Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dukungan Keluarga

2.1.1. Pengetian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang

melindungi sesorang dari efek stres yang buruk (Jhonson & Lenny, 2014).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan peneriman keluarga terhadap

anggotanya, berupa dukungan invormasional, dukungan penilaian, dukungan

instrumental, dan dukungan emosional, jadi dukungan keluarga adalah suatu

bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan

terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat, dan jenis kehidupan. Dukungan keluarga berpengaruh

dalam kesehatan anggota keluarga, seseorang yang mendapat dukungan keluarga

yang baik akan menjadikan individu lebih sehat (Friedman, 2013).

2.1.2. Jenis Dukungan Keluarga

Friedman (2013) menjelaskan terdapat empat indikator dukungan keluarga

yaitu.

1. Dukungan emosional

Dukungan emosional keluarga berupa perhatian, kepercayaan, empati dan

kepedulian pada lansia, bisa membuat lansia merasa diperhatikan, dicintai,

nyaman, dan dihargai. Dampaknya terhadap pembentukan harga diri lansia

8
9

yaitu pendirian yang kuat, sikap optimis, dan percaya diri. Emosional adalah

perasaan seseorang yang mendasar dan mempunyai empat bagian yaitu reaksi

atau respon tubuh, keyakinan dan penilaian, ekspresi wajah, serta reaksi

terhadap emosi. Keluarga sebagai sebuah tempat yang nyaman, untuk istirahat,

menenangkan pikiran, dan berbagai masalah. Induvidu yang mempunyai

persoalan atau masalah akan merasa terbantu yang mendengarkan masalah

yang sedang dihadapi. Memberikan dukungan emosional termasuk dalam

fungsi afektif keluarga yang berhubungan dengan fungsi internal keluargauntuk

memberikan perlindungan psikososial dan dukungan kepada anggota keluarga

(Jhonson & Lenny, 2014).

Dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga akan mendorong

anggota keluarganya untuk mengkomunikasikan segala masalah pribadi

mereka sehingga dapat mengurangi beban persoalan yang dimiliki. Selain itu

keluarga keluarga dapat memberikan saran dan bimbingan untuk memelihara

nilai dan tradisi dan juga dukungan emosional dapat diberikan keluarga dalam

bentuk keluarga, kasih sayang, dan simpati. Dukungan emosional yang

diberikan keluarga dapat berpengaruh pada hasil akhir dari kesehatan dan

kesejahteraan pada individu sehingga individu mendapatkan dukungan ini

menjadi lebih sehat (Friedman, 2013).

2. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan dapat berupa pemberian sesuatu atas tercapainya

kondisi keluarga sesuai keadaan yang nyata. Dukungan dan perhatian dari

keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan individu.


10

Dukungan penilaian ini termasuk bentuk fungsi afektif keluarga dan dapat

meningkatkan status psikososial pada keluarga yang sakit. Dukungan penilaian

yang dapat diberikan seperti memberikan support, pengakuan, penghargaan,

dan perhatian pada anggota keluarga. Dukungan penilaian keluarga berperan

sebagai umpan balik, membimbing, dan membantu memecahkan masalah

(Marlin, 2014).

3. Dukungan Informasi

Dukungan informasi merupakan suatu bantuan yang mendukung dalam

bentuk pemberian informasi tertentu yang dibutuhkan seseorang. Dukugan

informasional diberikan dalam bentuk pemberian nasehat, ide-ide atau

informasi yang dibutuhkan guna membantu mengurangi permasalahan yang

dihadapi dalam keluarga. Dukungan informasional ini, keluarga berfungsi

sebagai kolektor (pengumpulan informasi) diseminator (penyebar informasi)

kepada keluarga lain (Friedman, 2013). Informasi yang dapat diberikan dapat

dipengaruh pada perilaku kesehatan anggota keluarga. Suatu keluarga yang

memiliki sistem pendukung yang luas akan mempunyai banyak kesempatan

dalam menyediakan informasi kesehatan bagi anggota keluarganya, seperti

meningkatkan akses sumber informasi yang tepat terkait masalahnya (Marlin,

2014).

4. Dukungan instrumental

Keluarga menjadi sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan dan

pemenuhan kebutuhan individu. Keluarga mencari solusi yang dapat

membantu individu untuk memenuhi kebutuhan. Keluarga dapat memberikan


11

dukungan instrumental berupa bantuan nyata dan bantuan ekonomi. Dukungan

keluarga yang dapat diberikan misalnya, keluarga memberikan makanan, baju,

dan rumah untuk mencegah sakit dan membatasi dari faktor resiko yang

berbahaya. Selain itu, dukungan instrumental dapat berupa bantuan finansial

yang terus–menerus, berbelaja, perawatan kesehatan, dan melakukan tugas

rumah tangga (Friedman, 2013).

2.1.3. Sumber Dukungan Keluarga

Marlin (2014) menjelaskan secara umum terhadap tiga macam sumber,

yaitu individu, unit keluarga, dan komunitas. Sumber untuk dukungan keluarga

dapat berupa organisasi, ketrampilan, pengambilan keputusan, dan kemampuan

resolusi-konflik yang didapatkan melalui dukungan internal dan eksternal.

Dukungan keluarga internal seperti dukungan dari suami atau istri, atau dukungan

dari saudara kandung, sedangkan dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti

adalah sistem pendukung sosial keluarga atau di luar keluarga.

2.1.4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Marlin (2014) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah:

1. Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Dukungan dapat disesuaikan dengan tahap perkembangan individu.

Pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan berbeda-beda

sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan setiap rentang usia

(bayi sampai lansia).


12

b. Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan

Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir sesorang termasuk

kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyakit. Dukungan keluarga terutama dukungan informasi yang diberikan

juga dipengaruhi oleh pendidikan atau tingkat pengetahuan dari anggota

keluarga. Apabila anggota keluarga memiliki tingkat pengetahuan/

pengetahuan yang baik, maka dukungan informasi yang diberikan akan

baik juga dan sebaliknya, apabila tingkat pengetahuan/pendidikan keluarga

kurang maka dukungan informasi akan kurang juga.

c. Faktor Emosi

Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan

dan cara melaksanakannya. Faktor emosi dari keluarga dalam berespon

untuk memberikan dukungan sangat berpengaruh, sehingga individu harus

mampu mengendalikan keluarga dalam memberikan bantuan sehingga dia

mendapatkan bantuan sesuai yang dibutuhkan.

d. Spiritual

Aspek spiritual mempengaruhi dukungan keluarga dapat terlihat dari nilai

dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman,

dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup (Marlin, 2014).

2. Faktor Eksternal

a. Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan yang biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya. Kemampuan


13

keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan dapat berpengaruh pada

status kesehatan keluarga.

b. Faktor ekonomi keluarga

Ekonomi keluarga sangat berpengaruh dalam mencari dukungan yang akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara perawatan kesehatan.

Seseorang yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi, maka

mereka akan lebih peduli dengan kesehatannya. Sehingga mereka akan

segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan dengan

kesehatannya.

c. Latar belakang budaya

Setiap masyarakat memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang dapat

mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu dalam

memberikan dukungan serta cara perawatan kesehatan (Marlin, 2014).

2.1.5. Fungsi Dukungan Keluarga

Sudiharto (2013) menjelaskan secara umum fungsi dunungan keluarga

adalah:

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga, meliputi

perlindungan dan dukungan psikolososial terhadap anggotanya, pada fungsi

afektif keluarga bertanggung jawab dalam upaya pemenuhan kebutuhan dalam

sosioemosional anggotanya, dan kepribadian perilaku, kemampuan

berhubungan yang baik dengan orang lain, serta meningkat harga diri anggota

keluarga.
14

2. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi dalam keluarga merupakan banyak pengalaman belajar

diberikan dalam keluarga kepada anak sebagai pelajaran hidup di masyakat.

Sosialisasi mencakup smua proses dalam sebuah komunitas atau kelompok

dimana manusia tinggil dan berdasarkan sifat lenturannya, yang diperoleh

selama pengalaman-pengalamnan selama hidup

3. Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan keturunan yang

menjadi generasi penerus dan menjaga konsistensi sebuah keluarga. Selain itu,

fungsi reproduksi termasuk penggunaan alat kontrasepsi dan teknologi

reproduksi yang lebih luas lingkup keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga

akan sumber daya yang cukup berupa keuangan, tempat tinggal, dan barang –

barang, serta tempat untuk mengembangkan kemampuan induvidu

meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan

Perawatan/pemeliharaan kesehatan ttidak hanya berfungsi secara pokok dan

mendasar dalam keluarga, tetapi juga berfungsi mengemban focus setral

kesehatan dengan baik dalam keluarga, agar keluarga menjadi sumber

kesehatan efektif dasn utama, maka keluarga juga harus terlibat dalam tim

perawatan kesehatan dan keseluruhan proses terapeutik.


15

2.1.6. Dukungan Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Jhonson & Lenny (2014) dukungan keluarga di bidang di bidang kesehatan

meliputi.

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan setiap induvidu yang tidak boleh diabaikan

sebab kesehatan adalah sebuah kenikmatan. Tugas keluarga dalam mengenal

masalah kesehatan sangat diperlukan,terutama bila ada perubahan-perubahan

yang dialami anggota keluarga yang walaupun perubahan tersebut sedikit.Bila

memungkinkan,setiap perubahan keluarga perlu di cacat perubahan apa yang

terjadi, kapan terjadinya,dan sebesar apa berubahannya.

2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Dalam memutuskan tindakan kesehatan yang tepat keluarga mempunyai tugas

utama yaitu memberikan memberikan pertolongan yang tepat sesuai dengan

keadaan keluarga, dengan pertimbagan siapa di antara anggota keluarga yang

mempunyai peran pengambilan keputusan. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dalam memberikan pertolongan, maka keluarga dapat meminta

bantuan kepada orang tinggal di sekitar lingkungan keluarga.

3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

Sering kali keluarga memutuskan tindakan yang tepat dan benar, tetapi

keluarga memiliki keterbatasan dalam merawat. Oleh karena itu anggota

keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan

lanjutan atau perawatan di institusi pelayana kesehatan. Apabila keluarga sudah


16

mampu melakukan tindakan pertolongan pertama, maka keluarga dapat

melakukan perawatan dirumah.

4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjaminkan kesehatan keluarga

Lingkungan keluarga bersih seperti kebersihan kamar tidur, kebersihan kamar

mandi, kebersihan rumah dan dapur.

5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

Fasilitas pelayanan kesehatan seperti menyediakan kotak obat khusus lansia

apabila tiba-tiba mengalami penurunan kesehatan.

2.1.7. Indikator Dukungan Instrumental Keluarga

Menurut Nasution (2013) indikator dukungan instrumental keluarga pada

lansia yaitu.

1. Finansial berupa biaya perawatan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu

2. Perawatan kesehatan, berupa mengantar lansia berobat ke layanan kesehatan

3. Pemenuhan kebutuhan sandang (pakaian)

4. Pemenuhan kebutuhan pangan, berupa memberikan makana yang bergizi dan

seimbang

5. Pemenuhan kebutuhan papan, berupa memberikan tempat tinggal yang layak

untuk lansia.

2.1.8. Penilaian Dukungan Instrumental Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu kepedulian dari suami, istri, anak dan

anggota keluarga yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi lansia.

Penilaian dukungan instrumental keluarga pada lansia berdasarkan indikator yaitu


17

finansial, perawatan kesehatan, pemenuhan kebutuhan sandang (pakaian),

pemenuhan kebutuhan pangan dan pemenuhan kebutuhan papan (Nasution, 2013).

Skor penilaian jawaban yaitu Selalu = 3, Sering = 2, Kadang-kadang = 1 dan

Tidak pernah = 0. Penentuan kategorikan dukungan keluarga yaitu.

1. Baik: 76 -100 %

2. Cukup: 51 – 75 %

3. Kurang: < 50% (Nasution, 2013).

2.2 Konsep Konsumsi Sayur

2.2.1 Pengertian Konsumsi Sayur

Konsumsi adalah jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh

seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi makanan

dimaksud untuk mengetahui kebutuhan individu secara biologik, psikologi,

maupun sosial. Konsumsi sayur merupakan jumlah dan jenis sayur yang

dikonsumsi oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu

(Baliwati, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO, 2014) dalam Permenkes

No 41 tahun 2014, anjuran kecukupan konsumsi sayur untuk kelompok umur

lansia adalah 400-600 gram/orang/hari, dengan minimal 400 gram/orang/hari

(5 porsi/hari). Apabila kelompok umur lansia mengonsumsi sayur dan buah

kurang dari 400 gram/orang/hari (batas minimal) maka termasuk kategori

“kurang” mengonsumsi sayur dan apabila mengonsumsi ≥ 400 gram/orang/

hari maka termasuk kategori “cukup” mengonsumsi sayur dan buah

(Kemenkes RI, 2017).


18

2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Sayur

Baliwati (2014) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi

sayur seperti.

1. Pengetahuan

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka

pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang

hanya dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu

bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan

anggota keluarga tidak tercukupi. Apabila ibu rumah tangga memiliki

pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan

yang bergizi untuk dikonsumsi. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan

dimana sangat menentukan dalam pilihan makanan dan jenis makanan yang

dikonsumsi oleh anggota keluarganya lainnya.

2. Pendapatan Keluarga

Pendapatan salah satu faktor dalam menentukan kualitas dan kuantitas

makanan. Tingkat pendapatan ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli

dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin membelanjakan sebagian

pendapatan tambahan untuk makanan sedangkan orang kaya jauh lebih rendah.

3. Budaya

Budaya cukup menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi. Demikian

pula letak geografis mempengaruhi makanan yang diinginkan. Sebagai contoh,

nasi untuk orang-orang Asia dan Orientalis, Pasta untuk orang-orang Italia,
19

curry (kari) untuk orang-orang India merupakan makanan pokok, selain

makanan-makanan lain yang mulai ditinggalkan.

2.2.3 Manfaat Konsumsi Sayur Pada Lansia

Menurut Baliwati (2014) lansia sangat disarankan untuk mengkonsumsi

sayur saat makan setiap hari karena memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.

Manfaat dari sayuran bisa mendapatkan asupan vitamin, mineral dan serat yang

dibutuhkan tubuh. Beberapa kandungan yang terdapat pada sayur seperti vitamin

A, vitamin C, bitamin E, seng, magnesium, fosfor kalium, dan asam folat.

Manfaat konsumsi sayur untuk mencegah penyakit seperti stroke, sakit jantung

dan diabetes. Sayur mengandung serat yang dapat berperan untuk mengontrol

kadar gula darah, membuat sistem pencernaan lebih lancar dan menurunkan

kolesterol jahat. Manfaat konsumsi sayur bagi lansia yaitu.

1. Lebih Lancar Buang Air Besar (BAB)

Bagi orangtua maupun lansia yang sering mengalami kesulitan untuk BAB, ini

ada kaitannya dengan sistem pencernaan. Nah, solusinya perbanyak konsumsi

sayur dan buah-buhan. Kedua makanan ini mengandung banyak serat yang

bermanfaat untuk bisa melancarkan BAB.

2. Cegah Kanker

Sayuran itu banyak mengandung senyawa antosianin dan lycophene yang

berguna untuk mencegah kanker. Karena itu, sebelum terlambat, sebaiknya

rutinkan untuk selalu mengonsumsi sayuran setiap hari.


20

3. Menangkal Radikal Bebas

Sayuran banyak mengandung antioksidan. Manfaatnya amat terasa untuk

menangkal radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh kita. Buah yang memiliki

banyak antioksidan seperti tomat.

2.3 Konsep Kunjungan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia

2.3.1 Pengertian Kunjungan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia

Kunjungan adalah suatu kesibukan yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh sesuatu, kurang kunjungan lansia dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan di posyandu lansia, maka kondisi kesehatan mereka tidak dapat

terpantau dengan baik, sehingga apabila mengalami suatu resiko penyakit akibat

penurunan kondisi tubuh dan proses mengalami dikhawatirkan dapat berakibat

fatal dan mengancam jiwa mereka. Maka perlunya dukungan keluarga dalam

mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia

(Sulistyorini, 2015). Menurut Kemenkes RI (2015) kunjungan lansia datang ke

Posyandu Lansia adalah suatu frekuensi keterlibatan dan keikutsertaan dalam

mengikuti kegiatan posyandu secara rutin setiap bulan dan merupakan salah satu

bentuk perilaku kesehatan lansia dalam upaya memelihara dan meningkatkan

kesehatan dirinya secara optimal. Faktor penentu atau determinan perilaku

manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan kumpulan dari berbagai

faktor baik internal maupun eksternal (lingkungan).

2.3.2 Faktor Mempengaruhi Kunjungan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia

Menurut Sulistyorini (2015) faktor-faktor mempengaruhi kunjungan lansia

ke Posyandu yaitu.
21

1. Pengetahuan

Lansia yang memiliki pengetahuan rendah akan mengalami ke tidak tahuan

manfaat mengikuti posyandu lansia sehingga mengurangi minat mengikuti

posyandu. Lanjut usia yang mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan

respon yang lebih rasional dibandingkan lansia yang berpendidikan lebih

rendah atau mereka yang tidak berpendidikan.

2. Dukungan keluarga

Jenis dukungan keluarga meliputi emosional, Penilaian, Instrumental dan

Informasional (Friedman, 2013). Keluarga merupakan sumber dukungan sosial

yang memliki ikatan emosional yang paling besar dan terdekat dengan lansia.

Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat

lanisa, mempertahankan dan meningkatkan status mental, memfasilitasi

kebutuhan spiritual bagi lansia. Peranan keluarga dalam hal ini meliputi antar

jemput lansia ke posyandu dan meningkatkan jadwal kegiatan psyandu.

Dukungan keluarga yang dimaksud adalah adanya orang yang berada disekitar

lansia yang mengingatkan tentang jadwal pelaksanaan posyandu dan

mengantar lansia ke posyandu setiap bulan. Dukungan keluarga sangat

berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti

kegiatan Posyandu. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila

selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke

Posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal Posyandu dan berusaha

membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia. Efek dari dukungan

keluarga yang terhadap kesehatan lansia dapat menurunkan mortalitas,


22

mempercepat penyembuhan dari sakit, meningkatkan kesehatan kognitif, fisik

dan emosi, disamping itu pengaruh positif dari dukungan keluarga adalah pada

penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang penuh

dengan stress (Sulistyorini, 2015).

3. Jarak layanan kesehatan (jarak rumah dengan lokasi posyandu)

Jarak antara rumah tempat tinggal dan tempat layanan kesehatan (dalam km)

yang jauh akan menurunkan minat lansia untukmengikuti posyandu. Jarak

Posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau Posyandu.

Kemudahan dalam menjangkau lokasi Posyandu ini berhubungan dengan

faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau

merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan

kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat

atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu (Sulistyorini, 2015).

4. Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin perempuan sehingga kesadaran akan posyandu, hal ini

bisa dipengaruhi oleh kebiasaan ibu-ibu di waktu belum memasuki masa

lansia yang selalu setia mengantarkan anaknya ke posyandu sehingga ibu lebih

paham dan mengetahui manfaat posyandu dibandingkan dengan lansia berjenis

kelamin laki-laki yang memiliki tugas sebagai kepala keluarga untuk mencari

nafkah (Sulistyorini, 2015).

5. Umur

Lansia yang berumur 60–74 tahun (elderly) hal ini memberi penurunan fungsi

otot tubuh sehingga membuat lansia kurang minat mengikuti posyandu lansia,
23

seiring dengan bertambahnya usia, kondisi fisik atau tenaga lansia semakin

menurun sehingga untuk melakukan kegiatan di luar rumah perlu adanya

pengawasan dari orang lain (Sulistyorini, 2015).

6. Pendidikan

Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap

lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan

seluruh masyarakat. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi

pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi

sehingga akan meningkatkan pengetahuan lansia (Sulistyorini, 2015).

2.3.3 Pengukuran Kunjungan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia

Menurut Kemenkes RI (2015) pengukuran pengertian kunjungan lansia

mengikuti posyandu lansia diketahui dari jumlah kinjungan ke posyandu selama 3

bulan terakhir.

1. Tidak Rutin = < 3 kali

2. Rutin = 3 kali

2.4 Konsep Posyandu Lansia

2.4.1 Pengertian Posyandu Lansia

Menurut Kemenkes RI (2015) posyandu lansia adalah pos pelayanan

terpadu untuk masyarakat lanjut usia di suatu wilayah tertentu yang sudah

disepakati, dan di gerakkan oleh masyarakat agar lanjut usia mendapatkan

pelayanan kesehatan yang memadai dan merupakan kebijakan pemerintah untuk

pengembangan pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui


24

program puskesmas dengan melibatkan peran serta lansia, keluarga, tokoh

masyarakat dan organisasi sosial. Posyandu lansia adalah suatu wadah pelayanan

kepada usia lanjut di masyarakat dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya

dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas

sektor pemerintahan dan non pemerintahan, swasta, organisasi sosial dan lain-lain,

dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif

(Sulistyorini, 2015).

2.4.2 Tujuan Posyandu Lansia

Menurut Sulistyorini (2015) tujuan pelayanan posyandu lansia, antara lain :

1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia.

3. Membina kesehatan dirinya sendiri.

4. Meningkatkan kesadaran pada lansia.

5. Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut

dimasyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi

keluarga.

2.4.3 Manfaat Posyandu Lansia

Menurut Kemenkes RI (2015) manfaat dari posyandu lansia adalah.

1. Kesehatan fisik lanjut usia dapat dipertahankan tetap bugar

2. Kesehatan rekreasi tetap terpelihara

3. Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang


25

4. Pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan

sikap dan dapat mendorong minat lansia sehingga lebih percaya diri dihari

tuanya.

2.4.4 Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran posyandu lansia menurut Kemenkes RI (2015) dapat dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu :

1. Sasaran langsung meliputi kelompok pra usia lanjut usia 45 - 59 tahun,

kelompok lansia 60 tahun keatas, dan kelompok lansia risiko tinggi yaitu usia

lebih dari 70 tahun.

2. Sasaran tidak langsung adalah keluarga yang mempunyai lansia, masyarakat di

lingkungan lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan

lansia, masyarakat luas.

2.4.5 Kegiatan Posyandu Lansia

Menurut Kemenkes RI (2015) kegiatan posyandu lansia ini mecakup upaya-

upaya perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat, seperti:

1. Promotif yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku

hidup sehat, gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani.

2. Preventif yaitu upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit

dengan menggunakan KMS lansia.

3. Kuratif yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia.

4. Rehabilitatif yaitu upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia.

5. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter/ spigmomanometer dan

stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.


26

6. Pemeriksaan kadar gula darah dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit diabetes.

7. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun diluar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah atau konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah

kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia.

2.4.6 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Menurut Sulistyorini (2015) mekanisme pelayanan posyandu lansia terdiri

atas 5 meja, yaitu :

1. Meja 1 : Tempat pendaftaran. Lansia mendaftar, kemudian kader mencatat

lansia tersebut. Lansia yang sudah terdaftar dibuku register kemudian menuju

meja selanjutnya.

2. Meja 2 : Tempat pengukuran dan penimbangan berat badan.

3. Meja 3 : pencatatan tentang pengukuran tinggi badan dan berat badan, Indeks

Masa Tubuh (IMT), dan mengisi KMS.

4. Meja 4 : Tempat melakukan kegiatan konseling dan pelayanan pojok gizi,

Penyuluhan kesehatan individu berdasarkan KMS, serta pemberian PMT.

5. Meja 5 : Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, mengisi data-data hasil

pemeriksaan kesehatan pada KMS. Dan diharapkan setiap kunjungan para

lansia dianjurkan untuk selalu membawa KMS lansia guna memantau status

kesehatan.
27

2.5 Konsep Lansia

2.5.1 Definisi Lansia

Lanjut usia (lansia) adalah setiap warga negara Indonesia pria atau wanita

yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik potensial maupun tidak potensial

dan memasuki fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan

adanya beberapa perubahan dalam hidup (Stanley, 2012). Maryam (2013), masa

lanjut usia merupakan tahapan paling akhir dalam perjalanan hidup manusia.

Proses menua tersebut selain merupakan proses perkembangan yang terus

berlangsung sehingga akhir hidup manusia yang ditandai dengan adanya

kemunduran secara fisik dan psikis. Mangoenprasodjo (2011) menjelaskan lanjut

usia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas karena adanya

proses penuaaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraaan di hari

tua kecuali bila umur tersebut atau proses menua terjadi lebih awal dilihat dari

kondisi fisik, mental, dan sosial.

Menurut Maryam (2013) menjelaskan batasan umur orang yang masuk di

dalam kategori lansia, diantaranya adalah 60 tahun (UU No. 13 Tahun 1998) dan

60-74 tahun (WHO). Lansia adalah  tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia dan ditandai oleh gagalnya seorang untuk mempertahankan

kesetimbangan kesehatan dan kondisi stres fisiologis nya. Lansia juga berkaitan

dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara individual.

2.5.2 Klasifikasi Lansia

Azizah (2011) menjelaskan ada empat tahap lanjut usia berdasarkan

organisasi kesehatan dunia World Health Organisation meliputi,


28

1. Usia pertengahan (Middle Age), kelompok usia dari 45-59 tahun

2. Lanjut usia (Elderly) kelompok usia antara 60-74 tahun;

3. Lanjut usia tua (Old) kelompok usia antara 75-90 tahun;

4. Usia sangat tua (Very Old) kelompok usia diatas 90 tahun.

Batasan lansia yang ada di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Pernyataan

tersebut dipertegas dalam Undang–undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas (Nugroho, 2014).

2.5.3 Perubahan-Perubahan Pada Lansia

Perubahan perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut

(Nugroho, 2014):

1. Perubahan fisik seperti;

Menurunya fungsi sel, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengaturan temperatur (suhu tubuh), sistem respirasi,

sistem gastrointestinal, sistem genotourinaria, sistem endokrin, sistem kulit

serta sistem muskulosletal.

2. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah: perubahan fisik,

khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan

lingkungan.

3. Perubahan Psikososial.

Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan

dengan peranan dalam pekerjaan, bila seseorang pensiun ia akan mengalami


29

kehilangan-kehilangan, diantaranya kehilangan finansial (Income berkurang),

kehilangan status (dulu mempunyai jabatan yang cukup tinggi lengkap dengan

fasilitasnya), kehilangan teman/kenalan relasi, serta kehilangan pekerjaan.

2.5.4 Masalah Penyakit Pada Lanjut Usia

Menurut Azizah (2011) menjelaskan masalah yang sangat sering di hadapi

oleh lansia antara lain:

1. Mudah Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan saksi mata yang melihat kejadian,

yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai atau

tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

Faktor intrinsik yang menyebabkan mudah jatuh antara lain gangguan jantung

dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak, gangguan sistem saraf

pusat, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan psikologis, vertigo

dan penyakit-penyakit sistemik. Sedangkan faktor ekstrinsik penyebab jatuh

antara lain cahaya ruangan yang kurang terang, lantai licin, tersandung benda-

benda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda dan turun tangga.

2. Mudah lelah

Mudah lelah disebabkan oleh faktor psikologis berupa perasaan bosan,

keletihan dan depresi. Faktor organik yang menyebabkan kelelahan antara lain

anemia, kekurangan vitamin, osteomalasia, kelainan metabolisme dan

gangguan pencernaan.
30

3. Berat badan menurun.

Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau

kelesuan, adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran perencanaan

sehingga penyerapan makanan terganggu dan faktor sosioekonomis (pensiun).

4. Sukar menahan buang air besar

Disebabkan oleh obat-obat pencahar perut, keadaan diare, kelainan pada usus

besar dan kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rectum usus).

2.5.5 Kebutuhan Hidup Lansia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Lansia juga memiliki kebutuhan

hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup lansia antara lain:

kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,

perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan–

kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia,

sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi,

membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.

Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri (Nugroho, 2014).

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Mangoenprasodjo (2011),

menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi:

1. Kebutuhan fisiologis, memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow.

Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu atau penting untuk bertahan

hidup. Kebutuhan tersebut antara lain oksigen, cairan, nutrisi, temperatur,

eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan seks.


31

2. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman

Kebutuhan keselamatan dan rasa aman adalah kebutuhan akan rasa keamanan

dan ketentraman, seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan,

kemandirian. Orang dewasa secara umum mampu memberikan keselamatan

fisik, tetapi yang sakit dan cacat membutuhkan bantuan.

3. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki

Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dimana manusia secara umum

membutuhkan perasaan bahwa dicintai oleh keluarga mereka dan bahwa

mereka diterima oleh teman sebaya dan oleh masyarakat.

4. Kebutuhan harga diri

Kebutuhan harga diri adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan

keberadaannya. Kebutuhan harga diri berhubungan dengan keinginan terhadap

kekuatan, pencapaian, rasa cukup, rasa percaya diri, dan kemerdekaan.

5. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi

dalam hirarki Maslow. Menurut Mangoenprasodjo (2011), pada saat manusia

sudah memenuhi seluruh kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah, hal

tersebut melalui aktualisasi diri dikatakan bahwa mereka mencapai potensi

mereka yang paling maksimal.

2.6 Hubungan Antar Variabel

Posyandu lansia merupakan salah satu program pemerintah yang

diperuntukan untuk lansia (Aldriana & Daulay, 2016). Kegiatan posyandu lansia

ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi lansia dalam memperoleh


32

pelayanan kesehatan dasar, sehingga khualitas hidup masyarakat di usia lanjut

tetap terjaga dengan baik, seharusnya para lansia memanfaatkan adanya posyandu

dengan baik, agar kesehatan para lansia dapat terpelihara dan terpantau secara

optimal. Salah satu penyebab rendahnya kunjungan lansia ke posyandu yaitu

kurangnya dukungan dari keluarga (Juniardi, 2017).

Dukungan instrumental keluarga sangat berperan dalam mendorong minat

atau kesediaan lansia untuk mengkonsumsi sayur dan mengikuti kegiatan

posyandu lansia (Arfan & Sunarti, 2017). Penelitian Ningrum (2012) menjelaskan

bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan perilaku makan pada lansia

hipertensi, dimana dukungan yang baik dengan menyiapkan sayur saat makan

mampu meningkatkan konsumsi sayur pada lansia. Penelitian Pattiwael, Dessy

dan Tarigan (2017) menjelaskan menjelaskan bahwa dukungan instrumental

keluarga kepada lansia hipertensi meliputi memenuhi pangan yang bergizi dengan

menyiapkan sayur, buah dan lauk pauk saat makan mampu meningkatkan

konsumsi sayur pada lansia. Pemenuhan konsumsi sayur pada lansia sebanyak 3

kali sehari bersamaan saat makan nasi yang terdiri dari makan pagi, siang dan

malam hari.

Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu

menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu,

mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu

mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Rusmin dkk, 2017). Dukungan

keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang memiliki ikatan emosional

yang paling besar dengan lansia. Keluarga sebagai bentuk support system utama
33

bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam

perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan

meningkatkan status mental, memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia.

Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan

lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu (Amaral dkk, 2017). Penelitian Arfan

& Sunarti (2017) membuktikan bahwa dukungan keluarga berpengaruh terhadap

rendahnya kunjungan lansia ke Posyandu. Keluarga bisa menjadi motivator kuat

bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar

lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal Posyandu dan berusaha

membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia. Penelitian Irani (2019)

membuktikan bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga terhadap

keaktifan lansia untuk mengontrol kesehatan, artinya keluarga sebagai pendorong

penting untuk meningkatkan minat lansia secara rutin memeriksa kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai