien memahami dan mengerti
tentang prosedur sehingga mau
bekejasama dalam
perawatannya.
4. Bahwa segala tindakan yang
diberikan untuk proses
penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa
menyembuhkannya yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.

5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian
terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil
perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan
pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi
DAFTAR PUSAKA

NANDA. (2009). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan klasifikasi


2009/2010. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2009. Yogyakarta

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.APLIKASI NANDA NIC


NOC.Yogyakarta : Mediaction

files.wacanamedis-com.webnode.com ( diakses tanggal 10 Desember 2015 pukul


5.50)
ASUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU
PELAYANAN RAWAT JALAN DAN GAWAT DARURAT DI PUSKESMAS

Fasilitas Yankes Puskesmas Sumpiuh I No. Register 034214


Nama Perawat DWI ANGGORO Nama Penanggungjawab/ KK Slamet
Tgl/No
Nama Individu Diagnosa Keperawatan dan
Siti Khunaenah Rencana Intervensi
Alamat Klien Evaluasi
Kuntili 8/3 Ttd
Penyakit/ MasalahData
Kesehatan
Penunjang DYPEPSIA dan Implementasi Perawat
29/2/2020 Nyeri akut : sakit perut Rencana Intervensi S : klien mengatakan sudah
berhubungan dengan 1. Berikan informasi tentang mengerti
mukosa penyebab nyeri, lamanya tentang penyakitnya
lambung teriritasi berlangsung dan cara antisipasi. O:
TD : 120/80 mmHg 2. Ajarkan teknik nonfarmakologi - Klien sudah bisa menjawab
N : 93 x/m menggunakan tarik nafas dalam. pertanyaan perawat dengan benar
RR : 23 x/m 3. Berikan edukasi kepada - Klien mengatakan nyeri perutnya
S : 36,6 °C keluarga tentang nyeri akut, A : Masalah belum teratasi
Skala Nyeri : 8 penyebabnya, dan cara P : intervensi dilanjutkan
perawatan klien dengan - Motivasi klien menghindari faktor
dyspepsia di rumah. penyebab
4. Kolaborasi dengan dokter - Motivasi penerapan terapi non
dalam pemberian analgetik. farmakologi
- Motivasi klien konsumsi obat
secara teratur
- Motivasi klien makan sedikit sedikit
tetapi sering
- Motivasi klien
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012).
Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan
gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut;
timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nocturnal) , musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-
sebab lain sudah disingkirkan.
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas
namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan.
B. KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi
sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin
besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan
biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Smeltzer, 2002).

3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
olahraga yang berlebihan.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1. Asma Intermiten (asma jarang)
a. Gejala kurang dari seminggu
b. Serangan singkat
c. Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
a. Gejala lebih dari sekali seminggu
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
a. Gejala setiap hari
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
d. FEV 1 tau PEV 60% – 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma severe persistent (asma persisten berat)
a. Gejala setiap hari
b. Serangan terus menerus
c. Gejala pada malam hari setiap hari
d. Terjadi pembatasan aktivitas fisik
e. FEV 1 atau PEF = 60%
f. PEF atau FEV variabilitas > 30%
C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah
menurut Smetzer (2002) adalah :
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma :
1. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Triggerdianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang
belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya
pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu
udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi,
dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau
asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang
umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.
Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan
(alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui
kontak dengan kulit.
Sedangkan Lewis (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit Asma Bronkhialjika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan
degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
c. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

PROSES PERNAPASAN

D. PATOFISIOLOGI ASMA

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila
respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin
juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah
mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan
obstruksi aliran udara.
PATOFISIOLOGI ASMA

E. MANIFESTASI KLINIS ASMA

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak
dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal.

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer, 2002).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-
sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
a. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
b. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
d. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
4. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
5. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan Non Farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada
tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk
obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun

d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas
berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang
segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis
pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan wheezing

c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela
iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak
lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10
mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

J. PATHWAYS KEPERAWATAN

FAKTOR PENCETUS

- Alergi
- Idiopatik

Edema dinding Spasme otot polos Sekresi mukus kental


bronkeolus bronkeolus didalam lumen
bronkeolus
Ekspirasi Menekan sisi Diameter Bersihan Jalan
bronkeolus bronkeolus Nafas Tidak
mengecil Efektif

Intoleransi Aktivitas Dipsneu

Gangguan Perfusi paru tidak cukup


Pertukaran Gas mendapat ventilasi

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh

L. PERENCANAAN

TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO KRITERIA INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
HASIL (NOC)
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 1x 7 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu: a. Buka jalan nafas,
tachipnea, 1. Respiratory status : guanakan teknik chin lift
peningkatan Ventilation atau jaw thrust bila perlu
produksi mukus, 2. Respiratory status : b. Posisikan pasien untuk
kekentalan sekresi Airway patency memaksimalkan ventilasi
dan bronchospasme. 3. Aspiration Control, c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
Dengan kriteria hasil :
jalan nafas buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara
e. Lakukan fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
f. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu
batuk atau suction
mengeluarkan sputum,
g. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas
catat adanya suara
dengan mudah, tidak
tambahan
ada pursed lips)
h. Lakukan suction pada
2. Menunjukkan jalan
mayo
nafas yang paten (klien
i. Berikan bronkodilator bila
tidak merasa tercekik,
perlu
irama nafas, frekuensi
j. Berikan pelembab udara
pernafasan dalam
Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak
Lembab
ada suara nafas
k. Atur intake untuk cairan
abnormal)
mengoptimalkan
3. Mampu
keseimbangan.
mengidentifikasikan
l. Monitor respirasi dan
dan mencegah factor
status O2
yang dapat
menghambat jalan
nafas
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC :
pertukaran gas keperawatan selama 1 x 7 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu : a. Buka jalan nafas, gunakan
perubahan membran 1. Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
kapiler – alveolar Gas exchange thrust bila perlu
2. Respiratory Status : b. Posisikan pasien untuk
ventilation memaksimalkan ventilasi
3. Vital Sign Status c. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
Dengan kriteria hasil :
buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi
e. Lakukan fisioterapi dada
dan oksigenasi yang
jika perlu
adekuat
f. Keluarkan sekret dengan
2. Memelihara kebersihan
batuk atau suction
paru paru dan bebas
g. Auskultasi suara nafas,
dari tanda tanda
catat adanya suara
distress pernafasan
tambahan
3. Mendemonstrasikan
h. Lakukan suction pada mayo
batuk efektif dan suara
i. Berika bronkodilator bial
nafas yang bersih, tidak
perlu
ada sianosis dan
j. Barikan pelembab udara
dyspneu (mampu
k. Atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum,
mengoptimalkan
mampu bernafas
keseimbangan.
dengan mudah, tidak
l. Monitor respirasi dan status
ada pursed lips)
O2
4. Tanda tanda vital
dalam rentang normal Respiratory Monitoring
a. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi

b. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
3 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :
efektif berhubungan keperawatan selama 1 x 7 Airway Management
dengan penyempitan jam, pasien mampu : a. Buka jalan nafas, guanakan
bronkus 1. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw
Ventilation thrust bila perlu
2. Respiratory status : b. Posisikan pasien untuk
Airway patency memaksimalkan ventilasi
3. Vital sign Status c. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
Dengan Kriteria Hasil :
buatan
1. Mendemonstrasikan
d. Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara
e. Lakukan fisioterapi dada
nafas yang bersih, tidak
jika perlu
ada sianosis dan
f. Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu
batuk atau suction
mengeluarkan sputum,
g. Auskultasi suara nafas,
mampu bernafas
catat adanya suara
dengan mudah, tidak
tambahan
ada pursed lips)
h. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan
i. Berikan bronkodilator bila
nafas yang paten (klien
perlu
tidak merasa tercekik,
j. Berikan pelembab udara
irama nafas, frekuensi
Kassa basah NaCl Lembab
pernafasan dalam
k. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak
mengoptimalkan
ada suara nafas
keseimbangan.
abnormal)
l. Monitor respirasi dan status
3. Tanda Tanda vital
O2
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, Terapi Oksigen
pernafasan) a. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
b. Pertahankan jalan nafas
yang paten
c. Atur peralatan oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen
e. Pertahankan posisi pasien
f. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
g. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
h. Monitor suara paru

DAFTAR PUSTAKA
Almazini,P.2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma
Berat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito,L.J.2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) .2006. Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey:Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito.2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk.2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

ASUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU


PELAYANAN RAWAT JALAN DAN GAWAT DARURAT DI PUSKESMAS

Fasilitas Yankes Puskesmas Sumpiuh I No. Register 020463


Nama Perawat DWI ANGGORO Nama Penanggungjawab/ KK PRIYO IMANTOYO
Nama Individu PRIYO IMANTOYO Alamat Klien KEBOKURA 1/1
Penyakit/ Masalah Kesehatan ASMA
Tgl/No Diagnosa Keperawatan dan Rencana Intervensi Evaluasi Ttd
Data Penunjang dan Implementasi Perawat
Pola Napas Tidak Efektif Rencana Intervensi S : klien mengatakan sudah
24/03/20 berhubungan dengan 1. Berikan informasi tentang mengerti
Hambatan Upaya Nafas ( penyebab sesak nafas, tentang penyakitnya
20 Penyempitan Jalan Nafas ) lamanya berlangsung dan O:
Data Penunjang cara antisipasi. - Klien sudah bisa menjawab
S : Klien mengatakan sesak 2. Ajarkan teknik non pertanyaan perawat dengan
nafasnya farmakologi menggunakan benar
O : TD : 120/80 N : 86 RR : inhalasi buatan. - Klien mengatakan masih sesak
29 3. Berikan edukasi kepada nafas
S : 36.5, suara paru keluarga tentang asma, A : Masalah belum teratasi
wheezing penyebabnya, dan cara P : intervensi dilanjutkan
minimal, tidak ada retraksi perawatan klien dengan - Motivasi klien menghindari
dinding dada, ronkhi basah asma di rumah. faktor penyebab
kasar + 4. Ajarkan perkusi dada untuk - Motivasi penerapan terapi non
mengeluarkan dahak. farmakologi
5. Kolaborasi dengan dokter - Motivasi klien konsumsi obat
dalam pemberian secara teratur
bronkodilator.

Anda mungkin juga menyukai