Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“CACING-CACING PARASIT YANG MERUGIKAN”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PARASITOLOGI

DISUSUN OLEH :
NANDITO PUTRA PRATAMA
NIM : PO7233320 779
1A SANITASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN TANJUNG PINANG
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Cacing-
Cacing Parasit yang Merugikan” tepat waktu. Makalah “Cacing-Cacing Parasit
yang Merugikan” ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Parasitologi. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.

Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Tanjungpinang, 15 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………


KATA PENGANTAR………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………... 1
1.3. Tujuan Penulisan……………………………………………………………. 1
1.4. Manfaat Penulisan…………………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………... 2
2.1 Pengertian Parasit Cacing…………………………………………………… 2

2.2 Metode Penelitian………………………………………………………….... 3

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………… 7


3.2 Kesimpulan………………………………………………………………....... 7
3.2 Saran...……………………………………………………………………….. 7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 8
ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang diakibatkan infeksi


cacing atau helminth. Penyakit ini merupakan penyakit endemik kronik dan
cenderung tidak mematikan namun menimbulkan berbagai masalah seperti
menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas. Penyakit
kecacingan banyak menimbulkan kerugian karena menyebabkan
berkurangnya penyerapan zat gizi makronutrien seperti karbohidrat dan
protein, serta menimbulkan berkurangnya jumlah darah dalam tubuh.
Penderita penyakit kecacingan biasanya mempunyai gejala lemah, lesu,
pucat, kurang bersemangat, berat badan menurun, batuk, kurang konsentrasi
dalam belajar.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu parasit cacing?

2. Apa saja metode yang dilakukan untuk meneliti cacing parasit?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang parasit cacing yang merugikan

2. Untuk mengenali metode dalam penelitian cacing parasite

1.4 Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui jenis parasit cacing yang merugikan

2. Mahasiswa dapat mengetahui metode penelitian cacing parasite


1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Parasit Cacing

Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang diakibatkan infeksi cacing


atau helminth. Penyakit ini merupakan penyakit endemik kronik dan cenderung
tidak mematikan namun menimbulkan berbagai masalah seperti menurunnya
kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas. Penyakit kecacingan
termasuk dalam 17 Neglected Tropical Disease (NTD) / penyakit tropis
terabaikan.2 Penyakit kecacingan yang terjadi di Indonesia tahun 2012 adalah
22,6% sedangan target angka kecacingan di Indonesia menurut Kementerian
Kesehatan tahun 2017 adalah < 10% di setiap daerah kabupaten/ kota.

Salah satu bentuk penyakit kecacingan adalah terinfeksi oleh cacing melalui
tanah atau disebut Soil Transmitted Helminthes (STH) yang kemudian
berkembang di dalam usus. Jenis cacing yang banyak menginfeksi manusia adalah
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).Faktor- faktor
risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi cacing kecacingan adalah
faktor karakteristik (umur, jenis kelamin, imunitas), faktor lingkungan fisik
(tekstur dan kelembaban tanah, lahan pertanian/perkebunan, sanitasi sekolah dan
rumah), faktor biologis (keberadaan cacing tambang pada kotoran hewan dan
halaman rumah), faktor sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan),
faktor perilaku (kebiasaan tidak memakai alas kaki di sekolah, di rumah dan saat
bermain, kebiasaan bermain di tanah, perilaku pengobatan mandiri), faktor budaya
(budaya pemeliharaan anjing/kucing, bermain tanpa alas kaki, defekasi di
sembarang tempat) dan faktor lain, seperti program pemberantasan penyakit.

2
2.2 Metode Penelitian
- Populasi dan sampel penelitian
Penelitian ini dilakukan pada dua sekolah dasar di Kecamatan Brati,
Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada bulan Januari - Februari 2013.
Desain penelitian yang digunakan potong lintang (cross sectional). Populasi
subjek dalam penelitian ini adalah murid-murid SD di Kecamatan Brati,
Grobogan yang berada pada dua sekolah yaitu SD A dan SD B. Teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling design, murid yang
diperiksa terbatas pada kelas IV, V, dan VI. Sampel tinja yang berhasil
dikumpulkan sebanyak 73 sampel. Data mengenai faktor resiko yang diteliti
didapatkan dari kuesioner sederhana tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat) yang diisi oleh responden.
- Prosedur dan Analisis Data
Konfirmasi ada atau tidaknya infeksi cacing tambang adalah dengan
pemeriksaan mikroskopis sampel tinja menggunakan teknik pemeriksaan tinja
secara langsung dengan pewarnaan NaCl fisiologis. Subjek dinyatakan positif
terinfeksi cacing tambang bila ditemukan telur cacing tambang dengan
dinding tipis transparan pada pemeriksaan sampel feses. Data mengenai usia,
asal sekolah, pekerjaan orang tua (ayah dan ibu) dan kelas responden
diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Sedangkan data
kebersihan kuku, berat badan, tinggi badan, dan IMT dilakukan dengan
penilaian dan pengukuran secara langsung. Variabel pekerjaan berisiko
didapatkan dari data pekerjaan ayah atau ibu yang memiliki risiko terhadap
kejadian kecacingan yaitu pekerjaan yang sering terpapar dengan tanah.
- Hasil
Dari hasil pemeriksaan pada responden didapatkan hasil 13,7 persen sampel
feses positif terdapat cacing tambang. Sampel dinyatakan positif bila
ditemukan telur cacing tambang pada pemeriksaan.

3
Pekerjaan berisiko dari orang tua siswa memiliki kemungkinan terjadi
kecacingan sebesar 1,5 kali dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak
berisiko. Kuku kotor pada responden memiliki kemungkinan terjadi
kecacingan sebesar 5,333 kali dibandingkan dengan kuku bersih. Sedangkan
jenis kelamin tidak berpengaruh secara statisik terhadap kejadian kecacingan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel tinja diperoleh 10 responden (13,7%)
positif terinfeksi cacing tambang. Hasil ini sesuai dengan prevalensi
kecacingan di Indonesia yang berkisar antara 2,5%-51,27%. Anak usia SD
merupakan usia yang rentan terinfeksi cacing. Pada penelitian Umar,
prevalensi kejadian kecacingan pada anak usia SD sebesar 60%-80% dari
semua usia responden.6 Hasil penelitian Ginting juga mengatakan bahwa
prevalensi kecacingan pada kelompok umur 9-11 tahun sebanyak 60,0%
dibandingkan dengan kelompok umur lain.

Anak usia SD mempunyai frekuensi bermain yang cukup tinggi. Tanah pada
halaman sekolah merupakan tempat yang disukai bagi siswa untuk bermain dan mungkin
mengandung larva infektif cacing tambang. Kebiasaan bermain siswa yang tidak
memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan seperti bermain di tanah tanpa alas,
berguling di tanah, dan tidak mencuci tangan setelah bermain dapat berpengaruh terhadap
angka kejadian infeksi cacing tambang. Demikian juga kebiasaan dalam mengkonsumsi
makanan yang dijual di sekolah tanpa memperhatikan sanitasinya. Siswa yang
mengkonsumsi makanan di pinggir jalan memiliki prevalensi infeksi lebih tinggi daripada
siswa yang tidak membeli makanan di pinggir jalan. Hal ini terjadi karena siswa
seringkali tidak mencuci tangan terlebih dahulu setelah beraktivitas dan langsung makan
dengan tangan yang kotor. Telur cacing yang semula berada di tanah akan dapat sampai
ke makanan dengan cara diterbangkan oleh angin ataupun dengan dihinggapi lalat yang
membawa telur cacing setelah hinggap di tanah/ selokan. Siswa yang yang tidak mencuci
tangan sebelum makan setelah bermain di tempat yang kotor juga meningkatkan
prevalensi penyakit kecacingan.
4

Pada anak usia SD, cacing tambang berkontribusi dalam menyebabkan gangguan
tumbuh kembang, anemia sedang hingga berat, serta berkurangnya kognitif anak. Salah
satu penyebab infeksi kecacingan adalah cacing STH, yang merupakan kelompok parasit
nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur maupun
larva cacing yang hidup di dalam tanah yang lembab dan hangat terutama pada negara-
negara tropis. STH yang banyak ditemukan di dunia adalah cacing tambang. Spesies
cacing tambang yang sering menginfeksi manusia adalah Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Di dalam siklus hidupnya, cacing tambang memiliki habitat hidup
dan bertelur di usus. Telur keluar bersama tinja lalu menjadi matang dalam waktu 24 jam
di tanah. Telur kemudian berubah menjadi larva tingkat pertama (L1), dan berkembang
manjadi larva tingkat kedua (L2) yang disebut larva rhabditiform, untuk selanjutnya
berubah menjadi bentuk larva tingkat ketiga (L3). Larva ini dinamakan larva filariform
yang bersifat infektif dan dapat menginfeksi manusia dengan cara menembus kulit.

Telur cacing tambang memerlukan tanah berpasir yang gembur, tercampur humus,
dan terlindung sinar matahari langsung untuk hidup.11 Area pertanian adalah daerah yang
relatif gembur karena diolah oleh para petani untuk dapat ditanami. Olahan tanah seperti
di pertanian maupun perkebunan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan larva cacing.
Kebersihan kuku pada penelitian ini menjadi salah satu faktor risiko yang diamati. Hasil
dari

Penelitian ini menunjukkan bahwa kebersihan kuku berpengaruh terhadap


kejadian kecacingan. Siswa yang memiliki kuku yang kotor memiliki kemungkinan
resiko sebesar 5,333 dibandingkan dengan siswa dengan kuku yang bersih. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan 26 Jurnal Kedokteran Raflesia Vol.
5(1) 2019 kebersihan tangan mempengaruhi kejadian infeksi kecacingan.13 Ini sesuai
dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI yang menyatakan
keadaan tangan yang kotor akan meningkatkan prevalensi kecacingan (21,1%) daripada
keadaan tangan yang bersih (13,8%). menderita kecacingan daripada kuku bersih.
5

Salah satu penyebab infeksi kecacingan adalah cacing STH, yang merupakan
kelompok parasit nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak
dengan telur maupun larva cacing yang hidup di dalam tanah yang lembab dan hangat
terutama pada negara-negara tropis. Salah satu upaya pencegahan infeksi kecacingan
adalah dengan memelihara kebersihan diri seperti kebersihan tangan dan kuku. Infeksi
kecacingan kebanyakan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku jemari tangan yang
kotor dan panjang sehingga dapat menimpan telur cacing. Faktor perilaku dari orang tua
dan siswa di lingkungan rumah serta perilaku siswa di sekolah juga memegang peranan
dalam terjadinya infeksi cacing tambang sehingga perlu diadakannya penyuluhan
kesehatan kepada siswa dan orangtua mengenai PHBS dan pengetahuan tentang
penyakit kecacingan.
6

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit kecacingan merupakan penyakit yang diakibatkan infeksi cacing
atau helminth. Penyakit ini merupakan penyakit endemik kronik dan cenderung
tidak mematikan namun menimbulkan berbagai masalah seperti menurunnya
kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas.
Penelitian ini menemukan angka kecacingan pada murid Kabupaten
Grobogan adalah sebesar 13,7 %. Kebersihan sekolah, pekerjaan berisiko dari
orang tua siswa serta kebersihan kuku siswa SD merupakan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi angka infeksi cacing tambang pada siswa SD di Kabupaten
Grobogan Jawa Tengah.

3.2 Saran
Mengenai konsekuensi gangguan parasit terhadap kesejahteraan manusia,
perlu kerja keras untuk mencegah dan mengendalikan penyakit tersebut. Oleh
karena itu, kehidupan parasit perlu dipahami sepenuhnya.
7

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Soil transmitted helminthes Intestinal Worms.


[Internet] Available from: http/www.who.int/intestinal worms/en.
2. Kemenkes RI. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no 15 Tahun 2017
tentang Penanggulangan Cacingan. Jakarta:Kemenkes RI. 2017
3. Kemenkes RI. Pedoman pengendalian kecacingan. Jakarta : Diretorat Jendral PP
dan PL, Kemenkes, 2012.
4. Sumanto, Didik. Faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah. [Tesis].
Semarang: Universitas Diponegoro;2010.
5. Umar Z. Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid SD di
Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. 2005;25611.
6. Ginting A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak
sekolah dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangukuran Kabupaten Samosir.
[Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
7. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib
belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di
wilayah DKI Jakarta, Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008(7):769–74.
8. Samarang, Nurjana MA, Sumolang PPF. Prevalensi Soil Transmitted Helminth di
10 sekolah dasar Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala Sulawesi. J Heal
Epidemiol Commun Dis. 2016;2(2):33–8.
9. Wijaya, N.H. Beberapa faktor risiko kejadian infeksi cacing tambang pada petani
pembibitan Albasia. [Tesis] Semarang: Universitas Diponegoro;2015.
10. Bisara D, Mardiana. Kasus Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan
Mentewe, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Tahun 2010. J Ekol
Kesehat. 2014;13(3 Sep):255–64.
8

Anda mungkin juga menyukai