Anda di halaman 1dari 24

MIKROBIOLOGI FARMASI

“ANTIMIKROBA DAN ANTIINFEKSI”

OLEH :

KELOMPOK V

IRMA JAYANTI (13.201.283)


MUSRIPA (13.201.274)
RITI SURAHMA (13.201.296)
RENDI OKTASEMA (13.201.252)
EDAR ISKANDAR (13.201.262)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah


obat yang digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan
oleh karena terjadi infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO
Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya


mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat mikroba jenis lain. (Anonim, 2012).

Banyak orang mengira antibiotika diberikan untuk


mengobati masuk angin atau flu. Memang antibiotika dapat
diberikan bersama-sama dengan obat flu, tetapi tujuannya hanayalah
untuk mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder seperti sakit
tenggorokan, bukan untuk mengobati masuk angin atau flu, yang
disebabkan oleh virus, bukan bakteri. (Harkness, 2005).

Salah satu dari masalah-masalah utama yang berkaitan


dengan pemakaian zat-zat kemoterapeutik (antimikroba) secara luas
ialah terbentuknya resistensi pada mikroorganisme terhadap obat-
obatan ini. Dengan berkembangnya populasi mikroba yang resisten,
maka antibiotik yang pernah efektif untuk mengobati penyakit-
penyakit tertentu kehilangan nilai kemoterapeutiknya. Terbentuknya
resistensi, yang merupakan fenomena biologis yang mendasar,
menunjukkan bahwa di dalam pemakaian zat-zat kemoterapeutik
diperlukan kehati-hatian yang tinggi. Zat-zat tersebut tidak boleh
digunakan sembarangan atau tanpa pembedaan. Sejalan dengan hal
tersebut, jelas bahwa ada kebutuhan yang terus-menerus untuk
mengembangkan obat-obat baru dan berbeda untuk menggantikan
obat-obat yang telah menjadi efektif. (Pelczar, 2007).

2
I.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Antimikroba?


2. Bagaimana penggolongan Antimikroba?
3. Apa yang dimaksud dengan resistensi antimikroba?
4. Bagaimana mekanisme kerja antimikroba?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Antimikroba, Antiinfeksi, dan Antibiotik

Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah


obat yang digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan
oleh karena terjadi infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO
Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya


mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat mikroba jenis lain. (Anonim, 2012).

Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang


dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil
bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain. Dengan
kata lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilka oleh suatu
mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme. (Pelczar, 2007).

Pencarian antibiotik dimulai pada akhir tahun 1800-an


ketika teori tentang asal-usul penyakit yang menyebutkan bahwa
bakteri dan mikroorganisme lain sebagai penyebab penyakit diterima
oleh masyarakat luas. Pada tahun 1877, Louis Pasteur menemukan
kenyataan bahwa bakteris antraks yang dapat menyebabkan penyakit
antraks dan berakibat pada kegagalan pernapasan, dapat dikurangi
patogenitasnya pada hewan uji setelah hewan ui tersebut diinjeksi
dengan bakteri yang diisolasi dari tanah. Pada awal tahun 1920,
ilmuwan Inggris, Alexander Flemming menemukan enzim lisosim
pada air mata manusia. Enzim tersebut dapat melilis sel bakteri.
Enzim pada air mata manusia ini merupakan contoh agen
antimikroba yang pertama kali di temukan sel bakteri. Penemuan
Flemming yang kedua terjadi secara tidak sengaja pada tahun 1928,
saat ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus yang ia
tumbuhkan dengan metode streak pada media Agar di cawan petri
mengalami lisis di sekitar pertumbuhan koloni kapang kontaminan.
Ia menemukan bahwa koloni kapang tersebut merupakan
Pennicillium sp. (Pratiwi, 2008).

4
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang
bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal
sebagai aktivitas bakteriosida. Kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-
masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar
bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakteriosida bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM. (Priyanto, 2008).

Walaupun suatu antimikroba berspektrum luas, efektivitas


kliniknya belum tentu seluas spektrumnya sebab efektivitasnya
maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih oleh untuk
infeksi yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba
lain. Di samping itu antimikroba berspektrum luas cenderung
menimbulkan superinfeksi oleh kuman atau jamur yang resisten. Di
lain pihak pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui
diperlukan antimikroba yang berspektrum luas sementara menunggu
hasil pemeriksaan mikrobiologik. (Priyanto, 2008).

II.2 Penggolongan Antimikroba

Berdasarkan mekanisme kerjanya, Antimikroba


dikelompokkan menjadi 5 kelompok :

1. Antimikroba Yang Menghambat Metabolisme Sel Mikroba.


Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid,
trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan
mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.

2. Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin,


sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel
bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan.

5
3. Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba.

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin,


golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoterapeutik
umpamanya antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai
senyawa amonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah
bereaksi dengan fosfat pada fospolipidmembran sel mikroba.

4. Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan
aminooglikosid makrolit, linkomisin,tetrasklin dan kloramfenikol.
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensisntesis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas 2 sub unit,
yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai
ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein,
kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi
dengan berbagai cara.

5. Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah rifamfisin,


dan golongan kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifat
antimikroba, karena sifat sitotoksisitasnya, pada umumnya hanya
digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam
kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang
akan dikemukakan di sini hanya kerja obat yang berguna sebagai
antimikroba, yaitu rifampisin dan golongan kuinolon.

Antibiotika adalah salah satu jenis contoh dari antimikroba.


Antibiotika adalah zat yang dihasilkan mikroba, terutama fungi, dan
berkhasiat dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.
Antibiotik juga terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida digunakan untuk beberapa jenis diare
dan kondisi lain yang khas. Contoh obat dari golongan
Aminoglikosida adalah Kantrex, Mycifradin, Kanamisin,

6
Neomisin. Terdapat beberapa interaksi antara antibiotik
golongan ini dengan antibiotik golongan lain, seperti :
a. Aminoglikosida – Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotikda dapat
meningkat. Akibatnya : mungkin fungsi pendengaran dan
ginjal rusak permanen.

b. Aminoglikosida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan untuk kontrasepsi lain.

c. Aminoglikosida – Sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : ginjal mungkin rusak. Gejala
yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, ada
darah dalam air kemih, rasa haus yang berlebihan,
hilang nafsu makan, lemah, pusing, mengantuk, dan
mual.

d. Aminoglikosida – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan
untuk mengobati layu jantung dan untuk menormalkan
kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya :
kelainan jantung mungkin tidak terkendali dengan baik.

e. Aminoglikosida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada
wanita yang kekurangan estrogen selama mati haid dan
sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena
pembengkakan payudara sesudah melahirkan karena ibu
tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati amenore.

f. Aminoglikosida – Vankomisin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat
meningkat. Akibatnya : pendengaran dan ginjal dapat
rusak secara permanen. Vankomisin adalah antibiotika
yang digunakan untuk enterokolitis.

7
2. SEFALOSPORIN
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakan
untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas seperti
sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan
jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih. Contoh obat dari
golongan Sefalosporin adalah Sefradin, Sefadroksil, dan
Duficef. Interaksi obat dengan golongan ini, diantaranya :

a. Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang
secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit
tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut,
pendarahan atau memar di seluruh tubuh, tinja hitam
pekat, dan kehilangan tenaga yang tak lazim.

b. Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya
: resiko kerusakan ginjal meningkat. Gejala yang
dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, nafsu
makan hilang, lemah, pusing, mengantuk, dan mual.

3. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diberikan untuk mengobati infeksi yang
berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik
yang kurang efektif. Contoh obat dari golongan Kloramfenikol
adalah Chloromycetin dan Mychel. Contoh interaksi
Kloramfenikol dengan obat lain adalah:

a. Kloramfenikol – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan
digunakan untuk mengencerkan darah dan mencegah
pembekuan. Akibatnya: resiko pendarahan meningkat.
Gejala yang dilaporkan: memar dan pendarahan di
seluruh tubuh.

b. Kloramfenikol – Pil KB
Efek Pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi
lain.

8
c. Kloramfenikol – Obat Kanker
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang
ssecara berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit
tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut,
pendarahan atau memar di seluruh tubuh, tinja hitam
pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.

d. Kloramfenikol – Klindamisin atau Linkomisin


Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya :
infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan.

e. Kloramfenikol – Obat Diabetes


Efek obat diabetes dapat meningkat. Obat diabetes
digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada
penderita diabetes. Akibatnya : kadar gula darah dapat
turun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia yang dilaporkan
: berkeringan, lemah, pingsan, jantung berdebar,
takhikardia, sakit kepalah dan gangguan penglihatan.

f. Kloramfenikol – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada
wanita yang kekurangan estrogen selama mati haid dan
sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena
pembengkakan payudara sesudah melahirkan karena ibu
tidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati amenore.
Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidak
terkendali dengan baik.

g. Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang
ssecara berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit
tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut,
pendarahan atau memar di seluruh tubuh, tinja hitam
pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.

h. Kloramfenikol – Penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

9
i. Kloramfenikol – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah
antikonvulsan yang digunakan untuk kejang dalam
gangguan seperti ayan. Akibatnya : dapat timbul efek
samping yang merugikan karena terlalu banyak fenitoin.
Gejala yang dilaporkan : nanar dan gangguan
penglihatan.

4. KLINDAMISIN atau LINKOMISIN


Klindimasin atau Linkomisin dicadangkan untuk
mengobati infeksi berbahaya pada pasien yang alergi terhadap
penisilin atau pada kasus yang tidak sesuai diobati dengan
penisilin. Contoh obat pada golongan ini adalah Cleocin dan
Lincocin. Interaksi yang terjadi antara Klindamisin dengan
obat lain diantaranya :
a. Klindamisin/Linkomisin – Adsorben
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang.
Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh
seperti yang diharapkan. Adsorben digunakan dalam obat
diare.

b. Klindamisin/Linkomisin – Eritroimisin
Efek klindamisin/linkomisin dapat berkurang. Akibatnya :
infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan.

5. ERITROMISIN
Eritromisin digunakan untuk mengobati infeksi saluran
napas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi
telinga, infeksi saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia,
untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan
efektif untuk penyakit Legionnaire (penyakit yang ditularkan
oleh serdadu sewaan). Eritromisin sering digunakan untuk
pasien yang alergi terhadap penisilin. Contoh obat golongan
Eritromisin adalah Bristamycin, Pedamycin, dan Robimycin.
Interaksi yang terjadi antara Eritromisin dengan obat lain
antara lain :

10
a. Eritromisin – Obat Asma
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan
untuk membuka jalan udara paru-paru dan untuk
mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya :
terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak
obat asma. Gejala yang dilaporkan : mual, sakit kepala,
pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia
jantung, dan kemungkinan kejang.

b. Eritromisin – Karbamazepin
Efek karbamazapin dapat meningkat. Karbamazepin
adalah antikonvulsan yang digunakan untuk
mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan.
Akibatnya : terjadi efek samping merugikan yang
disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin.

c. Eritromisin – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan
untuk mengobati layu jantung dan untuk menormalkan
kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya :
terjadi efek saming merugikan yang disebabkan karena
terlalu banyak digoksin.

d. Eritromisin – Penisilin
Efek masing-masing antibiotik dapat meningkat atau
berkurang. Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya
kombinasi ini dihindari.

6. GRISEOFULVIN
Griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati
infeksi fungi pada kuli, rambut, kuku jari tangan, dan kuku
jari kaki. Contoh obat pada golongan ini adalah : Fulvicin,
Grifulvin, dan Grisactin. Interaksi yang terjadi antara
Griseofulvin dengan jenis obat lain, antara lain :
a. Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan
digunakan untuk mengencerkan darah dan mencegah
pembekuan. Akibatnya : darah dapat tetap membeku
meski pun pasien diberi antikoagulan.

11
b. Griseofulvin – Barbiturat
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
fungi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. Barbiturat digunakan sebagai sedativa atau
sebagai pil tidur.

c. Griseofulvin – Primidon
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
fungi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. Primidon adalah antikonvulsan yang
digunakan untuk mengobati gangguan kejang seperti pada
ayan.

7. METRODINAZOL
Metrodinazol dierikan secara oral untuk mengobati
infeksi trikhomoniasis, suatu jenis vaginitis. Pengobatan
dilakukan pada kedua pihak pasangan sanggama. Contoh obat
dari golongan Metrodinazol adalah Flagyl dan Metryl.
Interaksi antara Metrodinazol dengan obat lain diantaranya :
a. Metrodinazol – Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan reaksi yang sama
seperti yang disebabkan oleh disulfiram. Disulfiram
menekan keinginan pecandu alkohol untuk minum
alkohol karena terjadi reaksi dengan alkohol yang
menyebabkan efek samping yang merugikan.
Metrodinazol menunjukkan interaksi yang sama, hanya
tidak sekuat disulfiram.

b. Metrodinazol – Antikoagulan
Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan.
Akibatnya : resiko pendarahan meningkat. Gejala yang
dilaporkan : memar dan pendarahan di seluruh tubuh,
dan tinja hitam pekat.

c. Metrodinazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang
secara berlebihan. Gejala yang dilaporkan: sakit
tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut,

12
pendarahan atau memar di seluruh tubuh, tinja hitam
pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
Kloramfenikol digunakan untuk mengobati infeksi
berbahaya yang tidak sembuh bila diobati dengan
antibiotik lain yang kurang efektif.

d. Metrodinazol – Disulfiram
Kombinasi ini dapat menimbulkan rasa bingung dan
perilaku psikotik atau perilaku yang menyimpang.
Disulfiram digunakan untuk menanggulangi kecanduan
alkohol.

8. KETOKONAZOL
Ketokonazol diberikan secara oral untuk mengobati infesi
fungi pada kulit, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki.
Contoh obat pada golongan ini adalah Nizoral. Interaksi yang
terjadi antara Ketokonazol dengan obat lain diantaranya :
a. Ketokonazol – Antasida
Efek ketakonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
fungi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. Interaksi ini dicegah dengan menggunakan
obat ketokonaol sekurang-kurangnya dua jam seelum
menggunakan antasida.

b. Ketokonazol – Simetidin
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya: infeksi
fungi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang
diharapkan. Simetidin digunakan untuk mengobati tukak
lambung. Interaksi ini dicegah dengan cara menggunakan
obat ketokonazol sekurang-kurannya dua jam sebelum
menggunakan simetidin.

9. PENISILIN
Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran
napas bagian atas seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi
telinga, bronkhitis kronis, pneumonia, saluran kemih. Contoh
obat dalam golongan penisilin adahah Amoksisilin, Amoxsan,
Ampisilin, dan Amoxil. Interaksi antara Penisilin dengan obat
lain, diantaranya :

13
a. Penisilin – Alopurinol
Resiko bengkak-bengkak pada kulit akiat penggunaan
antibiotik meningkat. Alopurinol digunakan untuk
mengobati pirai.

b. Penisilin – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil
meningkat, kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi
lain.

c. Penisilin – Tetrasiklin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

10. TETRASIKLIN
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang
sama seperti yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi
lainnya seperti kolera, demam berbintik Rocky Mountain,
Syanker, konjungtivitis mata, dan amubiasis intestinal. Dokter
ahli kulit menggunakannya pula untuk mengobatik beberapa
jenis jerawat. Contoh obat dari golongan Tetrasiklin adalah
Terramycin, Tetrasiklin, dan Tetracyn. Interaksi tetrasiklin
dengan obat lain, diantaranya:
a. Tetrasiklin – Antasida
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
mungkin tidak dapat disembuhka dengan pengobatan
tetrasiklin. Untuk mencegah interaksi ini, penggunaan
masing-masing obat supaya diselang waktu dua jam.

b. Tetrasiklin – Pencahar
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
mungkin tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan
tetrasiklin.

c. Tetrasiklin – Vitamin A
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan di dalam
tengkorak dengan gejala seperti sakit kepala berat, mual,
dan ganggugan penglihatan.

14
II.3 Resistensi Antimikroba

Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik mula-


mula ditemukan pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus
multipel resisten pada strain bakteri Streptococcus pneumoniae,
Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus, dan
Enterococcus faecalis. Semakin tinggi penggunaan antibiotik,
semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi dan proliferasi
strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme
patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieliminasi
selama proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat
berakibat letal (kematian). (Pratiwi, 2008).

Secara garis besar kuman dapat menjadi resisen terhadap


suatu Antimikroba melalui 3 mekanisme :

1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel


mikroba. Pada kuman Gram-negatif, molekul antimikroba yang
kecil dan polar dapat menembus dinding luar dan masuk ke
dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila
porin menghilang atau mengalami mutasi maka masuknya
antimikroba ini akan terhambat. Mekanisme lain ialah kuman
mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan
antimikroba ke dalam sel. Mekanisme lain lagi ialah mikroba
mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar
antimikroba yang ada dalam sel.

2. Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan


terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan beta
laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak
kedua golongan antimikroba tersebut.

3. Mikroba mengubah tempat ikatan antimikroba. Mekanisme ini


terlihat pada S.aureus yang resisten trhadap metisilin. Kuman
ini menguban Penicillin Blinding Protein sehingga afinitasnya
menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang
lain.

15
II.4 Efek Samping

Efek samping penggunaan antimikroba dapat dikelompokkan


menurut reaksi alergi, reaksi idiosikrasi, reaksi toksik, serta
perubahan biologi dan metabolik pada hospes.

1. Reaksi Alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes.terjadinya tidak
bergantung pada besarnya dosis obat . Manifestasi gejala dan
derajat beratnya reaksi dapat bervariasi.

2. Reaksi Idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara
genetik terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai
contoh 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia
hemolitik berat bila mendapat primakulin. Ini disebabkan
mereka kekurangan enzim G6PD.

3. Reaksi Toksik
AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat ini
relatif. Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis
antimikroba.

4. Perubahan Biologik Dan Metabolik


Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita
infeksi, terdapat populasi mikroflora normal.

II.5 Faktor yang mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik

Selain dipengaruhi oleh aktivitas antimikroba efek


farmakodinamik dan sifat farmakokinetiknya, efektivitas antimikroba
dipengaruhi juga oleh berbagai faktor yang terdapat pada pasien.

1. Umur
2. Kehamilan
3. Genetik
4. Keadaan patolik tubuh hospes

16
II.6 Kombinasi Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara kombinasi (dua antibiotik yang


digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja
dari masing-masing antibiotik. Kombinasi antibiotik tersebut dapat
bersifat antagonis, dimana antibiotik yang satu bersifat mengurangi
atau meniadakan khasiat antibiotik kedua yang memiliki khasiat
farmakologi bertentangan. Pada antagonis kompetitif, dua antibiotik
bersaing secara reversibel demi reseptor yang sama.

Kombinasi antibiotik dapat pula bersifat sinergis, yaitu


penggunaan antibiotik secara kombinasi yang menyebabkan
timbulnya efek terapetik yang lebih besar dibandingkan bila
antibiotik trsebut diberikan secara sendiri-sendiri.

Kombinasi antibiotik sering kali diberikan dalam


perbandingan tetap dengan tujuan menambah keerja terapeutiknya
tanpa menambah sifat buruknya untuk mencegah timbulnya
resistensi bakteri.

II.7 Mekanisme Kerja Antimikroba

Cara kerja antimikroba mengobati infeksi bakteri bervariasi


sesuai dengan jenis dari antimikroba (antibiotik) itu sendiri.
Berdasarkan formulasi obat dan cara memerangi bakteri, ada dua
cara kerja dari antimikroa dalam menghambat bakteri :

1. Bakteriostatik
Antimikroba yang tergolong bakteriostatik menghambat
pertumbuhan bakteri, alih-alih membunuhnya secara
langsung. Karena bakteri patogen terhambat
pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat dengan
mudah memerangi infeksi. Mekanisme kerja antimikroba
bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis protein
pada bakteri penyebab penyakit.
Contoh antimikroba bakteriostatik adalah Spectinomycin
(Obat Gonore), Tetracycline (Obat infeksi), Kloramfenikol
(Untuk infeksi bakteri), dan Makrolida (efektif untuk bakteri
gram positif).

17
2. Bakteriasida
Antibiotik bakteriasida mengandung senyawa aktif yang
secara langsung membunuh bakteri. Untuk membunuh
bakteri, antibiotik jenis ini menargetkan dinding sel luar,
membran sel bagian dalam, serta susunan kimia bakteri.
Contoh antimikroba bakteriasida adalah Penisilin (menyerang
dinding sel luar), Polymyxin (menargetkan membran sel),
dan Kuinolon (mengganggu jalur enzim). Beberapa zat
bakteriosida digunakan sebagai desinfektan, sterilisasi, dan
antiseptik.

3. Antimikroba dengan Sasaran Spesifik


Satu jenis antimikroba tidak adakan mampu membunuh
semua bakteri. Dengan demikian, selain klasifikasi menurut
modus tindakan, antimikroba juga diklasifikasikan
berdasarkan kekhususan target.
Itu sebabnya, antimikroba juga bisa diklasifikasikan menjadi
antimikroba spektrum luas dan antimikroba spektrum
sempit.
a. Antimikroba Spektrum Luas efektif membunuh jenis
bakteri patogen (misalnya tetrasiklin, tigesiklin, dan
kloramfenikol).
b. Antimikroba Spektrum Sempit direkomendasikan untuk
mengobati jenis tertentu dari bakteri penyebab
penyakit (misalnya oxazolidinone dan glisilsiklin).

18
BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

III.1 Pembahasan

Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah


obat yang digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkan
oleh karena terjadi infeksi mikroba atau invasi parasit. (ISO
Indonesia, 2013)

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya


mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat
menghambat mikroba jenis lain. (Anonim, 2012).

Antimikroba dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum


atau kisaran kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis
maupun berdasarkan struktur biokimianya. Berdasarkan spektrum
atau kisaran kerjanya, antimikroba dapat dibedakan menjadi
antimikroba berspektrum sempit dan antimikroba berspektrum luas.

Antimikroba berspektrum sempit hanya mampu menghambat


segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat
atau membunuh bakteri gram negatif saja atau gram positif saja.
Sedangkan antimikroba berspektrum luas dapat menghambat atau
membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun negatif.

Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat


bakteriostatik masih tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan
tubuh hospes. Peranan lamanya kontak antaa mikroba dengan
antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk
mendapatkan efek, khususnya pada tuberkulostatik.

19
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dapat
dibedakan menjadi lima, yaitu antimikroba dengan mekanisme
penghambatan sintesis dinding sel, perusakan membran plasma,
penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat,
dan penghambatan sintesis metabolit esensial.

1. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel


Antimikroba ini adalah antimikroba yang merusak
lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri
Gram Positif maupun Gram Negatif, contohnya penisilin.
Mekanisme kerjanya adalah dengan mencegah ikatan
silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel,
yaitu dengan cara menghambat protein pengikat penisilin.
Protein ini merupakan enzim dalam membran plasma sel
bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam
amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding
sel bakteri, dan mengeblok aktivitas enzim transpeptidase
yang membungkus ikatan silang polimer-polimer gula
panjang yang membentuk dinding sel bakteri sehingga
dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis.
Contoh antimikroba yang memiliki mekanisme
penghambatan sintesis dinding sel yang lain adalah
monobaktam, sefalosporin, karbapenem, basitrasin,
vankomisin, dan isoniasid (INH).

2. Antimikroba yang Merusak Membran Plasma


Membran plasma bersifat semipermeabel dan
mengendalikan transpor berbagai metabolit ke dalam dan ke
luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada
membran plasma dapat menghambat atau merusak
kemampuan membran plasma sebagai penghalang osmosis
dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang
diperlukan dalam membran.
Antimikroba yang bersifat merusak membran plasma
umum terdapat pada antimikroba golongan polipeptida yang
bekerja dengan mengubah permeabilitas membran plasma

20
sel bakteri. Contohnya adalah polimiksin B yang melekat
pada fosfolipid membran.
Polimiksin merupakan suatu peptida yang di dalamnya
terdapat satu ujung molekul larut lipid dan ujung molekul yang
lain larut air. Masuknya polimiksin dalam membran plasma
fungi akan menyebabkan gangguan antara lapisan-lapisan
membran plasma. Ujung larut air polimiksin akan trtinggal
di luar membran, sedangkan ujung larut lemak akan berada
di dalam membran dan menyebabkan gangguan antara
lapisan-lapisan membran yang memungkinkan lalu-lintas
substansi bebas keluar-masuk sel.

3. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein


Contoh antimikroba yang bekerja dengan menghambat
sintesis protein adalah Aminoglikosida.
Aminoglikosida merupakan kelompok antimikroba
yang gula aminonya tergabung dalam ikatan glikosida.
Antimikroba ini memiliki spektrum luas dan bersifat
bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis
protein. Antimikroba ini berikatan pada subunit 30s ribosom
bakteri dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs
A ke situs P, dan menyebabkan kesalahan pembacaan
mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak mampu
menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya. Contohnya
adalah streptomisin sebagai obat alternatif TBC, namun
memiliki kelemahan berupa resistensi bakteri yang cukup
tinggi serta adanya efek toksik. Contoh lainnya adalah
gentamisin yang berasal dari Micromonospora yang efektif
untuk infeksi Pseudomonas, dan tobramisin yang berupa
sediaan aerosol untuk mengontrol infeksi pada pasien sistik
fibrosis.

4. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Asam Nuklea


(DNA/RNA)
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa
penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi
mikroorganisme. Yang termasuk antimikroba penghambat
sintesis asam nukleat inii adalah antimikroba golongan
kuinolon dan rifampin.

21
Rifampin menghambat sintesis RNA dengan cara
mengikat subunit β-RNA polimerase bakteri sehingga
menghambat transkripsi mRNA. Antimikroba ini digunakan
untuk melawan Mycobacteria pada TBC dan lepra. Rifampin
dapat mempenetrasi jaringan.

5. Antimikroba yang Menghambat Sintesis Metabolit Esensial


Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial
antara lain dengan adanya kompetitior erupa antimetabolit,
yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat
metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang
mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme.
Contohnya adalah antimetabolit sulfanilmid dan paraamino
benzoic acid (PABA).
PABA merupakan substrat untuk reaksi enzimatik
sintesis asam folat. Asam folat merupakan vitamin bagi
mikroorganisme, yaitu sebagai koenzim untuk sintesis purin
dan pirimidin. Struktur sulfa drug serupa dengan PABA
sehingga sulfa drug merupakan inhibitor kompetitif PABA
dalam hal berikatan dengan enzim. Dengan demikian, bila
sulfa drug berikatan dengan enzim, maka tidak akan
terbentuk produk berupa asam folat. Folat tidak disintesis
pada sel mamalia dan diperoleh hanya melalui makanan.
Hal ini menjelaskan sifat toksisitas selektif sulfa drug
sebagai bakteri.

22
III.2 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat


disimpulkan bahwa :

1. Antimikroba atau antiinfeksi adalah obat pembasmi mikroba,


khususnya mikroba yang merugikan manusia

2. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba,


terutama fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain.
3. Antimikroba bekerja terhadap bakteri dengan cara
bakteriostatik dan bakteriosida.
4. Bakteriostatik adalah cara antimikroba dalam menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mengganggu sintesis protein pada
bakteri patogen.
5. Bakteriosida adalah cara antimikroba dalam membunuh bakteri
dengan menargetkan dinding sel luar, membran sel bagian
dalam serta susunan kimianya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Cara Kerja Antibiotik: Bagaimana antibiotik membunuh


bakteri”. http://www.amazine.co/17365/cara-kerja-antibiotik-
bagaimana-antibiotik-membunuh-bakteri/. 6 Juli 2014.

Badan POM RI. 2013. ISO Indonesia Volume 48. Jakarta : PT.
ISFI Penerbitan Jakarta.

Harkness, Richard. 2005. Interaksi Obat. Bandung : Penerbit ITB

Pelczar, Michael. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta :


UI Press.

Pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Penerbit


Erlangga.

Priyanto. 2008. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok :


LESKONFI.

24

Anda mungkin juga menyukai