DENGAN HIPOTERMIA
Dosen pengampu :
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Program S1 Keperawatan
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Hipotermia dengan tepat waktu tanpa halangan apapun.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Dasar 2.Dengan dituliskannya makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipotermia ini
diharapkan mahasiswa maupun tenaga kesehatan dapat memahami Makalah. Makalah ini tidak
akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. M. Sajidin, S.Kp., M.Kes selaku Ketua STIKes Bina Sehat PPNI.
2. Ana Zakiyah.M.Kep selaku Kepala Prodi Ilmu Keperawatan.
3. Arum Dwi Ningsih M.Kep selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Dasar 2.
4. Ucapan terima kasih teman-teman yang telah mendukung, mendorong memberikan
fasilitas kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya.
Mojokerto, 9 Maret 2020
Penulis
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Hipotermi
1. Pengertian
Hipotermia adalah keadaan penurunan suhu tubuh dibawah rentang normal
(Cynthia M. Taylor, 2010).Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi <
35˚C (atau 95˚F) secara involunter.Risiko hipotermia adalah rentan terhadap
kegagalan termoregulasi yang dapat mengakibatkan suhu tubuh di bawah rentang
normal diurnal, yang dapat mengganggu kesehatan (Kamitsuru, n.d.). Lokasi
pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal, esofageal, atau membran timpani, yang
dilakukan secara benar (Tanto, 2014).Menurut Hardisman (2014), hipotermia
didefinisikan bila suhu inti tubuh menurun hingga 35˚C (95˚F) atau dapat lebih
rendah lagi.Menurut Setiati (2014), hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas
karena konduksi, konveksi, radiasi, atau evaporasi. Local cold injury dan frostbite
timbul karena hipotermia menyebabkan penurunan viskositas darah dan kerusakan
intraselular (intracellular injury). Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah
35˚C, dan dapat dikategorikan sebagai berikut menurut (Kustina, 2017).
A. Hipotermia ringan : 32 – 35 ˚C
B. Hipotermia sedang : 28 – 32 ˚C
C. Hipotermia berat : di bawah 28˚C
a. Hipotermia primer, apabila produksi panas dalam tubuh tidak dapat mengimbangi adanya stres
dingin, terutama bila cadangan energi dalam tubuh sedang berkurang. Kelainan panas dapat
terjadi melalui mekanisme radiasi (55-65%), konduksi (10-15%), konveksi, respirasi dan
evaporasi.Pemahaman ini membedakan istilah hipotermia dengan frost bite (cedera jaringan
akibat kontak fisik dengan benda/zat dingin, biasanya <0˚C).
Cedera yang berhubungan dengan cuaca dingin dapat terjadidengan atau tanpa pembekuan
jaringan tubuh.Faktor resiko cedera dingin meningkat pada orang tua, anak – anak, dan pecandu
alkohol.Tingkat keparahan cedera dingin bergantung pada suhu, lama pemaparan, kondisi
lingkungan, jumlah pakaian pelindung, dan keadaan umum pasien saat itu. Kerentanan terhadap
cedera dingin meningkat oleh faktor yang dapat meningkatkan kehilangan panas atau
menurunkan produksi panas, seperti:
b. Dehidrasi
f. Kelembaban
2. Patofisiologi
Menurut Setiati (2014), tubuh menghasilkan panas melaluimetabolisme makanan dan minuman,
metabolisme otot, dan reaksi kimia. Panas tubuh hilang melalui beberapa cara, seperti:
a. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena tubuh ditempatkan di dekat
benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh tersebut (Ratnasari,
2019). Radiasi berpengaruh hingga 65% terhadap kehilangan panas tubuh.Kepala yang tidak
terlindungi dapat menghilangkan 50% panas tubuh.
b. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh dengan
permukaan yang dingin. Konduksi juga merupakan pindahnya panas ke objek terdekat dengan
suhu lebih rendah.Hanya sedikit panas tubuh yang hilang melalui konduksi, tetapi pakaian basah
menghilangkan panas tubuh 20 kali lipat lebih besar.Berendam di air dingin menghilangkan
panas 32 kali lebih besar.
c. Konveksi adalah hilangnya panas melalui aliran udara, kecepatan hilangnya panas
dipengaruhi oleh kecepatan angin. Contohnya, angin dengan kecepatan 12 mil/jam
menghilangkan panas 5 kali lebih cepat.Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara
dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
d. Evaporasi adalah hilangnya panas saat cairan berubah menjadi gas. Keringat dan
pernapasan berperan menghilangkan panas tubuh sebesar 20%.Kehilangan panas dapat terjadi
pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
3. Manifestasi klinis
Gejala hipotermia bervariasi tergantung tingkat keparahan cederadingin.Tanda dan gejala berupa
kesemutan, mati rasa, perubahan warna dan tekstur kulit (Hardisman, 2014). Gejala klinis yang
sering terjadi berdasarkan kategori hipotermia, menurut Setiati (2014):
a. Hipotermia ringan (32 – 35 ˚C) : takikardi, takipnea, hiperventilasi, sulit berjalan dan
berbicara, mengigil, dan sering berkemih karena “cold diuresis”.
b. Hipotermia sedang (28 – 32 ˚C) : nadi berkurang, pernapasan dangkal dan pelan, berhenti
menggigil, refleks melambat, pasien menjadi disorientasi, sering terjadi aritmia.
c. Hipotermia berat (di bawah 28˚C) : hipotensi, nadi lemah, edemaparu, koma, aritmia ventrikel,
henti jantung.
a. Derajat pertama
b. Derajat kedua
c. Derajat ketiga
2) Edema lokal
A. PENGKAJIAN
1. Identitas :
Tanggal Pengkajian : 04 Maret 2010
Jam Pengkajian : 17.50
Ruang : Mawar 10
1. Identitas Pasien
Nama : Ny.K
Umur : 4 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Jakarta
2. Identitas Penanggung
Nama : Ny. P
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jakarta
Hubungan dengan Klien : ibu px
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Hipotermia
b. Riwayat Penyakit dahulu : Pasien belum pernah masuk RS sebelumnya
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit keluarga
d. Riwayat Pemakaian obat : Imunisasi
e.
2. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
Suhu : 35,5˚C
Nadi : 115x/menit
RR : 50x/menit
BB : 1700 gr BB : 2000 gr
TB : 40 cm TB : 40 cm
LK : 30 cm LK : 30 cm
LD : 26,5 cm LD : 28 cm
LL : 9 cm LL : 9,5 cm
LP : 33 cm
1. Analisis Data
4. Intervensi Keperawatan
5. Implementasi
IMPLEMENTASI EVALUASI
Harahap, A. M., Kadarsah, R. K., & Oktaliansah, E. (2014). Angka Kejadian Hipotermia
dan Lama Perawatan di Ruang Pemulihan pada Pasien Geriatri Pascaoperasi Elektif
Bulan Oktober 2011–Maret 2012 di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal
Anestesi Perioperatif, 2(1), 36–44. https://doi.org/10.15851/jap.v2n1.236
Herdman, T. Heather, PhD, R. (n.d.). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi (S.
K. Ns. Barrarah Bariid, S.Kep, Monica Ester, S.Kep, & Ns. Wuri Prraptiani, ed.).
jakarta: EGC.
Kamitsuru, T. H. H. & S. (n.d.). NANDA-1 Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi (11th ed.; M. E. & W. Praptiani, ed.). jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC.
Ratnasari, I. (2019). Mengenal Hipotermia (1st ed.; K. Utami, ed.). Semarang, Jawa
Tengah: Manoreh Pustaka Ilmu.