Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebatas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Surfaktan” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya.
Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Prof.Dr.Teti Indrawati,
M.Si.,Apt. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat
dan edukasi mengenai Surfaktan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian
makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih
membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih
baik kedepannya.

Jakarta, September 2019

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


BAB I ....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
BAB II...................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 6
2.1 Pengertian Surfaktan .................................................................................. 6
2.2.1 Surfaktan Metil Ester Sulfonat(MES)................................................ 9
2.2 Jenis-Jenis Produksi MES ....................................................................... 14
BAB III .................................................................................................................. 16
PEMBAHASAN .................................................................................................... 16
3.1 Manfaat Surfaktan Dalam Kehidupan ....................................................... 16
3.2 Fungsi dan Kegunaan Surfaktan dalam Kosmetik .................................... 17
3.3 Sifat – Sifat Surfaktan ............................................................................... 20
3.4 Klasifikasi Surfaktan Dan Contoh Surfaktan ............................................ 21
3.5 Mekanisme Kerja Surfaktan ...................................................................... 26
3.6 Struktur Pembentukan Dan Pembuatan Surfaktan .................................... 27
BAB IV .................................................................................................................. 29
PENUTUP ............................................................................................................. 29
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amfifatik atau
amfifilik yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang
sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi
dan mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya oil in water (O/W) atau water in oil
(W/O). Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara luas
pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah
surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik
(Rieger,1985).

Alkil poliglikosida atau sering dikenal dengan APG merupakan kelompok


surfaktan nonionik (Balzer et al., 2000). APG juga digunakan dalam industri bahan-
bahan pembersih dan bahan kimia pertanian. Penggunaan APG telah meningkat
untuk produk-produk deterjen pencuci dan shampo, karena karakteristik APG yang
mempunyai daya pembusaan dan deterjensi yang baik dan tidak menyebabkan iritasi
kulit (Spitz et al., 2004). Di bidang pertanian, APG dapat diaplikasikan sebagai
surfaktan dalam formulasi herbisida (Suryani et al., 2008).

Dewasa ini, industri berkembang pesat dengan berbagai macam produk yang
diperlukan manusia. Tumbuhnya industri memerlukan berbagai macam bahan baku
dan mengeksploitasi penggunaan sumberdaya alam. Kebutuhan bahan baku industri
menuntut adanya bahan baku yang dapat diperbarui untuk menjamin ketersediaan dan
kelangsungan industri tersebut. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam bahan
baku yang dapat diperbarui. Selain itu, keberadaan industri dituntut untuk
memperhatikan kelestarian lingkungan dan ekosistem.

Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan yang ramah lingkungan


karena disintesis dengan menggunakan bahan baku alami yang berbasis karbohidrat
seperti sagu, singkong, jagung, dan minyak nabati misalnya minyak kelapa, minyak

3
sawit, minyak biji kapok dan minyak biji karet. Bahan baku utama untuk
memproduksi APG adalah pati (sagu, tapioka, dan sebagainya) atau dekstrosa
(berbasis pati-pati tersebut) dan fatty alcohol (berbasis minyak nabati) (Margaretha,
1999).

Menurut Hall et al. (2000), fatty alcohol merupakan turunan dari minyak
nabati seperti minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai
fatty alcohol alami sedangkan turunan dari petrokimia (parafin dan etilen) dikenal
sebagai fatty alcohol sintetis. Pati merupakan polisakarida yang terbentuk dari unit-
unit D-glukosa dapat menjadi sebuah pilihan sebagai bahan baku yang potensial
untuk membuat APG. Keberadaan pati melimpah di alam dan memiliki harga yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan D-glukosa (Balzer et al., 2000).

Menurut Wuest et al. (1992), sintesis surfaktan APG dapat dilakukan dengan
reaksi dua tahap dari pati atau hasil degradasi pati seperti poliglukosa atau sirup
glukosa. Tahap pertama pati direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama
butanol, dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan rantai lebih panjang
yaitu fatty alcohol alami C8-22. Dari metode yang digunakan untuk proses
pembuatan APG tersebut, konsentrasi penggunaan butanol dan fatty alcohol C10
dalam jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan penggunaan bahan baku
lainnya. Oleh karena itu, diperlukan optimasi penggunaan konsentrasi butanol dan
fatty alcohol C10, sehingga proses produksi lebih efisien.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa manfaat surfaktan dalam kosmetik?


2. Apa saja sifat-sifat surfaktan?
3. Apa saja klasifikasi dari surfaktan dan apa contoh dari surfaktan?
4. Bagaimana mekanisme kerja surfaktan?
5. Bagaimana struktur pembentukan dan pembuatan Surfaktan?

4
1.3 Tujuan

1. Memahami tentang Surfaktan.


2. Memahami jenis – jenis Surfaktan.
3. Memahami fungsi dan kegunaan Surfaktan dalam kosmetik.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Surfaktan


Surfaktan atau surface active agent adalah molekul-molekul yang
mengandung gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) pada
molekul yang sama (Sheat dan Foster, 1997). Surfaktan terbagi menjadi dua
bagian yaitu kepala dan ekor. Gugus hidrofilik berada di bagian kepala (polar)
dan lipofilik di bagia ekor (non polar) (Gambar 1). Bagian polar molekul
surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Umumnya bagian non
polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian
yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Molekul surfaktan dapat
dilihat pada Gambar .

Gambar 1. Molekul Surfaktan

Sifat-sifat surfaktan adalah dapat menurunkan tegangan permukaan, tegangan


antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol
jenis formulasinya baik itu oil in water (o/w) atau water in oil (w/o). Selain itu
surfaktan juga akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau

6
airsebagaipenghalangyangakanmengurangiataumenghambatpenggabungan
(coalescence) dari partikel yang terdispersi (Rieger, 1985). Sifat-sifat ini dapat
diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya


tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle
Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC
tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang
berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Hui, 1996).
Berdasarkan muatannya surfaktan dibagi menjadi empat golongan yaitu:
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada
suatu anion. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena
adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus
sulfat atau sulfonat Contohnya surfaktan anionik diantaranya linier
alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol ester sulfat
(AES), alfa olein sulfonat (AOS), parafin (secondary alkane sulfonat,
SAS) dan metil ester sulfonat(MES).
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada
suatu kation. Surfaktan jenis ini memecah dalam media cair, dengan
bagian kepala surfaktan kationik bertindak sebagai pembawa sifat
aktif permukaan. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam
dialkil- dimethil ammonium dan garam alkil dimethil
benzilammonium.
3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak
bermuatan. Contohnya ester gliserol asam lemak, ester sorbitan asam
lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina,
alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil
aminaoksida.

7
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai
muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung
asam amino, betain,fosfobetain.

Aplikasi surfaktan pada industri tergantung pada proses pembuatan


produk dan karakteristik surfaktan serta produk akhir yang diinginkan. Peranan
surfaktan yang berbeda – beda dikarenakan struktur molekulnya yang tidak
seimbang, Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu yang
memiliki kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air),
merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat
hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat
berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier
atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat sufraktan
memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996).

Aplikasi surfaktan sangat luas. Beberapa contoh aplikasi surfaktan antara


lain bahan utama untuk industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan
emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier untuk sanitasi
industri pangan. Selain itu surfaktan juga digunakan untuk Enchance Oil
Recovery (EOR). EOR adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan
recovery minyak bumi dengan melibatkan penginjeksian material biasanya
menggunakan injeksi gas tercampur, bahan kimia (chemical) ataupun thermal
energy untuk mengubah karakteristik reservoir sehingga minyak yang
diperoleh lebih besar dibandingkan sebelumnya (Supriningsih, 2010). Salah
satu material tersebut ialahsurfaktan.
Surfaktan memegang peranan penting di dalam proses Enhanced Oil
Recovery (EOR) dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, mengubah
kebasahan (wettability), bersifat sebagai emulsifier, menurunkan viskositas dan
menstabilkan dispersi sehingga akan memudahkan proses pengaliran minyak
bumi dari reservoir untuk di produksi. Minyak yang terjebak di dalam pori-pori
batuan disebut blobs atau ganglia. Untuk mendorong ganglia maka gaya
kapilaritas dalam pori-pori harus diturunkan yakni dengan cara menurunkan

8
nilai IFT (Interfacial Tension) antara minyak sisa dengan brine di dalam
reservoir. Surfaktan mampu menurunkan IFT dan menurunkan saturasiminyak.
Hal yang penting dalam proses penggunaan surfaktan untuk
menghasilkan perolehan (recovery) minyak yang tinggi adalah: (a) memiliki
IFT yang sangat rendah (minimal 10-3 dyne/cm) antara chemical bank dan
residual oil dan antara chemical bank dan drive fluid, (b) memiliki
kecocokan/kompatibiliti dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur,
(c) memiliki mobility control dan (d) kelayakan ekonomis proses (Roberts,
1998).

Metode EOR telah umum diterapkan di negara lain, namun penerapan di


Indonesia masih terkendala karena ketidaksesuaian antara air formasi dan
batuan formasi dari sumur minyak di Indonesia dengan surfaktan komersial
yang berbasis minyak bumi yang bila digunakan menyebabkan terjadinya
penggumpalan dan menimbulkan gangguan pada sumur produksi. Hal ini
menjadi peluang untuk dikembangkan jenis surfaktan berbasis nabati atau
sawit yaitu MES yang sesuai untuk sumur minyak bumi di Indonesia.

2.2.1 Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)

Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) adalah surfaktan anionik dengan


struktur umum RCH(CO2ME)SO3Na (Gambar 3). Surfaktan ini diperoleh
malalui dua tahap utama yaitu esterifikasi dan transesterifikasi bahan baku
menghasilkan metil ester yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi metil ester
untuk menghasilkan MES (Watkins, 2001).

Gambar 3. Struktur Kimia Metil Ester Sulfonat

9
Surfaktan ini dapat dihasilkan dari bahan baku yang beraneka ragam baik
minyak nabati maupun minyak hewani seperti minyak kelapa, minyak sawit,
minyak inti sawit, minyak kedelai, dan lemak sapi (tallow)

Keterangan :
Sumber Bahan Baku MES :
a. Minyak Kelapa (C12-C14)
b. Minyak Inti Sawit(C8-C18)
c. Stearin Sawit(C16-C18)
d. Lemak Tallow (C16-C18)
e. Minyak Kedelai(C18)

Beberapa kelebihan surfaktan MES sebagai surfaktan antara lain :


1. Metil ester merupakan produk yang berasal dari sumber daya alam yang
dapat diperbaharui, yakni tumbuhan (kelapa, kelapa sawit, kedelai)
maupun lemakhewan;
2. Ketersediaan bahan mentah yang cenderung meningkat dari waktu
kewaktu;
3. MES lembut dan tidak mengiritasikulit;
4. MES memiliki detergency yang baik untuk air sadah sehingga
mengurangi agen pelunak air. Hal ini dikarenakan MES tidak sensitif
terhadap ion kalsium;
5. MES bersifat ramah lingkungan karena mudah terurai (biodegradable).

10
Menurut Matheson(1996),MES memperlihatkan karakteristik yang baik,
sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang
tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, serta bersifat mudah didegradasi
(good digredability). Dibandingkan dengan surfaktan umum yang digunakan
seperti petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan
diantaranya yaitu pada konsentrasi yang lebih rendah daya deterjensinya sama
dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih
baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan
garam (disalt) lebih rendah.
Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak
dengan 10-18 atom karbon .Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat
kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan hidrofobik. Apabila
rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan dimana
terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya
afinitas

untuk gugus air, yang mengakibatkan keterbatasan kelarutan di dalam air.


Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek,
komponen tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena
ketidakcukupan gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan
dalam minyak. MES memenuhi kondisi itu karena MES dari minyak nabati
mengandung C10-C18.
Pengembangan surfaktan MES makin meningkat dengan terjadinya
peningkatan ketersediaan bahan baku MES berupa ME yang dihasilkan dari
produksi biodiesel (Ahmad et al, 2007).
Beberapa industri telah mengadopsi MES dengan pertimbangan :
1. Peningkatan jumlah produsen/pabrik biodiesel di Asia Tenggara akan
membuat ketersediaan bahan baku produksi MES dengan jumlah besar di
masadepan.
2. Peningkatan harga surfaktan berbahan baku minyak sawit sebagai minyak
nabati menyebabkan penggunaan surfaktan MES semakin menarik secara
ekonomi.

11
3. Perkembangan teknologi yang dicapai pada proses MES telah mendorong
peningkatan kualitas MES keamanan proses produksi, dan pengurangan
biaya prosesproduksinya.

Produksi MES skala pilot yang dilakukan oleh beberapa perusahaan


menggunakan bahan baku yang beragam. Procter and Gamble (P&G)
menggunakan ME C12-14, Henkel dan Chengdu Nymph menggunakan ME
C16- 18 dan Emery menggunakan methyl tallowate (MacArthur et al., 2000).
Bahan baku yang beraneka ragam menghasilkan produk berupa surfaktan MES
dengan kualitas dan kuantitas yang beraneka ragam pula (Tabel 1 dan Tabel 2).

Tabel 1. Perbandingan Kualitas Bahan Baku ME untuk produksi MES

Sumber : MacArthur et al., 2000

Kualitas MES yang berbeda menyebabkan komposisi dari MES juga


berbeda, komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

12
Komposisi MES

Palm PalmSt
KomposisiMESyang Kelapa Kernel Lemak Kedelai
Dihasilkan(%berat) c12-c14
c8-c18 c16-c18

MES 71,05 69,4 83,0 77,5 75,7


di-salt 2,1 1,8 3,5 5,2 6,3
Methanol 0,48 0,60 0,07 0,00 0,08
Hidrogen peroksida 0,10 0,04 0,13 0,15 0,05
Air 14,0 15,2 2,3 2,9 1,4
PEX 2,6 2,7 2,4 4,8 7,2
RCOONa 0,2 0,2 0,3 0,3 0,5
Na2SO4 1,2 1,8 1,5 2,3 2,4
CH3SO3Na 8,0 8,4 7,2 7,7 2,5
Warna klett (5% aktif) 30 310 45 180 410

13
2.2 Jenis-Jenis Produksi MES
Terdapat beberapa metode pembuatan metil ester sulfonat (MES), yaitu :
1. ChemithonProcess
Sulfonasi dilakukan dalam reaktor lapisan tipis. Pengelantangan
(bleaching) berlangsung pada kondisi asam dalam sistem non logam
(non-metallic) dengan suhu yang cukup tinggi untuk mengkonversi
senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap warna gelap dari methyl
ester sulfonic acid (MESA) dan secara efektif dapat mengurangi warna
gelap tersebut. Setelah bleaching, MESA yang sudah lebih terang
warnanya dinetralisasi dengan NaOH lalu dikeringkan dan alkoholnya di-
recycle. Ciri khas dari metode ini terdapatnya tahap pengeringan/
stripping untuk mengurangi kadar air dan kadar metanol dari produk yang
dihasilkan. Hasil akhirnya berupa padatan berwarna lebih terang,
biasanya dalam bentuk flakes atau needles yang dapat diterapkan dalam
pembuatan deterjen bubuk maupun batangan. Proses ini paling rumit
namun menghasilkan kadar MES tertinggi dalam produk.
2. Halogen BleachingProcess
Proses ini menggunakan H2O2 dan halogen bleaching agent dalam
operasi bleaching dua tahap. Pemakaian halogen bleach menyebabkan
masalah iritasi kulit. Proses ini memiliki keterbatasan yaitu terbentuknya
di-salt yang sangat tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga
mengurangi sifatdeterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan
penambahan metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses
netralisasi, maka residu alkohol yang dihasilkan juga lebih besar
dibandingkan dengan metode lain.
3. Ultra Purity Methyl EsterProcess
Metode ini memakai bahan baku metil ester dengan pemurnian tinggi.
Untuk bahan baku metil ester yang dimurnikan, methyl ester sulfonic acid
(MESA) yang dihasilkan sekitar 10.000 Klett color (5wt%) ekivalen
dengan absorbensi 20. Sedangkan metil ester dengan pemurnian tinggi
akan mengurangi warna MESA menjadi 1000 Klett ekivalen dengan

14
absorbansi 2. MESA ini masih belum cukup terang dibandingkan dengan
produk surfaktan anionik lain, yakni sekitar 20-100 kali lebih gelap
sehingga tahap bleaching masih diperlukan. Kekurangan proses ini yaitu
terbentuknya di-salt yang tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga
mengurangi sifat deterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan
penambahan metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses
netralisasi, maka residu alkohol yang dihasilkan juga lebih besar
dibandingkan dengan metode lain.
4. Vessel ReactionMethod
Ciri dari proses ini adalah pemakaian reaktor tangki berpengaduk dalam
proses sulfonasinya. Proses ini dilengkapi dengan penggunaan color
inhibitor sehingga produk yang dihasilkan memiliki warna yang sangat
terang, mendekati putih dan tahap deodorisasi yang menghasilkan produk
dengan kadar bau yang rendah. Residu metanol dan residu hidrogen
peroksida dalam produk sangat rendah sehingga tidak perlu dilakukan
recovery metanol. Hal ini membuat proses ini menjadi sederhana.
5. New SulfonationProcess
Proses sulfonasi dilakukan dalam double cylinder falling film.
Pembentukan lapisan tipis yang seragam dalam dinding reaktor
menghasilkan reaksi yang seragam dapat dilakukan. Produk sulfonasi
dimasukkan ke dalam unit esterifikasi dan bleaching setelah dilakukan
digesting. Produk yang telahdikelantang lalu dinetralisasi dengan
penambahan NaOH. Metanol dalam pasta MES diuapkan dan di-recovery
dalam metanol recovery unit untuk dipakai kembali.

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Manfaat Surfaktan Dalam Kosmetik

Di bidang Farmasi sendiri Surfaktan berpengaruh pada sediaan cair


suspensi yaitu pada system dispersi dan flokulasi. Dalam suspensi, dispersi
partikel padatan dalam suatu larutan dimana padatan tersebut bersifat tidak larut
maka distabilkan dengan menggunakan lapisan surfaktan ( suspending agent )
pada antar muka antara dua fasa yang menghasilkan pembatas elektrik sehingga
mencegah bersatunya partikel-partikel padatan yang terdispersi. Dispersi
merupakan keadaan yang tidak larut suatu bahan dan seolah-olah bercampur.
Metode dispersi merupakan salah satu metode pembuatan suspensi. Dan surfaktan
berfungsi menurunkan tegangan permukaan antar partikel zat padat dengan cairan
atau larutan tersebut.
Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan
yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air).
Sifat surfaktan inilah, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan
penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia,
pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri (personal care product).
Perkembangan industri kosmetik, detergen, produk-produk perawatan diri
(personal care) semakin meningkat. Dimana meningkatnya produk-produk
tersebut mengakibatkan kebutuhan bahan aktif seperti surfaktan meningkat pula.
Detergen berasal dari bahasa latin yaitu detergere yang berarti membersihkan.
Detergen merupakan penyempurnaan dari produk sabun. Detergen sering disebut
dengan istilah detergen sintetis yang mana detergen berasal dari bahan-bahan
turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, detergen
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak berpengaruh terhadap kesadahan
air.
Kebutuhan detergen meningkat dengan adanya dua kelemahan sabun.
Pertaman, sabun merupakan garam dari asam lemah, arutannya agak basa karena
adanya hidrolisis parsial. Masaah kedua ialah bahwa sabun biasa membentuk

16
garam dalam air sadah yang mengandung kation logam-logam tertentu seperti Ca,
Mg, Fe, dan kation-kation tersebut menyebab kan garam-garam natrium
atau kalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi garam-garam
karboksilat yang tidak larut mengakibatkan warna cokelat pada pakaian. Masalah
sabun dapat dapat dikurangi dengan menciptakan detergen.
Kosmetik dan personal care merupakan suatu kebutuhan bagi konsumen,
mulai dari remaja sampai yang tua dimana mempunyai fungsi masing-masing.
Secara umum kosmetik dan personal tersebut memberikan manfaat sebagai
Pembersih (rambut & kulit), Perlindungan kulit, penahan air, Penghilang bau.
Sebagai pengguna konsumen, tentunya menilai produk dari segi warna, bau,
tekstur, keamanan, dan aplikasi produk itu sendiri. Salah satu dari penentuan
faktor-faktor produk itu berkualitas adalah dari penggunaan surfaktan.

3.2 Fungsi dan Kegunaan Surfaktan dalam Kosmetik

1. Emulsifying
Fenomena bahwa materi yang tidak larut diemulsikan secara seragam dalam air
untuk membentuk emulsi yang disebut emulsifikasi. Pengemulsi terutama
digunakan dalam kosmetik untuk menghasilkan krim dan lotion, Saat ini, yang
paling banyak digunakan adalah pengemulsi non-ionik. Alasannya adalah

pengemulsi non-ionik. aman dan tidak mengiritasi。 Ester asam lemak sorbitol

terkenal yang dikeringkan (disk) dan campuran etilena oksidanya (twain) adalah
pengemulsi non-ionik yang baik, minyak hidrofilik sipan, dua hidrofilik,
keduanya dicampur dalam emulsi O / W, dapat membentuk emulsi yang stabil dan
ramah kulit.

17
2. Solubilisasi
Fenomena peningkatan kelarutan zat yang larut dalam mikro atau larut yang
disebut solubilisasi. Ketika surfaktan ditambahkan ke air, tegangan permukaan air
mulai menurun tajam, dan kemudian misel molekul surfaktan terbentuk.
Konsentrasi surfaktan yang digunakan dalam membentuk misel disebut
konsentrasi misel kritis. Ketika konsentrasi surfaktan mencapai konsentrasi misel
kritis, misel dapat menyerap minyak atau partikel padat ke ujung pangkalan yang
mencintai minyak, sehingga dapat meningkatkan kelarutan zat terlarut mikro atau
zat tak larut. Dalam kosmetik, pelarut terutama digunakan untuk produksi air
make-up, minyak rambut, kondisioner rambut.

3. Membubarkan
Fenomena bahwa zat tak larut membentuk partikel dalam air dan menyebar
seragam yang disebut dispersi. Sistem pendispersian kosmetik termasuk bubuk,
pelarut dan dispersan. Bubuk terutama membuat kosmetik dengan warna yang
baik, dapat menutupi warna latar belakang, memiliki rasa penggunaan yang baik
dan efek tabir surya. Pelarut dibagi menjadi sistem air dan sistem non-air.
Dispersan sebagai media juga hidrofilik (cocok untuk sistem air) dan ramah

18
minyak (cocok untuk sistem non-air).

4. Pembersihan
Barang-barang pribadi yang digunakan untuk membersihkan termasuk sampo,
shower gel dan pembersih wajah.Selain persyaratan untuk membersihkan, berbusa
dan fungsi pembasahan, Saat ini, pertimbangan utama adalah kelembutan kulit,
yang membutuhkan surfaktan untuk tidak merusak sel-sel epidermis. Tidak
mempengaruhi protein kulit, tidak menyusup atau kurang ke dalam kulit, sehingga
lemak kulit dan kulit itu sendiri tetap normal.

5. Pelunakan dan Antistatik


Surfaktan kationik adalah kondisioner utama dalam produk-produk kondisioner
rambut seperti kondisioner dan kondisioner rambut. Bahan ini memiliki
kelembutan dan ketahanan statis yang baik, dan memainkan peran unik dalam
merapikan rambut. Surfaktan kationik yang paling umum digunakan adalah
monoalkil dan bialkil garam amonium kuartener. adalah, C16 ~ 18 monoalkil
amonium garam, ganda C16 ~ 18 alkil garam amonium kuaterner dan alkil benzil
garam amonium kuaterner.

19
6. Pembasahan dan Osmosis
Sebagai kosmetik, tidak hanya harus memiliki efek kosmetik, itu masih harus
memiliki perasaan yang nyaman dan berbulu halus ketika digunakan, ini tidak
dapat meninggalkan tindakan lembab surfaktan. Biosurfaktan telah mencapai hasil
yang luar biasa dalam hal ini. Sebagai komponen penting dari sel-sel biologis,
fosfolipid memainkan peran penting dalam metabolisme sel dan regulasi resapan
membran sel pertumbuhan, dan memiliki pelembab dan permeabilitas yang baik
untuk kulit manusia.

3.3 Sifat – Sifat Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) adalah zat yang ditambahkan pada cairan
untuk meningkatkan sifat penyebaran dengan menurunkan tegangan permukaan
cairan. Kemampuan surfaktan dalam menurukan tegangan dikarenakan surfaktan
memiliki struktur molekul amphiphatic yaitu mempunyai struktur molekul yang
terdiri dari gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Sifat-sifat surfaktan yaitu dapat
menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan
partikel yang terdispensi dan mengontrol jenis formulasinya baik oil in water
(o/w) atau water in oil (w/o). Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam
permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi
atau menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispensi.
Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya.
Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan
dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi
minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan

20
menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan (coalescence) partikel
yang terdispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat.
Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih
lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air yang
dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun dengan menambahkan surfaktan
maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama. Surfaktan merupakan
komponen yang paling penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan
utama pada deterjen.

3.4 Klasifikasi Surfaktan Dan Contoh Surfaktan

Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya, yaitu:


1. Surfaktan anionik
Yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus anionik yang
cukup besar, biasanya gugus sulfat atau surfonat. Surfaktan ini memiliki kepala
yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada industri
laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan
tanah yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya.
Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air cucian dengan ion air sadah
bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini menyebabkan
deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di
dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyawa alkil sulfat, alkil
etoksilat dan sabun. Contoh lainnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin
sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.

2. Surfaktan kationik
Yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Surfaktan
ini memecah dalam media air, dengan bagian kepala bertindak sebagai pembawa
sifat aktif permukaan. Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif
di dalam air. Terdapat 3 kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada

21
spesifikasi aplikasinya, yakni:
a. Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menyebabkan
terjadinya kelembutan. Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri
sebagai pelembut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah esterquat.
b. Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan
packing molekul surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh
surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener.
c. Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen
disinfektan.

3. Surfaktan nonionik
Yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan, sehingga menjadi
penghambat bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik
berasal dari ester alkohol lemak. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester
sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina,
glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil
amina oksida.

4. Surfaktan amfoter/zwiterionik
Yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan
negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik dalam suatu larutan
tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus
muatan dengan tanda yang berbeda. Contohnya surfaktan yang mengandung asam
amino, betain, fosfobetain.

5. Surfaktan alkanolamida
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena
itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah
protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk
garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa
amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil
halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan

22
mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak.
Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi
seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia
dengan etilen oksida. Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan
asam lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air.
Alkanolamida merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan
pesat.
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan
yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air.
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan
lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion
yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang
tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan
positif bergantung pada pH-nya.
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan
ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh
kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya
terentang menjauhi permukaan air. Sabun dapat membentuk misel (micelles),
suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul sabun bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan
tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan tersuspensi di
dalam air.
Salah satu contoh surfaktan yaitu biosurfaktan. Biosurfaktan adalah
surfakatan biodegrdable, dapat di golongkan menjadi dua di dasarkan kepada
sumber bahan baku yang di gunakan. Golongan pertama adalah surfaktan yang di

23
hasilakan dari metabolisme sela mikroorgaisme. Golongan dua di dapatkan dari
bahan alam melalui proses kimia sebagai contoh MES (metil ester sulfonat) dan
ester karbohiodarat.
Mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk melakukan metabolisme
dan menghasilkan produk metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan
produk yang tidak berhubungan langsung pada proses perkembangan biakansel.
Mikroorganisme yang di tumbuhkan pada substrat yang bersifat hidrofilik seperti
hidrikarbon, akan membangkitkan sistem metabolisme sel untuk menghasilakan
suatu zat yang dapat menguraikan hidrokarbon atau merubahnya menjadi
komponen lain sehingga dapat masuk ke dalam sel melalui dinding sel, dengan
cara mengatur jalur metabolisme melalui pembentukan enzim tertentu yang dapat
mengkatalis reaksi pembentukan metabolit yang bersifat ampifilik, sehingga
perkembangan biakan sel dapat berlangsung. Kemampuan sel untuk mengahsilan
metabolit sekunder ini di manfaatkan oleh kita untuk menghasikan produk yang di
inginkan sebagai contoh adalah surfaktan.
1. Biosurfaktan dari mikroorganisme
Mikroorganisme melakukan metabolisme dan menghasilkan produk intra
dan ekstra seluler. Produk intra seluler digunakan oleh sel untuk tumbuh dan
berkembang biak memperbanyak sel. Produk ekstra seluler adalah spesifik untuk
setiap spesies atau strain mikroorganisme. Produk ekstra seluler merupakan suatu
zat yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dua senyawa
biosurfaktan telah diketahui yaitu senyawa gabungan peptide dan lipida yang
disebut lipopeptida dan Rhamnolipida. Rhamnolipida adalah senyawa gabungan
karbohidrat dan lipida. Lipopeptida adalah gabungan molekul lipida (minyak atau
lemak) yang bergandengan dengan peptide (protein). Beberapa lipopeptida telah
digunakan sebagai antibiotik, anti jamur dan bioaktif hemolitik. Contoh
lipopeptida adalah Surfactin. Surfactin adalah surfaktan yang sangat kuat
digunakan sebagai antibiotik. Lebih jauh lipopeptida dan Rhamnolipida
merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri gram positif pembentuk
endospora seperti bakteri Bacillus subtilis.
Selain bersifat antibiotik, surfaktin juga bersifat anti jamur, anti mikoplasma dan
mempunyai aktifitas hemolitik. Struktur surfactin terdiri dari rantai peptide

24
disusun oleh tujuh macam asam amino (L-asam aspartat, L-leucine, asam
glutamate, L-Leucine, L-valin dan dua D-Leucines). Peptida bersifat hidropilik.
Gugus hidropobik dalam surfaktin adalah rantai alkil dari asam lemak yang
mempunyai 13 atom karbon. Surfaktin sama dengaN surfaktan lain dapat
menurunkan tegangan permukaan air dari 72 mN/m sampai dengan 27 mN/m
pada konsentrasi surfaktin 20 μM.
Contoh lain biosurfaktan adalah Daptomicin. Daptomicin juga masuk
dalam golongan surfaktan lipopeptida dan juga bersifat sebagai antibiotik yang
mampu membunuh mikroorganisme gram positif. Mikroorganisme penghasil
Daptomicin adalah mikroorganisme dalam tanah yaitu Sterptomyces roseorporus.
Daptomicin sudah diproduksi secara komersial oleh Cubist Phamaceutical dengan
nama dagang Cubicin. Struktur kimia Daptomisin dapat dilihat pada Gambar 4.
Dengan rumus molekul Daptomicin adalah (C72H101N17O25) dengan berat
molekul 1619,7086 gram/mol.
Potensi Rhamnolipid sebagai surfaktan sangat menjanjikan karena surfaktan ini
masuk ke dalam surfaktan untuk kosmetik sebagai moisturizer, shampoo dan
sebagai bahan aditif pelumas. Rhamnolipid juga bersifat anti bakteri, juga dapat
digunakan dalam pengolahan limbah minyak bumi dalam proses bioremediasi.
Rhamnolipid mempunyai kemampuan mendegradasi hidrokarbon dan minyak
nabati. Rhamnolipid juga sebagai sumber Rhamnose adalah gula monosakarida
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Jenis biosurfaktan lainnya dari produk
metabolisme mikroorganisme adalah Sophorolipids dan Mannose-erythritol lipids.
Produksi biosurfaktan skala industri dari mikroorganisme masih banyak hambatan
terutama dalam proses pembesaran kapasitas produksi. Untuk menuju ke produksi
skala industri ada beberapa hambatan yang harus dieleminasi diantaranya inovasi
teknologi pemisahan dan pemurnian produk. Masalah utama proses produksi
biosurfaktan dari mikroorganisme adalah waktu produksi sangat lambat (14-72)
jam.
2. Biosurfaktan dari minyak nabati
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, surfaktan adalah suatu senyawa
yang disusun oleh gugus hidropilik dan gugus hidropobik. Minyak nabati dapat
dijadikan bahan baku surfaktan melalui reaksi hidrolisis menghasilkan asam

25
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas selanjutnya direaksikan dengan
methanol atau alkohol menghasilkan metil ester. Metil ester direaksikan lebih
lanjut dengan asam sulfat menghasilkan metil ester sulfat atau MES. Metil ester
sulfonat sudah diproduksi dan sudah masuk ke pasar komersial. Asam lemak
bebas yang dihasilkan dari hidrolisis minyak sawit adalah asam palmitat, asam
stearat, asam oleat adalah asam lemak bebas yang dapat direaksikan dengan
senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik seperti golongan alkohol (methanol,
etanol) untuk menghasilkan ester. Reaksi esterifikasi terjadi melalui gugus
karboksilat dari asam lemak bebas dan gugus hidroksil dari senyawa hidropilik
alkohol. Asam lemak bebas menyumbangkan rantai hidropobik alkil dan senyawa
hidrofilik menyumbangkan gugus hidrofilik sehingga membentuk senyawa baru
yang mempunyai gugus hidropobik dan hidrofilik dalam satu molekul.
3. Biosurfaktan dari selulosa/karbohidrat
Ester dapat disintesisi dari asam karboksilat dan karbohidrat. Karbohidrat
dapat diperoleh dari tanaman baik tanaman darat maupun laut. Karbohidrat yang
terkandung di dalam makro alga (tanaman laut) mempunyai struktur yang mirip
dengan karbohidrat tanaman darat tetapi ada perbedaan gugus fungsi yang terikat
pada atom C nomer 6 pada setiap mosakarida. Struktur karbohidrat tanaman laut
(makro alga) hiau, perang dan coklat. Surfaktan ester karbohidrat dikenal sebagai
emulsifier, wetting agent, stabilizer, detergen dan dispersan. Selanjutnya
kegunaan surfaktan sebagai zat penuruan tegangan permukaan ditentukan oleh
sifat sifat fisis dan kimia surfaktan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk
menentukan karakteristik surfaktan sebelum menggunakannya dalam berbagai
bidang.

3.5 Mekanisme Kerja Surfaktan

Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian yang hidrofilik
akan masuk kedalam larutan yang polar dan bagian yang lipofilik akan masuk
kedalam bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan
(walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya tidak
dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi dari
komposisi dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari

26
hidrofobik maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak
bagian hidrofobiknya maka ia akan melarut dalam lemak dan keduanya tidak
dapat berfungsi sebagai surfaktan. Bagian lipofilik molekul surfaktan adalah
bagian nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaan hidrokarbon aromatik atau
kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian hidrofilik merupakan
bagian polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat, ammonium
kuartener, hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida. Biasanya, perbandingan
bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebut keseimbangan
Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan.
Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan
sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up,
emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi
dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-
larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa
secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.

3.6 Struktur Pembentukan Dan Pembuatan Surfaktan

Surfaktan (surfactant = surface active agent) adalah zat seperti


detergen yang ditambahkan pada cairan utuk meningkatkan sifat
penyebaran atau pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan
caira khususnya air. Sufaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri
dari gugus hydrophobic dan hydrophilic. Gugus hydrophobic merupakan
gugus yang sedikit tertarik/menolak air sedangkan gugus hydrophilic
tertarik kuat pada molekul air. Sturktur ini disebut juga dengan struktur

27
amphipatic. Adanya dua gugus ini menyebabkan penurunan tegangan
muka dipermukaan cairan. Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar
dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non
polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Didalam molekul surfaktan,
salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya
yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya
tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar
dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non
polarnya lebih dominan, maka molekul molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya
tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya
tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu,
tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan
ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya
misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan
permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai,
tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka
menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan
dinamis dengan monomernya.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jadi, Surfaktan itu dapat dikatakan terbentuk dari molekul-molekul yang


mengandung gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) pada
molekul yang sama (Sheat dan Foster, 1997).

1. Karakteristik Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan


tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan
kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan
agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi
flokulasi dan penggabungan (coalescence) partikel yang terdispersi,
sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat.

2. Klasifikasi Surfaktan

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada


suatu anion.
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada
suatu kation.
3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak
bermuatan.
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai
muatan positif dan negatif.

3. Mekanisme Kerja Surfaktan

Cara kerja dari surfaktan bagian yang hidrofilik akan masuk kedalam
larutan yang polar dan bagian yang hirdrofilik akan masuk kedalam
bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat menggabungkan
(walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya
tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi

29
dari komposisi dari surfaktan tersebut.

Surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni :


1. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi
dalam larutan berair.
2. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-
larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
3. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa
secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Rieger MM. 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science Series.


New York: Marcel Dekker, Inc.
2. Margaretha, A. 1999. Synthesis of Fructosa-Based Surfactans. Ph.D
dissertation: Technische Universiteit Delft.
3. Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5 th Edition
Vol.5. John Willey & Sons, Inc, New York 7.
4. Roberts DW. 1998. Sulfonation Technology for Anionic Surfactant
Manufactur. Organic Process Research & Development. 2.2.194-202.
5. Watkins, C. 2001 All Eyes are on Texas. INFORM 12 : 1152-1159.
[terhubung berkala]. Diakses 18 Agustus 2010.
6. Jellinek, S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. New York :
Wiley-Interscience.

31

Anda mungkin juga menyukai