Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi khususnya di bidang
kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah berbagai penyakit salah
satunya ARDS yaitu merupkan Gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan
sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat
kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul pada penderita
tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga
dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang ditandai
penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.
Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi
tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma
berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang
mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan
pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple
karena infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai
96 jam sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini meliputi
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan
dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary
arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin menjadi
bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000
kasus pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi
konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas
tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas
di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%.
Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis
umum tanpa menghiraukan factor penyebab.
TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta untuk pegangan
dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS dan
ADRENAL KRISIS serta Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat.

2. Tujuan Khusus
A. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan dan tentang ARDS dan
ADRENAL KRISIS
B. Agar mahasiswa memahami konsep dari ARDS dan ADRENAL KRISIS
C. Agar mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada penderita ARDS dan
ADRENAL KRISIS
D. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan nya di dalam kehidupan.
BAB II KONSEP TEORI
ARDS
DEFINISI
Acute Respiratory Distress Syndrome merupakan keadaan gagal napas yang timbul secara
mendadak. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenensisinya belum jelas dan
terdapat banyak faktor redis posisi seperti syok karena perdarahan, sepsis, ruda paksa/trauma
pada paru atau bagian tubuh lainnya, pankteatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi
heroin, atau metadon.

Sindrom gawat napas akut juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik. Sindrom
ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen
di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan
ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang
luas dari faktor yang berkaitan dengan terjadinya ARDS termasuk cedera langsung pada paru
(seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).

Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida
dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut ) merupakan
ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel –sel tubuh.sehingga tegangan oksigen
berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.
ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar
melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-
otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan
atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan
sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi
ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera
dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang
mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki
patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan
gagal nafas.

PATOFISIOLOGI
ARDS terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang mengakibatkan
kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring
kapiler. Terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q) yang jelas akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan
penurunan dalam pembentukan surfaktan yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians
paru menjadi sangat menurun (paru-paru kaku). Akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat, dan hipokapnea.
ARDS telah menunjukan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai 60%.
Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan, serta diobati
secara dini dan agresif, terutama penggunaan tekanan ekspirasi akhir positif (PPEP).

Sindrom gagal napas (ARDS) selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.
Sindrom ini merupakan suatu edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada
tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologist, mula-mula
terjadi kerusakan membrane kapiler- alveoli selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas
endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan
interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak tentang edema paru pada ARDS, penting untuk
mengetahui hubungan struktur dan fungsi alveoli.

Membrane alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel penyokong yang tidak
mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe (B) berbentuk hampir seperti kubus
dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan
pembuluh darah disusun dari sel Tipe I atau Tipe II dengan membrane basal endothelium dan
sel endothelium.

Bagian membrane kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15 µm. sel pneumosit
Tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat yang terinhalasi. Jika
terjadi sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak paru, mula-mula terjadi
peradangan interstitial, edema dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel Tipe II yang
rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru
yang luas.

Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60 Å sehingga terjadi
perembesan cairan dan unsure-unsur lain darah ke dalam alveoli dan terjadi edema paru. Mula-
mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas interstisium terlampaui, alveoli mulai
terisi menyebabkan atelektasis kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner (shunt).

Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi komplemen sebagai akibat
trauma, syok dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi komplemen akan menghasilkan C5a yang
menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak endothelium mikrovaskular
paru, sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak
sel endothelium dengan melepas protease yang menghancurkan struktur protein seperti
kolagen, elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi seperti faktor
Hageman, fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).

Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS adalah fakta
adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan dengan ARDS karena
terkumpulnya granulosit dalam paru.

Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan granulosit yang
tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi mampu melepaskan enzim
proteolitik seperti elastase, kolagenase dan oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas
antiprotease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat merusak sel
endothelium arteri pulmonalis dan leukositneutrofil yang teraktivasi akan memperbesar
kerusakan tersebut. Histamine, serotonin, atau bradikinin dapat menyebabkan kontraksi pada
sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus interselular serta peningkatan
permeabilitas kapiler.

Adanya hipotensi dan pankreastitis akut dapat menghambat produksi surfaktan dan fosfolipase
A. selain itu cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi dan aktivitas
surfaktan sehingga menyebabkan mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah.
Adanya pertambahan aliran kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis,
hemolisis, toksin bakteri dan lain-lain dapat merangsang timbulnya koagulasi intravascular
tersebar (disseminated intravascular coagulation-DIC).

Adanya peningkatan permeabilitas akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial


dan alveoli, menyebabkan edema paru atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan
volume paru, paru menjadi kaku dan komplians (compliance) paru menurun. Kapasitas residu
fungsional (fungtional residual capacity-FRC) juga menurun. Hipoksemia merupakan gejala
penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,
hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi
alveoli-kapiler akibat penebalan dinding alveoli-kapiler.

Peningkatan permeabilitas membrane alveoli-kapiler menimbulkan edema interstitial dan


alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada paru di akhir ekspirasi
normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
WOC
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
a. Frekuensi pernafasan per menit
b. Volume tidal
c. Ventilasi semenit
d. Kapasitas vital paksa
e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f. Daya inspirasi maksimum
g. Rasio ruang mati/volume tidal
h. PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50
mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
b. Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
c. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
d. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
12. Tes Fungsi paru :
a. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat

PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama kehidupan dengan
segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara potensial mempunyai efek
samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100%
selama 24-72 jam tanpa abnormalitas fisiologi yang signifikan.

2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini bertujuan untuk
memmberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolakapiler kembali
membaik. Dua tujuan tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode kritis hipoksemia berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan.
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melaui volume ventilator dengan tekanan dan
kemmampuan aliran yang tinggi, di mana PEEB dapat ditambahkan. PEEB di pertahankan
dalam alveoli melalui siklus pernapasan untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.

4. Memastikan volume cairan yang adekuat


Dukungan nutrisi yang adekuat sangatlah penting dalam mengobati pasien ARDS, sebab pasien
dengan ARDS membutuhkan 35 sampai 45 kkal/kg sehari untuk memmenuhi kebutuhan
normal.

5. Terapi Farmakologi
Penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan ARDS adalah controversial, pada kenyataanya
banyak yang percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat memperberat penyimpangan
dalam fungsi paru dan terjadinya superinfeksi. Akhirnya kotrikosteroid tidak lagi di gunakan.

6. Pemeliharaan Jalan Napas


Selan endotrakheal di sediakan tidak hanya sebagai jalan napas, tetapi juga berarti melindungi
jalan napas, memberikan dukungan ventilasi kontinu dan memberikan kosentrasi oksigen
terus-menerus. Pemeliharaan jalan napas meliputi : mengetahui waktu penghisapan, tehnik
penghisapan, dan pemonitoran konstan terhadap jalan napas bagian atas.

7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian atas dan bawah serta
pencegahan infeksi melalui tehnik penghisapan yang telah di lakukan di rumah sakit.

8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masaalah kritis. Nutrisi
parenteral total atau pemberian makanan melalui selang dapat memperbaiki malnutrisi dan
memmungkinkan pasien untuk menghindari gagal napas sehubungan dengan nutrisi buruk
pada otot inspirasi.
BAB III KONSEP ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN ARDS
PENGKAJIAN
Pengkajian primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs

PEMERIKSAAN FISIK
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea,
atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran
/rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural
friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan napas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan napas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli, penumpukan cairan


di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, peningkatan
secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi, kelelahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
NO DX.KEP KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
EVALUASI

1 I Mempertahankan 1) Monitor fungsi 1) Penggunaan otot-otot


jalan napas pernapasan, Frekuensi, interkostal/abdominal/leher
efektif irama, kedalaman, bunyi dapat meningkatkan usaha
dan penggunaan otot-otot dalam bernafas
tambahan.
2) Pemeliharaan jalan nafas
2) Berikan Posisi semi bagian nafas dengan paten
Fowler
3) Mengeluarkan secret
3) Berikan terapi O2 meningkatkan transport oksigen

4) Lakukan suction 4) Untuk mengeluarkan sekret

5) Berikan fisioterapi dada 5) Meningkatkan drainase


sekret paru, peningkatan
efisiensi penggunaan otot-otot
pernafasan

2 II Meningkatkan 1) Kaji status pernapasan , 1) Takipneu adalah mekanisme


pertukaran gas catat peningkatan respirasi kompensasi untuk hipoksemia
yang adekuat . dan perubahan pola napas . dan peningkatan usaha nafas

2) Kaji adanya sianosis dan 2) Selalu berarti bila diberikan


Observasi kecenderungan oksigen (desaturasi 5 gr dari
hipoksia dan hiperkapnia Hb) sebelum cyanosis muncul

3) Berikan istirahat yang 3) Menyimpan tenaga pasien,


cukup dan nyaman mengurangi penggunaan
oksigen
4) Berikan humidifier
oksigen dengan masker 4) Memaksimalkan pertukaran
CPAP jika ada indikasi oksigen secara terus menerus
dengan tekanan yang sesuai
5) Berikan obat-obat jika
ada indikasi seperti steroids, 5) Untuk mencegah kondisi
antibiotik, bronchodilator lebih buruk pada gagal nafas.
dan ekspektorant
3 III Kebutuhan 1) monitor vital signs 1) Berkurangnya
cairan klien seperti tekanan darah, heart volume/keluarnya cairan dapat
terpenuhi dan rate, denyut nadi (jumlah meningkatkan heart rate,
kekurangan dan volume). menurunkan TD, dan volume
cairan tidak denyut nadi menurun
terjadi 2) Amati perubahan
kesadaran, turgor kulit, 2) mempengaruhi
kelembaban membran perfusi/fungsi cerebral. Deficit
mukosa dan karakter cairan dapat diidentifikasi
sputum. dengan penurunan turgor kulit,

3) Hitung intake, output 3) Keseimbangan cairan


dan balance cairan. Amati negatif merupakan indikasi
“insesible loss” terjadinya deficit cairan.

4) Timbang berat badan 4) Perubahan yang drastis


setiap hari merupakan tanda penurunan
total body wate
5) Berikan cairan IV
dengan observasi ketat 5)
mempertahankan/memperbaiki
volume sirkulasi dan tekanan
osmot

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi di laksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat

EVALUASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA EVALUASI
KEPERAWATAN
1 Bersih jalan nafas  Menyatakan/menunjukan hilangnya dispnea
tidak efektif  Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih tidak ada ronki
 Mengeluarkan secret tanpa kesulitan
 Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihbjalan
nafas
2 Gangguan  Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat
pertukaran gas dengan GDA dalam rentan normal dan bebas gejala
distress pernafasan
 Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
kemauan/situasi
3 Kebutuhan cairan  Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
klien terpenuhi dan keseimbangan masukan/keluaran ,berat stabil,tanda-tanda
kekurangan cairan vital dalam batas normal dan tidak ada edem
tidak terjadi
ADDISON (KRISIS ADRENAL)
A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang


terjadi pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita
sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh kehilangan berat badan,
kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan
tidak
terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks


tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon –
hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)

Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit


destruktif atau atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon,
1994)

Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat


untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon
korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart Edisi 8 hal 1325)

Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari


kerusakan pada kelenjar adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison
(juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme
atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar
adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.

1. 2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal

Gambar 1. Kelenjar Adrenal (Sumber: Anatomi Fisiologi Sistem


Endokrin)
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas
ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah,
berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian
yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi
(melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri
berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal
mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal
pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm.
Kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan
ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi
perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen
yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar
ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan
membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada


beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama
arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika
inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri
suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri
membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok
pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak
bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim
(kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari
medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian
dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini
memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis)
dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat
tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis.
Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla
bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena
medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau
suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam


2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan
protein

3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom.


Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung
ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan
hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan
katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori
dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam
persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh).
Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas,
meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan
kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona


fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon
steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme


glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa
darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai
reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis.
Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid
dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi
pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping
glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan
redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid
merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi
karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan


epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam
proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen.
Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini
terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II
dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan
peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro
intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali
normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia.
Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur keseimbangan
natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam


glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme
gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang
serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula
mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita.
Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila
disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti
terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini
disebut Sindrom Adreno Genital.

1. 3. Etiologi
2. Tuberculosis
1. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh
jamur histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
2. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur
Coccidioides immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
3. Kriptokokissie
4. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
5. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma,
Limfoma)
6. Adrenalitis auto imun

1. 4. Patofisiologi

Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi


pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar
tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi
yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada
kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit
Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-
akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini
kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari
kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat
penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat


penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan
menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan
pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat
menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan
Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid.

1. 5. Tanda dan Gejala


1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB
menurun, hipotensi, dan hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena
sinar matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

1. 6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

1) Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan


hiponatrium)

2) Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

4) Penurunan kadar kortisol serum

5) Kadar kortisol plasma rendah

6) ADH meningkat

7) Analisa gas darah: asidosis metabolic

8) Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat


(karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil
meningkat.

1. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di


adrenal.
2. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive


hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal

1. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik


abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
1. Tes stimulating ACTH

Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendekcepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30
sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

1. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab
dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan
secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan
120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan
adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon –
respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu
penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai
penyebab.

1. 7. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5 – 50 mg/hr
2. Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi
pengganti kortisol
4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral

1. 8. Komplikasi
1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes melitus
ASUHAN KEPERAWATAN ADRENAL KRISIS
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan nafas) dengan control servikal
1) Bersihan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda tanda pendarahan di jalan nafas, muntahan, ederma laring.

b. Breathing dan ventilasi


1) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang di keluarkan dari jalan nafas

c. Circulation
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda tanda pendarahan ekternal dan internal

d. Disability
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow Coma Scale (GCS), atau pada anak tentukan: Alert (A), respon verbal (V),
respon nyeri/pain (P), tidak berespon/unresponsip (U).
4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

e. Exposure
Kaji: Tanda-tanda trauma yang ada
2. Pengakajian Sekunder
a. Fahrenheit/Suhu
Kaji: Perubahan suhu pasien

b. Get Vital Sign/Tanda-tanda vital


Kaji:
1) Tekanan darah
2) Irama dan kekuatan nadi
3) Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4) Saturasi oksigen

c. Head to toe
1) Pengkajian kepala, leher dan wajah
a) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan jaringan lunak,
adakah perdarahan serta benda asing.
b) Periksa mata, ukuran pupil isokor/anisokor, pupil mengalami miosis/medriasis,
ketajaman mata, ptosis, diplopia.
c) Hidung, periksa ada perdarahan, perasaan nyeri, krepitasi.
d) Telinga, periksa adanya nyeri, tinitus, keutuhan membran timpani, adanya
hemotimpanum.
e) Mulut, faring, mukosa mulut, warna, kelembabab, lesi, tonsil meradang, adanya nyeri.
f) Kaji adanya kaku leher

2) Pengkajian dada
a) Pernafasan: irama, kedalaman dan karakter pernafasan
b) Pergerakan dinding dada anterior dan posterior
c) Amati penggunaan otot bantu nafas
3) Abdomen dan pelvis
a) Struktur tulang pelvis dan keadaan dinding abdomen
b) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi, distensi abdomen,
jejas.
c) Nadi femoralis
d) Bising usus
e) Distensi abdomen

4) Ekstremitas
Pengkajian di ekstremitas meliputi:
a) Tanda-tanda injuri eksternal
b) Nyeri
c) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas
d) Iskemia jaringan
e) Warna kulit
f) Denyut nadi perifer

5) Inspect the posterior surface: Kaji tanda-tanda adanya jejas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan input
dan output.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps sirkulasi.
3. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan dan elektrolit, hipotensi,
kadar gula darah rendah.
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan hipotensi.
5. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
8. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/kurang informasi
mengenai prognosis penyakit, perawatan dan pengobatan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan input
dan output.
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan parameter tanda-tanda vital mengindikasikan perubahan status cairan.
b. Ukur berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan.
Rasional: unruk memberikan pembacaan yang konsisten.
c. Pantau kecepatan pemberian cairan IV secara cermat.
Rasional: Mencegah kelebihan volume cairan.
d. Monitor turgor kulit dan adanya kehausan
Rasional: Untuk mencegah dehidrasi mukosa
e. Timbang berat badan pasien pada waktu yang sama setiap hari
Rasional: memberikan data yang lebih akurat dan konsisten, berat badan merupakan indikator
yang tepat untuk status cairan.
f. Priksa berat jenis urine setiap 8 jam.
Rasional: Peningkatan berat jenis urine dapat mengndikasikan dehidrasi.
g. Instruksikan pasien untuk tidak duduk atau berdiri ika sirkulasi terganggu.
Rasional: menghindari hipotensi ortostatik dan kemungkinan sinkop.
h. Jelaskan alasan kehilangan cairan dan ajarkan kepada klien dan keluarga cara
memantau volume cairan.
Rasional: Tindakan ini mendorong keterlibatan pasien dalam perawatan personal.
i. Kolaborasi: Cairan NaCl 0,9 %
Rasional: Mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan NaCl 0,9
% melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kolaps sirkulasi.
Intervensi:
a. Kaji kesadaran klien.
Rasional: Untuk menentukan tindakan yang tepat yang harus dilakukan.
b. Lakukan pengkajian secara komprehensif terhadap sirkulasi perifer.
Rasional: Mengetahui tindakan selanjutnya untuk meningkatkan sirkulasi arteri dan vena.
c. Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpulan atau panas atau dingin.
Rasional: Untuk mencegah dan meminimalkan cedera atau ketidaknyamanan pasien yang
mengalami perubahan sensasi.
d. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu seperti cemas, bingung,
letargi.
Rasional: perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan surah
e. Kaji warna kulit, suhu, sianosi, nadi perife, dan deforesis secara teratur.
Rasional: Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
f. Catat adanya keluhan pusing.
Rasional: Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan otak
yang parah.
g. Pantau laju pernapasan dan suara napas pasien.
Rasional: Peningkatan laju pernapasan dapat mengindikasikan bahwa pasien sedang
berkompensasi terhaap hipoksia jaringan.
h. Letakkan ekstremitas pada posisi menggantung jika perlu.
Rasional: Untuk meningkatkan sikulasi arteri.
i. Pantau pernapasan, auskultasi bunyi paru.
Rasional: Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernapasan.
j. Dorong pasien untuk sering beristrahat.
Rasional: Untuk menghemat energi dan memaksimalkan perfusi jaringan.
k. Berikan obat antitrombosit atau antikoagulan, jika diperlukan.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi vena.
l. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memerikasa kulit setiap hari untuk mengetahui
perubahan kulit.
Rasional:Untuk mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk mempertahankan
integritas kulit.
m. Pantau data laboratorium: GDA, BUN, kreatinin, elektorlit.
Rasional: Indikator perfusi/fungsi organ.
3. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan dan elektrolit, hipotensi,
kadar gula darah rendah.
Intervensi:
a. Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
nadi perifer, dan kapiler refill.
Rasional: Untuk mengetahui perubahan yang mungkin mengancam jiwa.
b. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
Rasional Oksigenasi ke jaringan penting agar tidak terjadi hipoksia jaringan.
c. Pantau adanya hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan
mental, dan kegelisahan.
Rasional: Tanda tersebut mengindikasikan terjadinya syok.
d. Pantau adanya tanda dan gejala syok
Rasional: Mencegah terjadinya syok.
e. Dorong pasien untuk sering beristrahat.
Rasional: Untuk menghemat energi dan memaksimalkan perfusi jaringan.
f. Monitor input dan output
Rasional: Membantu memberikan tindakan awal yang tepat.
g. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejala datangnya syok.
Rasional: Membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui tanda dan gejala awal syok.

BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (
Hudak, 1997 ).
Diagnosa keperawatan tang muncul adalah :
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,
peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan
di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.

SARAN
1. Kepada perawat diharapkan dapat memberikan komunikasi yang jelas kepada pasien dalam
mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada
pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya resti Pada ards
2. Kepada tenaga keperawatan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien
dengan ARDS.sesuai dengan kebutuhan klien.
3. Kepada dosen pembimbing dapat memberian penjelasan secarA merinci tentang askep pada
pasien ARDS

Anda mungkin juga menyukai