Anda di halaman 1dari 28

A.

KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFINISI

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital),


tidak adanya lubang atau saluran anus (Wong, 2008).
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana
rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,2007).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rektum. Ada juga yang menyebutkan
bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah
kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka
selama pertumbuhan dalam kandungan (Suriadi,2006).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis
artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa
terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu.

1
2. ETIOLOGI

Penyebab yang sebenarnya dari malformasi anorektal sejauh ini


belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi
seorang anak dengan anus imperforate. Tetapi, hubungan genetik
terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforate jarang tanpa adanya
riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan
malformasi. namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan
bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab
atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa
gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang
menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar
25% - 30% dari bayi yang mempunyai

2
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Price, Sylvia 2005).
Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi
anorektal dengan pasien trisomi 21 (Down's syndrome). Hal ini
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda
dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
malformasi anorektal bersifat multigenik.5

Selain hal-hal diatas, beberapa faktor risiko yang diduga dapat


menyebabkan terjadinya atresia ani diantaranya yaitu :
a. Pemakaian alkohol oleh ibu hamil
Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma
alkohol pada janin dan obat-obat tertentu yang diminum oleh ibu
hamil juga bisa menyebakan kelainan bawaan.
b. Penyakit Rh
Hal ini terjadi jika ibu dan bayi memiliki faktor Rh yang berbeda,
keadaan yang demikian terjadi jika pasangan suami istri mempunyai
jenis/tipe resus yang berbeda biasanya ibu memiliki Rh (-) dan ayah
memiliki Rh (+), sehingga bayi yang dikandung ibu memiliki Rh(+)
c. Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan
atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Radiasi, obat
tertentu dan racun merupakan teratogen. Secara umum, seorang wanita
hamil sebaiknya : Mengkonsultasikan dengan dokternya setiap obat
yang dia minum, Berhenti merokok, Tidak mengkonsumsi alcohol,
Tidak
menjalani pemeriksaan rontgen kecuali jika sangat mendesak.
d. Infeksi
Infeksi pada ibu hamil juga bisa merupakan teratogen. Beberapa
infeksi selama kehamilan yang dapat menyebabkan sejumlah kelainan
bawaan diantaranya, yaitu :
1) Sindroma rubella kongenital, ditandai dengan gangguan

3
penglihatan atau pendengaran, kelainan jantung,
keterbelakangan
mental dan cerebral palsy.
2) Infeksi toksoplasmosis, pada ibu hamil dapat menyebabkan
infeksi mata yang bisa berakibat fatal, gangguan pendengaran
ketidakmampuan belajar, pembesaran hati atau limpa, keterbelakangan
mental dan cerebral palsy.
3) Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan
kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan
berlangsung, dapat menyebabkan kerusakan otak, cerebral
palsy,
gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi.
4) Sindroma varicella kongenital, disebabkan oleh cacar air dan bisa
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang,
kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala
yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan
keterbelakangan mental.
e. Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari
teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik. Salah satu
zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat.
Kekurangan asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya spina
bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa
terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka
setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal
sebanyak 400 mikrogram/hari.
f. Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga
merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang
abnormal dapat menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan
bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit dapat mempengaruhi
pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau dapat
menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses
pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin

4
mengalami gangguan menelan, yang dapat disebabkan oleh kelainan
otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).

g. Faktor genetik dan kromosom

Faktor genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan


bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan
yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua
orang tua. Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam
kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau
cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.

h. Usia
Semakin tua usia seorang wanita ketika hamil (terutama diatas 35
tahun) maka semakin besar kemungkinan terjadinya kelainan
kromosom pada janin yang dikandungnya.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi Atresia Ani secara umum dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :

a. Anal stenosis
Terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia
Terdapat membran pada
anus.
c. Anal agenesis
Memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia
Tidak memiliki rektum.

Klasifikasi atresia ani menurut Wingspread, yaitu :

a. Laki – laki
1) Kelompok I
a) fistel urin
b) atresia rectum
c) perineum datar

5
d) fistel tidak ada
e) invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6

bulan
2) Kelompok II
a) fistel perineum
b) membran anal
c) stenosis anus
d) fistel tidak ada
e) invertogram: udara < dari 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonates

b. Perempuan
1) Kelompok I
a) Kloaka
b) fistel vagina
c) fistel anovestibuler atau rektovestibuler
d) atresia rectum

e) fistel tidak ada


f) invertogram: udara > 1 cm dari kulit
Tindakan: kolostomi neonatus

Gambar 1. Kloaka. Tipe ini merupakan gambaran klasik pada perempuan dengan
malformasi kongenital dengan sebuah orificium perineal. Genitalia tampak cukup
pendek, yang ditemukan tetap dengan kloaka.

6
2) Kelompok II
a) fistel perineum
b) stenosis anus
c) fistel tidak ada
d) invertogram: udara < 1 cm dari kulit
Tindakan: operasi langsung pada neonates

Gambar 2. Fistula fourchette. Malformasi ini adalah pada suatu tempat pertengahan jalan
antara fistula perineal dan fistula vestibular. Fistula ini mempunyai lapisan mukosa vestibular
yang lembab pada bagian anteriornya, tetapi pada bagian posteriornya kulit perineal kering.

Klasifikasi berdasarkan 3 sub kelompok anatomi :

a. Anomaly Rendah / Infralevator


Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik
dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinarius.
b. Anomaly Intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung

anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.


c. Anomaly Tinggi / Supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.
Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –

7
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm

Normal male anatomy Recto urethral bulbar fistula (low) Recto bladder neck fistula (high)

Gambar 3. Gambaran malformasi anorektal pada laki-laki7

Normal female anatomy Vestibular fistul High Imperforate anus Typical Cloaca

Gambar 4. Gambaran malformasi anorektal pada perempuan7

8
Secara umum, anomali anorectal dapat dibedakan menjadi :

a. Tanpa fistula
b. Dengan fistula
Macam – macam fistula :
1) Fistula rektovesical
Hubungan punctum dengan buli-buli
2) Fistula rektouretral
Hubungan punctum dengan uretra
3) Fistula rektoperineal
Hubungan punctum dengan perineum
4) Stenose ani
Beberapa fistula ke dimple anal
5) Fistula rektoscrotal ♂
Hubungan punctum dengan scrotum
6) Fistula rektovaginal ♀
Hubungan punctum dengan vagina
7) Fistula rektovestibularis ♀
Hubungan punctum dengan vestibulum

Pada wanita, fistula rektovesical dan rektouretral sukar terjadi oleh


karena terhalang uterus. Yang paling sering terjadi ádalah fistula
rektovestibularis. Bayi yang mempunyai fistula lebih beruntung daripada
yang tanpa fistula. Pada bayi tanpa fistula, tidak ada hubungan dengan
dunia luar sehingga ditemui gejala obstruksi usus. Oleh karena merupakan
obstruksi usus letak rendah, maka gejala yang ditimbulkan tidak begitu
berat. Bayi atresia ani tanpa fistula belum ada gejala obstruksi usus pada
hari pertama. Pada hari 3-4, dimana bayi sudah aerofagi dan udara sudah
sampai ke distal, akan timbul perut kembung. Udara yang ditiup oleh bayi
akan sampai ke punctum terendah paling cepat dalam 18 jam, rata-rata 24
jam. Insiden: 1 kejadian tiap 3000-5000 kelahiran.

9
4. PATOFISIOLOGI

Anus dan rektum berasal dari embriologi yang di sebut kloaka.


Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum
urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran
kencing di sebelah vintal. Kedua sistem (rectum dan saluran kencing)
menjadi terpisah sempurna pada umur kandungan minggu ke 7, pada saat
yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai
lubang eksternal, sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang
baru terbuka pada kehamilan minggu ke 8. Malformasi anorektal terjadi
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai
stase menimbulkan suatu spektrum anomali,kebanyakan mengenai saluran
usus bawah dan bangunan genitourinaria dan bagian rektum kloaka
menumbulkan fistula.
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada kehidupan embrional. Menifestasi klinis di akibatkan
adanya obtruksi dan adanya fistula. Obtruksi ini mengakibatkan distensi
abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila
urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorsi
sehingga terjadi asidosis hipperchloremia, sebaliknya feses mengalir ke
arah truktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Keadaan ini
biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya.
Pada wanita 90 % dengan fistula ke vagina(revtovagina) atau perineum
(rektovestibular).

10
5. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan


lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001).
Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air

besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran


abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol
(Adele,1996). Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir
juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan
akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna
hitam kehijauan karena bercampur dengan cairan mekonium. Pada bayi
wanita sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi
buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak
pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala terjadinya atresia ani secara garis besar diantaranya
yaitu :
a. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
d. Perut kembung.
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. (Ngastiyah, 2005)

Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru
lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang
dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga
dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat
kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat
normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan
timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah
berwarna hijau.

11
6. KOMPLIKASI

a. Asidosis hiperkloremia

b. Infeksi saluran kemih berkepanjangan

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)

d. Komplikasi jangka panjang :

1) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)

2) Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan


toilet training.
3) Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan
dan infeksi)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan


penunjang sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

1) Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan


untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari
sfingternya.
2) Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam


system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
3) CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

4) Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

12
5) Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang


berhubungan dengan traktus urinarius
Hasil pemeriksaan radiologis yang dapat ditemukan, ialah:

1) Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi


di daerah tersebut.
2) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru
lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
3) Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan
udara tertinggi dapat diukur.
b. Pemeriksaan Fisik Rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan


selang atau jari.
c. Pemeriksaan Defek

Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan


jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
d. Pemeriksaan Urin

Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel mekonium.

13
e. Pemeriksaan Fisik Rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan


selang atau jari.
f. Pemeriksaan Defek

Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan


jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
g. Pemeriksaan Urin

Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel mekonium.

8. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit


malformasi anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara
dan tindakan definitive sebagai berikut :
1) Tindakan sementara

a) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak


segera dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada
malformasi rectum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah
yaitu dilakukan kolostomi transversum akut. Ada 2 tempat
yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan
pada bayi yaitu transverskolostomi dan sigmoidkolostomi.
Khusus untuk defek tipe kloaka pada pada perempuan selain
kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika
perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun).
b) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan
insisi/diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian
diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan

14
dengan kelingking yang dilapisi vaselin didorong masuk
sampai teraba/menonjol ujung rektum kemudian ujung
rektum

diinsisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung


dilakukan terapi difinitif yaitu anorektoplasti posterior sagital
(PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.
2) Tindakan Definitif
a) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk
menghilangkan obstruksi dan mempertahankan kontak
kontinensi. Untuk malformasi rektum setelah bayi berumur
6 bulan dilakukan ano-recto-vagina-uretroplasti posterior
sagittal (PSAVURP)
b) Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung

pada defek
(1) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi
tampak ada anal dimple dilakukan insisi di anal dimple
melalui
tengah sfingter ani aksternus.
(2) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak
boleh langsung ditembus tapi lebih dulu fistel ano
uretralis tersebut diikat. Bila tidak bisa kasus
dianggap dan
diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.
(3) Pada agenesis anorektal pada kelainan tinggi setelah bayi
berat badan mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki
dengan operasi sakropenial atau abdomino perineal
dimana kolon distal ditarik ke anterior ke muskulus
puborektalis dan dijahitkan ke perineum. Pada anomali ini,
sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter
internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi
muskulus pubo rektalis.

15
Gambar 5 : teknik operasi PSARP

Berikut penatalaksanaan Post-operatif yang dapat digunakan


dalam kasus atresia ani, diantarany yaitu :

a. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik

diberikan selama 8- 10 hari.


b. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger
dilatation, 2 kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi
dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang
sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-
14
mudah masuk.
c. Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah
mengerjakan serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali
sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi,
secara
bertahap frekuensi diturunkan.
d. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-
7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley
dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan
pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm.
Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
e. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama
kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari
dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu
lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan.
Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat
16
lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir
sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan
tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
f. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering
terjadi karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan
feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A,
D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati
eritema popok ini.
Sedangkan menurut urgentsinya, penanganan pada atresia ani dapat
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penanganan awal

Penanganan Bayi dengan atresia ani harus dihentikan masukan


makanan unuk mencegah mual muntah dan dehidrasi lebih lanjut.
Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan OGT Sebelum
dilakukan tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai prefilaksi
terhadap infeksi sebelum dilakukan tindakan operatif.
b. Penangana lanjut
Bentuk operasi yang diperlukan pada kelainan atresia ani letak
rendah, baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti perineum,
kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru selama
2-3 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator
Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua
penderita dapat memakai jari tangan di rumah, sampai tepi anus
lunak serta mudah dilebarkan. sampai daerah stenosis melunak dan
fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat
dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian
laktulose Sebelum operasi ini dikerjakan dilakukan terlebih dahulu
test provokasi dengan stimulator otot untuk dapat mengidentifikasi
batas spinkter ani eksternus. Pada kasus atresia letak redah yang
lain, operasi diperlukan. Tujuan dari operasi adalah untuk
mengembalikan anus ke posisi yang normal dan membuat jarak
antara lubang anus dengan vagina. Operasinya disebut cut back
17
incision dan anal transposisi. Pada tipe atresia ani letak
intermediate dan letak tinggi, apabila jarak antara ujung rektum
yang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan
rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa
neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan
kolostomi pada masa neonatus sebelum dilakukan pembedahan
definitif pada usia 12-15 bulan.
Kolostomi bertujuan untuk :

a. Mengatasi obstruksi usus

b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat


dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
c. Memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung
rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan
yang lain, Kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum
atau kolon sigmoideum

(Diagram : penanganan atresia ani pada bayi perempuan)

18
(Diagram : penanganan atresia ani pada bayi laki-laki)

b. Pentalaksanaan keperawatan (Discharge Planning)

1) Berikan pujian saat melakukan perawatan dan jawab


pertanyaan secara jujur apa yang dibutuhkan keluarga.
2) Ajarkan mengenai tanda dan gejala infeksi (demam, kemerahan
di daerah luka, terasa panas).
3) Ajarkan bagaimana menganai pengamanan pada bayi
dan melakukan dilatasi anal.
4) Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat alat
19
yang dibutuhkan untu perawatan di rumah.
5) Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk
mensupport tumbuh kembang.

20
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian Pre Operatif

a) Pemeriksaan Fisik
1) Daerah perineum
Inspeksi dengan cermat derah perineum secara dini untuk mencapai
hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektropik atau
stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat
adanya meconium untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan
letak fistel dan terapi segeranya
2) Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obtruksi usus (perut kembung). Amati adanya
distensi abdomen. Ukur lingkar abdomen. Dengarkan bising usus (4
kuadran). Perkusi abdomen. Palpasi abdomen (mungkin kejang usus). Kaji
hidrasi dan status nutrisi. Timbang berat badan tiap hari. Amati muntah
proyektif (karakteristik muntah)
3) Tanda-tanda Vital
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan). Ukur frekuensi
pernafasan (terjadi takipnea atau dyspnea). Ukur nadi (terjadinya
takikardi)
4) Observasi manifestasi malformasi anorektal
(a) Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila

tidak dapat masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rectum.


(b) Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan
vistel vesika.
Pengkajian Post Operatif

1) Kaji integritas kulit


2) Amati tanda-tanda infeksi
3) Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien
2. DIAGOSIS KEPERAWATAN
a) Nyeri akut
b) Gangguan eleminasi urine
c) Kerusakan integrasi urine
d) Resiko infeksi
3. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan

N NANDA: Nursing Diagnosis 2015-2017 Nursing Care Plan / Intervensi

o
Nursing Outcomes Classification Nursing Interventions Classification (NIC)
(NOC)
Nyeri Akut (00132) hal

1 469 Defenisi: Pengalaman sensori dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1400. Pain management
emosional tidak menyenangkan yang selama …. x 24 jam klien akan:
muncul akibat kerusakan jaringan actual
Aktivitas keperawatan:
atau digambarkan sebagai kerusakan
- 2102. Pain Level
(International for the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari - 1605. Pain control
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
intensitas ringan hingga berat dengan - 2101. Pain : Disruptive Effects, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
akhir yang dapat diantisipasi atau yang dibuktikan dengan indikator dan faktor presipitasi.
dipredisikan sebagai berikut:(1-5 = tidak pernah, 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
jarang, kadang-kadang, sering, atau 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Domain 12: Kenyamanan selalu).
mengetahui pengalaman nyeri pasien.
Kelas 1: Kenyamanan fisik Kriteria Hasil :
4. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Halaman : 469
- Mampu mengontrol nyeri (tahu
menemukan dukungan.
penyebab nyeri, mampu
5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Batasan Karakteristik: menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

mengurangi nyeri, mencari 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

bantuan) 7. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan interpersonal).


8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Bukti nyeri dengan menggunakan - Melaporkan bahwa nyeri berkurang
standar daftar periksa nyeri untuk dengan menggunakan manajemen intervensi.
pasien yang tidak dapat nyeri. 9. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
mengungkapkannya (mis., Neonatal - Mampu mengenali nyeri (skala, 10. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Infant Pain Scale, Pain Assessment intensitas, frekuensi dan tanda 11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
Checklist for Senior with Limited nyeri). 12. Tingkatkan istirahat.
Ability to Communicate) - Menyatakan rasa nyaman setelah 13. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
- Diaphoresis nyeri berkurang.
tindakan nyeri tidak berhasil.
- Tanda vital dalam rentang normal
- Dilatasi pupil 14. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

- Ekspresi wajah nyeri ( mis., mata


kurang bercahaya, gerakan mata
2210.Analgegesic Administrasion
berpencar atau tetap pada satu focus,
meringis). Aktivitas keperawatan:

- Focus menyempit (mis: persepsi 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
waktu, proses berpikir, interaksi nyeri sebelum pemberian obat.
dengan orang dan lingkungan) 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Indikasi nyeri yang dapat diamati
3. Cek riwayat alergi
- Focus pada diri sendiri
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
- Keluhan tentang intensitas
analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
menggunakan standar skala nyeri
(mis., Skala Wong Baker FACES,
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
skala analog visual, skala penilaian
numerik)
Faktor Yang Berhubungan :

- Agen cedera biologis (mis., infeksi, nyeri.

iskemia, neoplasma)
- Agen cedera fisik ( mis., abses,
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
amputasi, luka bakar, terpotong,
dosis optimal.
mengangkat berat, prosedur bedah,
trauma, olahraga berlebihan)
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
- Agen cedera kimiawi (mis., luka
nyeri secara teratur.
bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.

9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

10.Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala


(efek samping)
Gangguan eliminasi urine (00016) Setelah dilakukan tindakan keperawatan

2 selama …. x 24 jam klien akan: 0590. Urinary Elimination Management


Defenisi : Disfungsi eliminasi urine.
- 0503. Urinary Elimination yang
dibuktikan dengan indicator (1: Sangat
Aktivitas keperawatan:
Berat, 2: Berat, 3: Sedang, 4: Ringan ,
Domain 3: Eliminasi dan
5 : Tidak ada gangguan) Kriteria Hasil : 1. Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi,
Pertukaran Kelas 1: Fungsi
bau, volume dan warna).
Urinarius Halaman: 199 2. Kaji dan monitoring tanda dan gejala adanya retensi
- Patensi eliminasi baik.
Batasan Karakteristik : 3. urine Identifikasi factor penyebab inkontinensia.
- Menunjukkan hasil normal (bau
- Anyang-anyangan 4. Jelaskan kepada klien tanda dan gejala terjadinya
urine, jumlah urine, warna urine,
infeksi traktus urinarius.
- Disuria kejernihan urine).
5. Instruksikan klien/keluarga untuk mencatat output
- Intake cairan adekuat
- Dorongan berkemih
urine
- Pengosongan bladder complete
- Inkontinensia 6. Atur keseimbangan cairan
- Tidak ditemukan partikel dalam
- Inkontinensia urine Instruksikan klien untuk mengosongkan bladder secara
irine, darah dalam urine, nyeri saat
komplet.
- Nokturia
berkemih/ rasa terbakar.
- Retensi urine Tidak terjadi hesistensi, frekuensi,
urgensi, retensi, nokturia, dan
- Sering berkemih
inkontinensia.
Faktor Yang Berhubungan :

- Gangguan sensori motorik

- Infeksi saluran kemih

- Obstruksi anatomi
Penyebab multiple
Kerusakan integritas kulit (00023) Setelah dilakukan tindakan ❖ 3520. Perawatan Luka Tekan halaman 376

3 Definisi : Perubahan/gangguan epidermis keperawatan selama 3x24 jam, klien


Aktivitas Keperawatan:
dan/atau dermis akan :
1. Monitor warna, suhu, edema, kelembaban dan kondisi
❖ 1008. Status Nutrisi : Asupan
area sekitar luka.
Batasan karakteristik :
Makanan dan Cairan halaman 2. Monitor tanda – tanda infeksi di area luka
- Kerusakan lapisan kulit (dermis) 553, yang dibuktikan dengan 3. Catat karakteristik luka tekan setiap hari, meliputi ukuran
Gangguan permukaan kulit indicator sebagai berikut (4-5: (panajng x lebar x dalam), tingkatan luka (I - IV), lokasi,
(epidermis) sebagian besar adekuat, sepenuhnya granulasi atau jaringan nekrotik, dan epitalisasi.
Jaga agar luka tetap lembab untuk membantu proses
- Invasi struktur tubuh adekuat). penyembuhan luka.
❖ 1009. Status Nutrisi halaman 553, 5. Ubah posisi setiap 1 – 2 jam sekali untuk mencegah

dapat
Factor yangmengganggu
berhubunangan kesehatan.
: 2. penekanan.
9. Lakukan perawatan pasien sesuai dengan
yang dibuktikan dengan indicator
Domain 3: Eliminasi dan 6. Angkat balutan
1) Eksternal
selama…x
sebagai24berikut:
jam, klien
(4-5akan :
= Sebagian prosedur safetydanyang
plester perekat menggunakan kapas
berlaku.
Pertukaran Kelas 1: Fungsi
- zat kimir, radiasi besar adekuat – sepenuhnya 10.alkohol.
3. Batasi pengunjung / atau keluar masuk
Urinarius Halaman: 199
- usia yang ekstrim adekuat) 7. Ukur luas luka yang pasien.
sesuai
0703. infection Severity yang keluarga terhadap
Factor Resiko :
Kriteria Hasil: 8. 11.
- kelembapan dibuktikan dengan indicator ( 1 berat 4. Bersihkan dengan normal
Lakukan saline
cuci atausebelum
tangan pembersih
danyang tidak
sesudah
- Kurang pengetahuan untuk
- hipertermi, hipotermi ❖ Integritas
sekali, kulit
2 : berat , 3:yang baik4:bisa
sedang, ringan ,
- Penurunan
mengihndari hemoglobin
pemajanan pathogen beracun
kontakdengan tepatpasien dengan menggunakan antiseptic.
/ merawat
- imobilitas fisik dan 5dipertahankan
: tidak ada) (sensasi elastisitas, 9. 12.
-- Malnutrisi 5. Berikan perawatan ulkusuniversal
Terapkan pada kulitprecautions
yang diperlukan
dalam
2) Supresi
Internal respon inflamasi (mis., temperature, hidrasi, pigmentasi)
- Obesitas 10. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
interlekuein
- perubahan6status [ cairan
IL-6], C- perawatan klien .
- Penyakit kronis (mis., diabetes ❖ Tidak Hasil
Kritertia ada luka/lesi
: pada kulit 11. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
reactive protein[CRP])
- perubahan pigmentasi 6.
13. Lakukan pergantian kateter secara periodic
❖ Perfusi jaringan baik’ 12. Perkuat balutan luka, sesuai kebutuhan.
Pertahanan
mellitus)
- perubahan turgor Tubuh Terhadap
untuk mengurangi
13. Pertahankan insidensteril
teknik balutan infeksdi pada
ketika bladder.
melakukan
Pathogen Lingkungan
- Prosedur
- faktorinvasive Meningkat
perkembangan -❖ Demam
Menunjukkan pemahaman dalam
14.
7. Lakukan ambilan urine tengah periodic
- Terpajan pada wabah proses perbaikan kulit dan
- Nyeri perawatan luka, dengan tepat.
- kondisi
Pertahanan ketidakseimbangan
Tubuh Primer Tidak Adekuat
mencegah terjadnya untuk
14. Ganti urinalisis.
balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
- Peningkatan leukosit cedera
nutrisi integritas kulit
- Gangguan berulang. 15.15.
8. Periksa
Kolaborasi pemberian
luka setiap antibiotic dengan
kali perubahan balutan medis
- perubahan sirkulasi
- Gangguan peristalsis ❖ Mampu melindungi kuit dan 16. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
- kondisi gangguan metabolic
17. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam
- Merokok
- gangguan sensasi mempertahankan kelembaban kulit
18. Anjurkan pasien dan keluarga pada prosedur perawatan luka
dan perawatan alami. 6550. Infection Protection
- - tonjolan
Pecah ketubantulang
dini 19. Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan
Aktivitas Keperawatan:
- Pecah ketuban lambat gejala infeksi.
1 Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan
- Penurunan kerja sliaris 20. Berikan obat – obatan antibiotic.
local
Resiko Infeksi (00004) 6540. Infection Control
- Perubahan pH sekresi 2 Monitor status kerentanan terhadap infeksi
4 Definisi : Rentan mengalami invasi dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Aktivitas
3 Batasi Keperawatan
pengunjung :
-multiplikasi
Stasis cairan tubuhpatogenik yang
organism
4 Jaga teknik septic dan aseptic pada perawat pasien yang
1. Jaga kebersihan lingkungan sekitar pasien.
Pertahanan Tubuh
beresiko
Sekunder Tidak Adekuat
5 Lakukan kultur urine sesuai kebutuhan
- Leucopenia
6 Instruksikan klien untuk minum antibiotic (sesuai

advicedokter )dengan tepat waktu sesuai dosis anjuran.


DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2005. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisike-3. Jakarta : EGC.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. (2012).Patofisiologi: Konsep Klinis Proses


Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Kusuma, H & Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


berdasarkan diagnose medis dan Nanda Nic Noc.
Jogjakarta : MediAction publishing.

Suriadi & Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3.
Jakarta. EGC

Wong D. L., Huckenberry M.J.2008.Wong’s Nursing care of infants


and children. Mosby Company, St Louis Missouri
Wong D. Dan Whalley. 2007. Clinical Manual Of Pediatric Nursing.

4th edition. Lippincott: Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai