Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi
di dalam paru-paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang
tidak memompa secara adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena
adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya
ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.(Ningrum, 2009).
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru
disebut edema paru akut.Edema paru akut merupakan komplikasi yang
biasa dari penyakit jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini
dihubungkan dengan kegagalan jantung.Edema paru akut dapat menjadi
kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat
menjadi ancaman hidup.Tipe yang mengancam hidup dari edema paru
terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh
darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung,
trauma, atau bahan kimia toksik.Ini dapat juga menjadi tanda awal dari
penyakit jantung koroner.(Ningrum, 2009).
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000
orang/tahun. Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang
tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang
diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Penderita yang bereaksi
baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa
kelainan paru-paru jangka panjang.(Ningrum, 2009).
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka
kelompok akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan
keperawatan yang diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya

1
penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.(Ningrum, 2009).
1.2 TUJUAN
 Umum
Untuk dapat mengetahui dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan kegawatdaruratan klien dengan Acut Lung Oedem.
 Khusus
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang definisi acut lung
oedem.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang etiologi acut lung
oedem.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi acut lung
oedem.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang patofisiologi acut
lung oedem.
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang WOC acut lung
oedem.
6. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang manifestasi acut
lung oedem.
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pemeriksaan
penunjang acut lung oedem.
8. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan
kegawatdaruratan acut lung oedem.

1.3 MANFAAT
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan
dan wawasan mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam
mempelajari ilmu Asuhan kegawatdaruratan acut lung oedem.

2
BAB 2
KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI
Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan paru-paru yang
terjadi secara mendadak.Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskuler yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membrane kapiler (edema paru non kardiak) yang
meningkatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.Pada sebagian
besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut diatas,
sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya
gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya.Walaupun
demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari
kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.EPA adalah suatu
keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi
(Bambang S ddk, 2006).
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba
akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena
adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya
ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh
kelebihan cairan di paru-paru.cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung
udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam
kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan
dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan
terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada
ketinggian tinggi (Ningrum,2009).
Edema paru akut (kardiak) adalah akumulasi cairan di paru-paru
secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Udem paru akut
(UPA) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga

3
alveoliyang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal nafas (Ningrum,2009).

2.2 ETIOLOGI
a. Ketidakseimbangan “Starling Force”
o Peningkatan tekanan vena pulmonalis.Edema paru akan terjadi
hanya apabila tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya
berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari
tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang
merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologi dari keadaan ini antara lain : (1) Tanpa gagal ventrikel
kiri (mis: stenosis mitral), (2) Sekunder akibat gagal ventrikel
kiri, (3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat
peningkatan tekanan arterial paru (sehingga disebut edema paru
overperfusi).
o Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminaemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan
kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada
hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru.
Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas
cairan rongga interstitial, sehingga cairan dapat berpindah dengan
lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
o Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial. Edema paru
dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural.Keadaan yang sering menjadi etiologi adalah : (1)
Perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks dengan
tekanan negative yang besar. Keadaan ini disebut “edema paru re-
ekspansi”. Edema biasanya terjadi unilateral dan sering kali
ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis
yang minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan “edema paru
re-ekspansi” ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat

4
dan ekstensif. (2) Tekanan negative pleura yang besar akibat
obstruksi jalan napas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir
(misalnya pada asma bronchial) (Bambang S dkk,2006).

b. Gangguan Permeabilitas Membran Kapiler Alveoli : (ARDS = Adult


Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas
antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun
surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat
kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan “Starling
Force”
o Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
o Terisap toksin (NO, asap)
o Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
o Aspirasi asam lambung
o Pneumonitis akut akibat radiasi
o Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
o G.Disseminated IntravascularCoagulation
o Immunologi : pnemonitis hipersensitif
o Shock-lung pada trauma non thoraks
o Pankreatitis hemoragik akut (Bambang S dkk,2006)
c. Insuffisiensi Sistem Limfe
o Pasca transplantasi paru
o Karsinomatosis limfangitis
o Limfangitis fibrotic (silikosis) (Bambang S dkk,2006)
d. Tidak Diketahui atau Belum Jelas Mekanismenya
o A.”High altitude Pulmonary Edema”
o Edema paru neurogenik
o Over dosis obat narkotik
o Emboli paru
o Eklampsia

5
o Pasca kardioversi
o Pasca anastesi
o Post cardiopulmonary bypass (Bambang S dkk,2006)

2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya
faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Khronik.

1. Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya


kelainan pada organ jantung.Misalnya, jantung tidak bekerja
semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi
dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh
fungsi jantung yang buruk.Gagal jantung kongestif yang disebabkan
oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-
sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari
otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah
yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar
(Ningrum,2009).

2. Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya


disebabkan oleh hal berikut :

6
a Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai
akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini
menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-
infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan
dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam
pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan
oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari
10,000 feet.
e Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
f Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya
menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin
terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax)
atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari
paru.Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi
yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis
aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin

7
intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
h Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut
yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau
eclampsia pada wanita-wanita hamil (Ningrum, 2009).

2.4 PATOFISIOLOGI
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau
volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan
diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi
25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema
paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan
beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO
adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri
>25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas
endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein
ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran
sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

8
2.5 WOC

9
2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala yang ditimbulkan akibat kegagalan jantung untuk memenuhi
oksigenisasi maka terjadi gejala-gejala hipoksemia serebri berupa
menurunnya kesadaran, hipoksemia miokard menimbulkan gejala-
gejala anginal dan hipoksemi renal berupa gejala kegagalan ginjal.
Sedangkan gejala-gejala edema paru sendiri adalah:
a. Kardiak Asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba.Biasanya bersifat nocturnal dan
ortopne, berkeringat dingin, wheezing dapat didengar pada
seluruh paru.Batuk-batuk dengan ekspektorasi disebabkan oleh
karena bendungan paru.Kadang-kadang terdapat hemoptisis atau
berupa bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan curah jantung
(cardiac output) sehingga timbul stupor, koma ataupun depresi
mental.
c. Gejala-gejala kardiovaskuler dimana dapat terjadi sindroma shock
(Tabrani Rab,1998).
2. Mengumpulnya berbagai zat toksik oleh karena kegagalan fungsi
transportasi zat-zat sisa.
a. Berkurangnya subsrat yang dipengaruhi jaringan terutama
glukosa sehingga jaringan dalam hal ini mempergunakan sumber
energy lainnya misalnya lemak dan protein. Kekurangan subsrat
ini hanya terjadi bila akibat kegagalan aliran darah.
b. Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang
disebabkan oleh dua hal, yakni:
- Peranan mikrosirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan
makanan tidak sempurna.
- Fungsi ekskresi dari ginjal tidak sempurna (Tabrani
Rab,1998).

10
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan frekuensi napas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula
yang menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan
pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah
kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung
II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat (Bambang S
dkk,2006).
- Radiologis
Pada foto thorax menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat
disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstitial atau alveolar
(Bambang S dkk, 2006).
- Laboratorium
Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji
diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit
lain misalnya asma bronchial adalah pemeriksaan kadar BNP (Brain
Natriuretic Peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat
dan dapat menyingkirkan penyebab dyspneu lain seperti asma bronchial
akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran
radiologisyang tidak spsifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya restriksi pada
aliran darah dikatup mitral yang harus di evaluasi dengan pemeriksaan
penunjang lain seperti ekokardiografi (Bambang S dkk,2006).
- EKG
Pemeriksaan EKG bias normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien
dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema
paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan

11
gambaran gelombang T negative yang lebar dengan QT memanjang yang
khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini
belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat
menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus
simpatis (Bambang S dkk,2006).

2.8 KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema
mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan
penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat
menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah
oleh paru-paru.Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara
potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-
organ tubuh yang berbeda, seperti otak (Ningrum, 2009).

2.9 PENATALAKANAAN
a. Posisi penderita didudukkan 60-90 untuk memperbaiki ventilasi
walaupun terdapat hipotensi (posisi ½ duduk)
b. Memberikan oksigen 6-8 liter/menit atau 100% O2 dengan masker.
c. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah,
PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.
d. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
e. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6
mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.

12
f. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi
respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien
yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
g. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15
mg (sebaiknya dihindari).
h. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.
j. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
k. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
l. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD
dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae (Ningrum, 2009).

13
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a PENGKAJIAN PRIMER
Airway
Pada pasien dengan status acute lung oedema ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan
penyumbatan jalan napas sehingga status acute lung oedema ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh, batuk
(produktif/nonproduktif) (Ningrum,2009)
Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien, menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Sesak napas, dada tertekan, pernapasan cuping
hidung, hiperventilasi, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru (Ningrum,2009).
Circulation
Pada kasus status acute lung oedema ini adanya usaha yang kuat
untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.Pembuluh darah
vasokonstriksi, kualitas darah menurun, denyut jantung tidak teratur
dan adanya suara jantung tambahan. Adanya kekurangan oksigen ini
dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini,
pasien dengan status acut lung oedem akan merasa keringat dingin
karena terjadinya peningkatan metabolism (Ningrum, 2009)
Disability

14
Pasien dengan acute lung oedema akan gelisah, penurunan
kesadaran,GCS menurun, reflex menurun/normal, latergi
(Ningrum,2009)
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya (Ningrum, 2009).

b PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Kepala
Bentuk simetris, penyebaran rambut merata, rambut bersih, tidak
ada lesi, rambut beruban,tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
pembengkakan.
2. Mata
Bentuk simetris, sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+, reflek
cahaya +/+, pupil isokor, tidak ada nyeri tekan.
3. Wajah
Bentuk simetris dan tampak pucat.
4. Hidung
Septum nasi simetris, sekret -/-, sumbatan -/-, PCH (-), terpasang
O2 via nasal canule 4 lpm, tidak ada nyeri tekan.
5. Telinga
Telinga simetris, jejus (-), lesi (-), rhinorea (-), nyeri tekan tidak
ada.
6. Mulut
Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, sianosis (-), tonsil tidak
kemerahan, gigi dan lidah bersih.
7. Tenggorokan
Tidak ada nyeri tekan.
8. Leher
Trachea simetris, rigiditas (-), pembesaran vena jugularis ± 3 cm,
nyeri tekan pada kelenjar limfe.

15
9. Paru-paru
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot
dada (+), tidak ada lesi, penggunaan otot bantu pernapasan
P : Nyeri tekan (+), vocal vremitu teraba,
P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri,
A : Ronkhi
10. Jantung
Tidak terlihat pulsasi ictus cordis, Nyeri tekan (-), ictus cordis
teraba di ICS V mid klavikula kiri ± 2 cm, terdengar dullness pada
ICS IV sternum dekstra dan sinistra, ICS V mid clavicula line
sinistra, ICS V di anterior axial line, sinistra ICS V mid axial line
sinistra, BJ I dan II tunggal.
11. Abdomen
bentuk flat, jejas (-), BU (+), 10x/menit, distensi abdomen (-),
asites (-), tidak ada pembesaran pada hepar dan lien, nyeri tekan (-),
timpani
12. Ekstremitas
13. Edema, akral hangat, terpasang IVFD Nacl 0,9% 10 tts/mnt,
kekuatan otot,reflek tidak terkaji, jejas (-), nyeri tekan (+), CRT > 3
detik
14. Genetalia
Terpasang dolver kateter terhubung urobag, memakai pampers. PU
(+)400 cc/4 jam berwarna kuning jernih, anus tidak terkaji
15. Integument
Turgor kulit normal, akral hangat, tidak ada kelainan kulit, jejas (-),
(Ningrum, 2009)

16
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernafasan b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas
miokardial (penurunan).

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan pola pernafasan b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita
dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90
derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR
dan responpasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru.

17
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara
nafas pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau
nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan
obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban
pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat
hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
Tujuan : Pertukaran gas efektif
Rencana tindakan :
a. Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
Rasional : Menunjukkan adanya bendungan
pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan
penanganan lebih lanjut.
b. Atur posisi fowler dan bed rest.
Rasional : merangsang pengembangan paru secara
maksimal.
c. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema
paru.
d. Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi.

18
Rasional : meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang
akan mengurangi hypoxemia jaringan.
e. Collaborative pemberian obat Diuretic
Rasional : Mengurangi bendungan alveolar sehingga
meningkatkan pertukarangas bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan
dilatasi saluran nafas.
3. Diagnosa Keperawatan III
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas
miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Rencana tindakan :
a. Catat suara jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat
kelemahan dalam memompa. Irama gallop sering ada (S2
dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b. Monitor tekanan darah
Rasional : pada awal tekanan darah meningkat karena
peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body jantung tidak
bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan
bisa terjadi hipotensi berat.
c. Palpasi denyut peripher.
Rasional : Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn
denyut pada arteri radialis, poplitea,dorsalis pedis dan
posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan
mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di
selingi denyut yang lemah)
d. Lihat warna kulit,pucat,cyanosis.
Rasional : Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer
sebagai akibat sekunder dari ketidakadekuatnya CO.

19
e. Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti : lethargy,
kebingungan, disoientasi cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi
cerebralsebagai akibat sekunder dari penurunan CO .
f. Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul
nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan
myokard untuk menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g. Collaborative pemberian diuretik.
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan
pada pasien cardiac out put yang relative normal yang di
sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h. Collaborative pemberin digoxin
Rasional : meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
melambatkan kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan
menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng
periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan
efisiensi jantung/cardiac out put.

20
BAB 4

PENDAHULUAN

4.1 LATAR BELAKANG


Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai
dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang
tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu penting
untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark
jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok
merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai
mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian
dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih
merupakan penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang
dirawat di rumah sakit.
Kebanyakan penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard
akut, walaupun infark yang kecil pada pasien dengan sebelumnya
mempunyai fungsi ventrikel kiri yang membahayakan bisa mempercepat
shock. Syok dengan onset yang lambat dapat menjadi infark,. Itu penting
untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi miokardium
viable dapat juga menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk
terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami
infark miokard (Hollenberg,S.,2003).
syok kardiogenik ini merupakan suatu keadaan gawat yang
membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan
penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara
80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik

21
ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan /penatalaksanaan
pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.

4.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi syok kardiogenik ?


2. Bagaimanakah etiologi syok kardiogenik ?
3. Bagimanakah patofisiologi dan PHATWAY syok kardiogenik ?
4. Bagimanakah manifestasi klinis syok kardiogenik ?
5. Bagimanakah komplikasi syok kardiogenik ?
6. Bagimanakah penatalaksanaan syok kardiogenik ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan syok kardiogenik?

4.3 Tujuan

1. Untuk menjelaskan definisi syok kardiogenik ?


2. Untuk menjelaskan etiologi syok kardiogenik ?
3. Untuk menjelaskan patofisiologi dan PHATWAY syok kardiogenik ?
4. Untuk menjelaskan manifestasi klinis syok kardiogenik ?
5. Untuk menjelaskan komplikasi syok kardiogenik ?
6. Untuk menjelaskan penatalaksanaan syok kardiogenik ?
7. Untuk menjelasakan asuhan keperawatan kardio genik?

22
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Definisi

Syok Kardiogenik adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak


mampu memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhaan
metabolisme tubuh akibat disfungsi otot jantung.
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat
yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang
umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga
kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang
tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan
tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah
(sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5
ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa
adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah
jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org)
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan
yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)

23
5.2 Etiologi
 Gangguan kontraktilitas miokardium.
 Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti
paru dan/atau hipoperfusi iskemik
 Infark miokard akut ( AMI)
 Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary,
ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi
(menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan
infark-infark yang lebih kecil
 Valvular stenosis
 Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
 Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak
diketahui penyebabnya )
 Trauma jantung
 Temponade jantung akut
 Komplikasi bedah jantung

5.3 Patofisiologi dan phatway

Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan


jantung pada fase termimal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke
aliran darah koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada
otot jantung yang semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik
miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri
sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik
akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi
syok, metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan pada
kondisi anaerob akan semakin memburuk sehingga produksi asam laktat
terus meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti terbakar
maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan
fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi

24
pada darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung
semakin kehilangan kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah.
Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac
output atau berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah
maupun O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi
penurunan kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi
dari otot jantung dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada
penurunan tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan
kesadaran. Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac
output,yang berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ).
Pada kondisi ini pengaktifan system rennin, angiotensin dan aldostreron
akan , menambah retensi air dan natrium menyebabkan produksi urine
berkurang( Oliguri < 30ml/ jam) . Penurunan kontraktilitas miokard pada
fase syok yang menyebabkan adanya peningkatan residu darah di ventrikel,
yang mana kondisi ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi
maupun stenosis valvular .Hal tersebut dapat mennyebabkan bendungan
vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk aliran darah dan
akhirnya memperberat kondisi edema paru.

25
26
5.4 Manifestasi Klinis
 Keluhan Utama Syok Kardiogenik :
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
 Tanda Penting Syok Kardiogenik :
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10 . Perubahan mental.

27
5.5 Komplikasi

1. Cardiopulmonary arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan
mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan
penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan,
terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart
Association,2010). Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac
arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksi secara efektif. Berdasarkan pengertian di atas maka
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac
arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen
ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi
secara efektif.
2. Disritmi
Disritmia adalah kelainan denyut jantung yang melipiti gangguan frekuensi
atau irama atau keduanya.atau bisa di definisikan dengan menganalisa
gelombang EKG. Disritmia dinamakan berdasarkan pada tempat dan asal
impuls dan mekanisme hantaran yang terlibat. Misalnya disritmia yang
berasal dari nodus sinus (nodus SA) dan frekuensinya lambat dinamakan
sinus bradikardia. Ada empat kemungkinan tempat asal disritmia, yaitu
nodus sinus, atria, nodus AV atau sambungan, dan frentrikel. Gangguan
mekanisme hantaran yang mungkin dapat terjadi meliputi bradikardi,
takikardi, flutter, fibrilasi, denyut prematur, dan penyekat jantung
3 Stroke
Stroke merupakan penyakit yang terjadi akibat penyumbatan pada
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sehingga
akibat penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah tersebut, bagian
otak tertentu berkurang bahkan terhenti suplai oksigennya sehingga menjadi
rusak bahkan mati. Akibatnya timbullah berbagai macam gejala sesuai

28
dengan daerah otak yang terlibat, seperti wajah lumpuh sebelah, bicara pelo
(cedal), lumpuh anggota gerak, bahkan sampai koma dan dapat mengancam
jiwa.
4. Tromboemboli
a. Thrombosis adalah pembentukan massa bekuan darah dalam system
kardiovaskular yang tidak terkendali
b. Emboli adalah oklusi beberapa bagian system kardiovaskular oleh suatu
massa (embolus) yang tersangkut dalam perjalanannya ke suatu tem[at
melalui arus darah
c. Tromboembolisme adalah gebungan thrombosis dan embolisme
d. Trombofleblietis adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena
sekunder akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena obstruksi
vena sebagian

5.6 Pemeriksaan Penunjang


1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.

29
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan ata
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim
CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

5.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :
1) Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakuka
intubasi.
2) Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg
3) Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasi dengan pemberian morfin.
4) Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
5) Bila mungkin pasang CVP.
6) Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

Medikamentosa :
1) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
2) ansietas, bila cemas
3) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
4) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
5) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung
tidak adekuat Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
7) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

30
BAB 6

ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep dasar keperawatan


1) Pengkajian
 Pengkajian primer
a) Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
b) Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac
output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit, nadi.
d) Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
 Pengkajian pola
 Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna
kulit kelembaban, kelemahan umum
 Sirkulasi
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah
TD, diabetes mellitus
Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah,
tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau
penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ;

31
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps
 Eliminasi
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
 Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio
substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, Tidak
tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher,
dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala
biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat,
menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama
jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan
kesadaran.
 Pernafasan
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau
medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronik
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot
aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/
batuk terus – menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin
bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas;
mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan
frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral
dingin

32
A. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas miokardial/
perubahan inotropik
2. Kerusakan Pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
3. Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau
penyempitan arteri koroner.
B. Rencana Tindakan
1. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas
miokardial/ perubahan inotropik,Ditandai dengan :Tekanan arterial
sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak 60 mmHg
dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah,
tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung
atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan
kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena
– vena pada punggung tangan dan kaki kolaps, Gangguan fungsi
mental, gelisah, berontak,apatis, bingung.penurunan kesadaran
hingga koma, Produksi urine < 30 ml/ jam( oliguri).

Intervensi :
a. Auskutasi TD . Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan tidur,
duduk, berdiri jika memngkinkan .
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan difungsi ventrikel,
hipoperfusi miokardia dan rangsanng vagal. Namun hipertensi juga
fenomena umum, kemungkinan berhubungan dengan nyeri , cemas,
pengeluaran katekolmin, dan atau masalah vakuler
sebelumnya.Hipotensi ortistatik (postural)mungkin berhubungan
dengan komplikasi infark.

33
b. Evaluasi kualitas dan keamaan nadi sesuai indikasi.
Rasional :
Penurunan curah jantung menyebabkan menurunnya kelemahan
/kekuatan nadi.Ketidakteraturan diduga disritmia , yang memerlukan
evaluasi lanjut.
c. Catat terjadinya suara S3, S4
Rasional:
S3 terjadi pada GJK tetapi juga terlihat pada gagal
mitral(regugitasi)dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark
berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemik miokard , kekakuan
ventrikel, dan hipertensi pulmonal atau sistemik.
d. Catat adanya suara murmur/gesekan .
Rasional:
Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh
katup tak baik , kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar/korda
tendenia.Adanya gesekan dengan infark juga berhubungan dengan
inflamasi , contoh efusi pericardial dan perikarditis.
e. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia melalui telemetri.
Rasional :
Frekuensi dan irama jaantung yang berspon terhadap obat dan ativitas
sesuai dengan terjadinya komplikasi /disritmia( Khususnya kontraksi
ventrikel premature atau blok jantung) , yang mempengaruhi fungsi
jantung atau meningkatan kerusakan iskemik. Denyutan /fibrilasi akut
atau kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau keterlibatan
katup dan mungkin merupakan kondisi patologi.
f. Sediakan alat dan obat darurat.
Rasional:
Sumbaatan koroner tiba – tiba , disritmia letal, perluasan infark
maupun kondisi syok yang memburuk merupakan kondisi yang
mencetuskan henti jantung, yang memerlukan terapi penyelamat hidup
segera.

34
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan , sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
h. Kolaborasi untuk mempertahankan cara masuk IV/ hevarin – lok
sesuai indikasi
i. Rasional:
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat pada adanya
disritmia dan nyeri dada.
j. Kolaborasi pada pemeriksaan ulang EKG , foto dada, pemeriksaan
data laboratorium(enzim jantung,GDA,elektrolit).
Rasional:
EKG dapat memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan /
perbaikan kondisi syok kardiogenik, status fungsi ventrikel ,
keseimbangan elektrolit dan efek obat.Foto dada dapat menunjukan
edema paru sehubungan dengan disfungsi ventrikel.Enzim jantung
dapat memantau perkembangan kodisi pasien, adanya hipoksia
menunjukan kebutuhan tambahan oksigen,keseimbangan elektrolit
cotoh hipo/hiperkalemia sangat besar berpengaruh terhadap irama
jantung dan kontraksinya.
k. Kolaborasi dalam pemberian obat antidiritmia sesuai indikasi, dan bila
digunakan bantu pemasangan /mempertahankan pacu jantung.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PCV,
dimana sering mengancam secara profilaksis.
Pemacu merupakan tindakan dukungan sementara selama fase
akut/diperlukan secara permanen pada kondisi yang berat merusak
system konduksi ( Seperti :Syok Kardiogenik)

2. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-


alveolar ditandai dengan :takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ;
penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/
nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa

35
pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih (
edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles
dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau
kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.

Intervensi :
a. Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Rasional:
Menyatakan adanya kongesti paru / pengumpulan secret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi
pasien.
Rasional:
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat membantu
pengembangan/ekspansi paru sehingga mempermudah pertukan gas pada
alveolar .
c. Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional:
Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru, hal ini terjadi pada
GJK kronis maupun syok kardiogenik.
d. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Rasional:
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan .
e. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh
furosemide ( lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Rasional:
Diuretik diberikan untuk membantu menurunkan kongesti alveolar,
meningkatkan pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan
napas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan
kongesti paru.

36
3. Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau
penyempitan arteri koroner.
Ditandai dengan : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang,
mengeliat, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama
jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan
kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1 – 10, mungkin dirasakan
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Intervensi :
a. Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk
nonverbal dan respon hemodinamik.
Rasional:
Variasi penampilan dan perilaku pasien area nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat
nyeri dan b.d cemas.
b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas,
lamanya kualitas dan penyebaran.
Rasional:
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan harus digambarkan oleh
pasien. Bila memungkinkan bantu pasien untuk menilai nyeri dengan
membandingkan dengan penganlaman yang lain.
c. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau
AMI.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru,
atau perikarrditis.
d. Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan
segera.
Rasional:
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau
memerlukan peningkatan dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi

37
pasien dengan segera pada kondisi syok, sehingga kerusakan lanjut
dapat dicegah.
e. Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai
yang kering / tak terlipat, gosokan punggung)
Rasional:
rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta
keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat
ini.
f. Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
Rasional:
Pemberian obat narkotika dapat semakin menurunnya tekanan
darah/depresan pernafasan . kondisi ini dapat memperberat kondisi
syok.
g. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan
nasal atau masker sesuai indikasi.
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia
dan juga mengurangi ketidak nyamanan sehubungan dengan iskemik
jaringan.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan
kondisi pasien.
Rasional:
Anti angina contoh nitrogliserin ( nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat
berguna untuk control nyeri dengan efek fasodilatasi koroner yang
meningaktkan aliran darah koroner dan ferfusi miokardia. Efek
fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke jantung
(freload), sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen.

38
BAB 7

PENUTUP

KESIMPULAN
Sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya kita dapat lebih spesifik dalam
menganalisa tingkat kegawat daruratan dan dapat menerapkan menejemen
ABCDE, serta lebih spesifik dalam menganalisa tingkat kegawat daruratan pasien.
Dalam penanganan akut lungs oedema dan syok kardiogenik, hal ini bertujuan
agar kita mampu memberikan pertolongan yang maksimal, cepat dan tepat dalam
pengambilan keputusan dan diagnosa. Penanganan lebih kita spesifikkan pada
tingkat airway, breathing, circulation dan pengkajian pada sistem respirasi
hendaknya kita kaji lebih spesifik dan mendetail
SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dan perawat
untuk memahami tentang defenisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi serta
askep edema paru akut (EPA).

39
DAFTAR PUSTAKA

- Ahmad Hariyanto, Asri Azmana “asuhan kegawatdarratan ALO”


(online) https://www.scribd.com/doc/309049663/Woc-Acut-Lung-
Oedem Di akses pada tanggal 16 Oktober 2018
- Dwi efnawati.2016 “WOC acut lung oedem” (online)
https://www.scribd.com/document/320592511/askep-ALO-1-docx Di
akses pada tanggal 16 Oktober 2018
- (online)http://sumberkeperawatan.blogshop.com/2010/07/cardiovas
kuler.di akses pada tanggal 19 oktober 2018
- (online)http;//sumberkeperawatan.blogshop.com/di akses pada
tanggal 19 oktober 2018
- (online)http://www.syok kardiogenik.com di akses pada tanggal 19
oktober 2018
- (online) http://yuflihul.blogspot.com/2014/05/asuhan-keperawatan-
gawat-darurat- di akses pada tanggal 2018
-

40

Anda mungkin juga menyukai