Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

DOSEN PEMBIMBING
Ibu Giri Udani.,SKp.M.Kes
Disusun oleh Kelompok 1 Tingkat 3 Reguler 1:

1. Laras dwi jayanti 2014401022


2. Faqih ali akbar furqoni 2014401015
3. Meraley diana 2014401026
4. Riska intan armelia 2014401030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PRODI D III KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Kritis dengan judul Proses Keperawatan Pada Area Keperawata Kritis
Makalah ini membahas tentang perencanaan konsep Proses Keperawatan
Pada Area Keperawata Kritis. Penyusun makalah mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membelikan bantuan dan partisipasinya
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh
karena itu sangat diperlukan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan
kegiatan pengabdian masyarakat nantinya.
Bandar lampung, juli 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................1

KATA PENGANTAR....................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian konsep keperawatan kritis..................................................6


B. Peran dan fungsi perawat kritis.............................................................6
C. Proses keperawatan pada area keperawatan ktiris................................7
D. Efek kondisi kritis terhadap pasien dan keluarga.................................7
E. Isu end of life di keperawatan kritis.....................................................8
F. Psikososial aspek dari keperawatan kritis.............................................8

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.......................................................................................................11
BAB V DAFTAR PUSTAKA........................................................................16
BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan republic Indonesia nomor 10


tahun 2015 tentang standar pelayanan keperawatan rumah sakit Pasal 2
disebutkan bahwa Pengaturan Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah
Sakit Khusus bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
di rumah sakit khusus dan rumah sakit umum yang memiliki pelayanan
keperawatan kekhususan yang disusun berdasarkan kompetensi dan
kewenangan perawat dengan memperhatikan keselamatan, keamanan,

kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang.
Dalam meningkatkan mutu layanan rumah sakit tidak bisa dijauhkan
dari ketersediaan tenaga kesehatan. Sesuai dengan peraturan yang
menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit,
standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan keselamatan pasien (pasal 13 ayat, UU RS, tahun
2009). Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan perlu memberikan
pelayanan asuhan keperawatan dengan memperhatikan mengikuti peraturan
dan standar yang berlaku di rumah sakit.
Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan adalah pelayanan intensif,
dimana pelayanan intensif yang dimaksud adalah pelayanan keperawatan
yang diberikan pada pasien dalam kondisi kritis yang membutuhkan
penanganan dan pemantauan intensif di ruang intensive care unit (ICU).
Intensive care unit (icu) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancamnyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
yang:diharapkan masih reversibel. ICU menyediakan kemampuan dan
sarana prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi- fungsi

vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain
yang berpengalaman dalam pengelolaan, keadaan-keadaan tersebut.
Penting bagi perawat di ruang kritis untuk melaksanakan proses
asuhan keperawatan secara komprehensif sehingga layanan yang diberikan
dan penatalaksanakan intensif lainnya dapat termonitoring, terobservasi dan
angka kematian dapat ditekan, kwalitas dan kwantitas perawatan meningkat,
pelayanan keperawatan kritis dapat lebih efektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mendiskusiikan dan membahas Proses keperawatan pada area keperawatan
kritis

B. Rumusan Masalah

1. Pasien kritis membutuhkan perawatan kompleks sehingga membutuhkan


perawat terlatih dan kompeten
2. Penting bagi perawat di ruang kritis untuk melaksanakan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Mendeskripsikan Proses keperawatan pada area keperawatan kritis

2. Tujuan khusus

a. ‘Mengklasifikasikan Proses keperawatan pada area keperawatan kritis

b. Membentuk pendapat mengenai proses keperawatan pada area


keperawatan kritis
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Proses Keperawatan
Proses Keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan
terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan pada
reaksi dan respons unik individu pada suatu kelompok atau perorangan
terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik actual maupun potensial
(Deswani, 2011).
Menurut Setiadi (2011), pada dasarnya proses keperawatan adalah
suatu metode ilmiah yang sistematis dan terorganisir untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada klien. Proses keperawatan adalah satu
pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk
mengatur dan memberikan asuhan keperawatan ( Potter & Perry, 2005 ).

B. Tujuan Proses Keperawatan

Potter & Perry (2005) menjelaskan tujuan dari proses keperawatan


adalah mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan klien,

menentukan prioritas, memberikan intervensi keperawatan yang dirancang


untuk memenuhi kebutuhan klien, dan mengevaluasi keefektifan asuhan
keperawatan dalam mencapai hasil dan tujuan klien yang diharapkan.
Muhlisin ( 2011 ) menjelaskan bahwa penerapan proses keperawatan
dalam pemberian asuhan keperawatan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1 Sebagai standar pemberian asuhan keperawatan.

2 Mempraktekkan metode pemecahan masalah dalam praktek


keperawatan.
3 Memperoleh metode yang baku, sistematis, dan rasional.

4 Memperoleh metode yang dapat digunakan dalam berbagai macam


situasi.
5 Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi.

C. Standar Asuhan Keperawatan Intensif


Standar asuhan keperawatan intensif adalah acuan minimal asuhan
keperawatan yang harus diberikan oleh perawat di unit/intalasi perawatan
intensif. Asuhan keperawatan intensif adalah kegiatan praktek keperawatan
intensif yang diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
merupakan metode ilmiah dan panduan dalam memeberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien. Langkah-
langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnose
keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (kemenkes, 2006)

D. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien kritis merupakan tahap awal
yang sangat penting untuk menentukan rencana keperawatan berikutnya
mengingat kondisi pasien yang belum stabil. Ada beberapa model

pengkajian yang telah dikembangkan, antara lain model pengkajian dari


the Nort Coast Area Health Service yang mengelompokkan menurut sistim
tubuh, Functional Health Pattern yang dikembangkan oleh Lewis (2000),

Pengkajian kritis yang dikembangkan oleh Bemis (2001) dan model


pengkajian lainnya.
Pengakajian awal di dalam keperawatan intensif sama dengan
pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan sistem yang meliputi aspek
bio-psiko-sosio kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah
menggunakan alat-alat bantu mekanik seperti alat bantu napas,
hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni
terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat tersebut.
(Kemenkes, 2006)
Pengkajian di ICCU meliputi pengkajian sebelum pasien datang,
segera setelah datang, segera setelah pasien datang, pengkajian lengkap
dan pengkajian berkelanjutan, (modul pelatihan intensif, 2015)
1. Pengkajian sebelum pasien datang (pre arrival)

a. Sebelum pasien akan dikirim, dilakukan pengkajian meliputi


identitas pasien, diagnose, tanda vital, alat bantu infasive yang
dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai bila pasien
mengunakan ventilator.
b. Tujuan pengkajian :

1) Untuk persiapan penerimaan pasien saat datang di ICCU.

2) Agar saat pasien datang di icu, semua peralatan yang

dibutuhkan tersedia dan siap digunakan.


3) Persiapan dokter spesialis terkait yang harus dihubungi.

4) Untuk dokumentasi dan data rumah sakit.

2. Pengkajian ICCU

a. Pengkajian segera (quick assessment)

1) Pengkajian segera setelah pasien tiba di ICCU meliputi


ABCDE yaitu Airway, breathing, circulation, drugs (obat-
obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah alergi terhadap
obat atau makanan tertentu) dan equipment (adakah alat yang
terpasang pada pasien. Perawat penerima pasien segera menilai dan
melakukankajiankondisi pasien saat itu kemudian perawat melakukan
serah.
terima, hal-hal yang terkait dengan pasien dan mencatat pada
lembar observasi.
2) Ada beberapa model pengkajian keperawatan yang dapat
digunakan untuk mengkaji pasien. Barrett, Gretton dan Quinn
(2006) menjelaskan pengkajian primer pada pasien penyakit
jantung secara umum adalah sebagai berikut:
a) Airway

(1) Apakah jalan nafas paten?

(2) Apakah pasien diam, apakah suara nafas pasien bersila


atau tidak jernih?
(3) Apakah ada darah atau muntahan di sekitar mulut yang

berpotensi terjadi sumbatan jalan nafas?


(4) Apakah ada injuri pada hidung, mulut atau tenggorokan

yang berdampak pada cidera jalan nafas?


(5) Apakah wajah atau tenggorokan pasien kemerahan dan
bengkak yang mengindikasikan adanya infeksi atau
peradangan jalan nafas? Jika tanda-tanda tersbut positif
maka harus segera dilakukan upaya proteksi jalan
nafas.
(6) Apakah mulut dapat dibukan dengan aman? Jika ya
apakah ada sumbatan benda asing dan apakah dapat
dikeluarkan?
(7) Jika ada cairan pada jalan nafas apakah bisa disuction?

(8) Jika tidak apakah pasien dapat dimiringkan untuk


membantu mengeluarkan cairan pada mulut dan
hidung?
(9) Apakah jalan nafas dapat dibuka dengan manuver head-
tilt, chin-lift atau jaw thrust?
(10) Saat terbuka apakah jalan nafas dapat diamankan
dengan oropharyngeal atau nasopharyngeal airway atau
laryngeal mask airway?
b) Breathing
(1) Dengan Look, Listen dan Feel selama 10 detik, apakah
pasien bernafas? Jika tidak bernafas segera cari bantuan

dan mulai RJP

(2) Jika pasien bernafas, bagaimana rata-rata kecepatannya


disbanding sebelumnya?

(3) Jika anda tidak tahu, apakah pasien takipnea ekstrim (>

40 kali / menit) atau bradipnea < 6 kali / menit?


(4) Apakah suara nafas pasien gemuruh atau kasar?

(5) Apakah kulit pasien pucat?

(6) Apakah oksigen aliran tinggi perlu segera diberikan?

c) Circulation (C)

(1) Apakah nadi teraba dengan palpasi nandi karotis 10


detik?
(2) Jika teraba bagaimana karakternya?

(3) Jika anda tidak tahu, apakan pasien takikasre ekstrim


(>140 kali / menit atau bradikardia (<40 kali / menit).
Apakah nadi teratur?
(4) Apakah tekanan darah pasien turun dengan signifkan?

(5) Jika tekanan darah tidak terukur apakah pasien punya


tanda yang

b. Pengkajian lengkap (comprehensive assessment)


Pengkajian riwayat kesehatan lalu, riwayat social, riwayat
psikososial dan spiritual serta pengkajian fisik dari sistem tubuh
(sistem neurologi, respirasi, kardiovaskuler, renal, gartrointestinal,
endokrin, hematologic dan immunologi serta integument) dan
pengkajian resiko jatuh menggunakan humty dumty pada anak,
skala morse pada dewasa dan geriatric pada lansia. Pengkajian
nyeri juga dapat dilakukan pada area kritis. Hasil penelitian
Prawesti, Ibrahim, Nursiswati (2016) menyebutkan bahwa
Behaviouralpain scales (BPS) dan Criticalpain observation tools
(CPOT) adalah alat penilaian nyeri yang dapat digunakan dalam
menilai rasa sakit dan meningkatkan manajemen nyeri pada pasien
kritis. CPOT lebih mudah digunakan dan aplikatif karena memiliki
defnisi operasional yang jelas.

c. Pengkajian berkelanjutan (on going assessment)

Kontinuitas monitoring kondisi pasien setiap 1-2 jam pada


saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi pasien. Hal-hal yang dikaji
meliputi hemodinamik, balance cairan dan alat-alat yang dipakai
pada saat masuk icu.

3. Penetapan masalah / diagnose keperawatan


Setelah melakukan pengkajian data dikumpulkan dan
diintrepretasikan kemudian dinanalisa lalu ditetapkan
masalah/diagnose keperawatan berdasarkan data yang menyimpang
dari keadaan fisiologis. Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai
tujuan dari tindakan keperawatan yang diformulasikan berdasarkan
pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan realistis (craven &
himle, 2000).
Contoh diagnose keperawatan yang sering muncul pada intensif care
adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (RC : Sepsis)

b. Gangguan pertukaran gas : Airway-Obstruction (RC : Acidosis

(metabolic Respiratory)
c. Pola nafas tidak efektif (RC : Hypoxemia)

d. Gangguan perfusi jaringan (RC : Hypoxemia)

e. Nyeri Akut (RC : SyokNeurogenik)


f. gangguan intergritas kulit/jaringan (RC : Sepsis)

g. Resikojatuh

4. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnose telah

diproritaskan. Langkah awal adalah :


a. Merumuskan tujuan :

1) berfokus pada pasien

2) jelas dan singkat

3) dapat diukur dan diobservasi

4) realistis

5) adatarget waktu

6) melibatkan peran serta masyarakat

b. rencana tindakan :

1) tetapkan tehnik dan prosedur yang akan digunakan

2) mengarah pada tujuan yang akan dicapai

3) realistis

4) disusun berurutan dan ada rasionalnya

c. kriteria hasil:

1) menggunakan kata kerja yang tepat

2) dapat dimodifikasi

3) spesifik

5.Implementasi Keperawatan
Semua kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini
penting untuk mendukung pencapaian tujuan. Tindakan keperawatan

6.
dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur tertentu, tindakan
kolaboratif dan pendidikan kesehatan dala tindakan perlu ada
pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk evaluasi

keberhasilan tindakan keperawatan dan sekaligus merupakan alat


untuk melakukan pengkajian ulang dalam upaya melakukan
modifikasi/revisi diagnose dan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
setiap akhir tindakan peberian asuhan yang disebut sebagai evaluasi
proses dan evaluasi hasil yang dilakukan untuk menilai keadaan
kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatat
pada catatan perkembangan klien.

A. APACHE II (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II)


Sistem skoring APACHE II dikembangkan oleh Knauset et al pada
tahun 1985. Sistem skoring ini berkembang dengan sangat cepat dan
banyak digunakan pada pasien ICU di Amerika Serikat. Sistem skoring
APACHE II terdiri dari tiga variabel, yang pertama variabel fisiologi akut,
yang kedua variabel usia, dan yang ketiga variabel penyakit kronik
penyerta (komorbid)
Pengembangan sistem klasifikasi tingkat keparahan penyakit
awal APACHE (fisiologi akut dan kronis) dimulai pada tahun 1978
dengan tujuan spesifik mengembangkan ukuran untuk digunakan
dalam menggambarkan kelompok pasien unit perawatan intensif
(ICU) dan mengevaluasi perawatan mereka. ICU menerima pasien
dengan berbagai macam diagnosa dan tingkat keparahan penyakit,
dan sulit bagi seorang dokter ICU untuk secara tepat
menggambarkan campuran kasusnya dengan yang lain.
Sistem skoring yang tersedia dan lazim digunakan saat ini adalah
acute physiological and chronic health evaluation (APACHE II), namun
sistem skoring ini memiliki kelemahan dari segi biaya dan kepraktisan
penggunaan berkaitan dengan banyaknya variabel yang digunakan.
APACHE II memerlukan banyak data yang dikumpulkan atau diambil
setelah lebih dari 24 jam bergantung pada kualitas pelayanan dari GICU.
Selain itu, pengumpulan data dari 12 variabel pada lebih dari 24 jam
pertama sulit dilakukan dan sering kali data dikumpulkan secara tidak
akurat.

Markgraf et al melakukan penelitian pada pasien ICU di Jerman


yang membandingkan kemampuan prediksi sistem skoring APACHE II,
APACHE III dan SAP S II, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketiga
sistem skoring tersebut memiliki kekuatan memprediksi mortalitas yang
baik dan APACHE II memiliki kalibrasi terbaik.

Sistem penelitian ini digunakan dalam banyak cara yang meliputi:


1. Beberapa prosedur atau obat hanya diberikan kepada pasien dengan
skor APACHE II tertentu.
2. Skor APACHE II dapat digunakan untuk menggambarkan morbiditas

pasien ketika membandingkan hasilnya dengan pasien.


3. Kematian yang diprediksi rata-rata untuk kelompok pasien untuk
menentukan morbiditas kelompok.

Skor poin dihitung dari usia pasien dan 12 pengukuran fisiologis rutin:

1. A-a DO2 atau PaO2 (tergantung pada FiO2).

2. Suhu (rektal).

3. MAP.

4. Arteri PH.

5. Detak jantung.

6. Tingkat pemapasan.

7. Sodium /s erum).

8. Kalium (serum).

9. Kreatinin.
10. Hematokrit.

11. Jumlah sel darah putih.

12. Skala Koma Glasgow.

APACHE Ini diukur selama 24 jam pertama setelah masuk, dan


digunakan sebagai tambahan informasi tentang status kesehatan
sebelumnya (operasi terbaru, riwayat infiisiensi organ parah, keadaan
defisiensi imun) dan demografi dasar seperti usia. Metode perhitungan

dioptimalkan untuk skema kertas, dengan menggunakan nilai integer dan


mengurangi jumlah opsi sehingga data sesuai pada formulir kertas satu
lembar. Skor tidak dihitung ulang selama menginap. Jika seorang keluar
dari ICU dan diterima kembali, skor APACHE II baru dihitung kembali.
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Asuhan keperawatan intensif adalah kegiatan prkatek keperawatan
intensif yang diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
merupakan metode ilmiah dan panduan dalam memeberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien.
Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian,
masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi
(kemenkes, 2006)
2. Pengkajian di icu meliputi pengkajian sebelum pasien datang, segera
setelah datang, segera setelah pasien datang, pengkajian lengkap dan
pengkajian berkelanjutan.

B .Saran
1. Perawat harus memahami bagaimana konsep proses asuhan
keperawatan di area kritis
2. Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan layanan asuhan
DAFTAR PUSTAKA

Depkes Ri. 2006. Standar pelayanan keperawatan di icu. Direktorat keperawatan dan
keteknisian medic dirjen pelayanan medik. Jakarta

Deswani (2011). Hubungan antara Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan


dengan Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Melati RS Margono
Soekaijo. diakses http://digilib.ump.ac.id/files/diskl/l 8/jhptump-a-
dhianwahyu879-l-babi.pdf tanggal 3 desember 2018

Kemenkes. 2015. Modul pelatihan icu dasar. Jakarta

Pennenkes RI. 2015. Standar peayanan keperawatan di rumah sakit khusus.


Jakarta

Herdian, Fitra. 2016. Proses Keperawatan Pasien Kritis. Fakultas unpad. Diakses
pada https://www.researchgate.net/pub1icationtanggal 5 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai