Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2013, Joint National Committee 8 telah mengeluarkan


guideline terbaru mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Mengingat bahwa hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang
memerlukan terapi jangka panjang dengan banyak komplikasi yang
mengancam nyawa seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal, hingga
kematian jika tidak dideteksi dini dan diterapi dengan tepat, dirasakan perlu
untuk terus menggali strategi tatalaksana yang efektif dan efisien. Dengan
begitu, terapi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan dampak
maksimal.

Pasien biasanya tidak menunjukkan gejala dan diagnosis hipertensi selalu


di hubungkan dengan kecendrungan penggunaan obat seumur hidup dan
implikasi berdasarkan analis analisis risiko dan ansurasi jiwa, sehingga
definisinya amat diperlukan. Tekanan darah sangat berfariasi tergantung pada
keadaan, sksn meningkat saat aktifitas fisik, emosi, dan streess, dan turun
selama tidur. Sebelum di buat diagnsis hipertensi diperlukan penggukuran
berulang paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda selama empat
sampai enam minggu. Penggukuran di rumah dapat di lakukan pasien dengan
menggunakan sefikmomanometer yang tepat sehingga menambah jumlah
penggukuran untuk analis.

Tehknik penggukuran TD ambulatori 24 jam dikerjakan bila terdapat


gangguan diagnosis dan untyk menilai respon terhadap terapi, karena cara ini
telah terbukti mempunyai korelasi yang lebih tepat dengan kerusakan organ
tarjet ( end organ ) di banding perkiraan dokter dan merupakan alat bantu
yang lebih baik untuk meramalkan masalah kardiovaskular. Hal-hal sebagai
besar berdasarkan rekomendasi British Hypertension Society ( 1999 ).

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari hipertensi pada lansia ?

2. Apa klasifikasi dari hipertensi pada lansia ?

3. Apa saja kriteria pada hipertensi lansia ?

4. Bagaimana etiologi dari hipertensi pada lansia ?

5. Bagaimana patofisiologi hipertensi pada lansia ?

6. Bagaimana manifestasi klinis dari hipertensi pada lansia ?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari hipertensi pada lansia ?

8. Bagaimana penatalaksaan dari hipertensi pada lansia ?

9. Bagaimana woc dari hipertensi pada lansia ?

10. Bagaimana asuhan keperawatan dari hipertensi pada lansia ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari hipertensi pada lansia

2. Untuk mengetahui klasifikasi dari hipertensi pada lansia

3. Untuk mengetahui kriteria pada hipertensi lansia

4. Untuk mengetahui etiologi dari hipertensi pada lansia

5. Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi pada lansia

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hipertensi pada lansia

7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari hipertensi pada lansia

8. Untuk mengetahui penatalaksaan dari hipertensi pada lansia

9. Untuk mengetahui woc dari hipertensi pada lansia

10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari hipertensi pada lansia

2
BAB II

KONSEP MEDIS

A. Pengertian
1. Hipertensi pada lansia dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah
diastoliknya diatas 90 mmHg. (Burnner & Sudarth, 2001).
2. Hipertensi adalah suatu keadaan seseorang dimana seseorang lansia
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (Morbiditas) dan angka kematian
(Mortalitas). (Kushariyadi: 2008).

3. Hipertensi terjadi bila tekanan darah lansia diatas 160/95 mmHg (WHO).

B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Hipertensi Esensial/ Hipertensi Primer
Penyebab hipertensi primer belum diketahui dengan pasti, namun ada
beberapa faktor yaitu:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (jika umur bertambah maka TD akan meningkat), jenis kelamin
(laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak
dari kulit putih).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau
makan berlebihan, stres, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan
(ephedrine, prednison, epineprin)
2. Hipertensi sekunder
Jenis hipertensi ini penyebabnya dapat diketahui sebagai berikut:

3
a. Penyakit Ginjal: Glomerulonefritis, Piyelonefritis, Nekrosis tubular
akut, Tumor.
b. Penyakit Vascular: Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli Kolestrol dan Vaskulitis.
c. Kelainan Endokrin: Diabetes Melitus, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme.
d. Penyakit Saraf: Stroke, Ensephalitis, Syndrome Gulian Barre.
e. Obat-obatan: kontrasepsi ora, Kortikosteroid.
Berdasarkan pada usia lanjut Hipertensi dibedakan atas (darmojo, 1999):
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

C. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau
transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress karena lingkungan.
4. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosispada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan-perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun.


2. Katub jantunga menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kuranganya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia sympati di torak dan
abdomen. Rangsangan vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak kebawah melalui sistem saraf sympatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetikolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norefinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi..
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merasangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatakan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal mensekresi efinefrin, yang menyebabkan vasikontriksi. Korteks
adrenal mensekresikortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokmstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peingkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi. (Brunner & Suddarth: 2002).

E. Manifestasi Klinis

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada
setiap orang, bahkan kadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang
dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut :

5
1. Sakit kepala

2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling secara ingin jatuh

4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

5. Telinga berdenging

Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul


setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain-lain (novianti, 2006).

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan Parenkim Ginjal

b. Kreatinin serum BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim


ginjal dengan gagal ginjal akut.
c. Darah perifer lengkap.
d. Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa).
2. EKG

6
a. Hipertropi ventrikel kiri
b. Ischemic/Infark miocard
c. Peninggian gelombang p
d. Gangguan konduksi
3. Rountgen Foto
a. Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada kwartasio dari aorta
b. Pembendungan, lebarnya paru
c. Hipertropi parenkim ginjal
d. Hipertropi vascular ginjal

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis


a. Pengaturan Diet
Beberapa diet yang dianjurkan
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah
pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat
mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat
berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah intake sodium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per
hari.
2) Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi
mekanismenya belum jelas. Pemberian potasium secara intravena
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh
nitric oxide pada dinding vascular.
3) Diet kaya buah dan sayur
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner
b. Penurunan Berta Badan
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan
dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga
berkurang.
c. Olahraga

7
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL,
yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk
mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui
menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapt meningkatkan
kerja jantung.

2. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi oksigen
b. Pemantauan hemodinamik
c. Pemantauan jantung
d. Obat-obatan :
1) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi
garam dan lainnya.
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung
dan arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat lebih
spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung, sebagian yang
lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vascular.
Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin 2 atau inhibibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin 1 menjadi
angotensin 2. Kondisi ini menurunkan arah secara langsung dengan
menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunkan
sekresi aldosterone, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran

8
natrium pada urine kemudian menurunkan volume plasma dan
curah jantung.
4) Antagonis (penyekat) respetor beta (-bloker), terutama penyekat
selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan
kecepatan denyut dan curah jantung.
5) Antagonis reseptor alfa (-bloker) menghambat reseptor alfa diotot
polos vascular yang secara normal berespon terhadap rangsangan
saraf simpatis dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunakan
TPR.
6) Vasodilator arteroir langsung dapat digunakan untuk menurunkan
TPR. Misalnya : Natrium, Nitroprusida, Nikardipin, Hidralazin,
Nitrogliserin, dll. (Bruner & Suddart : 2002).

H. WOC

Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin,


merokok, stress, kurang olahraga, genetic,
alcohol, konsentrasi, garam, obesitas
HIPERTENSI
Kerusakan vaskuler
pembuluh darah

Perubahan struktur
Arteriosklerosis
Penyumbatan
pembuluh darah
Vasokontriksi

Resistensi pembuluh Gangguan


darah otak ↑ sirkulasi

Nyeri kepala Pembuluh darah

sistemik
MK : MK : Ansietas
Vasokonstriksi
Nyeri
9 Afterload ↑
Fatigue

Intoleransi aktivitas

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur terjadi
pada usia >55 tahun.

2. Riwayat

a. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien sebelumnya pernah menderita hipertensi

b. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mengeluh sakit kepala bagian belakang, pandangan kabur

3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala normal
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan tetapi merasa pusing
b. Mata
Inspeksi : tidak nampak warna merah pada sklera
c. Leher
Inspeksi : tampak normal
d. Paru
Inspeksi : simetris
Perkusi : sonor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada normal, vokal fremitus
sama
Auskultasi : tidak ada bunyi nafas tambahan
e. Jantung
Inspeksi : simetris
Perkusi : pekak
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan teraba denyut jantung

10
Auskultasi : terdapat bunyi lup-dup-lup denyut jantung akan tetapi
beberapa waktu dapat berdenyut lebih cepat
f. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Auskultasi : bising usus normal (5-35x/menit)
g. Ekstremitas: lemah atau hilangnya nadi parifer, edema

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala akibat peningkatan tekanan
vasculer serebral.
2. Ansietas berhubungan dengan nyeri kepala akibat peningkatan tekanan
vasculer serebral.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vasculer
serebral
Tujuan : tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria hasil :
Pasien mengatakan tidak adanya sakit kepala dan tampal nyaman.

Intervensi Rasional

1. Batasi aktivitas Aktivitas meningkatkan


vasokonstruksi menyebabkan sakit
kepala karena adanya peningkatan
tekanan vaskuler serebral.

2. Pertahankan tirah baring, Meningkatkan relaksasi.


lingkungan yang
tenang,sedikit penerangan.

3. Beri obat analgesic dan Menurunkan nyeri dan menurunkan


antiansietas (diazepam) sesuai rangsang system saraf simpatik dan

11
indikasi. dapat mengurangi ketegangan serta
ketidaknyamanan yang diperberat
oleh stress.

2. Ansietas berhubungan dengan nyeri kepala akibat peningkatan tekanan


vasculer serebral.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan kecemasan pasien dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
Kecemasan pada pasien berkurang.

Intervensi Rasional

1. Mendengarkan penyebab Pasien dapat mengungkapkan


kecemasan pasien dengan penuh penyebab kecemasan sehingga
perhatian perawat dapat menentukan
intervensi selanjutnya.

2. Observasi tanda verbal dan non Dapat mengetahui tingkat


verbal dari kecemasan pasien. kecemasan yang pasien alami.

3. Anjurkan keluarga untuk Dukungan keluarga dapat


mendampingi pasien. memperkuat mekanisme koping
pasien sehingga tingkat
ansietasnya berkurang

4. Mengurangi atau menghilangkan Pengurangan atau penghilangan


rangsangan yang menyebabkan rangsang penyebab kecemasan
kecemasan pada pasien. dapat meningkatkan ketenangan
pada pasien.

5. Intruksikan pasien untuk tekhnik Tekhnik relaksasi yang diberikan


relaksasi. pada pasien dapat mengurangi

12
ansietas.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas.
Kriteria hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/ diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas.

Intervensi Rasional

1. Kaji respon pasien terhadap Mengkaji respon fisiologi


aktivitas terhadap stress aktivitas dan
indicator dari kelebihan kerja
yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.

2. Instruksikan pasien tentang Menghemat energy, mengurangi


penghematan energy, misalnya : penggunaan energy juga
menggunakan kursi saat mandi, membantu keseimbangan antara
duduk saat menyisir rambut. suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Dorong memajukan aktivitas / Kemajuan aktivitas bertahap


toleransi perawatan diri. mencegah peningkatan kerja
jantung tiba – tiba.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hipertensi pada lansia dapat merupakan tekanan darah persisten dimana


tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diatas
90 mmHg. Dan pada lansia memiliki berbagai penyebab sehingga memiliki
asuhan keperawatan yang khusus.

B. Saran

14
Hipertensi merupakan penyakit yang sering terjadi pada semua orang
terutama pada lansia. Sehingga kita sebagai tenaga kesehatan mempuyai
peran penting untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan hipertensi pada
lansia yang sesuai agar tidak terjadi kesalahan dalam merawat.

DAFTAR PUSTAKA

La Ode, Sharif. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berdasarkan Nnada NIC dan
NOC Dilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep. Nuha Medika: Yogyakarta

Yuli Aspiani, Reni. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Trans Info
Media: Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai