Anda di halaman 1dari 7

REVIEW: KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI MELALUI

TANAMAN OBAT DALAM HUTAN DI INDONESIA DENGAN TEKNOLOGI


FARMASI: POTENSI DAN TANTANGAN

Ardiyanto W Nugroho
Correspoding author email: ardiyanto.nugroho@gmail.com

ABSTRAK

Keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Meskipun
demikian, program konservasi di Indonesia dirasakan belum optimal karena berbagai masalah seperti
pembalakan liar, alih fungsi lahan dan kebakaran hutan. Salah satu upaya potensial yang bisa ditempuh untuk
konservasi sumberdaya hayati adalah melalui aplikasi teknologi farmasi. Hal ini karena teknologi farmasi
akan mendorong upaya pemanfaatan sumberdaya hutan, salah satunya tumbuhan obat, sehingga
kebermanfaatan sumberdaya tersebut diketahui oleh masyarakat luas. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui potensi dan tantangan penggunaan teknologi farmasi untuk konservasi keanekaragaman hayati.
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data statistik kehutanan dari Kementerian Kehutanan untuk
mengetahui potensi sumberdaya hayati dalam hutan Indonesia. Selain itu, analisis literatur secara kritis juga
dilakukan untuk mengetahui potensi pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam bidang farmasi. Selain itu,
analisis isi juga dilakukan untuk menganalisis beberapa peraturan yang berhubungan dengan upaya
pemanfaatan sumberdaya tersebut. Hasil penelitian menyebutkan bahwa luas kawasan hutan konservasi di
negara ini adalah 27.4 juta ha, yang terdiri dari 50 taman nasional, 250 cagar alam, 75 suaka margasatwa, 115
taman wisata alam, 23 taman hutan raya dan 13 taman buru serta kawasan perairan laut. Selain itu, berbagai
jenis tumbuhan obat tradisional sebenarnya telah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia yang tinggal
disekitar maupun di pedalaman hutan. Selain itu, beberapa peraturan telah menyatakan komitmen pemerintah
untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan untuk kepentingan
farmasi, seperti Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan Undang Undang No 11 tahun 2013 tentang Protokol Nagoya.
Sedangkan, strategi untuk meningkatkan upaya konservasi melalui teknologi farmasi adalah mensinkronkan
penelitian etnobotani kehutanan dengan teknologi farmasi, kerjasama dengan luar negeri, dan melalui
pendidikan dan pelatihan.

Kata kunci : konservasi, keanekaragaman hayati, farmasi, tanaman obat

Submitted on:4 April 2017 Accepted on: 7 July 2017

DOI: https://doi.org/10.25026/jsk.v1i7.71

PENDAHULUAN 250 cagar alam, 75 suaka margasatwa,


Keanekaragaman hayati yang 115 taman wisata alam, 23 taman hutan
terdapat pada berbagai jenis hutan di raya dan 13 taman buru serta kawasan
Indonesia termasuk yang paling tinggi di perairan laut. Sebagian dari wilayah
dunia. Indonesia, melalui kementerian tersebut dikelola bekerja sama dengan
kehutanan mengelola kawasan hutan pemerintah daerah, seperti pada
yang ditujukan untuk konservasi yang pengelolaan taman hutan raya. Meskipun
sangat luas. Data dari Ministry of demikian, program konservasi di
Environment and Forestry (2015) Indonesia dirasakan belum optimal
meyebutkan bahwa luas kawasan hutan karena berbagai masalah seperti
konservasi di negara ini adalah 27.4 juta pembalakan liar, alih fungsi lahan dan
ha, yang terdiri dari 50 taman nasional, kebakaran hutan. Penelitian yang

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 377


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

dilakukan oleh Margono et al. (2014) mendukung upaya konservasi dengan


menyebutkan bahwa dalam kurun waktu teknologi farmasi juga akan dibahas
2000 dan 2012, Indonesia kehilangan beserta regulasi-regulasi yang terkait.
sejumlah 6.02 juta ha hutan, dan pada Terakhir, strategi-strategi alternatif untuk
tahun 2012 tingkat deforestasi tahunan meningkatkan upaya konservasi melalui
mencapai 0.82 juta ha per tahun. Masalah teknologi farmasi juga akan dibahas
tersebut berdampak negatif terhadap dalam tulisan ini.
biodiversitas flora dan fauna yang berada
di kawasan konservasi tersebut. Potensi Tumbuhan Obat Di Hutan
Salah satu upaya potensial yang Indonesia
bisa ditempuh untuk konservasi Potensi tumbuhan obat di
sumberdaya hutan adalah melalui aplikasi kawasan hutan Indonesia sangat tinggi
teknologi farmasi. Hal ini karena karena tingginnya tingkat
teknologi farmasi akan mendorong upaya keanekaragaman hayati terutama pada
pemanfaatan sumberdaya hutan, salah hutan tropis yang belum teridentifikasi.
satunya tumbuhan obat, sehingga Selain itu, di Indonesia masih terdapat
kebermanfaatan sumberdaya tersebut sejumlah hutan primer yang masih terjaga
diketahui oleh masyarakat luas. Dengan kondisinya yang relatif masih luas.
diketahuinya manfaat tumbuhan obat Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat sekitar
tersebut maka keinginan untuk 9600 spesies tumbuhan yang diketahui
mengkonservasi jenis tumbuhan tersebut mempunyai khasiat obat, namun hanya
semakin tinggi. Dilain pihak, hutan sekitar 200 spesies saja yang
dengan keanekaragaman hayatinya yang dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk
tinggi merupakan salah satu sumber industri obat tradisional (Herdiani, 2012).
utama tanaman obat tradisional, dimana Penelitian lain yang dilakukan oleh
pemanfaatannya sudah berlangsung lama Galingging (2007) menyebutkan bahwa
bahkan sampai dengan ratusan tahun. didaerah pedalaman Kalimantan Tengah
Sebagai tambahan, saat ini juga terdapat potensi tumbuhan obat yang
permintaan terhadap tumbuhan obat telah dimanfaatkan lama oleh masyarakat
untuk industry farmasi di dalam negeri lokal. Penelitian tersebut juga
semakin meningkat. Bahkan, industri menyebutkan bahwa tumbuhan ‘bawang
farmasi dari luar negeri juga sedang hantu’ mengandung fitokimia alkaloid,
mencari potensi tumbuhan obat di Negara glikosida, flavonoid, fenolik dan tannin
berkembang termasuk Indonesia. Oleh yang dapat dipanen dalam umur 2-3
karena itu, kefarmasian memegang bulan. Penelitian lain yang dilakukan
peranan potensial untuk usaha konservasi oleh Zuhud (2009) menyebutkan bahwa
sumberdaya hutan di Indonesia. terdapat setidaknya 2000 spesies
Tulisan ini akan memaparkan tumbuhan obat yang terdapat pada
pentingnya teknologi farmasi untuk berbagai jenis hutan di Indonesia, dimana
konservasi sumberdaya hutan, dalam hal sekitar 772 spesies tumbuhan obat
ini tumbuh-tumbuhan yang hidup tersebut terdapat di hutan tropis, bagian-
didalam ekosistem hutan. Pada bagian bagian tumbuhan yang dimanfaatkan
pertama akan dijelaskan tentang potensi mulai dari daun, akar, batang, buah, biji
tumbuhan obat di hutan Indonesia. sampai dengan air batangnya.
Kemudian, perkembangan industri Berbagai jenis tumbuhan obat
berbasis tanaman obat akan didiskusikan, tradisional sebenarnya telah lama
selanjutnya status penelitian untuk dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 378


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

yang tinggal disekitar maupun di dilakukan eksplorasi potensi tumbuhan


pedalaman hutan. Sebagai contoh, obat.
Hidayat and Hardiansyah (2013)
melaporkan bahwa terdapat sekitar 25 Perkembangan Industri Farmasi
jenis tumbuhan obat yang telah Berbasis Bahan Alami Di Indonesia
digunakan oleh masyarakat Dayak di Potensi perkembangan industri
Kalimantan Barat untuk menyembuhkan farmasi dengan memanfaatkan tumbuhan
berbagai macam penyakit seperti bisul, obat tradisional sangat tinggi di
sakit perut, penurun panas dan malaria. Indonesia. Hal ini terjadi salah satunya
Selain itu, masih banyak penyakit- karena perubahan pola hidup manusia
penyakit lainnya yang belum ditemukan untuk mulai mengkonsumsi obat-obatan
obatnya seperti AIDS, kanker, stroke, dari bahan alami dan mengurangi
epilepsy dan lainnya, yang masih perlu konsumsi obat-obatan kimiawi, sesuai
dilakukan eksplorasi untuk mencari dengan konsep kembali ke alam (back to
tumbuhan obat yang berpotensi untuk nature). Penyebab lain adalah mahalnya
mengobati penyakit tersebut. Oleh karena obat-obatan kimiawi modern sehingga
itu, potensi hutan di Indonesia sebagai pilihan alternatih obat herbal dengan
sumber keanekaragaman hayati untuk bahan alami menjadi pilihan (Herdiani,
menyediakan tumbuhan potensial obat 2012). Oleh karena itu, terjadi
sangat tinggi. peningkatan permintaan bahan-bahan
Luas kawasan hutan di Indonesia alami untuk memenuhi kebutuhan pasar
cukup signifikan sebagai penyedia dan industri farmasi. Sebagai contoh,
tumbuhan obat potensial. Menurut pada tahun 2002 hanya terdapat sejumlah
statistik kehutanan yang diterbitkan oleh 55 industri obat tradisional di Indonesia
Ministry of Environment and Forestry yang terdaftar di badan Pengawas Obat
(2015) luas total kawasan konservasi di dan Makanan (POM), kemudian angka
Indonesia adalah 27.4 juta ha, hutan tersebut meningkat menjadi 291 industri
lindung 29.6 juta ha, hutan produksi pada tahun 2006 (Dewoto, 2007).
terbatas 26.8 juta ha, hutan produksi tetap Penggunaan obat-obatan
29.2 juta ha dan hutan produksi konversi tradisional telah terdiversifikasi menjadi
13.1 juta ha. Hutan-hutan tersebut beberapa produk tidak hanya jamu dan
tersebar di seluruh Indonesia, dalam produk obat herbal melainkan juga
beberapa tipe ekosistem seperti hutan kosmetik, suplemen makanan, sabun dan
tropis, mangrove, hutan dataran tinggi, produk industri lainnya dengan nilai
hutan rawa gambut dan hutan kerangas. pasar yang sangat signifikan.
Masing-masing ekosistem memiliki jenis Kementerian perdagangan melaporkan
tumbuhan dan satwa yang khas. Apabila bahwa omzet industri kosmetik nasional
dilihat dari jenis hutannya, hutan primer dengan bahan alami pada tahun 2011
tercatat seluas 24.5 juta ha, hutan sebesar 7 triliun rupiah, sedangkan untuk
sekunder 24.2 juta ha dan 2.7 juta ha produk herbal nasional telah mencapai 11
dalam bentuk hutan tanaman. Untuk triliun pada tahun yang sama, sedangkan
pulau Kalimantan sendiri, hutan primer dilain pihak bahan baku kosmetik dengan
tercatat seluas 18.5 juta ha dan hutan bahan alami sebagian masih impor
sekunder seluas 32.3 juta ha. Hal ini (Kementerian Perindustrian, 2016). Oleh
mengindikasikan bahwa masih tersedia karena itu, masih terbuka celah
hutan dalam kondisi bagus untuk pemanfaatan untuk mengurangi impor
bahan baku kosmetik tersebut dan

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 379


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

menggantikannya dengan bahan lokal. dokumentasi kearifan lokal dalam


Para pengusaha akan tertarik karena menggunakan tanaman obat tradisional
bahan dalam negeri akan lebih murah yang telah dipraktekkan oleh masyarakat
dibandingkan bahan impor karena biaya tradisional secara turun temurun di
transport yang lebih kecil. berbagai tempat di Indonesia seperti di
Pertumbuhan ekspor industri Dieng (Abdiyani, 2016), Kalimantan
farmasi berbasis bahan alami di Indonesia Timur (Setyowati, 2010), Jambi (Rahayu
juga meningkat. Kementerian et al., 2007) maupun di Sulawesi (Rahayu
Perdagangan melaporkan nilai ekspor et al., 2006).
obat herbal Indonesia pada tahun 2009 Penelitian yang bertujuan
yang hanya senilai 11. 7 juta US$ mendokumentasikan aplikasi tanaman
meningkat menjadi hampir 2 kali lipat hutan sebagai obat tradisional sangat
pada tahun 2013 menjadi 23.4 juta US$, penting karena penggunaan tanaman
dengan pertumbuhan pertahun rata-rata hutan untuk obat tradisional sudah
6.5% (Kementerian Perdagangan, 2014). dikhawatirkan semakin menurun dari
Meskipun demikian, laporan tersebut generasi ke generasi. Generasi sekarang
menyebutkan bahwa jahe mendominasi kurang berminat dalam mempelajari
pasar ekspor obat herbal dengan proporsi metode pengobatan tradisional yang telah
88.6% pada periode januari-Juni 2014. dipraktekkan oleh para pendahulu
Hal ini mengindikasikan bahwa masih mereka. Akibatnya, pengetahuan yang
terdapat pasar yang potensial bagi jenis- berharga yang dimiliki oleh praktisi obat
jenis lain untuk diekspor. Di sisi lain, tradisional pada masyarakat pedalaman
nilai impor obat herbal Indonesia berpotensi hilang. Oleh karena itu
fluktuatif dengan kecenderungan penelitian yang bersifat etnobotani untuk
menurun. Laporan dari Kementerian mencatat jenis-jenis tumbuhan tradisional
Perdagangan (2014) melaporkan bahwa yang berguna untuk obat adalah sangat
nilai impor obat herbal pada tahun 2009 fundamental.
adalah 1 juta US$, meningkat drastis 17.9 Cabang ilmu pengetahuan yang
juta US$ pada tahun 2011, kemudian berperan dalam penelitian mengenai
nilai tersebut turun ke 7.3 juta US$ aplikasi obat tradisional adalah
ditahun 2013. Negara terbesar asal impor etnobotani. Dalam penelitian etnobotani,
obat herbal adalah China dengan penggunaan tanaman obat yang telah
presentase 51.5% diikuti oleh India digunakan selama bertahun-tahun oleh
dengan proporsi 17.8%. suku-suku tradisional akan dicatat dan
dideskripsikan secara detail dan
Sejauh mana penelitian yang telah komprehensif. Penelitian ini belum
dilakukan untuk mendukung upaya maksimal mengingat sedikitnya jumlah
konservasi melalui teknologi farmasi? peneliti yang tertarik dalam dunia
Saat ini, penelitian yang etnobotani. Dilain pihak, jumlah suku-
dilakukan oleh lembaga penelitian suku tradisional yang hidup di ribuan
kehutanan dalam hal ini Badan Penelitian pulau di Indonesia sangat banyak.
dan Pengembangan Kehutanan untuk Apabila tren penurunan penggunaan obat
upaya konservasi tumbuhan alam tradisional masih terjadi dan cenderung
hubungannya dengan kefarmasian salah semakin parah, maka potensi hilangnya
satunya adalah pengenalan jenis-jenis informasi kearifan lokal akan lebih besar
tumbuhan yang berpotensi sebagai obat kedepannya.
tradisional. Penelitian ini bersifat

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 380


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

Meskipun demikian, memusatkan Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa


perhatian terhadap penelitian etnobotani Liar, pada pasal 35 disebutkan bahwa
saja tidaklah cukup untuk mendukung ‘Pemanfaatan jenis tumbuhan liar yang
upaya konservasi. Hal ini karena masih berasal dari habitat alam untuk keperluan
banyak terdapat cabang ilmu lain yang budidaya tanaman obat-obatan dilakukan
juga penting untuk mendukung upaya dengan tetap memelihara kelangsungan
konservasi sumberdaya hutan lainnya potensi, populasi, daya dukung, dan
dalam kaitannya dengan teknologi keanekaragaman jenis tumbuhan liar’.
farmasi seperti ilmu kimia dasar, biologi Hal tersebut mengindikasikan bahwa
dan farmasi itu sendiri. Beberapa cabang pemanfaatan hutan untuk kepentingan
ilmu tersebut harus saling bekerja sama farmasi harus sesuai dengan prinsip
dan bersinergi untuk menghasilkan konservasi.
penelitian yang komprehensif dan Dalam konteks internasional,
menyeluruh. pemerintah juga telah menyatakan
komitmennya dalam upaya konservasi
Sejauh mana kebijakan pemerintah sumberdaya hayati melalui pemanfaatan
dalam mendukung upaya konservasi sumberdaya genetic yang diatur dalam
melalui teknologi farmasi? Undang Undang No 11 tahun 2013
Regulasi yang diterbitkan oleh tentang Protokol Nagoya. Peraturan
pemerintah dalam kaitannya dengan tersebut merupakan pernyataan ratifikasi
pemanfaatan hutan untuk kepentingan atau dukungan Indonesia terhadap
farmasi adalah Peraturan Pemerintah No protocol Nagoya tentang Convention on
6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Biological Diversity (konvensi
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, keanekaragaman biologi), dalam hal ini
serta Pemanfaatan Hutan. Dalam terutama tentang akses pada Sumberdaya
peraturan ini, pemanfaatan sumberdaya Genetik dan Pembagian Keuntungan
hutan untuk kepentingan farmasi, yaitu yang Adil dan Seimbang yang Timbul
budidaya tanaman obat bisa dari Pemanfaatannya Atas Konvensi
dikategorikan dalam pemanfaatan hutan Keanekaragaman Hayati. Dengan
bukan kayu. Jenis kawasan yang bisa meratifikasi protocol Nagoya tersebut,
dimanfaatkan yaitu pada hutan lindung pemerintah mendapatkan berbagai
dan hutan produksi. Sedangkan untuk manfaat positif salah satunya adalah
kawasan konservasi, pemanfaatan hasil menciptakan peluang untuk alih
hutan bukan kayu diatur dalam Peraturan teknologi pada kegiatan konservasi dan
Pemerintah No 28 tahun 2011 tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan secara berkelanjutan. Mengingat
Kawasan Pelestarian Alam. Peraturan- Indonesia masih merupakan Negara yang
peraturan tersebut menyatakan komitmen berkembang, alih teknologi tersebut akan
pemerintah untuk memberikan mempercepat penggunaan teknologi bagi
kesempatan kepada masyarakat untuk masyarakat untuk upaya koservasi
memanfaatkan kawasan hutan untuk melalui kepentingan farmasi. Sehingga,
kepentingan farmasi. tujuan-tujuan konservasi sumberdaya
Peraturan penting lainnya, yang hutan bisa tercapai.
menyatakan bahwa pemanfaatan
sumberdaya hutan harus sesuai dengan
prinsip kelestarian. Pada Peraturan
Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 381


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

Bagaimana langkah-langkah strategis mikroorganisme, dan produk lain dengan


yang perlu dilakukan untuk nilai ekonomi aktual dan potensial, yang
mendukung upaya konservasi melalui ditemukan dalam keanekaragaman
teknologi farmasi? hayati. Salah satu contoh negara yang
Mensinkronkan penelitian relative telah sukses dalam
etnobotani kehutanan dengan teknologi mengimplementasikan bioprospeksi
farmasi merupakan salah satu cara untuk tumbuhan obat adalah Kosta Rika yang
meningkatkan upaya konservasi bekerja sama dengan perusahaan Merck
keanekaragaman hayati. Hal ini karena & Co (Campbell, 2002). Dalam skema
kedua bidang tersebut saling kerja sama tersebut, pemerintah Kosta
membutuhkan satu dengan yang lainnya. Rika melalui National Institute of
Penelitian etnobotani hanya akan menjadi Biodiversity (INBio) memberikan
dokumentasi saja tanpa ada upaya sampel-sampel biologis dari hutan di
penelitian lanjutan untuk membuktikan negara tersebut kepada perusahaan Merck
khasiat tumbuhan obat tradisional & Co dengan imbalan sejumlah dana
sekaligus upaya budidaya jenis tanaman untuk upaya konservasi dan royalty
tersebut untuk upaya konservasi. Setelah penjualan serta fasilitas penelitian untuk
penelitian etnobotani, perlu dilakukan Kosta Rika.
penelitian lanjutan agar obat tersebut Upaya yang lain untuk konservasi
digunakan dalam pelayanan kesehatan keanekaragaman hayati dengan teknologi
seperti dokter dan klinik untuk farmasi adalah dengan pendidikan dan
membuktikan secara ilmiah mengenai pelatihan kepada para peneliti atau pun
khasiat dan keamanan obat tradisional praktisi lainnya untuk meningkatkan skill
tersebut, antara lain dengan beberapa dan pengalaman mereka yang dilakukan
tahap; tahap seleksi; uji preklinik yang oleh pemerintah. Selanjutnya, perlu juga
meliputi uji toksisitas dan dibangun fasilitas-fasilitas penelitian dan
farmakodinamik; standardisasi sederhana laboratorium yang memadai terutama
yaitu pembuatan sediaan terstandar; dan untuk penelitian yang berhubungan
uji klinik (Dewoto, 2007). Kemudian dengan farmasi. Hal ini karena penelitian
apabila suatu jenis tumbuhan telah yang berhubungan dengan kefarmasian
dikenal dengan khasiatnya maka secara memerlukan fasilitas penelitian yang
langsung akan dibudidayakan oleh relatif canggih dengan dana yang relatif
masyarakat dan industry. Apabila suatu besar.
jenis tumbuhan tersebut merupakan jenis
yang langka, maka upaya budidaya KESIMPULAN
merupakan tindakan konservasi. Teknologi farmasi dapat
Usaha strategis lain dalam upaya digunakan sebagai salah satu cara untuk
konservasi keanekaragaman hayati konservasi keanekaragaman hayati di
dengan teknologi farmasi adalah dengan Indonesia. Hal ini karena teknologi
kerjasama dengan luar negeri. Sebagai farmasi akan mendorong upaya
contoh adalah bioprospeksi tumbuhan pemanfaatan sumberdaya hutan, salah
obat bekerjasama dengan perusahaan satunya tumbuhan obat, sehingga
internasional dari luar negeri. kebermanfaatan sumberdaya tersebut
bioprospeksi (bioprospecting) merupakan diketahui oleh masyarakat luas. Dengan
penelusuran sistematik, klasifikasi, dan diketahuinya manfaat tumbuhan obat
investigasi untuk tujuan komersial dari tersebut maka keinginan untuk
sumber senyawa kimia baru, gen, protein, mengkonservasi jenis tumbuhan tersebut

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 382


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
REVIEW: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat dalam Hutan di Indonesia dengan
Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

semakin tinggi. Upaya tersebut didukung [7]. Kementerian Perdagangan 2014. Obat
oleh komitmen pemerintah melalui Herbal Tradisional. Warta Ekspor. Jakarta:
Ditjen PEN.
berbagai regulasi yang telah diterbitkan,
potensi tumbuhan obat yang sangat besar [8]. Kementerian perindustrian. 2016. Industri
Herbal Indonesia Berprospek Cerah
di negara ini yang tersimpan dalam
[Online]. Jakarta: Kementerian
kawasan hutan yang relatif luas, dan Perindustrian. Available:
adanya pangsa pasar industri obat http://www.kemenperin.go.id/artikel/3109/I
tradisional yang semakin berkembang. ndustri-Herbal-Indonesia-Berprospek-Cerah
Sedangkan, strategi untuk meningkatkan [Accessed 10 April 2017].
upaya konservasi melalui teknologi [9]. Margono, B. A., Potapov, P. V.,
farmasi adalah mensinkronkan penelitian Turubanova, S., Stolle, F. & Hansen, M. C.
etnobotani kehutanan dengan teknologi 2014. Primary forest cover loss in Indonesia
over 2000-2012. Nature Climate Change, 4,
farmasi, kerjasama dengan luar negeri, 730-735.
dan melalui pendidikan dan pelatihan.
[10]. Ministry Of Environment And Forestry
2015. Statistik Kementerian Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA Hidup dan Kehutanan Tahun 2014
(Statistics of Ministry of Environment and
[1]. Abdiyani, S. 2016. Keanekaragaman jenis Forestry 2014). Yearly. December 2015 ed.
tumbuhan bawah berkhasiat obat di dataran Jakarta, Indonesia: Ministry of Environment
tinggi Dieng. Jurnal Penelitian Hutan dan and Forestry.
Konservasi Alam, 5, 79-92.
[11]. Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D. &
[2]. Campbell, L. M. 2002. Conservation Prawiroatmodjo, S. 2006. Pemanfaatan
narratives in Costa Rica: conflict and tumbuhan obat secara tradisional oleh
co‐existence. Development and Change, 33, masyarakat lokal di Pulau Wawonii,
29-56. Sulawesi Tenggara. Biodiversitas, 7, 245-
250.
[3]. Dewoto, H. R. 2007. Pengembangan obat
tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. [12]. Rahayu, M., Susiarti, S. & Purwanto, Y.
Majalah Kedokteran Indonesia, 57, 205- 2007. Kajian pemanfaatan tumbuhan hutan
211. non kayu oleh masyarakat lokal di kawasan
konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai
[4]. Galingging, R. Y. 2007. Potensi plasma
Tapa-Jambi. Jurnal Biodiversitas, 8, 73-78.
nutfah tanaman obat sebagai sumber
biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal [13]. Setyowati, F. M. 2010. Etnofarmakologi dan
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi pemakaian tanaman obat suku dayak
Pertanian, 10, 76-83. tunjung di Kalimantan Timur. Media
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
[5]. Herdiani, E. 2012. Potensi Tanaman Obat
20.
Indonesia [Online]. Indonesia: BBPP
Lembang. Available: http://www.bbpp- [14]. Zuhud, E. A. 2009. Potensi hutan tropika
lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel- Indonesia sebagai penyangga bahan obat
pertanian/585-potensi-tanaman-obat- alam untuk kesehatan bangsa. Jurnal Bahan
indonesia [Accessed 10 April 2017]. Alam Indonesia, 6, 227-232.
[6]. Hidayat, D. & Hardiansyah, G. 2013. Studi
keanekaragaman jenis tumbuhan obat di
kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma
camp Tontang Kabupaten Sintang.

Jurnal Sains dan Kesehatan. 2017. Vol 1. No 7. 383


p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082

Anda mungkin juga menyukai