Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

DISUSUN OLEH :

AKMALIA NUR ALISA P07220218002


ASMA FHARA FADILLA P07220218004
MELLY ROSE ELIZABETH SIANTURI P07220218013
M. SYARWANI ABDAN P07220218018
WILLY BUDIMAN MARBUN P07220218037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2021/2022

ii
KATA PENGANTAR 

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Kritis dengan
judul Proses Keperawatan Pada Area Keperawata Kritis
Makalah ini membahas tentang perencanaan konsep Proses Keperawatan Pada Area
Keperawata Kritis. Penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dan partisipasinya
Samarinda, Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
BAB 1..............................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

D. Manfaat............................................................................................................3

E. Sistematika.......................................................................................................3

BAB 2..............................................................................................................................4

TINJAUAN TEORI.........................................................................................................4

A. Proses Keperawatan.........................................................................................4

B. Tujuan Proses Keperawatan.............................................................................4

C. Standar Asuhan Keperawatan Intensif.............................................................5

D. Pengkajian........................................................................................................5

E. APACHE II.....................................................................................................11

F. PAST HUG.....................................................................................................13

BAB 3............................................................................................................................12

KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................14

A. Kesimpulan....................................................................................................14

B. Saran...................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15

iii`
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan peraturan menteri kesehatan republic Indonesia nomor 10 tahun


2015 tentang standar pelayanan keperawatan rumah sakit Pasal 2 disebutkan bahwa
Pengaturan Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Khusus bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit khusus dan rumah sakit
umum yang memiliki pelayanan keperawatan kekhususan yang disusun berdasarkan
kompetensi dan kewenangan perawat dengan memperhatikan keselamatan, keamanan,

kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta


pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang.
Dalam meningkatkan mutu layanan rumah sakit tidak bisa dijauhkan dari
ketersediaan tenaga kesehatan. Sesuai dengan peraturan yang menyatakan bahwa
setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, menghormati hak 
 pasien dan mengutamakan keselamatan pasien (pasal 13 ayat, UU RS, tahun 2009).
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan perlu memberikan
 pelayanan asuhan keperawatan dengan memperhatikan mengikuti peraturan

dan standar yang berlaku di rumah sakit.


Salah satu bentuk pelayanan yang diberikan adalah pelayanan intensif, dimana
pelayanan intensif yang dimaksud adalah pelayanan keperawatan yang diberikan pada
pasien dalam kondisi kritis yang membutuhkan
 penanganan dan pemantauan intensif di ruang intensive care unit (ICU).
Intensive care unit (icu) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam

1
nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang:diharapkan
masih reversibel. ICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi- fungsi

vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan, keadaan-keadaan tersebut.
Penting bagi perawat di ruang kritis untuk melaksanakan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif sehingga layanan yang diberikan dan
penatalaksanakan intensif lainnya dapat termonitoring, terobservasi dan angka
kematian dapat ditekan, kwalitas dan kwantitas perawatan meningkat,
 pelayanan keperawatan kritis dapat lebih efektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik
untuk mendiskusiikan dan membahas Proses keperawatan pada area keperawatan kritis

B. Rumusan Masalah
1. Pasien kritis membutuhkan perawatan kompleks sehingga membutuhkan

 perawat terlatih dan kompeten


2. Penting bagi perawat di ruang kritis untuk melaksanakan proses asuhan
keperawatan secara komprehensif 

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Mendeskripsikan Proses keperawatan pada area keperawatan kritis
2. Tujuan khusus
a. Mengklasifikasikan Proses keperawatan pada area keperawatan kritis
 b. Membentuk pendapat mengenai proses keperawatan pada area
keperawatan kritis

D. Manfaat

Setelah kegiatan pembelajaran diharapkan peserta mampu :


a. Meningkatkan pengetahuan tentang Proses keperawatan pada area

keperawatan kritis
 b. Membedakan proses keperawatan pada area kritis dan area medical bedah (umum)
c. Melakukan proses keperawatan di area kritis secara tepat di lahan klinik/praktik

E. Sistematika

Makalah ini terdiri dari 4 (empat) bab.


Bab 1 : latar belakang, rumusan, tujuan, manfaat dan sistematika Bab 2 :
tinjauan teori 
Bab 3 : pembahasan
Bab 4 : kesimpulan dan saran
BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Proses Keperawatan

Proses Keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan terorganisasi


dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan pada reaksi dan respons unik
individu pada suatu kelompok atau perorangan terhadap gangguan kesehatan yang
dialami, baik actual maupun potensial

(Deswani, 2011 ).
Menurut Setiadi (2011), pada dasarnya proses keperawatan adalah suatu
metode ilmiah yang sistematis dan terorganisir untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Proses keperawatan adalah satu
 pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan

memberikan asuhan keperawatan ( Potter & Perry, 2005 ).


B. Tujuan Proses Keperawatan

Potter & Perry (2005) menjelaskan tujuan dari proses keperawatan adalah
mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan klien,

menentukan prioritas, memberikan intervensi keperawatan yang dirancang untuk


memenuhi kebutuhan klien, dan mengevaluasi keefektifan asuhan
keperawatan dalam mencapai hasil dan tujuan klien yang diharapkan. Muhlisin ( 201
) menjelaskan bahwa penerapan proses keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

1 Sebagai standar pemberian asuhan keperawatan.

2 Mempraktekkan metode pemecahan masalah dalam praktek 


keperawatan.

3 Memperoleh metode yang baku, sistematis, dan rasional.

4 Memperoleh metode yang dapat digunakan dalam berbagai macam situasi.

5 Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi.

C. Standar Asuhan Keperawatan Intensif


Standar asuhan keperawatan intensif adalah acuan minimal asuhan
keperawatan yang harus diberikan oleh perawat di unit/intalasi perawatan intensif.
Asuhan keperawatan intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang
diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan
panduan dalam memeberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna mengatasi
masalah pasien. Langkah- langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian,
masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (kemenkes, 2006) 

D. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada pasien kritis merupakan tahap awal yang


sangat penting untuk menentukan rencana keperawatan berikutnya mengingat
kondisi pasien yang belum stabil. Ada beberapa model
 pengkajian yang telah dikembangkan, antara lain model pengkajian dari the Nort
Coast Area Health Service yang mengelompokkan menurut sistim tubuh, Functional
Health Pattern yang dikembangkan oleh Lewis (2000),

Pengkajian kritis yang dikembangkan oleh Bemis (2001) dan model


 pengkajian lainnya.
Pengakajian awal di dalam keperawatan intensif sama dengan

 pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan sistem yang meliputi aspek 

 bio-psiko-sosio kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah


menggunakan alat-alat bantu mekanik seperti alat bantu napas, hemodialisa,
pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi
dan dampak dari penggunaan alat-alat tersebut.

(Kemenkes, 2006)
Pengkajian di ICCU meliputi pengkajian sebelum pasien datang,

segera setelah datang, segera setelah pasien datang, pengkajian lengkap dan

pengkajian berkelanjutan. (modul pelatihan intensif, 2015)


1. Pengkajian sebelum pasien datang (pre arrival)
a. Sebelum pasien akan dikirim, dilakukan pengkajian meliputi identitas
pasien, diagnose, tanda vital, alat bantu infasive yang dipakai, modus
ventilasi mekanik yang sedang dipakai bila pasien
mengunakan ventilator.
 b. Tujuan pengkajian :
1) Untuk persiapan penerimaan pasien saat datang di ICCU.
2) Agar saat pasien datang di icu, semua peralatan yang
dibutuhkan tersedia dan siap digunakan.
3) Persiapan dokter spesialis terkait yang harus dihubungi.
4) Untuk dokumentasi dan data rumah sakit.

2. Pengkajian ICCU
a. Pengkajian segera (quick assessment) 
1) Pengkajian segera setelah pasien tiba di ICCU meliputi ABCDE yaitu
Airway, breathing, circulation, drugs  (obat- obatan yang saat ini
dipakai termasuk apakah alergi terhadap obat atau makanan tertentu)
dan equipment (adakah alat yang
terpasang pada pasien.
2) Perawat penerima pasien segera menilai dan melakukan kajian kondisi

pasien saat itu kemudian perawat melakukan serah


terima, hal-hal yang terkait dengan pasien dan mencatat pada

lembar observasi.
3) Ada beberapa model pengkajian keperawatan yang dapat digunakan
untuk mengkaji pasien. Barrett, Gretton dan Quinn (2006) menjelaskan
pengkajian primer pada pasien penyakit
 jantung secara umum adalah sebagai berikut:
a) Airway
(1) Apakah jalan nafas paten?
(2) Apakah pasien diam, apakah suara nafas pasien bersih
atau tidak jernih?
(3) Apakah ada darah atau muntahan di sekitar mulut yang
 berpotensi terjadi sumbatan jalan nafas?
(4) Apakah ada injuri pada hidung, mulut atau tenggorokan
yang berdampak pada cidera jalan nafas?
(5) Apakah wajah atau tenggorokan pasien kemerahan dan
 bengkak yang mengindikasikan adanya infeksi atau

 peradangan jalan nafas? Jika tanda-tanda tersbut positif maka harus

segera dilakukan upaya proteksi jalan nafas.


(6) Apakah mulut dapat dibukan dengan aman? Jika ya
apakah ada sumbatan benda asing dan apakah dapat dikeluarkan?
(7) Jika ada cairan pada jalan nafas apakah bisa disuction?
(8) Jika tidak apakah pasien dapat dimiringkan untuk membantu
mengeluarkan cairan pada mulut dan
hidung?
(9) Apakah jalan nafas dapat dibuka dengan manuver head-
tilt, chin-lift atau jaw thrust?
(10) Saat terbuka apakah jalan nafas dapat diamankan dengan
oropharyngeal atau nasopharyngeal airway atau laryngeal mask
airway?

b) Breathing
(1) Dengan Look, Listen dan Feel selama 10 detik, apakah
 pasien bernafas? Jika tidak bernafas segera cari bantuan dan

mulai RJP
(2) Jika pasien bernafas, bagaimana rata-rata kecepatannya
disbanding sebelumnya?
(3) Jika anda tidak tahu, apakah pasien takipnea ekstrim (≥
40 kali / menit) atau bradipnea ≤ 6 kali / menit?
(4) Apakah suara nafas pasien gemuruh atau kasar?
(5) Apakah kulit pasien pucat?
(6) Apakah oksigen aliran tinggi perlu segera diberikan?

c) Circulation (C)
(1) Apakah nadi teraba dengan palpasi nandi karotis 10
detik?
(2) Jika teraba bagaimana karakternya?
(3) Jika anda tidak tahu, apakan pasien takikasre ekstrim
(≥140 kali / menit atau bradikardia (≤40 kali / menit). Apakah

nadi teratur?
(4) Apakah tekanan darah pasien turun dengan signifkan?
(5) Jika tekanan darah tidak terukur apakah pasien punya tanda
yang

 b. Pengkajian lengkap (comprehensive assessment)


Pengkajian riwayat kesehatan lalu, riwayat social, riwayat

 psikososial dan spiritual serta pengkajian fisik dari sistem tubuh (sistem
neurologi, respirasi, kardiovaskuler, renal, gartrointestinal, endokrin,
hematologic dan immunologi serta integument) dan
 pengkajian resiko jatuh menggunakan humty dumty pada anak, skala morse
pada dewasa dan geriatric pada lansia. Pengkajian nyeri juga dapat
dilakukan pada area kritis. Hasil penelitian Prawesti, Ibrahim,
Nursiswati (2016) menyebutkan bahwa
 Behavioural pain scales (BPS) dan Critical pain observation tools (CPOT)
adalah alat penilaian nyeri yang dapat digunakan dalam menilai rasa sakit
dan meningkatkan manajemen nyeri pada pasien kritis. CPOT lebih mudah
digunakan dan aplikatif karena memiliki defnisi operasional yang jelas.

c. Pengkajian berkelanjutan (on going assessment)


Kontinuitas monitoring kondisi pasien setiap 1-2 jam pada saat kritis,
selanjutnya sesuai kondisi pasien. Hal-hal yang dikaji meliputi
hemodinamik, balance cairan dan alat-alat yang dipakai

 pada saat masuk icu.

3. Penetapan masalah / diagnose keperawatan


Setelah melakukan pengkajian data dikumpulkan dan diintrepretasikan
kemudian dinanalisa lalu ditetapkan masalah/diagnose keperawatan berdasarkan
data yang menyimpang dari keadaan fisiologis. Kriteria hasil ditetapkan untuk
mencapai tujuan dari tindakan keperawatan yang diformulasikan berdasarkan
 pada kebutuhan klien yang dapat diukur dan realistis (craven &

himle, 2000).
Contoh diagnose keperawatan yang sering muncul pada intensif care

adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (RC : Sepsis)
 b. Gangguan pertukaran gas : Airway-Obstruction (RC : Acidosis

(metabolic Respiratory)
c. Pola nafas tidak efektif (RC : Hypoxemia)
d. Gangguan perfusi jaringan (RC : Hypoxemia)
e. Nyeri Akut (RC : Syok Neurogenik)
f. gangguan intergritas kulit/jaringan (RC : Sepsis) g.
Resiko jatuh

4. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnose telah

diproritaskan. Langkah awal adalah :


a. Merumuskan tujuan :
1) berfokus pada pasien
2) jelas dan singkat
3) dapat diukur dan diobservasi
4) realistis
5) ada target waktu
6) melibatkan peran serta masyarakat

b. rencana tindakan :
1) tetapkan tehnik dan prosedur yang akan digunakan
2) mengarah pada tujuan yang akan dicapai
3) realistis

4) disusun berurutan dan ada rasionalnya


c. kriteria hasil :
1) menggunakan kata kerja yang tepat 2)
dapat dimodifikasi
3) spesifik

5. Implementasi Keperawatan
Semua kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini
 penting untuk mendukung pencapaian tujuan. Tindakan keperawatan dapat
dalam bentuk observasi, tindakan prosedur tertentu, tindakan kolaboratif dan
pendidikan kesehatan dala tindakan perlu ada

 pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk evaluasi

 perilaku.

6. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan

merupakan dasar pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan


tindakan keperawatan dan sekaligus merupakan alat untuk melakukan
pengkajian ulang dalam upaya melakukan modifikasi/revisi diagnose dan
tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan peberian asuhan
yang disebut sebagai evaluasi
 proses dan evaluasi hasil yang dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan klien
selama dan pada akhir perawatan. Evaluasi dicatat
 pada catatan perkembangan klien.
E. APACHE II (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation II)

Sistem skoring APACHE II dikembangkan oleh Knauset et al pada tahun


1985. Sistem skoring ini berkembang dengan sangat cepat dan
 banyak digunakan pada pasien  ICU di Amerika Serikat. Sistem skoring APACHE II
terdiri dari tiga variabel, yang pertama variabel fisiologi akut, yang kedua variabel
usia, dan yang ketiga variabel penyakit kronik 
 penyerta (komorbid)

Pengembangan sistem klasifikasi tingkat keparahan penyakit awal


APACHE (fisiologi akut dan kronis) dimulai pada tahun 1978 dengan
tujuan spesifik mengembangkan ukuran untuk digunakan dalam
menggambarkan kelompok pasien unit perawatan intensif (ICU) dan
mengevaluasi perawatan mereka. ICU menerima pasien dengan berbagai
macam diagnosa dan tingkat keparahan penyakit, dan sulit bagi
seorang dokter ICU untuk secara tepat
menggambarkan campuran kasusnya dengan yang lain.
Sistem skoring yang tersedia dan lazim digunakan saat ini adalah acute
physiological and chronic health evaluation (APACHE II), namun sistem skoring
ini memiliki kelemahan dari segi biaya dan kepraktisan
 penggunaan berkaitan dengan banyaknya variabel yang digunakan. APACHE II
memerlukan banyak data yang dikumpulkan atau diambil setelah lebih dari 24 jam
bergantung pada kualitas pelayanan dari GICU. Selain itu, pengumpulan data
dari 12 variabel pada lebih dari 24 jam
 pertama sulit dilakukan dan sering kali data dikumpulkan secara tidak akurat.
Markgraf et al melakukan penelitian pada pasien   ICU di Jerman yang
membandingkan kemampuan prediksi sistem skoring APACHE II, APACHE III dan
SAPS II, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketiga sistem skoring tersebut
memiliki kekuatan memprediksi mortalitas yang
 baik dan APACHE II memiliki kalibrasi terbaik.

11
Sistem penelitian ini digunakan dalam banyak cara yang meliputi :

1. Beberapa prosedur atau obat hanya diberikan kepada pasien dengan skor

APACHE II tertentu.
2. Skor APACHE II dapat digunakan untuk menggambarkan morbiditas

 pasien ketika membandingkan hasilnya dengan pasien.


3. Kematian yang diprediksi rata-rata untuk kelompok pasien untuk menentukan
morbiditas kelompok.

Skor poin dihitung dari usia pasien dan 12 pengukuran fisiologis rutin:

1. A-a DO2 atau PaO2 (tergantung pada FiO2).


2. Suhu (rektal).
3. MAP.
4. Arteri PH.
5. Detak jantung.
6. Tingkat pernapasan.
7. Sodium (serum).
8. Kalium (serum).
9. Kreatinin.
10. Hematokrit.
11. Jumlah sel darah putih.
12. Skala Koma Glasgow.

APACHE Ini diukur selama 24 jam pertama setelah masuk, dan digunakan
sebagai tambahan informasi tentang status kesehatan sebelumnya (operasi terbaru,
riwayat infusiensi organ parah, keadaan defisiensi imun) dan demografi dasar
seperti usia. Metode perhitungan

dioptimalkan untuk skema kertas, dengan menggunakan nilai integer dan mengurangi
jumlah opsi sehingga data sesuai pada formulir kertas satu

lembar. Skor tidak dihitung ulang selama menginap. Jika seorang keluar dari ICU dan
diterima kembali, skor APACHE II baru dihitung kembali.

F. FASTHUG

Intervensi FASTHUG merupakan tindakan yang diberikan pada

 pasien kritis meliputi feeding, analgesia, sedasi, thromboembolic

 profilaksis, head elevasi, ulcus stresser danglukosa control. Intervensi FASTHUG

diharapkan dapat memperbaiki kondisi klinis termasuk 


disfungsi organ yang terjadi pada pasienkritis selama perawatan di ICU.Hasil
intervensi FASTHUG selama ini dilakukan dengan penilaian APACHE II.
FASTHUG digunakan di unit perawatan intensif (ICU) untuk 

membantu team medis dalam persiapan untuk evaluasi kondisi pasien, membantu
mengidentifikasi dan mencegah kesalahan pengobatan,
meningkatkan keselamatan pasien, dan memaksimalkan intervensi terapeutik.
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Asuhan keperawatan intensif adalah kegiatan prkatek keperawatan intensif yang
diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode ilmiah
dan panduan dalam memeberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna
mengatasi masalah pasien. Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi
pengkajian, masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi
(kemenkes, 2006)
2. Pengkajian di icu meliputi pengkajian sebelum pasien datang, segera setelah
datang, segera setelah pasien datang, pengkajian lengkap dan

 pengkajian berkelanjutan

B Saran 
1. Perawat harus memahami bagaimana konsep proses asuhan

keperawatan di area kritis


2. Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan layanan asuhan
keperawatan di area kritis.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes Ri. 2006. Standar pelayanan keperawatan di icu. Direktorat keperawatan dan
keteknisian medic dirjen pelayanan medik. Jakarta
Deswani (2011). Hubungan antara Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan dengan Mutu
Pelayanan Keperawatan di Ruang Melati RS Margono Soekarjo. diakses
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a- dhianwahyu879-1-babi.pdf tanggal 3
desember 2018

Kemenkes. 2015. Modul pelatihan icu dasar. Jakarta

Permenkes RI. 2015. Standar peayanan keperawatan di rumah sakit khusus. Jakarta

Herdian, Fitra. 2016. Proses Keperawatan Pasien Kritis. Fakultas unpad. Diakses
 pada https://www.researchgate.net/publication tanggal 5 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai