Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH TELAAH JURNAL

KEPERAWATAN DASAR KLINIK

Oleh

Kelompok U1:

Sri Dinda Andrifa - 2141312001


Amelia Jamirus - 2141312005
Suci Rahmadhani Putri - 2141312012
Popy Wahyu Pratama - 2141312022
Silvira Yusri - 2141312030
Mutiara Salam - 2141312032

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3
A. Latar Belakang ......................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS .......................................................................... 5
A. Anatomi Kulit ........................................................................................... 5
B. Fungsi Kulit ............................................................................................ 10
C. Luka ........................................................................................................ 11
BAB III TELAAH JURNAL .............................................................................. 21
A. Judul Jurnal............................................................................................. 21
B. Kelebihan Jurnal ..................................................................................... 21
C. Abstrak ................................................................................................... 22
D. Pendahuluan ........................................................................................... 22
E. Pernyataan Masalah ................................................................................ 23
F. Tujuan Penelitian .................................................................................... 23
G. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 23
H. Kerangka Konsep dan Hipotesis ............................................................ 24
I. Metodologi .............................................................................................. 24
J. Sampel dan Instrumen ............................................................................ 25
K. Data Analisa ........................................................................................... 25
L. Hasil........................................................................................................ 27
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 29
A. Kesimpulan ................................................................................................ 29
B. Saran ........................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau

hilangnya sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai

kemungkinan penyebab seperti trauma benda tajam, benda tumpul, akibat

perubahan suhu baik panas maupun dingin, akibat paparan zat kimia

tertentu, akibat ledakan, gigitan hewan, sengatan listrik maupun penyebab

lainnya. Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, pendarahan,

dehiscence dan evicerasi dan juga sinus.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar luka kronis

memiliki biofilm yang dapat menghambat penyembuhan luka dan

mengakibatkan pengobatan yang tidak efektif, membebani pasien dan

sistem perawatan kesehatan. PVP-I menunjukkan kemanjuran yang kuat

terhadap biofilm yang dibentuk oleh berbagai mikroba yang ditemukan

lazim dalam luka kronis, termasuk S.aureus, S.epidermidis, dan P.

aeruginosa.

PVP-I memiliki karakteristik khusus yang ideal untuk pengobatan

luka kronis yang tidak sembuh-sembuh karena kolonisasi kritis dan/ atau

biofilm, yaitu efikasi antibiofilm yang kuat, aktivitas antimikroba

spektrum luas, luka sifat penyembuhan, dan kecepatan aksi. Ketika

kehadiran biofilm dalam luka kronis sangat dicurigai, dokter harus

3
mengadopsi rencana intervensi awal untuk menghapus biofilm sesegera

mungkin dan mengurangi risiko infeksi.

Pemilihan dressing tergantung dari jumlah dan tipe eksudat yang

terdapat pada luka. Dressing hidrogel, film, komposit baik digunakan

untuk luka dengan jumlah eksudat sedikit. Untuk luka dengan jumlah

eksudat sedang digunakan hidrokoloid dan untuk luka dengan jumlah

eksudat banyak digunakan alginate, foam.

B. Rumusan Masalah

“ Bagaimanakah analisa jurnal dari pengobatan luka ?”.

C. Tujuan

1. Mengetahui tinjauan teoritis tentang kulit dan luka.


2. Mengetahui analisis jurnal pengobatan luka.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-

kira 16% berat badan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive,

bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung

pada lokasi tubuh. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai

perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan.

Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh manusia dan merupakan bagian

tubuh utama yang menghubungkan dengan dunia luar. Berat rata-rata kulit

adalah 4 kg, kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan

hipodermis. Kulit adalah organ yang dinamis yang terus mengalami

perubahan dengan terlepasnya lapisan luar dan digantikan oleh lapisan dalam.

5
Ketebalan kulit juga bermacam-macam antara berbagai lokasi anatomis, jenis

kelamin, dan usia individu.

Perbedaan ketebalan kulit terutama menggambarkan perbedaan ketebalan

lapisan dermis, sedangkan ketebalan epidermis cukup konstan sepanjang

hidup dan tiap-tiap lokasi anatomis. Kulit yang paling tebal terdapat pada

telapak tangan dan telapak kaki, yaitu setebal + 1,5 mm dan yang paling tipis

terdapat pada kelopak mata dan postauricular (0,05 mm) (Weller et al, 2015).

Kulit dibagi menjadi dua, yaitu kulit tebal dan kulit tipis. Kulit tebal terdapat

pada telapak tangan dan kaki. Kulit tebal mengandung banyak kelenjar

keringat, tanpa folikel rambut, kelenjar sebasea, atau serat otot polos. Kulit

tipis terdapat pada seluruh permukaan tubuh kecuali pada telapak tangan dan

kaki. Kulit tipis mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar

keringat (Eroschenko, 2010).

Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar

adalah sebagai berikut:

a) Lapisan Epidermis

Epidermis adalah lapisan pelindung terluar yang tipis, kering, dan

tangguh. Epidermis membentuk penghalang untuk mencegah hilangnya

air, elektrolit, dan nutrisi dari dalam tubuh, serta membatasi masuknya

zat-zat dari lingkungan ke dalam tubuh. Kerusakan epidermis

menyebabkan terjadinya difusi senyawa ke dalam kulit sekitar 1000 kali

lebih cepat. Lapisan epidermis tersusun dari lima lapisan yaitu:

6
• Lapisan tanduk (Stratum korneum)

Lapisan stratum korneum dari kulit adalah lapisan pelindung

utama dan terdiri dari delapan sampai enam belas lapisan sel yang

pipih, berlapis-lapis, dan berkeratin. Setiap sel memiliki panjang

sekitar 34-44 µm, lebar 25-36 µm, dan tebal 0,15-0,2 µm. Lapisan

sel ini secara berkesinambungan digantikan dari lapisan basal.

Stratum korneum sering digambarkan sebagai susunan batu bata, di

mana bagian keratinosit sebagai zat hidrofilik membentuk batu bata

dan lipid interselular adalah celah-celah susunan, sehingga terdapat

jalur hidrofobik yang kontinu di dalam stratum korneum.

Untuk senyawa hidrofilik, stratum corneum memberikan

tahanan difusi 1000 kali untuk penetrasi ke dalam. Tetapi untuk

senyawa yang terlalu lipofilik dengan koefisien partisi lebih dari

400 maka lapisan dermis yang hidrofilik merupakan barier yang

nyata untuk absorpsi sistemik.

• Lapisan Lusidum (stratum lusidum).

Lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan sel transparan, terletak

di atas stratum granulosum. Biasanya terdapat pada tangan dan telapak

kaki.

• Lapisan granulosum (stratum granulosum)

Lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3 lapisan sel dan terletak di atas

lapisan spinosum. Dinamakan lapisan granulosum karena sel-sel lapisan

ini mengandung granul keratohyalin yang menyebabkan sel berbentuk

granul.

7
• Lapisan spinosum (stratum spinosum)

Lapisan ini memiliki banyak koneksi intraseluler yang dinamakan

desmosom. Sebagai akibatnya, muncul proyeksi seperti duri di

permukaan sel. Sel-sel pada lapisan ini dipisahkan oleh celah yang

sangat sempit. Celah ini merupakan tempat mengalirnya pembuluh

limfe yang kaya nutrisi. Lapisan spinosum merupakan lapisan yang

paling tebal dari epidermis.

• Lapisan basal (stratum basale)

Lapisan ini terdiri dari satu lapis sel berbentuk kolumnar,

berbatasan dengan membran basal yang berkontak dengan dermis.

Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak ke

atas membentuk lapisan spinosum.

Pada lapisan epidermis terdapat:

✓ Keratinosit, yang berfungsi untuk membentuk lapisan yang

tahan terhadap zat kimia dan biologis.

✓ Melanosit, yang berfungsi memproduksi melanin. Sel ini

tersebar di antara sel basal di lapisan basal.

✓ Sel Langerhans dengan sistem imun yang berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan terhadap zat asing.

b) Lapisan Dermis

Dermis (corium) merupakan jaringan penyangga berserat dengan

ketebalan rata-rata 3-5 mm. Komponen lapisan dermis, yaitu:

− Kolagen

8
Merupakan komponen serat utama dari kulit. Kolagen membentuk

berbagai jaringan pengikat yang hanya sedikit berbeda pada

komposisi asam aminonya. Kolagen hanya sedikit mengandung

sistein, tapi sangat kaya akan glisin, prolin, dan hidroksi-prolin.

− Elastin

Komponen yang membentuk serat elastik, sehingga bagian dermis

dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan dapat

kembali ke bentuk awal ketika tekanan dihilangkan.

− Zat dasar (ground substance)

Merupakan zat berbentuk amorf sebagai tempat melekatnya sel dan

serat, mengandung berbagai jenis lipid, protein, dan karbohidrat.

Zat yang paling penting adalah mucopolisakarida, asam hyaluronik,

dan dermatan sulfat (chondroitin B).

− Sel Fibroblast

Merupakan sel yang paling banyak menghuni lapisan dermis.

Selain itu, juga terdapat sel mast dan histiosit.

− Pembuluh darah

Berfungsi untuk menjaga suhu tubuh, menghantarkan nutrisi ke

kulit, menghilangkan produk sisa, menggerakkan system

pertahanan, dan berkontribusi terhadap warna kulit.

− Ujung saraf yang berfungsi untuk memberikan rasa sakit, sentuhan,

gatal, dan suhu.

− Kelenjar keringat ekrin, berfungsi mengontrol suhu. Pada suhu

yang tinggi dan olahraga, akan terjadi sekresi kelenjar ini.

9
− Kelenjar keringat apokrin, berfungsi sebagai organ seks skunder.

− Kelenjar sebum, berfungsi mengatur kehilangan air, melindungi

tubuh dari infeksi bakteri dan jamur.

c) Jaringan Subkutan

Lemak subkutan (hypoderm, subkutis) tersebar di seluruh tubuh

sebagai lapisan serat lemak (fibrofatty), kecuali pada kelopak mata dan

bagian genital pria. Ketebalan jaringan ini bergantung pada umur, jenis

kelamin, endokrin, dan gizi dari individu yang bersangkutan. Sel-sel pada

jaringan ini membuat dan menyimpan lipid dalam jumlah besar, dan serat

kolagen terdapat diantara sel-sel lemak ini untuk menyediakan

fleksibilitas antara struktur di bawahnya dengan lapisan kulit di atasnya.

Lapisan ini juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh dan sebagai

bantalan mekanis.

B. Fungsi Kulit

Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung dari berbagai macam

gangguan dan rangsangan dari luar. Fungsi perlindungan ini terjadi

melalui mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara

terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati),

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit sinar radiasi

ultraviolet, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap infeksi

dari luar. Kulit juga mencegah dehidrasi, menjaga kelembaban kulit,

pengaturan suhu, serta memiliki sifat penyembuhan diri. Kulit mempunyai

10
ikatan yang kuat terhadap air. Apabila kulit mengalami luka atau retak,

daya ikat terhadap air akan berkurang. Kulit menjaga suhu tubuh agar

tetap normal dengan cara melepaskan keringat ketika tubuh terasa panas.

Keringat tersebut menguap sehingga tubuh terasa dingin. Ketika seseorang

merasa kedinginan, pembuluh darah dalam kulit akan menyempit.

Kulit melindungi bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik

maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan dan tarikan, gangguan

kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan, serta gangguan panas atau dingin.

Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak

subkutan, ketebalan lapisan kulit, serta serabut penunjang pada kulit.

Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit

yang berasal dari kelenjar kulit yang mempunyai pH 5,0-6,5.

C. Luka

Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau hilangnya

sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai kemungkinan

penyebab seperti trauma benda tajam, benda tumpul, akibat perubahan suhu

baik panas maupun dingin, akibat paparan zat kimia tertentu, akibat ledakan,

gigitan hewan, sengatan listrik maupun penyebab lainnya.

1) Jenis Luka

a. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka :

• Luka Bersih (Clean Wounds)

11
Luka bersih adalah luka bedah tidak terinfeksi yang mana

luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga

infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinaria

tidak terjadi.

• Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds)

Jenis luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran

respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi

terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi.

• Luka terkontaminasi (Contamined Wounds)

Luka terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat

kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik

aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.

• Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds)

Luka kotor atau infeksi adalah terdapatnya mikroorganisme

pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi pada luka

12
jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme

tersebut.

b. Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka

• Stadium I : Luka Supersial (Non-Blanching Erithema).

Luka jenis ini adalah luka yang terjadi pada lapisan

epidermis kulit.

• Stadium II : Luka “Partial Thickness”.

Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis merupakan luka superficial

dan adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau

lubangnya yang dangkal.

• Stadium III : Luka "Full Thickness".

Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.

Luka ini timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam

dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.

• Stadium IV : Luka "Full Thickness".

Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.

c. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka

• Luka Akut

Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan

sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria

13
luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai

dengan waktu yang diperkirakan. Contoh : Luka sayat, luka bakar,

luka tusuk. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang

dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting.

• Luka Kronis

Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami

kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor

eksogen dan endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada

waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan

punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus,

ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.

2) Mekanisme Terjadi Luka

• Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen

yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih

(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh

darah yang luka diikat (Ligasi)

• Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh

suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan

lunak, perdarahan dan bengkak.

• Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan

dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

14
• Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda,

seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan

diameter yang kecil.

• Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam

seperti oleh kaca atau oleh kawat.

• Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus

organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya

kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

• Luka Bakar (Combustio).

3) Proses Penyembuhan Luka


Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu

yang harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement bertujuan

untuk membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi kontaminasi

pada luka dan mencegah terjadinya infeksi. Proses penyembuhan

mencakup beberapa fase, yaitu :

a. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang

terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang

hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area

luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan

dimulainya proses penyembuhan. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai

15
dengan eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang

berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

b. Fase Proliferatif

Fase proliferatif adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan

ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses

perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk

struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.

Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan

suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah

luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan

turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini merupakan proses terintegrasi dan

dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag

(growth factors). Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam

didalam jarigan baru disebut sebagai jaringan “granulasi”.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen

telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai

growth faktor yang dibetntuk oleh markofag dan platelet.

c. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai

meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai

berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
16
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari

jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

perlukaan.

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan

kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan

aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi

setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung

dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan

dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

4) Komplikasi Penyembuhan luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, pendarahan, dehiscence

dan evicerasi dan juga sinus.

a. Infeksi

Infeksi merupakan reaksi yang timbul jika luka tidak segera

ditangani. Luka infeksi adalah luka dengan replikasi mikroorganisme

lebih dari 10 pangkat lima per gram jaringan, dapat diketahui melalui

kultur cairan (Arisanty, 2013). Infeksi biasanya terjadi karena mikro

17
organisme. Infeksi pada luka ditandai dengan bengkak pada area lokal,

kemerahan, panas, nyeri dan demam (suhu tubuh lebih dari 38 0C), bau

yang tidak sedap atau keluarnya cairan purulen, berubahnya warna

cairan yang mengindikasikan infeksi. Invasi bakteri pada luka dapat

terjadi pada saat trauma , selama pembedahan atau setelah pembedahan.

Pada luka sayat, resiko infeksi akan terjadi dalam 5 sampai 7 hari

setelah operasi.

b. Perdarahan

Perdarahan merupakan kejadian yang harus segera

mendapatkan penanganan. Jika perdarahan luar atau dalam

(hematoma) tidak diatasi, akan terbentuk satu jaringan nekrosis pada

luka sehingga penting sekali melindungi kulit yang mengalami

hematoma dan mengatasi perdarahan pada luka. Dapat menunjukan

suatu proses pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan,

infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing.

c. Dehiscence dan eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang

paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau

total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan.

Sejumlahfaktor meliputi , kegemukan , kurang nutrisi. Multiple trauma ,

gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi

mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.

d. Sinus

18
Sinus merupakan jalan ke permukaan kulit (terowongan)

karena adanya abses atau benda asing yang memberikan efek iritasi

pada kulit yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi, misalnya

jahitan, serat kasa, dll.

5) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

− Status Imunologi

− Kadar gula darah (impaired white cell function)

− Hidrasi (slows metabolism)

− Nutrisi

− Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic

pressure – oedema)

− Suplai oksigen dan vaskularisasi

− Nyeri (causes vasoconstriction)

− Corticosteroids (depress immune function)

6) Perawatan Luka

Balutan luka (wound dressings) digunakan dengan alasan sebagai

berikut :

1. Mempercepat fibrinolisis

Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat

oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.

2. Mempercepat angiogenesis

19
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan

merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih

cepat.

3. Menurunkan resiko infeksi

Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan perawatan kering.

4. Mempercepat pembentukan Growth factor

Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk

membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi

komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang

lembab.

5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.

Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,

monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Pemilihan dressing tergantung dari jumlah dan tipe eksudat yang

terdapat pada luka. Dressing hidrogel, film, komposit baik digunakan

untuk luka dengan jumlah eksudat sedikit. Untuk luka dengan jumlah

eksudat sedang digunakan hidrokoloid dan untuk luka dengan jumlah

eksudat banyak digunakan alginate, foam.

20
BAB III

TELAAH JURNAL

A. Judul Jurnal

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul

akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca

keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna ganda.

Pada judul jurnal sudah terdapat variabel independen dan dependen, yaitu:

Independen : perawatan luka kolonisasi

Dependen: peran antiseptik

B. Kelebihan Jurnal

1. Judul jurnal sudah baik dan terdiri dari 15 kata,dimana syarat judul

jurnal adalah tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan jelas. Judul

jurnal menjelaskan tentang Pembaruan tentang peran antiseptik dalam

perawatan luka kronis dengan kolonisasi kritis dan/atau biofilm,dari

judul jurnal kita sudah mengetahui bahwa jurnal ini menjelaskan tentang

menunda perawatan luka kronis dengan biofilm.

2. Pada jurnal ini nama penulis sudah ditulis dengan benar, tanpa

menggunakan gelar yaitu : Paulo J. Alves, Ruben T. Barreto, Luc G.

Gryson, Sylvie Meaume dan Stan J. Monstrey

3. Pada judul jurnal juga di paparkan penerbit jurnal sehingga kita

mengetahui jurnal ini diterbitkan dari mananya yaitu“IWJ”.

21
C. Abstrak

Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat tentang

keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar 250 kata yang

berisi tentang latar belakang, tujuan, metode, bahan, hasil, dan kesimpulan isi

jurnal. Terdapat kata kunci juga yang menonjolkan dari judul jurnal tersebut,

sehingga memudahkan dalam penelusuran literatur secara cepat dan tepat.

Kelebihan :

1. Jurnal ini memiliki abstrak dengan sangat rinci dan menjelaskan secara singkat

isi jurnal

2. Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari latar belakang

sampai hasil kesimpulan penelitian serta kata kunci

Kelemahan :

Jurnal ini memiliki kata yang kurang dari abstrak yang seharusnya,yaitu 278

kata. Penulisan abstrak yang berlebihan dapat dituliskan lebih rinci lagi,seperti pada

background dimana dapat dipersingkatkan isinya, sehingga dapat menghemat kata

agar sesuai dengan ketentuan penulisan abstrak yaitu 250 kata.

D. Pendahuluan

Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat

penelitian. Pendahuluan terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap paragraf

terdiri dari 4-5 kalimat.


22
Kelebihan :

1. ada jurnal ini, sudah terdapat penelitian lain yang sejenis yang mendukung

penelitian jurnal.Pada jurnal ini fenomena yang dibahas adalah tindakan

perawatan luka dengan cepat yaitu PVP-I mewakili pilihan terapi yang layak

dalam perawatan luka dan manajemen biofilm

2. Pada jurnal ini, sudah terdapat penelitian lain yang sejenis yang mendukung

penelitian jurnal.

Kelemahan :

Pendahuluan pada jurnal ini tidak menjelaskan terkait manfaat penelitian.

E. Pernyataan Masalah

Dalam jurnal ini terdapat pernyataan masalah yang jelas yaitu peran

antiseptik dalam pengelolaan luka kronis dan biofilm, dengan fokus pada

povidone-iodine (PVP-I)dibandingkan dengan dua antiseptik yang umum

digunakan: polyhexanide (PHMB) dan perak.

F. Tujuan Penelitian

Dalam jurnal ini sudah dipaparkan dengan jelas tujuan penelitiannya yaitu

untuk mengetahui metode identifikasi peran biofilm dalam proses menghambat

penyembuhan luka

G. Tinjauan Pustaka

Jurnal ini sudah mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai acuan

konsep.

23
H. Kerangka Konsep dan Hipotesis

Dalam penelitian ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesis.

I. Metodologi

Tinjauan naratif ini merupakan hasil dari pertemuan Focus Group

tentang “antiseptik dalam perawatan luka dan manajemen biofilm” yang

diadakan pada bulan Desember 2019. Tinjauan ini terutama didasarkan pada

literatur yang ditinjau dan direkomendasikan oleh penulis selama pertemuan

tersebut. Publikasi bahasa Inggris tambahan yang relevan diidentifikasi

mengikuti pencarian literatur yang dilakukan di PubMed pada bulan Maret 2020,

menggunakan berbagai kombinasi istilah kunci: “antimikroba”, “biofilm”,

“kolonisasi kritis”, “kronis luka”, “sitotoksisitas”, “luka yang tidak sembuh-

sembuh”, “polyhexamethylene biguanide”, “polyhexanide”, “polihexanide”,

“povidone iodine”, “perak”, “koloid perak”, “senyawa perak”, “ion perak”,

“partikel nano perak”, “antiseptik topikal”, “pembalut luka”, dan “penyembuhan

luka”. Istilah kunci dalam semua penelusuran dapat digabungkan menggunakan

operator Boolean seperti “ATAU” atau “DAN”. Tidak ada batasan tanggal

dalam pencarian yang digunakan. Hanya artikel teks lengkap yang diidentifikasi

dari pencarian yang dianggap relevan secara langsung yang disertakan dalam

tinjauan ini, dan sebagian besar artikel ini adalah akses terbuka. Daftar referensi

dari makalah yang diidentifikasi juga dicari dengan tangan untuk

mengidentifikasi makalah lebih lanjut yang menarik. Laporan dan disertasi

akademik tidak dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam tinjauan ini.

24
J. Sampel dan Instrumen

Pada penelitian ini ditininjau kemanjuran antibiofilm, keamanan, dan

tolerabilitas antiseptik topikal dalam perawatan luka kronis dan manajemen

biofilm, dengan fokus khusus pada povidone iodine (PVP-I) dibandingkan

dengan dua antiseptik yang umum digunakan dalam perawatan luka,

polyhexamethylene biguanide/polyhexanide ( PHMB), dan perak. Dan juga

mengusulkan panduan atau algoritme klinis praktis baru untuk perawatan luka

kronis yang tidak sembuh karena kolonisasi kritis atau biofilm.

K. Data Analisa

Dari ketiga antiseptik yang dibahas dalam tinjauan ini, PVP-I memiliki

karakteristik khusus yang ideal untuk pengobatan luka kronis yang tidak

sembuh-sembuh karena kolonisasi kritis dan/ atau biofilm, yaitu efikasi

antibiofilm yang kuat, aktivitas antimikroba spektrum luas, luka sifat

penyembuhan, dan kecepatan aksi. Ketika kehadiran biofilm dalam luka kronis

sangat dicurigai, dokter harus mengadopsi rencana intervensi awal untuk

menghapus biofilm sesegera mungkin dan mengurangi risiko infeksi.

Menurut algoritma baru yang diusulkan di sini, pencucian mekanis

intensif atau pembersihan luka dengan sabun atau scrub PVP-I akan membantu

mempersiapkan dasar luka dengan menghilangkan puing-puing dan biofilm dari

luka. Ini sebaiknya dilakukan tanpa menyebabkan trauma tambahan pada luka.

Idealnya, pembersihan luka harus dilakukan setiap kali mengganti balutan. Hal

ini terutama terjadi jika kemungkinan biofilm tinggi, tetapi karakteristik unik

25
dari setiap dasar luka tertentu harus menentukan frekuensi penggantian balutan.

Setelah pembersihan luka, debridement luka dapat membantu mengganggu

biofilm yang tersisa, menghilangkan jaringan nekrotik, dan merangsang

penyembuhan luka.

Debridement dapat dicapai dengan menggunakan sejumlah metode yang

berbeda termasuk teknik bedah, mekanik, dan kimia. Luka kemudian dapat

didesinfeksi menggunakan kain kasa yang diresapi dengan larutan dermik PVP-

I. Mengingat onset kerja PVP-I yang cepat, menggunakan waktu kontak minimal

1 menit mungkin cukup untuk membasmi sebagian besar mikroba yang tersisa di

luka. Biofilm tidak sepenuhnya dihilangkan dengan debridement dan dapat

dengan cepat tumbuh kembali dalam waktu 24 jam, jadi debridement saja

bukanlah strategi pengobatan yang tepat.

Pertumbuhan kembali biofilm harus dikontrol sesuai dengan status luka,

khususnya jumlah eksudat yang dihasilkan luka. Luka yang seimbang dan

lembab lingkungan dipandang penting untuk penyembuhan luka. Eksudat yang

tidak cukup atau produksi eksudat yang berlebihan akan menghambat proses

penyembuhan luka. Luka kering tanpa eksudat, yang menghambat aktivitas sel

perbaikan jaringan. Dengan luka eksudasi rendah dan sedang, dasar luka dan

kulit di sekitarnya menjadi semakin basah. Jumlah eksudat yang berlebihan yang

dihasilkan oleh luka yang sangat eksudat dapat menyebabkan maserasi pada

kulit di sekitarnya. Oleh karena itu, penting untuk mengatur tingkat kelembapan

dengan memilih balutan yang tepat. Berbagai jenis pembalut tersedia untuk

melindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Memilih opsi yang paling


26
tepat dari berbagai macam pembalut yang tersedia dapat menjadi keputusan

perawatan yang sulit, tetapi pada akhirnya harus disesuaikan dengan

karakteristik setiap luka dan sabar.

Dressing yang mengatur eksudat dan mendorong keseimbangan

lingkungan luka sangat penting untuk hasil pasien yang lebih baik. Algoritme

baru mengusulkan bahwa luka eksudasi rendah hingga sedang dapat diobati

dengan gel PVP-I dan tulle PVP-I dan ditutup dengan pembalut sekunder. Luka

dengan eksudasi tinggi dapat diobati dengan gel PVP-I yang dioleskan di bawah

balutan penyerap. Sampai tanda-tanda perbaikan pada permukaan dasar luka

terlihat, pembalut harus diganti setiap hari dan diperiksa secara teratur untuk

perubahan warna, karena setiap perubahan warna dapat mengindikasikan

aplikasi ulang PVP-I diperlukan untuk mempertahankan kemanjuran klinisnya.

Pemantauan berkala terhadap status penyembuhan luka diperlukan sesuai

dengan kriteria tertentu, termasuk penilaian ukuran dan kedalaman luka, serta

jumlah dan jenis eksudat. Jika ada perbaikan dalam penyembuhan luka

pengobatan dapat kembali ke standar perawatan. Penilaian ulang luka harus

dilakukan setiap minggu dan, jika perlu, prosedur yang diuraikan dalam

algoritme dapat dimulai kembali

L. Hasil

Bukti terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar luka kronis memiliki

biofilm yang dapat menghambat penyembuhan luka dan mengakibatkan

pengobatan yang tidak efektif, membebani pasien dan sistem perawatan

27
kesehatan. PVP-I menunjukkan kemanjuran yang kuat terhadap biofilm yang

dibentuk oleh berbagai mikroba yang ditemukan lazim dalam luka kronis,

termasuk S.aureus, S.epidermidis, dan P. aeruginosa.

Mengingat betapa beragamnya komunitas mikroba dalam luka kronis,

spektrum aktivitas antimikroba PVP-I yang lebih luas seharusnya

menguntungkan dibandingkan spektrum aktivitas antimikroba yang lebih

terbatas yang ditunjukkan oleh PHMB dan produk yang mengandung perak.

PVP-I juga memenuhi semua persyaratan lain dari antiseptik ideal untuk

perawatan luka kronis, termasuk kurangnya resistensi bakteri yang didapat atau

resistensi silang, sifat penyembuhan luka, sitotoksisitas rendah, dan tolerabilitas

yang baik.

Secara kolektif, karakteristik PVP-I ini menunjukkan bahwa itu

merupakan pilihan terapi yang sangat layak dalam perawatan luka dan

manajemen biofilm, dengan potensi untuk menjadi efektif selama tahap terjajah

secara kritis, tahap biofilminfiltrat dari rangkaian infeksi luka. Algoritma baru

yang diusulkan menggunakan PVP-I akan membantu memandu dokter dalam

pengobatan pasien dengan luka kronis yang tidak sembuh-sembuh, yang terbukti

sangat tidak responsif terhadap pengobatan.

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau hilangnya

sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai kemungkinan

penyebab seperti trauma benda tajam, benda tumpul, akibat perubahan suhu baik

panas maupun dingin, akibat paparan zat kimia tertentu, akibat ledakan, gigitan

hewan, sengatan listrik maupun penyebab lainnya. Komplikasi penyembuhan

luka meliputi infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi dan juga sinus.

Pemilihan dressing tergantung dari jumlah dan tipe eksudat yang terdapat

pada luka. Dressing hidrogel, film, komposit baik digunakan untuk luka dengan

jumlah eksudat sedikit. Untuk luka dengan jumlah eksudat sedang digunakan

hidrokoloid dan untuk luka dengan jumlah eksudat banyak digunakan alginate,

foam.

B. Saran
Saat pemilihan dressing pada pembalutan luka, sebaiknya perawat

mengetahui dahulu bagaimana dan jenis apa luka yang ada, sehingga nantinya

jenis dressing yang dipilih sesuai dan mampu membuat luka sembuh dengan

cepat.

29
DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, I. P. ( 2013 ). Manajemen Perawatan Luka : Konsep Dasar. Jakarta :

EGC.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol.

3. Jakarta: EGC

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan

Medik dan Bedah. Jakarta: EGC.

Gitarja, W. Perawatan Luka Diabetes. Cetakan kedua. Bogor : Wocare

Publishing. Juli. 2008

Morris, C, 2008, Blisters : Identification and Treatment in Wound Care, Wound

Essentials, 3, 125-

R Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku

Kedokteran. EGC

Slachta, P.A, 2008, Caring for Chronic Wounds : A Knowledge Update,

American Nurse Today Volume 3, Number 7 : 27-32.

Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Burnner &

Suddarth editor, Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare ; alih bahasa,

Agung Waluyo, dkk; editor edisi bahasa indonesia, Monica Ester. Ed.8.

Jakarta : EGC, 2001

30
Webster J, Scuffham P, Sherriff KL, Stankiewicz M, Chaboyer WP, 2012.

Negative pressure wound therapy for skin grafts and surgical wounds

healing by primary intention. Cochrane Database of Systematic

Reviews;4:1-45.

31

Anda mungkin juga menyukai