Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Pustaka

Sindrom Disfungsi Organ Multipel:


Patofisiologi dan Diagnosis

Velma Herwanto,* Zulkifli Amin**

*Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/


Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Sindrom Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/MODS)


didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang berubah (melibatkan >2 sistem organ) pada
pasien yang sakit akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intervensi.
Kejadian MODS sebagian besar disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain adalah trauma dan
proses inflamasi non-infeksi. Hipotesis yang diduga berperan dalam terjadinya MODS saat ini
meliputi hipotesis mediator, hipotesis “gut-as motor”, hipotesis kegagalan mikrovaskuler,
hipotesis “two-hit”, hipotesis kegagalan imunologi, dan hipotesis terintegrasi. Secara umum,
mekanisme patofisiologi yang mendasari MODS terdiri dari kerusakan seluler primer, perfusi
jaringan/organ yang inadekuat, kerusakan endotel difus, faktor humoral sirkulasi, mediator
inflamasi bersirkulasi, malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, kerusakan eritrosit,
dan efek samping tatalaksana pengobatan. Sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati,
hematologi, dan SSP merupakan sistem organ utama yang terlibat dan menjadi target evaluasi
MODS. Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting, karena hingga saat ini belum
ditemukan terapi yang spesifik untuk MODS. Manajemen pasien MODS yang terutama bersifat
suportif.
Kata kunci: sindrom disfungsi organ multipel, gagal organ multipel, sistem skoring

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009 1


Sindrom Disfungsi Organ Multipel: Patofisiologi dan Diagnosis

Abstract: The term Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) describes the presence of altered organ function in an acutely ill pa
Keywords: multiple organ dysfunction syndrome, multiple organ failure, scoring system

Pendahuluan organ pada tahap tertentu (skor Sequential Organ Failure


Peningkatan usaha resusitasi serta perkembangan Assessment [SOFA] >2 untuk organ yang dievaluasi) dan
teknologi dan pengetahuan mengenai proses penyakit 81%-nya telah terdiagnosis saat masuk ke ICU. MODS
telah meningkatkan harapan hidup pasien yang sakit parah terjadi lebih sering pada pasien-pasien sepsis (75 vs. 43%)
dan menimbulkan suatu kelainan baru yang disebut diban- dingkan dengan pasien-pasien ICU lain. Insiden 2,
Sindrom Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ 3, dan >4 gagal organ didapatkan lebih tinggi (secara
Dysfunction Syn- drome/ MODS) atau gagal organ berurutan 38, 24, dan 13 vs. 28, 12, dan 4%), dan semua
multipel (Multiple Organ Failure/ MOF). Pada beberapa bentuk kegagalan organ ditemukan lebih sering pada
dekade lalu, pasien seringkali meninggal pada awal pasien-pasien sepsis, dibandingkan dengan pasien ICU
perjalanan penyakitnya, jauh sebelum mereka mengalami lain. Mortalitas ICU saat masuk pada pasien tanpa
disfungsi organ. Berbagai kemajuan dalam tatalaksana disfungsi organ adalah 6%, sedangkan pada pasien-
suportif disertai harapan hidup pasien yang lebih lama pasien dengan >4 kegagalan organ, mortalitasnya 65%.
tersebut meningkatkan probabilitas pasien sakit berat Deskripsi MODS pertama kali menegaskan hubungan
untuk mengalami stadium akhir dari penyakitnya kejadiannya dengan infeksi laten atau tidak terkontrol,
sekaligus membuat mereka menjadi rentan terhadap yang tersering adalah peritonitis dan pneumonia. Namun,
berbagai kom- plikasi penyakit beratnya tersebut.1 infeksi tidak harus selalu ada dan sifatnya lebih sering
Frekuensi MODS di antara seluruh populasi risiko mengikuti, daripada mendahului, terjadinya MODS.4 Pada
tinggi di seluruh dunia rata-rata setara, berkisar antara 7% lebih dari 1/3 pasien MODS, tidak ditemukan fokus
pada pasien trauma multipel hingga 11% pada populasi infeksi.2 Tabel 1 memperlihatkan berbagai jejas yang dapat
ICU secara umum. Di Amerika Serikat, MODS didiagnosis memicu terjadinya MODS.
pada 15-18% pasien yang masuk ke ICU.2 MODS Faktor risiko utama terjadinya MODS adalah sepsis
merupakan penyebab kematian tersering pada pasien yang dan Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS),
dirawat di unit pera- watan intensif non-koroner dan juga beratnya penyakit (berdasarkan Acute Physiology and and
merupakan penyebab tersering morbiditas, perawatan Chronic Health Evaluation/APACHE II dan III), syok dan
yang lama, dan tingginya biaya rumah sakit.1 hipotensi berkepanjangan, terdapat fokus jaringan mati,
Suatu studi, multisenter, observasional di Eropa, trauma berat, operasi besar, adanya gagal hati stadium
Sep- sis Occurrence in Acutely Ill Patients (SOAP),3 akhir, infark usus, disfungsi hati, usia >65 tahun, dan
melaporkan bahwa setidaknya 71% pasien di ICU penyalahgunaan alkohol.1,2
mengalami disfungsi
Tabel 1. Jejas Fisiologis dan Patologis yang Dapat Memicu
Terjadinya MODS5
tidak, sedangkan istilah disfungsi organ (“organ dysfunc-
tion”) lebih dapat menggambarkan perkembangan
Infeksi Trauma Inflamasi Non-Infeksi perburukan fungsi organ yang merupakan suatu keadaan
dinamis.7
Bakteraemia Trauma multipel Pankreatitis Kanker
Viraemia Pasca pembedahan Vaskulitis Infus sitokin Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan meng-
Fungaemia Iskemia visceral HIV Reaksi obat gunakan istilah Sindrom Disfungsi Organ Multipel
Penyakit Status epileptikus Eklampsia Sindrom re- (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS).
rickettsia perfusi
Mycobacteria Trauma kepala Gagal hati Reaksi trans-
fusi Patofisiologi
Infeksi protozoa Sindrom kompar- Sintas kardio- Sindrom aspi- Patofisiologi MODS dapat diuraikan secara
temen pulmonal rasi sederhana melalui gambar di bawah ini.
Infeksi organ Abdominal Transfusi masif
padat Saat ini terdapat berbagai teori yang berusaha men-
jelaskan patofisiologi terjadinya MODS, antara lain
hipotesis mediator, hipotesis “gut-as motor”, hipotesis
Kelompok di Denver yakni Offner dan Moore, Moore et kegagalan mikrovaskuler, hipotesis two hit, dan hipotesis
al, dan Sauaia et al6 menekankan bahwa faktor risiko terintegrasi. Hipotesis mediator diungkapkan atas dasar
MODS pada pasien-pasien trauma meliputi transfusi darah ditemukannya peningkatan nyata kadar TNF- dan IL-1.
masif, trauma abdomen mayor, dan fraktur multipel. Sitokin-sitokin ini diduga menyebabkan kerusakan seluler
Berdasarkan konsensus The American College of primer dan bahwa ternyata pemberian antisitokin dapat
Chest Physicians (ACCP)/Society of Critical Care Medi- menghentikan atau pal- ing tidak mengurangi terjadinya
cine (SCCM) tahun 1992, Sindrom Disfungsi Organ MODS-like syndrome.9 Hipotesis “gut-as motor,” teori
Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ yang paling banyak dibahas saat ini, menyatakan bahwa
MODS) didefinisikan sebagai adanya fungsi organ yang translokasi bakteri atau produknya menembus dinding
berubah pada pasien yang sakit akut, sehingga usus memicu terjadinya MODS. Malnutrisi dan iskemia
homeostasis tidak dapat dipertahankan lagi tanpa intestinal diketahui sebagai penyebab translokasi toksin
intervensi. Disfungsi dalam MODS melibatkan >2 sistem bakteri ini.1 Hipotesis yang terkuat dibanding dua
organ. Terminologi konven- sional “progressive organ hipotesis patogenesis MODS sebelumnya adalah
failure”, “sequential organ fail- ure”, “multiple organ hipotesis kegagalan mikrovaskuler.9 Pada kasus sepsis dan
failure”, dan “multiple systems or- gan failure” dianggap SIRS, terdapat penurunan curah jantung, penurunan
tidak adekuat untuk menggambarkan sindrom ini secara tekanan perfusi sistemik, atau perubahan selektif perfusi
akurat. Istilah kegagalan organ (“organ failure”) hanya sistem organ, yang mengakibatkan hipoperfusi atau
mengacu pada peristiwa dikotom ya atau iskemia sistem organ. Perfusi jaringan menjadi inadekuat
dan

Sel T dan sel B


Sel NK Makrofag Jejas

Respon pro-inflamasi IL-1, IL-6, TNF-α Respon anti-inflamasi IL-10, IL-6, IL-4

Distribusi sistemik

Status respon hiperinflamasi Status respon hipoinflamasi

SIRS CARS

Kompensasi kardiovaskuler (syok) Apoptosis Supresi sistem imun

Hilangnya homeostasis

MODS

Gambar 1. Teori baru MODS. NK Natural Killer; SIRS Sytemic Inflammatory Response Syndrome; CARS Compensatory Anti-
inflammatory Response Syndrome8
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009 549
terjadi gangguan distribusi aliran darah yang membawa IL-6, sitokin utama yang berperan menimbulkan respon
oksigen, nutrien, dan zat-zat penting lainnya. 1 Ada pula fase akut.5
hipotesis yang menyatakan bahwa suplai oksigen ke sel
sebenarnya memadai tetapi oksigen tersebut tidak dapat
digunakan oleh sel, mungkin disebabkan abnormalitas
jalur fosforilasi oksidatif di mitokondria.10 Kerusakan
endotel vaskuler akibat mediator SIRS menyebabkan
defek permeabilitas dan mengganggu integritas
endotel, menimbulkan edema atau gangguan fungsi
sistem organ. Eritrosit yang rusak dengan perubahan
bentuk atau properti rheologik juga memudahkan
terjadinya sumbatan atau obstruksi mikrovaskuler yang
kemudian menyebabkan iskemia seluler.1 Hipotesis
“two-hit” menyatakan bahwa terdapat 2 pola MODS, dini
(dalam 72 jam setelah jejas) dan lambat. MODS dini
disebabkan oleh proses “one hit”, sedangkan MODS tipe
lambat disebabkan oleh proses “two hit”. Pada model “one
hit”, jejas primer sedemikian masifnya sehingga
mempresipitasi SIRS berat, menyebabkan MODS yang
dini dan seringkali letal. Pada model “two hit”, terjadi
jejas akibat pembedahan/ trauma yang tidak terlalu berat
(first hit), menyebabkan SIRS yang moderat. Adanya
presipitasi infeksi/ jejas non-infeksi dapat
mengamplifikasi keadaan inflamasi awal tersebut menjadi
SIRS yang berat, yang cukup untuk menginduksi MODS
tipe lambat (umumnya 6-8 hari setelah jejas awal).11,12
Pada sebagian besar pasien MODS, tidak dapat dite-
lusuri satu penyebab sebagai pemicu MODS. Oleh karena
itu hipotesis terintegrasi menyatakan bahwa tampaknya
MODS merupakan akibat akhir dari disregulasi
homeostasis yang melibatkan sebagian besar mekanisme
yang telah diuraikan di atas.2

Mekanisme Kerusakan/Kematian Jaringan pada MODS


Kerusakan jaringan terjadi selama inflamasi dan me-
rupakan suatu proses yang pada akhirnya dapat menye-
babkan disfungsi dan kegagalan organ. Sel endotel
vaskuler mengekspresikan molekul-molekul adhesi yang
menarik leukosit dari sirkulasi untuk migrasi ke jaringan.
Akumulasi leukosit terjadi sebagai respons terhadap dari
chemokine, seperti IL-8. Kerusakan jaringan terjadi
karena degranulasi leukosit, menghasilkan elastase dan
matrix metalloproteinase (MMP) yang mendegradasi
protein struktural. Leukosit yang teraktivasi juga
memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS) dari NADPH
oksidase membran yang turut menyebabkan kerusakan
jaringan.5,13
Dilatasi dan konstriksi lokal, blokade pembuluh
darah oleh agregasi neutrofil dan trombosit, kerusakan
endotel, dan edema interstisial semuanya berkontribusi
dalam kejadian hipoksia jaringan pada MODS.10 Kematian
sel karena hipoksia akan memicu respon inflamasi.
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan
TNF- dan IL-8 yang mengakibatkan perubahan
permeabilitas epitel. Hipoksia juga menginduksi pelepasan
Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, ter- serta meningkatnya tekanan vena sentral atau tekanan baji
bentuklah ROS sebagai hasil metabolisme xantin dan kapiler
hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme
AA. Jumlah ROS yang terbentuk melebihi kapasitas anti-
oksidan endogen sehingga terjadi dominasi oksidasi
komponen seluler yang penting.5,10 Selain itu terjadi
produksi super- oksida dismutase oleh neutrofil teraktivasi.
Kematian sel juga terjadi akibat influks kalsium ke dalam
sel (calcium-mediated cell damage).5
Respon inflamasi MODS terkait dengan perubahan
dinamika dan regulasi apoptosis dibandingkan dengan
keadaan non-inflamasi.5 Pada MODS terjadi
keterlambatan apoptosis neutrofil serta peningkatan
apoptosis limfosit dan parenkim. Keterlambatan apoptosis
neutrofil memperpanjang fungsi neutrofil dalam proses
inflamasi sekaligus memperlama elaborasi metabolit
toksik. Peningkatan apoptosis limfosit mengurangi
efektor inflamasi sekaligus menyebabkan
imunosupresi. Apoptosis parenkim mengurangi cadangan
fungsional organ.14

Gejala dan Tanda


Sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati,
hematologi, dan neurologi merupakan 6 sistem organ
yang paling sering dievaluasi pada MODS. Sistem organ
lain yang juga sering diikutsertakan dalam evaluasi
adalah gastrointestinal (GI), endokrin, dan imunologi.15
Disfungsi respirasi sering terjadi pada pasien SIRS.
Kira- kira 35% pasien sepsis akan mengalami acute lung
injury (ALI) ringan-sedang dan 25% mengalami
komplikasi penuh menjadi ARDS.16 Disfungsi respirasi
bermanifestasi sebagai takipnea; perubahan status
oksigenasi yang terlihat dari hipoksemia, penurunan
rasio PaO2/FiO2 atau kebutuhan
suplementasi oksigen; hipokarbia, serta infiltrat bilateral
pada
foto polos dada, setelah kemungkinan gagal jantung kiri
disingkirkan. Disfungsi respirasi juga ditunjukkan
dengan jumlah positive end-expiratory pressure (PEEP)
dan/atau penggunaan ventilasi mekanik. Jika
disfungsinya berat, dapat berkembang menjadi acute
lung injury (ALI) dengan komplikasi ARDS pada 60%
kasus syok sepsis. Diagnosis ARDS ditegakkan bila rasio
PaO2/FiO2 <200 mmHg dan, bentuk yang lebih ringan,
ALI, didiagnosis bila rasio PaO2/FiO2 <300
mmHg.1,5,17
NO (nitric oxide) berperan menyebabkan disfungsi
kardiovaskuler. NO berperan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler sistemik pada MODS dan, bersama
dengan TNF- dan IL-1, berperan mendepresi fungsi
miokardium. Buruknya perfusi dengan sendirinya akan
berpengaruh pada sistem organ lain. Selain itu, kerusakan
endotel menyebabkan hilangnya fungsi barier endotel
sehingga terjadi edema dan redistribusi cairan.5
Disfungsi kardiovaskuler memberikan manifestasi
hipotensi, aritmia, perubahan frekuensi jantung, henti
jantung, perlunya dukungan inotropik atau vasopresor,
pulmonal.1 terjadinya infeksi nosokomial, pireksia, peningkatan
Seperti jaringan lainnya, ginjal rentan terhadap leukositosis, dan
kerusakan jaringan yang diperantarai leukosit melalui
produksi protease dan ROS. Hipovolemia, curah jantung
yang rendah, obat-obatan nefrotoksik, peningkatan
tekanan in- tra-abdomen dan rabdomiolisis semuanya
berperan menyebabkan disfungsi ginjal.5 Peningkatan
kreatinin se- rum, penurunan volume urin
(oliguria/anuria), atau adanya penggunaan terapi
pengganti ginjal (seperti dialisis) dapat digunakan untuk
memantau adanya disfungsi ginjal.1
Disfungsi hati didiagnosis dengan adanya ikterik atau
hiperbilirubinemia, peningkatan transaminase serum,
laktat dehidrogenase, atau fosfatase alkali,
hipoalbuminemia, dan perpanjangan waktu protrombin.
Trombositopenia, leuko- sitosis atau leukopenia,
manifestasi koagulopati dengan perpanjangan waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, produk degradasi
fibrin, atau tanda koagulasi intravaskuler diseminata lain,
perdarahan yang banyak, serta ekimosis merupakan
petunjuk adanya disfungsi hematologi.1
Sedangkan disfungsi neurologis terutama ditandai
dengan gangguan kesadaran dan fungsi serebral. Tanda
perubahan fungsi sistem saraf pusat meliputi penurunan
Glasgow Coma Scale, koma, obtundasi, confusion, dan
psikosis.1 EEG secara umum memperlihatkan perlambatan
difus, sementara CT-scan kepala dan analisa carian sere-
brospinal memberikan hasil normal.17 Polineuropati dan
polimiopati dapat terjadi pada kondisi MODS.
Patofisiologi polineuropati melibatkan degenerasi aksonal
primer akibat mediator proinflamasi. Dibutuhkan 3-6 bulan
untuk perbaikan akson. Fakta ini dapat menjelaskan
ketergantungan ventila- tor yang lama pada pasien-pasien
sakit berat. Pasien seperti ini membutuhkan rehabilitasi
setelah penyapihan dari venti- lator, sebelum pasien
pulang.5
Hipoperfusi splanknik sering ditemukan setelah
trauma, sepsis dan keadaan syok. Iskemia splanknik
bermanifestasi sebagai perdarahan stress ulcer, ileus,
hepatitis iskemik, kolesistitis akalkulus dan pankreatitis,
intoleransi nutrisi enteral, iskemia/infark intestinal,
maupun perforasi gas- trointestinal. Iskemia mukosa usus
meningkatkan permea- bilitas intestinal dan menyebabkan
terjadinya translokasi bakteri dan mediator-mediator lain
ke dalam sirkulasi sistemik.1,5
Disfungsi endokrin bermanifestasi sebagai hiper-
glikemia akibat resistensi insulin, hipertrigliseridemia,
hipoalbuminemia, penurunan berat badan, dan hiperkata-
bolisme.1 Hiperglikemia terjadi karena peningkatan gluko-
neogenesis dan gangguan bersihan glukosa. Lipolisis
meningkatkan gliserol dan asam lemak bebas dalam
plasma. Dalam perkembangan ke arah MODS,
hipertrigliseridemia terjadi akibat penurunan bersihan
trigliserida dan kemudian glukoneogenesis gagal
berjalan, menyebabkan hipogli- kemia.5
Disfungsi sistem imun diduga terjadi dengan
gangguan aktivitas imun.1 perawatan di ICU dikurangi MODS saat masuk) bahkan
Urutan klasik akumulasi MODS adalah gagal lebih dapat memprediksi keluaran.20 Komponen
respirasi (dalam 72 jam pertama) mendahului gagal hati kardiovaskuler mungkin tidak dapat dinilai pada semua
(5-7 hari) dan intestinal (10-15 hari), diikuti gagal ginjal pasien ICU, sehingga menjadi salah satu
(11-17 hari). Kegagalan hematologi dan miokardial
biasanya merupakan manifestasi akhir MODS,
sedangkan kegagalan SSP dapat terjadi di awal atau
akhir perjalanan penyakit. Urutan kega- galan organ ini
dapat dipengaruhi oleh proses penyakit akut dan
cadangan fisiologis pasien.2,18 Pada pasien MODS, gagal
respirasi merupakan jenis disfungsi yang paling
sering (74,4%) dan menyebabkan mortalitas yang tinggi
(65,5%).19 Secara umum, perjalanan MODS dibagi
menjadi 4 sta-
dium klinis:20
 Stadium 1: pasien mengalami peningkatan
kebutuhan volume cairan, alkalosis respiratorik
ringan, disertai dengan oliguria, hiperglikemia,
dan peningkatan kebutuhan insulin.
 Stadium 2: pasien mengalami takipnea, hipokapnia,
hipoksemia, disfungsi hati moderat, dan mungkin
abnormalitas hematologi.
 Stadium 3: terjadi syok dengan azotemia dan
gangguan keseimbangan asam basa, serta
abnormalitas koagulasi yang signifikan.
 Stadium 4: pasien membutuhkan vasopresor,
mengalami oliguria/anuria, diikuti kolitis iskemik dan
asidosis laktat.

Pendekatan Klinis dengan Sistem Skoring


Skor kegagalan organ terutama dimaksudkan
sebagai alat deskriptif untuk menstratifikasi dan
membandingkan sta- tus pasien di ICU dalam hal
morbiditas, bukan mortalitas (kecuali Logistic Organ
Dysfunction System/ LODS).15
Terdapat berbagai sistem skoring untuk mengkaji
disfungsi organ yang dibedakan berdasarkan sistem
organ yang dikaji, definisi disfungsi organ, dan skala
yang digunakan. Pada umumnya, sistem skoring tersebut
meliputi enam sistem organ utama, yakni kardiovaskuler,
respirasi, hematologi, sistem saraf pusat (SSP), ginjal,
dan hati. Berikut ini akan diuraikan tiga sistem skoring
yang sering digunakan. Perbedaan utama di antara
ketiganya terletak pada metode yang digunakan untuk
mengevaluasi disfungsi sistem kardiovaskuler (tabel
2).21

Multiple Organ Dysfunction Score (MODS)


Skor 0-4 diberikan pada setiap sistem organ sesuai
fungsinya (0 mengacu pada fungsi normal dan 4
mengacu pada disfungsi yang sangat berat) dengan skor
maksimum
24. Skor yang diambil untuk perhitungan adalah skor
terburuk untuk setiap sistem organ dalam periode 24 jam.
Tingginya skor inisial berhubungan dengan mortalitas
ICU dan MODS delta (hasil dari MODS selama
limitasi praktis skor ini.15 terapi yang tepat selama beberapa hari.15
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) Tatalaksana
Skor berkisar antara 0, merujuk pada fungsi normal, Pencegahan adalah langkah yang utama dan
sampai 4, merujuk pada keadaan sangat abnormal, ber- terpenting, dilakukan terutama pada pasien sakit berat,
dasarkan keadaan terburuk dalam satu hari. Skor SOFA karena hingga saat ini belum ditemukan terapi yang
total yang tinggi (SOFA maksimum) dan spesifik untuk MODS.5 Manajemen pasien MODS yang
perubahan/perbedaan SOFA yang tinggi (SOFA terutama adalah suportif, sedangkan terapi spesifik
maksimum total dikurangi SOFA total saat masuk) diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi penyakit
berhubungan dengan keluaran yang lebih buruk. Skor total dasar. Infeksi dan sepsis adalah kondisi tersering sebagai
tampak terus meningkat pada pasien yang meninggal penyebab MODS. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan
dibandingkan pasien yang selamat.22 investigasi terhadap kemungkinan adanya infeksi aktif
pada setiap kasus MODS dengan pemeriksaan kultur
Logistic Organ Dysfunction System (LODS)
dari lokasi infeksi hingga dengan pemeriksaan
Skor LODS dihitung berdasarkan nilai terburuk suatu diagnostik lain.1
sistem organ pada hari tertentu. Skor berkisar antara 0–5 Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus
yang melambangkan fungsi normal hingga disfungsi berat. merupakan strategi terapi yang paling efektif, yakni
Karena keparahan relatif disfungsi organ berbeda antara mengatasi infeksi dan membersihkan jaringan mati.9 Cara-
sistem organ, skor ini hanya memberikan nilai 5 pada cara yang telah terbukti efektif meliputi aplikasi teknik
sistem saraf, ginjal, dan kardiovaskuler. Untuk disfungsi pembedahan yang baik, pengendalian infeksi nosokomial,
maksimum sistem pulmonal dan koagulasi, diberikan nilai serta mencegah ulkus dekubitus.5,10 Terapi antimikroba
3, dan untuk hati, hanya diberikan nilai 1. Dengan demikian yang tepat (bila perlu secara empiris) dengan dosis yang
skor maksimum total adalah 22. Skor LODS digunakan tepat yang diberikan secara dini pada penyakit infeksi
hanya untuk sekali pengukuran dalam 24 jam pertama akan memperbaiki keluaran.5
perawatan di ICU, tidak untuk evaluasi berulang. Sistem Tatalaksana suportif yang utama pada pasien MODS,
ini rumit, sehingga jarang digunakan dalam praktek sesuai dengan disfungsi sistem organ yang paling sering
sehari-hari.23 terjadi, meliputi manajemen hemodinamik, respirasi,
ginjal, hematologi, gastrointestinal, endokrin, dan tidak
Tabel 2. Perbandingan Parameter Antara Ketiga Sistem Skoring kalah pentingnya adalah nutrisi. Prinsip manajemen
MODS21 hemodinamik adalah mempertahankan oksigenasi jaringan
Parameter MODS SOFA LODS pada pasien risiko tinggi. Pemberian oksigen cukup
dipertahankan sesuai kadar yang adekuat yang dapat
dipantau dari perfusi organ
Respirasi PaO /FiO PaO /FiO PaO /FiO berupa volume urin, adanya asidosis laktat, ataupun elevasi
2 2 2 2 2 2
Dukungan ven- Status ventilasi/CPAP keluaran/ kesintasan pasien, serta dapat membantu
tilasi
Koagulasi Hitung Hitung trom- Hitung leukosit
mengidentifikasi pasien yang tetap tidak responsif
trombosit bosit Hitung trombosit meskipun telah diberikan
Hati Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi bilirubin
bilirubin bilirubin Waktu protrombin
Kardiovaskular Frekuensi Tekanan darah Frekuensi jantung
jantung X
(CVP/MAP) Dukungan adre- Tekanan darah sisto-
nergik lik
SSP GCS GCS GCS
Ginjal Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi ureum
kreatinin kreatinin atau dan kreatinin volume
volume urin urin

CPAP Continuous Positive Airway Pressure; CVP Central Venous Pres-


sure; MAP Mean Arterial Pressure; GCS Glasgow Coma Scale

Skor yang diperuntukkan terhadap perkembangan


disfungsi organ yang dapat digunakan untuk evaluasi
berulang memberikan informasi lebih banyak terhadap
perkembangan penyakit dan respons pasien terhadap
terapi.21 Evaluasi berulang ini membantu memantau
progresi penyakit di ICU, sangat berkorelasi dengan
segmen ST pada EKG. Manajemen yang disarankan
berupa
penggantian volume intravaskuler secara cepat untuk
mengoreksi hipoperfusi jaringan yang ditandai oleh
defisit basa arteri (atau, bila terdapat gagal ginjal,
laktatemia) >2 mmol/L. Bila koreksi tidak tercapai, dapat
diberikan inotropik untuk meningkatkan curah jantung,
atau dengan transfusi packed red cell untuk
meningkatkan kadar hemoglobin.
Manajemen respirasi diarahkan untuk membantu
oksi- genasi dan ventilasi untuk menjamin suplai oksigen
yang cukup ke jaringan. Manajemen yang disarankan
adalah intubasi dini dan ventilasi mekanik, inhalasi NO,
serta pem- berian keksametason dosis tinggi pada fase
fibroproliferatif ARDS. Intubasi dini dan ventilasi
mekanik dapat membantu mengurangi aliran darah ke
diafragma dan otot-otot bantu nafas, namun harus
dilakukan penilaian apakah keuntu- ngannya jauh
melebihi kerugiannya.
Pada disfungsi ginjal, dilakukan terapi pengganti
ginjal. Yang terpenting adalah pemantauan volume,
aliran, dan tekanan intravaskuler yang adekuat.
Penggunaan obat- obatan seperti dopamin, furosemid,
dan manitol hanya bersifat empiris dan belum didukung
oleh bukti-bukti yang dapat dipercaya.
Transfusi trombosit hanya dibutuhkan pada keadaan:
1) trombositopenia berat (<20 x 109/L); 2) jumlah Namun kemampuan penilaian klinis kita untuk
trombosit rendah (<50 x 109/L) dengan manifestasi memprediksi keluaran jauh lebih bermakna dibandingkan
perdarahan atau sebelum pembedahan/prosedur invasif
lain; 3) disfungsi trombosit (misalnya bila baru
mengkonsumsi aspirin). Fresh frozen plasma (dan
kadang-kadang kriopresipitat) hanya perlu diberikan pada
koagulopati berat (misal: INR >3) atau pada koagulopati
yang lebih ringan dengan tanda perdarahan atau sebelum
pembedahan/prosedur invasif lain. Trombosis vena dalam
jarang terjadi karena adanya koagulopati pada sebagian
besar pasien. Oleh karena itu manfaat heparinisasi rutin
atau penggunaan stocking masih dipertanyakan.
Perdarahan GI akibat stres dapat dicegah dengan
pem- berian antagonis histamin tipe 2 dan sitoprotektor.
(1) Hiperglikemia akibat stres, nutrisi parenteral, dan
berbagai penyebab lain perlu dikoreksi, biasanya dengan
pemberian insulin kontinu.1,10
Pemberian nutrisi enteral secara dini disarankan pada
pasien MODS. Pemberian nutrisi enteral dini diperlukan
untuk mempertahankan integritas barier mukosa
intestinal, mengurangi risiko translokasi bakteri/toksin,
sintesis pro- tein dan memperbaiki respon imun. Nutrisi
enteral juga memperbaiki integritas traktus GI atas
sehingga dapat mengurangi kebutuhan obat-obatan
untuk mencegah perdarahan GI akibat stres. 1 Nutrisi
enteral sebaiknya diberikan sedini mungkin dengan
agresif dalam 24-36 jam pertama dan dinaikkan hingga
mencapai kebutuhan optimal dalam 12-16 jam pertama
setelah pemberian awal. Suple- mentasi asam amino
(seperti glutamin) dan selenium sebagai antioksidan juga
dinilai baik.2,10
Beberapa terapi yang menjanjikan saat ini masih
dalam tahap studi. Terapi ini mungkin dapat digunakan
untuk tatalaksana MODS di masa depan. Terapi-terapi
tersebut meliputi modulasi sistem imun dengan antibodi
monoklonal dan pemberian cairan hipertonik; pemberian
inhibitor NO (NO merupakan faktor depresan
miokardium pada MODS); purifikasi darah dengan
hemofiltrasi; pemberian steroid; pemberian protein C
rekombinan teraktivasi; teknik dekon- taminasi digestif
selektif; serta pemberian tromboksan sintetase untuk
mencegah ARDS.1,2,5

Prognosis
Risiko kematian pasien MODS berbanding lurus
dengan jumlah organ yang terlibat dan lamanya disfungsi
telah terjadi. Disfungsi >3 organ selama minimal 1 minggu
memberikan mortalitas antara 60-98%, tergantung pada
usia seseorang.24 Bila organ yang terlibat adalah otak, hati,
paru-paru, atau ginjal, angka mortalitas akan lebih tinggi.
Fry melaporkan bahwa peningkatan jumlah kegagalan
organ dari 1 menjadi 4, mortalitas meningkat progresif dari
30% menjadi 100%.25 Marshall et al,20 melaporkan
mortalitas 7% pada kegagalan 1 organ, 26% pada
kegagalan 2 organ, 50% pada kegagalan 3 organ, 70%
pada kegagalan 4 organ, dan 80% pada kegagalan 5 organ.
penilaian dengan berbagai prediktor. Faktor lain yang
juga berpengaruh adalah penyakit dasar yang
menyebabkan MODS tersebut.1,18
Walaupun proses disfungsi multiorgan dapat ber-
akumulasi dengan sangat cepat, pemulihan pada
umumnya berlangsung lambat dibandingkan dengan
onsetnya. Pemulihan pasien MODS memerlukan waktu
sekitar 1 tahun. Disproporsi waktu antara onset dan
pemulihan turut menjadi masalah besar dalam MODS.
Saat ini tatalaksana yang makin baik telah
menurunkan mortalitas akibat MODS. 26 Walaupun
dukungan medis terhadap organ yang gagal tampak
membantu pemulihan, pemulihan sesungguhnya bukan
disebabkan oleh dukungan itu sendiri, melainkan
dukungan tersebut memberikan kesempatan bagi tubuh
untuk mengadakan pemulihan.9

Kesimpulan
Sebagai penutup, MODS merupakan suatu kondisi
adanya fungsi organ yang berubah pada pasien yang sakit
akut, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan
lagi tanpa intervensi. MODS merupakan penyebab
kematian tersering pada pasien yang dirawat di unit
perawatan intensif non-koroner. Infeksi merupakan
faktor pemicunya yang tersering. Berbagai hipotesis
berusaha menerangkan pato- fisiologi terjadinya MODS
dengan hipotesis terkuat saat ini adalah hipotesis
kegagalan mikrovaskuler. Enam sistem or- gan yang
paling sering dievaluasi pada MODS dan digunakan
sebagai komponen skoring disfungsi organ meliputi
sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati,
hematologi, dan neurologi. Pencegahan menjadi langkah
yang utama dan terpenting karena hingga saat ini belum
ditemukan suatu terapi yang spesifik.5 Manajemen pasien
MODS bersifat suportif, sedangkan terapi spesifik
diarahkan untuk mengidentifikasi dan menterapi
penyakit dasar. Saat ini tatalaksana yang makin baik
telah menurunkan mortalitas akibat MODS.

Daftar Pustaka
1. Balk RA. Pathogenesis and management of multiple organ dys-
function or failure in severe sepsis and septic shock. Critical Care
Clinics 2000;16(2):337-52.
2. Varon J, Marik PE. Multiple organ dysfunction syndrome. Dalam:
Irwin RS, Rippe JM,ed, Irwin and Rippe’s intensive care medi-
cine. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2008.p.1870-3.
3. Vincent J-L, Sakr Y, Sprung CL, Ranieri VM, Reinhart K, Gerlach
H, et al. Sepsis in European intensive care units: results of the
SOAP study. Crit Care Med 2006;34(2):344-53.
4. Marshall JC. Inflammation, coagulopathy, and the pathogenesis
of multiple organ dysfunction syndrome. Crit Care Med
2001;27(7 Suppl):S99-106.
5. McKinlay J, Bihari D. Multiple organ dysfunction. Dalam:
Bersten AD, Soni N, Oh TE [ed.]. Oh’s intensive care manual.
5th ed. London: Butterworth Heinemann. 2003.p.113-26
6. Offner PF, Moore EE. Risk factors for MOF and pattern of
organ failure following severe trauma. Dalam: Baue AE, Faist E,
Fry DF eds. Multiple organ failure. New York: Springer.
2000.p.30-43.
7. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, 18. Deitch EA. Multiple organ failure: patophysiology and potential
et al. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for future therapy. Ann Surg. 1992;216(2):117-34.
the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Con- 19. Regel G, Grotz M, Weltner T, Sturm JA, Tscherne H. Pattern of
sensus Conference Committee. Chest. 1992;101:1644-55. organ failure following severe trauma. World J Surg. 1996;20:422-
8. Oberholzer A, Oberholzer C, Moldawer LL. Cytokine signaling - 9.
regulation of the immune response in normal and critically ill 20. Marshall JC, Cook DJ, Christou NV, Bernard GR, Sprung CL,
states. Crit Care Med. 2000;28(Suppl):N3-12. Sibbald WJ. Multiple organ dysfunction score: a reliable descrip-
9. Buchman TG. Multiple organ dysfunction syndrome. Dalam: tor of a complex clinical outcome. Crit Care Med. 1995;23
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass (10):1638-52.
HI, et al [ed.]. Surgery, basic science and clinical evidence. New 21. Vincent J-L, Ferreira F, Moreno R. Scoring systems for assessing
York; Springer: 2000.p.321-6. organ dysfunction and survival. Critical Care Clinics.
10. Singer M. Management of multiple organ failure: guidelines but 2000;16(2):353-63.
no hard-and-fast rules. J of Antimicrobial Chemotherapy. 22. Vincent J-L, Moreno L, Takala J, Willatts S, De Mendonca A,
1998;41(Suppl):A103-12. Bruining H, et al. The SOFA (Sepsis-related Organ Failure Assess-
11. Saadia R, Schein M. Multiple organ failure. How valid is the “two ment) score to describe organ dysfunction/ failure. On behalf of
hit” model? J Accid Emerg Med. 1999;16:163-7. the Working Group on Sepsis-Related Problems of the European
12. Biffl W, Oka T, Cioffi WG. Surgical critical care. Dalam: Townsend Society of Intensive Care Medicine. Intensive Care Med.
CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL [ed.]. Sabiston text- 1996;22(7): 717-20.
book of surgery. 17th ed. Philadelphia; Elsevier: 2004.p.613-39. 23. Le Gall JR, Klar J, Lemeshow S, Saulnier F, Alberti C, Artigas A,
13. MacCallum NS, Quinlan GJ, Evans TW. The role of neutrophil- et al. The Logistic Organ Dysfunction System. A new way to assess
derived myeloperoxidase in organ dysfunction and sepsis. Dalam: organ dysfunction in the intensive care unit. ICU Scoring Group.
Vincent J-L eds. Yearbook of intensive care and emergency medi- JAMA. 1996;276(10):802-10.
cine 2007. New York; Springer: 2007.p.173-87. 24. Johnson D, Mayers I.Multiple organ dysfunction syndrome: a
14. Mahidhara R, Billiar TR. Apoptosis in sepsis. Crit Care Med. narrative review. Canadian Journal of Anethesia. 2001:502-9.
2000;28(Suppl):N105-13. 25. Fry DE, Pearlstein L, Fulton RL, Polk HC. Multiple system
15. Sakr Y, Sponholz C, Reinhart K. Organ dysfunction in the ICU: organ failure: the role of uncontrolled infection. Arch Surg.
a clinical perspective. Dalam: Vincent J-L [ed.]. Yearbook of 1980;115:136-40.
intensive care and emergency medicine 2007. New York; Springer: 26. Ciesla DJ, Moore EE, Johnson JL, Burch JM, Cothren CC, Sauaia
2007.p.238-45. A. A 12-year prospectives study of postinjury multiple organ
16. Evans TW, Smithies M. ABC of intensive care: organ dysfunc- failure. Arch Surg. 2005;140:432-40.
tion. Med J. 1999;318:1606-9.
17. Vincent J-L. Septic shock. Dalam: Fink MP, Abraham E, Vincent J-
L, Kochanek PM eds. Textbook of critical care. 5th ed. Phila- MS
delphia; Elsevier: 2005.p.1259-65.

Anda mungkin juga menyukai