Anda di halaman 1dari 37

INFEKSI PROTOZOA USUS OPORTUNISTIK

DAN FAKTOR RISIKO PADA MURID


SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN RUMBAI
DAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU

Usulan Penelitian
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau
sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk
melaksanakan penelitian skripsi
Sarjana Kedokteran

Oleh :
TANIA YUZA PUTRI
1108152091

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protozoa usus oportunistik merupakan protozoa yang normalnya hidup di
saluran pencernaan manusia. Protozoa ini dapat menimbulkan penyakit pada
keadaan imunitas yang buruk.1 Gejala berbeda terjadi pada infeksi protozoa usus
oportunistik dengan imunokompromais dan imunokompeten. Pada status imunitas
dengan imunokompeten dapat berupa penyakit ringan atau self-limited disease,
sedangkan pada status imunitas dengan imunokompremais dapat menyebabkan
gejala dari ringan sampai dengan yang lebih berat.
Awalnya infeksi ini jarang terjadi pada manusia, namun kini ditemukan
tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropik dan di daerah dengan keadaan
higiene yang kurang baik. Protozoa ini menyebabkan travelers diarrhea dan
gastroenteritis pada anak dengan malnutrisi, khususnya di daerah berkembang.
Selain itu dapat menyebabkan diare akut maupun menahun pada penderita
imunokompromais temasuk AIDS sehingga berakibat fatal.2,3
Protozoa usus oportunistik diantaranya Cryptosporidium sp, Cyclospora
cayetanensis, Isospora belli, dan Blastocystis hominis.4 Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Rumah sakit Addis Ababa di Ethiopia menyatakan bahwa dari
222 orang anak dibawah usia 5 tahun ditemukan infestasi Cryptosporidium
parvum (8.1%), infestasi Isospora belli (2.3%) dan infestasi Blastocystis hominis
(5.9%).5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perlita K dkk pada tahun
2009 memperlihatkan pemeriksaan tinja parasit dari 401 anak berusia dibawa lima
tahun, ditemukan 37 orang diare dengan B. Hominis positif (15,7%), 22 orang
diare dengan parasit usus negatif (13,3%), 199 orang nondiare dengan B. Hominis

positif (84,3%), dan 143 orang nondiare dengan parasit usus negatif (86,7%) yang
mana penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.6 Penelitian
Hendro pada tahun 2012 pada pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
metode pewarnaan Modifikasi Tahan Asam, pada 96 sampel didapatkan 21 sampel
positif ditemukan Cryptosporidium sp (10,42%), Blastocystis hominis (9,38%)
dan diikuti oleh Cyclospora cayetanensis (2,08%). 7
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi infeksi protozoa usus
oportunistik, antara lain pendidikan orang tua, kebiasaan buang air besar,
kebiasaan memotong kuku, kebiasaan cuci tangan dan kebiasaan jajanan yang
kurang bersih. Penelitian Berdasarkan penelitian Geby A tahun 2010 diperoleh
perilaku jajan pada murid SD di beberapa SD di kota Medan sebagian besar
adalah cukup yaitu 329 orang (85,9%), diikuti perilaku kurang sejumlah 48 orang
(12,5%), dan yang berperilaku baik sejumlah 6 orang (1,6%).8 Selain itu hygiene
dan sanitasi juga dapat menjadi faktor risiko terinfeksi protozoa usus oportunistik.
Salah satu daerah yang sering memiliki masalah hygiene dan sanitasi
adalah daerah pesisir sungai. Karena saat curah hujan meningkat, daerah pesisir
sungai sering mengalami banjir dan mengganggu hygiene dan sanitasi penduduk
sekitar. Selain itu, masyarakat di daerah pesisir sungai sering melakukan aktivitas
sehari-hari

yang

berhubungan

dengan

sungai.

Berdasarkan

penelitian

Goenmiandari dkk tahun 2010 pada penduduk di kawasan Sei Jingah Banjarmasin
diketahui masih sangat tergantung terhadap sungai, yaitu ditemukan 80% aktivitas
mencuci dilakukan di sungai, 41% arah buangan kamar mandi/ WC menuju ke
sungai, 81% sumber air cuci/ mandi adalah air sungai, 6% sumber air minum
adalah air sungai dan 78% pembuangan sampah rumah tangga menuju ke sungai.9

Pada Kota Pekanbaru juga terdapat daerah pesisir sungai, yaitu daerah
pesisir Sungai Siak. Daerah pesisir Sungai Siak ini sering menjadi langganan
banjir setiap tahunnya. Penelitian Iranda tahun 2007 diketahui bahwa aliran
limbah industri dan rumah tangga dari penduduk sekitar mengarah ke Sungai
Siak, masih terdapat penduduk yang menggunakan Sungai Siak sebagai sarana
MCK.10 Sehingga daerah pesisir Sungai Siak memiliki hygiene dan sanitasi yang
buruk dan dapat meningkatkan risiko terinfeksi protozoa usus oportunistik.
Penelitian yang dilakukan Rahmi H tahun 2012 pada murid SD Negeri 015
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru, dari 92 murid didapatkan 12 murid positif
terinfeksi protozoa usus oportunistik, yaitu: Blastocystis hominis sebanyak 7
murid (7,61%), Cryptosporidium sp sebanyak 4 murid (4,35%) dan Cyclospora
cayetanensis sebanyak 1 murid (1,09%).11
Berdasarkan observasi, selain SDN 015 peneliti menemukan SDN 63,
SDN 65 dan SDN 59 yang juga terletak di daerah pesisir Sungai Siak. Ketiga
sekolah ini sering ikut terkena banjir ketika curah hujan meningkat, sehingga
dapat mengganggu hygiene dan sanitasi murid-murid di sekolah tersebut. Oleh
karena itu peneliti berasumsi dapat terjadi infeksi protozoa usus oportunistik pada
murid di tiga sekolah tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang deteksi protozoa usus oportunistik dan faktor risiko pada murid
kelas 1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59 Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diteliti adalah


Bagaimanakah gambaran infeksi protozoa usus oportunistik dan faktor risiko pada
murid kelas 1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran infeksi protozoa usus oportunistik dan faktor
risiko pada murid kelas 1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan
SDN 59 Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui angka kejadian infeksi Cryptosporidium sp usus pada
murid kelas 1 SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui angka kejadian infeksi Cyclospora cayetanensis pada
murid kelas 1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
3. Untuk mengetahui angka kejadian infeksi Isospora belli pada murid kelas
1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59 Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru
4. Untuk mengetahui angka kejadian infeksi Blastocystis hominis pada murid
kelas 1 di SDN 63, SDN 65 Kecamatan Rumbai Pesisir dan SDN 59
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
5. Untuk mengetahui gambaran infeksi protozoa oportunistik terhadap faktor
risikonya, yaitu pendidikan orang tua, kebiasaan buang air besar,
kebiasaan memotong kuku, kebiasaan cuci tangan dan kebiasaan jajanan
yang kurang bersih.
6.
1.4 Manfaat Penelitian

A. Bagi Peneliti
7. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang ilmu
kedokteran khususnya di bidang parasitologi dan ilmu kesehatan masyarakat yang
terkait dengan infeksi protozoa usus oportunistik dan faktor resikonya sehingga
dapat diaplikasikan dalam tindakan preventif, edukatif, serta pengobatan yang
adekuat.
B. Bagi Peneliti lain
8. Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumber
referensi bagi penelitian yang terkait.
C. Bagi responden
9. Diharapkan responden mengetahui gambaran dari infeksi protozoa usus
oportunistik serta faktor resikonya, terutama yang terinfeksi. Pada akhirnya
diharapkan adanya upaya penanganan dan pencegahan terhadap infeksi cacing
oleh masyarakat.
10.
11. BAB II
12. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cryptosporidium
13.
2.1.1 Gambaran Umum
14.
Cryptosporidium sp
(koksidia),

dengan

famili

merupakan

Cryptosporidiidae,

parasit
subordo

protozoa

coccidia

Eimeriona,

ordo

Eucoccidiorida,, subklas Coccidiasina, klas Conoidasida / Sporozoasida, phylum


Apicomplexa.12,14

Merupakan

protozoa

usus

oportunistik

yang

banyak

mengakibatkan diare pada manusia, sapi, domba, babi, mencit, kelinci, monyet,
anjing, dan kucing.1,4 Terbanyak pada pasien dengan dengan imukompromais akan
mengakibatkan diare hebat. Penyakit ini dapat menginfeksi manusia yang
disebabkan oleh Cryptosporidium parvum yang disebut kriptosporidiosis.
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia.3

15.

2.1.2
16.

Morfologi dan Daur Hidup


Stadium ookista berbentuk bulat oval dengan diameter berkisar 4-6

mikron. Stadium ini terbagi atas stadium ookista berdinding tebal yang di
ekskresikan bersama tinja penderita, dan stadium ookista yang berdinding tipis
didalam tubuh inang menyebabkan autoinfeksi dan mengadakan daur hidup
baru.12,14
17. Transmisi dapat terjadi secara per-oral diantaranya melalui makanan atau
air yang sudah tercemar dengan ookista, melalui hewan-manusia, dan melalui
manusia-manusia seperti oral-anal seks serta dapat melalui media makanan dan
minuman (water-borne dan food-borne).3,12,15
18.
Cryptosporidium parvum adalah spesies yang menginfeksi manusia.
Infeksi yang terjadi pada manusia ialah jika individu tersebut tertelan oleh ookista
matang yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja pada hospes yang terinfeksi.1
19. Ookista pada umumnya hidup di air, tetapi tidak dapat bertahan lama
untuk dapat hidup di suhu ruangan. Ookista Cryptosporidium parvum dapat
dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

20.
21. Gambar 2.1 Ookista Cryptosporidium parvum16
22.

23. Infeksi terjadi bila tertelan ookista matang yang dikeluarkan bersama tinja
hospes terinfeksi, eksitasi terjadi di traktus gastrointestinal atas. Daur hidup
terdapat pada.
24.
Ekskistasi dapat terjadi di traktus gastrointestinal atas, sporozoit tersebut
keluar dari ookista dan masuk ke dalam epitel apeks usus di dalam membran sel
hospes, tetapi tidak didalam dari sitoplasma dari sel epitel yang keadaan ini
disebut merozoit. Dan terus berkembangbiak secara aseksual (merogoni) dan
selanjutnya akan menghasilkan merozoit yang memasuki sel lain. Merozoit ini
selanjutnya akan berkembangbiak menjadi mikro- dan makrogametosit yang juga
akan berkembangbiak menjadi mikro- dan makrogamet. Dan setelah pembuahan
akan terbentuk ookista yang mengandung 4 sporozoit. 2 macam ookista ialah
sporokista yang berdinding tipis mengeluarkan sporozoit di dalam usus dan akan
menyebabkan autoinfeksi, sedangkan sporozoit yang memiliki dinding tebal kan
dikeluarkan bersama dengan tinja dan apabila tertelan oleh individu maka akan
menginfeksi hospes lainnya. Masa prepaten, yaitu waktu antara infeksi dan
pengeluaran ookista antara 5-21 hari.1,4 Gambar 2.2
25.

26.
27.

28.

2.1.3
29.

Gambar 2.2 Siklus hidup Cryptosporidium parvum17


Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia Cryptosporidium parvum banyak ditemukan di

faring, esofagus, lambung, duodenum, yeyenum, ileum, apendiks, kolon, rektum,


kandung empedu, saluran pankreas. Dan infeksi yang paling berat ditemukan pada
yeyenum.1,4
30. Sporozoit yang masuk ke dalam sel epitel usus akan menimbulkan
kerusakan atau kematian sel sel epitel usus. Akibat terjadinya proses peradangan
pada usus menimbulkan atrofi villi usus dan terjadi hiperplasia kripta.15
31. Gejala klinis yang terjadi timbul kira-kira seminggu setelah terjadinya
infeksi (masa inkubasi). Pada pemeriksaan histologik dapat ditemukan atrofi vilus
dan ukuran kripta pada usus membesar, seta infiltrasi sel mononuklear di lamina
propria. Cyptosporidium hanya ditemukan pada permukaan sel epitel. Gejala

klinis terdiri atas anoreksia, berat badan menurun, kembung, flatus, nyeri pada ulu
hati, mual, muntah nyeri otot.
32.
Pada manusia bertanya penyakit ditentukan oleh status imun pada
individu. Pada penderita imunokompeten biasanya infeksi yang terjadi
asimptomatik atau dapat sembuh sendiri, sedangkan pada pasien dengan
imunokompromais gejala klinis dapat terjadi lebih berat.1,4,15
33.
Kriptosporodiosis pada manusia biasanya dapat disertai diare dengan tinja
cair yang sering dan tanpa darah (cholera-like diarrhea), serta dapat terjadi
kehilangan cairan dalam jumlah besar.4,15
34.
2.1.4 Diagnosis
35.
Diagnosis pada Kriptosporodiosis dengan ditemukannya ookista
matang pada tinja segar atau tinja yang diawetkan dengan iodium, formalin 10%,
kalium bikarbonat 2,5 dengan pemeriksaan langsung yang dipulas dengan
modifikasi pulasan Ziehl

Neelson. Memperlihatkan ookista tampak bulat

berwarna merah. Jika ookista yang ditemukan dalam jumlah yang sedikit dapat
dilakukan dengan konsentrasi dengan cara flotasi dengan gula atau cara
konsentrasi dengan formalin encer atau formalin etilasetat.1
36.
Serta pemeriksaan imunologi atas anti- IgM, IgG dan IgA
kriptospordium dengan ELISA atau IFA (immunofluorescence antibody assay),
dapat membantu menegakkan diagnosis secara tidak langsung.1,15
37.

2.2 Isospora
2.2.1 Gambaran umum
38.
Isospora belli dan Isospora hominis salah satu spesies dari
Isospora

yang

dapat

menginfeksi

manusia.

Serta

penyakitnya

disebut

Isosporodiasis. Penyebaran dari parasit ini cukup luas atau secara kosmopolit,
tetapi banyak ditemukan pada daerah tropis dan subtropis.1,3,4 Masa inkubasi
adalah 7-11 hari.3

39.

Beberapa penelitian berpendapat bahwa transmisi Isospora belli

dapat melalui seseorang ke orang lain dengan kontak seks anal-oral atau harus
melewati lingkungan dan selanjutnya menjadi matang terlebih dahulu dan
selanjutnya infeksi dapat melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi.3
2.2.2 Morfologi dan Daur Hidup
40.
Isospora sp memiliki 2 stadium ookista diantaranya ialah ookista
imatur dan ookista matur. Ookista imatur berbentuk elips

(memanjang),

berukuran 25-33 mikron untuk I.belli dan lebih besar daripada ookista I.hominis
16 mikron dengan salah satu kutub menyempit.4,12
41.
Ookista matur berdinding lebih tipis, berisi 2 sporikista yang
masing-masing berisi 4 sporozoit dengan bentuk memanjang, mengelilingi satu
inti, dengan sitoplasma bergranul. Pada tinja segar ookista I.belli terdapat dalam
semua stadium, ookista matang dalam waktu 1-5 hari.4,12 Sesuai dengan gambar
2.3

42. A

43. Gambar 2.3 A. Cystoisospora belli oocyst, stained with safranin dan
44. B. C. belli oocyst, unstained wet mount.18

45.

Sporokista menghasilkan 4 sporozoit yang bentuknya

memanjang dan mempunyai satu inti. Infeksi dapat terjadi jika tertelan
ookista atau sporokista yang matang. Sporozoit yang telah tertelan tersebut
akan masuk ke sel usus dan berkembangbiak secara endodiogeni dengan
membentuk 2 merozoit yang selanjutnya akan membelah secara aseksual.
Parasit ini hidup di vili usus halus dan jarang pada usus besar, kadangkadang dapat ditemukan pada kripta atau sel di lamina propria.
46.
Beberapa sporozoit dan atau merozoit akan keluar dari
usus dan selanjutnya akan masuk ke dalam jaringan ekstraintestinal dan

membentuk stadium kista (hipnozoit) yang selanjutnya akan dormant di


dalam tubuh hospes dan infeksi dapat menyebar kemana-mana. 1,2,9 Sesuai
dengan gambar 2.4.

47.
48.

2.2.3

Gambar 2.4 Siklus hidup Isospora belli18

Patologi dan Manifestasi Klinis


49.
Masa inkubasi parasit ini ialah sekitar 1 minggu. Infeksi yang

terjadi biasanya tanpa adanya gejala dengan atau dengan gejala usus ringan.
Infeksi yang berat pada individu akan menimbulkan diare.1,4
50.
Infeksi yang disebabkan oleh Isospora belli dapat menyebabkan
penyakit yang serius dan fatal jika tidak diatasi dengan cepat. Gejala dari infeksi

ini diantaranya diare, steatore, nyeri abdomen, sakit kepala, demam, malaise,
muntah, dehidrasi, berat badan menurun. Pada beberapa pasien dapat ditemukan
eosinofilia dan tinja biasanya tidak ditemukan darah.
51.
Infeksi yang mengenai pasien dengan imunokompromais biasanya
dengan gejala yang lebih parah hingga dapat menjadi kronik, sedangkan pada
pasien imunokompeten diarenya akut, jarang menjadi berat dan bersifat selflimiting.1
2.2.4 Diagnosis
52.
Diagnosis dengan ditemukannya ookista pada tinja. 1,4 Diagnosis
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan tinja dengan menggunakan mikroskop
cahaya dengan menggunakan pulasan Ziehl-Neelson, Giemsa, pengecatan tahan
asam Kinyoun, dan HE (hematoksilin eosin). Diagnosis juga dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan biopsi duodenum dan mencari parasit di sejumlah potongan
serial.3,12
53.
2.3 Cyclospora cayetanensis
2.3.1 Gambaran umum
54.
Tersebar luas di dunia yang terutama pada daerah tropis dan
subtropis, yang mana parasit ini pada manusia akan menyebabkan penyakit
Siklosporiasis. Spesies parasit yang infektif untuk manusia adalah cayetanensis.14
55.
Hospesnya adalah manusia. Belum diketahui apakah hewan dapat
terinfeksi dan apakah hewan dapat menjadi sumber iinfeksi untuk manusia. 1,4
2.3.2 Morfologi dan Daur Hidup
56.
Cyclospora termasuk pada spesies Coccidia, ookistanya berukuran
8-10 mikron.1,4 Pada tahun 1993, Ortega mengidentifikasi parasit tersebut sebagai
protozoa yang termasuk ordo Coccidia, genus Cyclospora dan diberi nama
Cyclospora cayetanensis. Parasit ini berbentuk bulat,

berdinding tebal, dan

mengandung granula yang dapat bercahaya atau mirip dengan dengan buah

stroberi. Bentuk ookista berspora berisi 2 sporokista berbentuk lonjong, masingmasing berisi 2 sporozoit. 3,12
57. Gambar 2.5

A.

B.

58. C.
59.
Gambar 2.5 A. Oocyst of Cyclospora cayetanensis in an
unstained wet mount of stool. Image taken at 1000x magnification. B. Oocysts
of C. cayetanensis stained with safranin (SAF). C. Autofluorescence of an oocyst
of Cyclosporaunder UV microscopy 14. 19

60.

Ookista yang belum matang dikeluarkan dengan tinja dan akan

terjadi sporulasi dalam satu sampai beberapa minggu pada suhu yang tinggi dan
lembab. Ookista matang berisi dua sporokista yang masing-masing mengandung
dua sporozit. Pada hospes, parasit terdapat intrasitoplasmik dan perkembangan
terjadi dalam vakuol pada eritrosit yeyenum. Infeksi terjadi dengan menelan
ookista matang. 1,4
61.
Dua stadium pada parasit ini yakni stadium endogen yang hidup
pada vakuol sitoplasma, dan stadium infektif yakni ookista belum matang yang
dikeluarkan bersamaan dengan tinja penderita. Ookista yang jatuh ke tanah akan
mengalami sporulasi sehingga terbentuk sporulated oocyst yang infektif. Pada

suhu antara 220C - 320C proses sporulasi berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu lamanya.14
62.
Manusia terinfeksi parasit ini peroral dengan masuknya sporulated
oocyst yang infektif melalui makanan atau minum tercemar. Proses eksistasi
kemudian terjadi usus, dengan lepasnya sporozoit yang menginvasi sel epitel usus
halus. Multiplikasi aseksual dan perkembangan seksual menjadi ookista terjadi di
dalam epitel usus. Ookista ini kemudian dapat ditemukan di dalam tinja
penderita.14 Gambar 2.6

63.
Gambar 2.6 Siklus hidup Cyclospora cayetanensis19
Patologi dan Manifestasi Klinis
65.
Cyclospora ditemukan pada intraseluler dalam eritrosit yeyenum.
64.

2.3.3

Gejala klinis dapat timbul setelah satu minggu masa infeksi (masa inkubasi) pada
parasit. Cyclospora dapat menyebabkan diare dapat disertai dengan tinja cair,

namun diare bukan merupakan keluhan utama dan yang sering adalah konstipasi.
Gejala klinis dan keluhan penderita berupa diare cair yang kadang-kadang
diselingi konstipasi, mual, muntah dan kejang perut, juga terdapat gejala klinis
lain terdiri dari anoreksia, berat badan turun, kembung, sering flatus, nyeri ulu
hati, nyeri otot, demam ringan dan lelah.1,4,14
66.
Patogenesis infeksi Cyclospora cayetanensis belum jelas. Pada
pemeriksaan endoskopi dan biopsi usus halus menunjukkan reaksi peradangan
berupa serbukan sel plasma di lamina propria dan meningkatnya sel limfosit
dalam epitel, hilangnya bulu getar dan hiperplasia kripta.3
2.3.4 Diagnosis
67.

Untuk menetapkan diagnosa pasti infeksi Cyclospora harus ditemukan


ookista parasit pada tinja melalui pemeriksaan mikroskopis biasa atau
menggunakan

mikroskop

fluoresen.

Untuk

meningkatkan

hasil

pemeriksaan sebaiknya dilakukan konsentrasi tinja diikuti pewarnaan


safranin atau tahan asam yang dimodifikasi untuk lebih memudahkan
pemeriksaan mikroskopis.14
68.

2.4 Blastocystis hominis


2.4.1 Gambaran umum
69.
Parasit ini pertama kali dilaporkan oleh Alexeieff pada tahun 1911
dan kemudian oleh Brumpt pada tahun 1912. Diduga bahwa parasit ini adalah sel
ragi (yest) yang apatogen yang ditemukan dalam tinja orang yang sakit maupun
yang sehat. Pada ttahun 1991 Zierdt menyatakan bahwa organisme ini adalah
suatu protozoa yang tergolong Sporozoa, yang menyebabkan penyakit pada
manusia.1,4
70.
B.hominisditemukan pada manusia, monyet, kera, babi, dan mungkin pada
marmut, reptilia, kecoa, tikus dan berbagai hewan lainnya. Parasit ini

menyebabkan blastokistosis.4 organisme ini berbentuk kista bulat yang berdinding


tebal, dengan ukuran 6-40 mikron.14
71.
Cara menginfeksi dari makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan
tinja yang menjadi sumber infeksi terpenting sehingga infeksi terjadi melalui
fekal-oral.3
2.4.2 Morfologi dan Daur Hidup
72.
Blastocystis hominis mempunyai 4 bentuk: vakuolar, granular,
ameboid, dan berbentuk kista.1,4
73.
Daur hidup dari Blastocystis hominis sampai saat ini belum dapat
dijelaskan, karena ada bentuk yang dapat berubah ke bentuk yang lain, dan
masing-masing bentuk memiliki daur hidup yang berbeda.12
74.
Bentuk vakuolar. Bentuk ini sering ditemukan dalam tinja
maupun biakkan. Pada bagian tengah ada struktur yang mirip vakuol yang tampak
transparan dan refraktil dengan mikroskop phase contrast. Vakuol ini disebut
sentral, yang dikelilingi oleh sitoplasma perifer yang mengandung nukleus,
mitokondria dan badan golgi. Ini berjumlah 1 sampai 4.
75.
Bentuk granular. Pada bentuk ini sel berisi granula, stadium ini
dibentuk dari stadium vakuolar. Fungsinya dalam daur hidup parasit ini beum
diketahui.
76.

Bentuk ameboid. Stadium ini mempunyi bentuk yang tidak teratur

dan banyak ditemukan dalam tinja maupun biakkan, mirip leukosit.


77.
Bentuk kista. Bentuk kista ini polimorfik, tetapi kebanyakkan
tampak oval atau sirkular, dengan atau tanpa lapisan membran disebelah luarnya,
yang mudah lepas bila kaca tutup ditekan atau bila sediaan mengering. Kista
mengandung mitokondria dan inti. Benda-benda halus dan kasar mungkin tampak
di antara lapisan membran dan kista. Fungsinya tidak jelas, tetapi mungkin
berperan pada perkembangan stadium selanjutnya.1,4
78.
B.hominis berkembangbiak secara aseksual. Ada 4 macam
pembelahan: belah pasang, plasmotomi, skizogoni dan endodiogeni. Pada

manusia biasanya terjadi belah pasang. Bentuk ameba berkembangbiak dengan


plasmotomi, yaitu terpotongnya satu atau lebih dari satu bagian (progeni) dari
tonjolan-tonjolan sel. Pirogeni mengandung satu nukleus atau lebih, tetapi tidak
mempunyai benda sentral. Benda sentral adalah organel, di mana terjadi
skizogoni.
79.

Sel induk atau skizon berisi pirogeni sampai sel pecah dan pirogeni

menyebar ke sekitarnya. Jumlah pirogeni bervariasi dari 1 sampai ratusan.


Dibandingkan dengan bentuk lainnya, bentuk kista adalah betnuk yang paling
tahan terhadap pengaruh lingkungan luar hospes dan mungkin merupakan bentuk
infektif.1,4 Gambar 2.7
80.

81.

82.

2.4.3

Gambar 2.7 Siklus hidup Blastocystis hominis20


Patologi dan Manifestasi Klinis
83.
B.hominis merupakan parasit yang patogen atau komensal masih

merupakan kontroversi. Gejala ditemukannya B.hominis pada pasien dengan


imunosupresi

sehingga

dinyatakan

parasit

oportunistik.

Gejala

infeksi

B.hominisadalah diare, flatulens, kembung, anoreksia, berat badan turun, muntah,


nausea, konstipasi dan lainnya.1,4
84.
Menurut Weinberg dan Levin diare dapat ditemukan pada infeksi
dengan

B.hominis

pada

individu

yang

imunokompromais

maupun

imunokompeten.3
85.
Gejala klinis berhubungan dengan beratnya infeksi dan virulensi
strain B.hominis. gejala klinis biasanya berhubungan dengan bentuk ameboid
B.hominis atau bentuk vakuolar.4
2.4.4 Diagnosis
86.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya B.hominis didalam
tinja dengn pemeriksaan langsung, pewarnaan trikrom, teknik Kinyoun acid fast.
Biasanya ditemukan bentuk vakuolar, B.hominis dianggap bermakna jika
ditemukan > samadengan 5 parasit per 400X lapangan pandang besar.1,3,4
87.
2.5 Faktor Resiko
88.

Penyebaran parasit ini terutama berada di daerah tropis

yang tingkat kelembapannya cukup tinggi. Ketika keluar bersama tinja,


protozoa ini membutuhkan kondisi yang sesuai dengan hospes perantara
untuk menjadi bentuk infektif dari protozoa ini. Bentuk infektif ini dapat
masuk ke dalam tubuh manusia dan akan menimbulkan gejala klinis yang
berarti. Proses infestasi pada protozoa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor risiko, diantaranya:
2.5.1

Tingkat Pengetahuan

89.

Ilmu pengetahuan ini sangat berguna dalam kehidupan

sehari-hari, dan dalam bermasyarakat. Dengan adanya ilmu pengetahuan


yang baik bagi manusia, akan mendukung susana kehidupan yang sehat,
bersih, dan nyaman. Dan dengan adanya ilmu pengetahuan yang baik,
sangat berpengaruh dengan infeksi yang diakibatkan oleh prrotozoa usus
oportunistik. Jika dengan ilmu pengetahuan yang baik, individu dapat
mengetahui bagaimana proses infeksi dari protozoa usus oportunistik,
bagaimana cara mencegah infeksi protozoa usus oportunistik, dan
bagaimana cara pengobatan dari infeksi protozoa usus oportunistik.
2.5.2

Pendidikan Orang Tua


90.

Pendidikan orang tua dapat mempengaruhi kejadian

infestasi cacing usus pada anak. Berdasarkan penelitian yang telah


dilakukan oleh Henry tahun 2005 didapatkan bahwa pada anak yang orang
tuanya berpendidikan rendah memiliki risiko yang lebih besar untuk
terinfeksi cacing usus, sedangkan pada anak yang orang tuanya
berpendidikan tinggi memiliki risiko yang lebih kecil.8
2.5.3
2.5.4

Sanitasi Rumah dan Sanitasi Sekolah


Kebiasaan Mencuci Tangan
91.
Kontaminasi tersering terjadi pada manusia banyak diakibatkan
oleh tangan. Tangan merupakan tempat penghubung antara lingkungan luar,
dengan tubuh. Segala yang dimakan akan melalui tangan yang selanjutnya untuk
diteruskan ke dalam tubuh manusia. Dengan kebersihan tangan dapat mengurangi
kontaminasi dari lingkungan sekitar dengan tubuh manusia. Terutama ketika
sebelum dan sesudah makan, serta sesudah membuang air kecil atau besar, harus

membersihkan tangan. Karena banyak infeksi oportunistik diakibatkan oleh


infeksi oral-fecal atau oral anal.6
92.
Jadi peneliti bersumsi bahwa dengan kebersihan tangan akan
mengurangi infeksi protozoa usus oportunistik pada individu.
2.5.5 Kebiasaan Memotong Kuku
93.

Kebersihan kuku yang kurang baik dapat meningkatkan

resiko infeksi protozoa usus oportunistik. Kuku yang panjang dan kotor
dapat menyebabkan kista yang matang bersembunyi di daerah tersebutdan
dengan tidak sengaja akan tertelan oleh individu tersebut.
2.5.6

Konsumsi Makanan Jajanan


94.
Menurut Widodo dalam Tanjung (2008) makanan jajanan adalah
makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima. Berdasarkan penelitian Geby dkk
pada tahun 2010 sekitar 70% murid SD jajan setiap hari di sekolah. Namum
beberapa jenis makanan yang baik dikonsumsi serta dapat berdampak buruk bagi
kesehatan individu. Karena banyak makanan yang tidak memenuhi standar
kesehatan jika dikonsumsi oleh individu tersebut.6
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.

2.6 Kerangka Teori


110. Kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat
pada
111.

Gambar 2.8
Protozoa Usus
Oportunistik

Cryptosporodium
Tertelan
ookista
matang

112.
113.
114.
115.
116.
Isospora
Cyclospora
117.
cayetanensis
118.
119.
Tertelan
Tertelan
120.
ookista atau
ookista
matang
121.
sporokista
122.
matang
123.
124.
125.
Tubuh manusia
126.
127.
(usus)
128.
Infestasi protozoa usus 129.
oportunistik

Balstocystis
hominis
Tertelan
ookista
matang
Faktor risiko:
-

Pendidikan orang tua


Kebiasaan buang air besar
Kebiasaan memotong kuku
Kebiasaan mencuci tangan
Konsumsi makanan jajanan

Pemeriksaan mikroskop spesimen


tinja
130.
131.

Gambar 2.8 Kerangka teori

2.7 Kerangka Konsep


132. Berdasarkan dari kerangka teori pada gambar 2.8,
kerangka konsep seperi yang dapat dilihat pada gambar 2.4
133.
134.
135.
Deteksi protozoa usus oportunistik:
136.

Cryptosporodium
- Isospora
- Cyclospora cayetanensis
- Balstocystis hominis

137.
138.
139.
140.
141.

Faktor risiko:

142.

Pendidikan orang tua


Kebiasaan buang air besar
Kebiasaan memotong kuku
Kebiasaan mencuci tangan
Konsumsi makanan jajanan

maka alur

143.
144.
145.
146.
147.

Gambar 2.9 Kerangka konsep

148.

149.
150.
151.
152.
153.
BAB III
154.METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
155.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

dengan pendekatan Cross Sectional. Pada penelitian ini peneliti akan


mendeteksi protozoa usus oportunistik dan melihat gambaran faktor
risikonya, yaitu pendidikan orang tua, kebiasaan buang air besar,
kebiasaan memotong kuku, kebiasaan cuci tangan dan kebiasaan jajanan
yang kurang bersih.
156.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
157.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai

Desember 2014. Tempat pengambilan sampel tinja dan pengisian kuisioner


dilakukan di SDN 63, SDN 65 dan SDN 59. Pemeriksaan tinja dilakukan
di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
158.
3.3 Populasi dan Sampel

159.

Populasi dari penelitian ini adalah murid kelas 1 SDN 63,

SDN 65 dan SDN 59. Pada penelitian ini, semua populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi dijadikan sebagai sampel.
160.
Kriteria inklusi responden :
-

Orang tua siswa bersedia anaknya diikutsertakan dalam penelitian ini dan

mengisi lembar informed consent.


Siswa hadir saat pengarahan penelitian.
Menyerahkan pot tinja dan kuisioner besok harinya.

161.
Kriteria eksklusi responden :
- Tidak menyerahkan pot tinja yang sudah terisi tinja besok harinya.
- Siswa menyerahkan kuisioner yang tidak lengkap.
162.
3.4 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
163.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling

dalam menentukan lokasi pengambilan sampel, yaitu di SDN 65 Jalan


Pesisir no. 1 Kecamatan Rumbai Pesisir, SDN 063 Jalan Pesisir no. 1
Kecamatan Rumbai Pesisir, dan SDN 059 Jalan Tegal Sari no. 99
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Sekolah dasar ini dipilih karena
mempertimbangkan jaraknya terhadap Sungai Siak dan kemampuan
peneliti. Pemilihan kelas dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling, yaitu murid kelas 1 yang memiliki kesamaan prilaku.
164.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan sampel
adalah consecutive sampling, dengan menggunakan rumus Taro Yamane
karena jumlah populasi keseluruhan murid kelas 1 sekolah dasar telah
diperoleh dari kepala sekolah masing-masing, yaitu di SDN 65 terdapat 20
murid kelas 1, di SDN 63 terdapat 48 murid kelas 1 dan di SDN 59
terdapat 89 murid kelas 1. Sehingga didapatkan jumlah semua murid kelas
1 dari tiga sekolah tersebut adalah 157 murid.

N
N d 2 +1

165.

Jumlah sampel ( n ) =

166.
167.
168.

n = jumlah sampel
N = jumlah populasi yang diketahui
d = presisi yang ditetapkan (%)

169.

170.

171.

172.
173.

besar sampel adalah =

157
2
157 (10 ) +1

10

157
157

= 61,08 (pembulatan 61 murid)


Sampel dibagi berdasarkan sekolah masing-masing dengan

menggunakan rumus alokasi proporsional, yaitu:


= n
N
174.
175.
176.
177.
178.

ni = jumlah sampel per sekolah


N = jumlah populasi
n = jumlah sampel keseluruhan
Ni = jumlah populasi sekolah
179.
Sehingga diperoleh jumlah sampel untuk SDN 65 sebesar 8

murid, jumlah sampel untuk SDN 63 sebesar 19 murid dan jumlah sampel
untuk SDN 59 sebesar 34 murid. Adapun pembagian masing-masing
sampelnya dapat dilihat seperti tabel 3.1
180.
Tabel 3.1 Proporsi sampel
181.

182.

SD

183.

N 65
185.

Kel

186.

as 1
189.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel independent

SD

184.

N 63
8

187.

SD
N 59

19

188.

34

190.

faktor risikonya, yaitu pendidikan orang tua, kebiasaan

buang air besar, kebiasaan memotong kuku, kebiasaan cuci tangan dan
3.5.2

kebiasaan jajanan yang kurang bersih


Variabel dependent
191. Infestasi protozoa usus oportunistik.
192.

3.6 Definisi Operasional


193.

Definisi operasional dalam penelitian ini terlihat dalam table di

bawah.
194. 195.
N
Nam
a
v
a
r
i
a
b
e
l
200. 201.
1
Dete
k
s
i
i
n
f
e
k
s
i
p
r
o
t
o
z
o
a
u

196.

Definisi

197.

198.
Skal
a

203.
P
emeriks
aan
mikrosk
opis
tinja
yang
telah
dibuat
sediaan
langsun
g
dengan
pewarna
an MTA

204.
Nomi
n
a
l
205.

ara
ukur

202.
Deteksi
stadium kista , atau
ookista matang,
diantaranya:
- Cryptosporidium
sp
- Isospora
- C. cayetanenis,
- B. Hominis
- Microsporidia

199.

Interpret

206.
Positif (+) :
ditemukannya kista
atau ookista matang
atau spora pada selu
lapangan pandang
pemeriksaan
mikroskopis tinja.
207.
Negatif (-)
tidak ditemukannya
kista atau ookista
matang atau spora p
seluruh lapangan
pandang pemeriksa
mikroskopis tinja.

s
u
s
o
p
o
rt
u
n
i
s
ti
k
208. 209.
2
Pendi
d
i
k
a
n
o
r
a
n
g
t
u
a
216. 217.
3
Kebi
a
s
a
a
n
t
e
m
p
a
t
b
u
a
n
g

210.
Pendidikan
terakhir dari orang
tua siswa SDN 065,
SDN 063, dan SDN
059 Kota
Pekanbaru

211.
K
uesioner

212.
Ordi
n
a
l

213.
Pendidikan
tergolong rendah =
tidak tamat sd atau
tamat sd sederajat
214.
Pendidikan
tergolong sedang =
tamat smp sederajat
atau tamat sma
sederajat
215.
Pendidikan
tergolong tinggi =
tamat perguruan tin
atau akademi

218.
Kebiasaan
tempat buang air
besar murid SDN
063, SDN 065, dan
SDN 059 Kota
Pekanbaru

219.
K
uesioner

220.
Ordi
n
a
l

221.
Baik = jika
selalu buang air di
jamban / WC
222.
Buruk = jik
tidak selalu buang a
jamban/ WC.

a
ir
b
e
s
a
r
223. 224.
4
Kebi
a
s
a
a
n
m
e
n
c
u
c
i
t
a
n
g
a
n
230. 231.
7
Kebi
a
s
a
a
n
m
e
m
o
t
o
n
g
k
u
k
u

225.
Kebiasaan
siswa SDN 63,
SDN 65, dan SDN
59 Kota Pekanbaru
terhadap mecuci
tangan

226.
k
uesioner

227.
Ordi
n
a
l

228.
Baik = jika
murid selalu mencu
tangan dengan sabu
sebelum makan
229.
Buruk = jik
murid tidak selalu
mencuci tangan den
sabun atau tidak ada
mencuci tangan
sebelum makan

232.
Kebiasaan
siswa SDN 59,
SDN 63, dan SDN
65 Kota Pekanbaru
terhadap memotong
kuku

233.
k
uesioner

234.
Ordi
n
a
l

235.
Baik =jika
murid memotong ku
dalam 1 minggu sek
atau < 1 minggu sek
236.
Buruk =jika
murid memotong ku
lebih dari 1 minggu
sekali

237. 238.
8
Kons
u
m
s
i
j
a
j
a
n
a
n
k
u
r
a
n
g
b
e
r
s
i
h

239.
Kebiasaan
siswa SDN 59,
SDN 63, dan SDN
65 Kota Pekanbaru
terhadap konsumsi
jajanan kurang
bersih

240.
k
uesioner

241.
Ordi
n
a
l

242.
Baik = jika
memenuhi standar
kesehatan
243.
Buruk = jik
tidak memenuhi sta
kesehatan

244.
3.7 Alat dan Bahan
245. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Alat
246. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah handscoon, masker, gelas
objek, rak pemulasan, pot tinja, lidi aplikator, rak pewarnan, pipet, mikroskop dan
api bunsen.
2. Bahan
a. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, minyak emersi,
formalin 10%, methanol, malachite green 0,4% karbol fuchsin 3%, HCL methanol
1%.
b. Kontrol positif: tinja yang positif ookista dari Blastocystis hominis pada ibu hamil
yang diperoleh dari Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Riau
247.
3.8 Cara Kerja

3.8.1

Pengumpulan Sampel
248.
Penelitian ini dimulai dengan memberikan penjelasan tentang
proses penelitian kepada murid yang akan dijadikan sampel. Selanjutnya murid
diberikan kertas informed consent dan kuesioner modifikasi Herison R tahun 2008
untuk diisi oleh orang tua murid, serta pot tinja yang telah diberikan nomor sesuai
dengan lembar kuesioner. Tinja sampel yang diambil adalah tinja segar yang
ditampung secara langsung bukan tinja yang ada di tempat pembuangan akhir,
sebanyak seperempat dari pot tinja. Peneliti mengambil kuesioner dan pot tinja
yang telah diisi esok harinya. Dalam pengumpulan pot tinja dan kuesioner ini,
peneliti bekerja sama dengan guru/ wali kelas untuk mengingatkan kembali murid
dan orang tua agar membawa kuesioner dan pot tinja yang telah diisi.
249.

Tinja yang didapatkan selanjutnya dibawa ke Laboratorium

Parasitologi

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Riau.

Lalu

tinja

dicampurkan dengan formalin 10% dengan perbandingan tinja : formalin


10%

adalah 1 : 3. Setelah itu tinja dilakukan pewarnaan MTA dan

diperiksa

di bawah

mikropkop

dengan

perbesaran

100x.

Hasil

pemeriksaan akan dikonfirmasikan ke bagian Parasitologi Universitas


Riau.
3.8.2

Pemeriksaan Tinja
a. Persiapan spesimen tinja
250.
Tinja yang telah didapatkan selanjutnya diawetkan dengan
menggunakan formalin 10% dengan menggunakan perbandingan 1:3,
selanjutnya tinja diambil dengan menggunakan lidi dan dioleskan pada
kaca objek, dan langkah terakhir dilanjutkan dengan pewarnaan MTA.
b. Cara pemeriksaan dengan pulasan MTA

1. Tinja diberikan formalin 10% dengan menggunakan perbandingan dengan


formalin 1:3
2. Dengan lidi diambil sedikit tinja (1-2 mm3)
3. Lidi dengan tinja tersebut dioleskan pada kaca objek dan dikeringkan
4. Setelah kering, sediaan difiksasi dengan menggunakan api bunsen dengan
cara dilewatkan diatas api 2-3 kali
5. Lalu fiksasi kembali dengan menggunakan methanol 1% selama 1 menit
6. Tuangkan Carbol fuchsin lalu diamkan selama 15 menit
7. Lalu sediaan dialirkan dengan air mengalir, untuk membuang sisa dari
pewarnaan
8. Dengan menggunakan alkohol dilakukan deklorisasi selama 10-15 detik
9. Tuangkan biru metilen dengan komposisi 0,1% , tunggu selama 30 detik
10. Cuci kembali dengan air mengalir dan keringkan
11. Sediaan yang telah selesai dikeringkan selanjutnya dilihat di bawah
mikroskop pada pembesaran 100X.
251.
3.9 Pengolahan dan analisis data
252.
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan di Laboratorium
Parsitologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan data yang didapat
dari kuesioner dilakukan pencatatan dan rangkuman. Data diolah secara
manual dan komputerisasi menggunakan microsoft excel. Selanjutnya data
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusif frekuensi, presentase dan
narasi.
253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
3.10

Alur Penelitian

263.
- Memberikan pengarahan tentang penelitian disertai informed consent
-4 Mencatat identitas responden ( nama, jenis kelamin, kelas, dan umur )
- Menyerahkan pot tinja dan kuesioner yang telah diberi label

5
264.
265.
Pengambilan kuesioner
266.
yang telah diisi
267.
Pengambilan
sampel
keesokan harinya
268.
Menilai hasil dari kuesioner yang diisi
tinja keesokan harinya
269.
dalam rentan waktu 24
dalam
rentan
waktu
24
270.
jam
Tinja diawetkan dengan
Hasil tergolong baik atau buruk
271.
jam
formalin
10%
di
272.
Laboratorium
FK UR
273.
Melihat gambaran
Melakukan
pemeriksaan
tinja
274.
faktor sisiko yang
langsung di bawah mikroskop
275.
didapatkan dari
cahaya
276.dengan perbesaran 40x
kuesioner dengan
dengan
277.mengggunakan laruan Eosis
Negatif
Positif ( + )
hasil deteksi
2% 278.( - )
279.
protozoa usus
280.
oportunistik
Cryptosporodium
Isospora
Cyclospora
Balstocystis
281.
282.
Gambar 3.1
Alur Penelitian
cayetanensis
hominis
283.
284.

3.11
285.

Kaji Etik
Penelitian ini dilakukan setelah dinyatakan lulus uji etik

oleh Unit Kaji Etik Fakultas Kedokteran Universitas Riau.


286.
287.
288.
289.
290.
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
301.
302.
303.
304.
305.
306.
307.

308.

DAFTAR PUSTAKA

309.
1. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Editor: Inge S, Is SI, Pudji KS,
Saleha S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2008.p. 103
2. Kang, G. (2000) Opportunistic protozoan parasitic infections of gastrointestinal
tract Indian Journal of Medical Microbiology, 18 (2). pp. 50-54. ISSN 0255-0857
3. Editor: Pinardi H, Sri S. Dasar parasitologi klinik. Edisi pertama. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2011.p.97
4. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Editor: Srisasi G, Herry D, Wita P.
Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI;
2003.p.109
5. Haileeyesus Asamu, Tekola Endeshaw, Tilahun Teka, Achamyelesh Kifie, Beyene
Petros. 2006. The prevalence of intestinal parasites in paedriatic diarrhoeal and
non-diarrhoeal patients in Addis Ababa hospital, with special emphasis into the
demographic and socio-echonomic factors. Ethiop.J.Health Dev. 2006;20(1)
6. Kamilia P. Infeksi Blastocystis hominis Pada Balita di Kecamatan Jatinegara:
Kaitannya dengan Kejadian Diare. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
7. Mandela H. Deteksi Protozoa Usus Oportunistik Pada Penderita Diare Anak di
Puskesmas Rawat Inap Kota Pekanbaru. Pekanbaru. Fakultas Kedokteran
Universitas Riau; 2012
8. Geby Anthony [data dari internet]. Perilaku jajan pada murid SD di beberapa SD
di Kota Medan tahun 2010 [skripsi]. Universitas Sumatera Utara (USU); 2010.
[dikutip

10

September

2013]

diakses

pada;

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21468
9. Goenmiandari B, Silas J, Supriharjo R. Penataan permukiman bantaran sungai di
Kota Banjarmasin berdasarkan budaya setempat [seminar nasional]. Surabaya:
Institut Tekhnologi Surabaya (ITS); 2010. [dikutip 3 Juni 2014] Diakses pada:
digilib.its.ac.id/public/ITS-Mater-10740-Presentation.pdf.

10. Iranda FK. Penataan koridor Sungai Siak Pekanbaru (sebagai penunjang wisata
budaya dan sejarah kota lama Senapelan) [thesis]. Semarang: Universitas
Diponegoro

(UNDIP);

2007.

[dikutip

Juni

2014]

Diakses

pada:

eprints.undip.ac.id/1285/2/lp3a_SIAK_bab_1.pdf.
11. Rahmi H. Deteksi protozoa usus oportunistik pada murid SD Negeri 015
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru [skripsi]. Pekanbaru: Universitas Riau (UR);
2012.
12. R Heru P. Buku ajar parasitologi kedokteran parasit usus. Cetakan pertama.
Jakarta: Sagung seto; 2013.p.151-168
13. Beeching NJ, Jones R, Gazzard B. Gastrointestinal opportunistic infections. HIV
Medicine. 2011; (12 Suppl. 2); 4354
14. Soedarto. Buku ajar parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung seto; 2011.p.67-71
15. Editor: Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 2009.p.416
16. Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) [database on the internet].
Trichuriasis.

[Cited

2013

Sep

16]

Available

from:

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Cryptosporidiosis.htm
17. Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) [database on the internet].
Cryptosporidiosis.

[Cited

2014

May

22]

Available

from

http://www.cdc.gov/dpdx/cryptosporidiosis/
18. Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) [database on the internet].
Cystoisosporiasis.

[Cited

2014

May

22]

Available

from

http://www.cdc.gov/dpdx/cystoisosporiasis/index.html
19. Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) [database on the internet].
Cylosporiasis.

[Cited

2014

May

22]

Available

from

http://www.cdc.gov/dpdx/cyclosporiasis/index.html
20. Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) [database on the internet].
Blastocystis

hominis.

[Cited

2014

May

http://www.cdc.gov/dpdx/blastocystis/index.html

22]

Available

from

21. Herison R. Infeksi soil transmitted helminths pada murid SD Negeri 027 Labuhan
Tangga Besar Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir [skripsi]. Pekanbaru:
Universitas Riau (UR); 2008.
310.
22. Public
Health

England

diakses

dari

http://hpa.org.uk/Tropics/InfectiousDiseases/InfectionsAZ/Cryptosporidium/
23. World Health Organization (WHO) [database on the internet]. Mrobial fact
sheets.

[cited

Sept

16]

Available

from;

http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/en/gdwq3_11.pdf

24. Editor: Leshmana P. Diagnostik parasitologi kedokteran.


Jakarta: EGC; 1996.p.41-45

311.
312.
313.
314.
315.
316.
317.
318.
319.
320.
321.
322.

Cetakan pertama.

323.

324.
325.
326.
327.
328.
329.
330.
331.

Anda mungkin juga menyukai