Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRES SYNDROME PADA ANAK

BAB I
KONSEP MEDIS
1. Definisi
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya
kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena
adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang
menunjukkan sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit
membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity. RDS
adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi
preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan
(Arief Bakhtiar, 2018).
2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan
ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua
usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS. PMH ini 60-80% terjadi pada
bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan
jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi
dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan
multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin
dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada
bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Arief Bakhtiar, 2018).
3. Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan
pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan
riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.
Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah
lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila
keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis
seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang menurun dan
karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal,
epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan
pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan
pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting
oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Ngastiyah, 2015).
4. Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat
prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua
bayi yang pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas
diperkirakan antara 20-40% (Asrining Surasmi, dkk, 2013).
5. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa
udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 2021).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi
paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat
inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat
menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras
untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),
sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya,
setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat
kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk
menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit
membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru
ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary
vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran
darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus dan foramen ovale. Kolaps paru (atelektasis) akan
menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia.
Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam
laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah
jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya
transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama
dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat
pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan
pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan
sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO 2 akan menurun tajam, pH juga akan
menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak
mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi
dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2013).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran
setan yang terdiri dari : atelektasis  hipoksia  asidosis  transudasi 
penurunan aliran darah paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan 
atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
kematian bayi (Asrining Surasmi, dkk, 2013).
Primer Sekunder

Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
(pada ibu) mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin janin hormon stress oleh Pernapasan intra uterin Janin kekurangan Pemberian kadar
surfaktan paru Gangguan perfusi darah ibu O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi Insufisiensi pada
belum sempurna uterus Sumbatan jalan napas meningkat bayi prematur
Imaturitas paru
parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Sirkulasi utero plasenter Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
kurang baik pematangan paru perfusi tinggi
bayi yang berisi air
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Surfaktan menurun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

IDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDS


Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap
Kolaps paru
mengembang
Hipoksia Gangguan ventilasi pulmonal
Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi dan epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang lebih Masukan oral
P↓ oksigenasi jaringan
kuat tidak adekuat/ Pembentukan fibrin Membran hialin
menyusu buruk melapisi alveoli Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
Metabolisme anaerob darah pulonal kanan ke kiri
- Dispena Fibrin & jaringan yang melalui arteriosus
- Takipnea nekrotik membentuk lapisan Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Timbunan asam laktat dan foramen ovale
- Apnea membran hialin pertukaran gas dan pulmonal
- Retraksi dinding Peningkatan MK : kerusakan
metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah MK : Resti penurunan pertukaran gas
dada MK : Perubahan curah jantung
(membutuhkan jantung
- Pernapasan cuping nutrisi kurang glikogen lebih Kurangnya cadangan
hidung dari kebutuhan glikogen dan lemak coklat
banyak M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal - Pe↓ kesadaran
tubuh
- Mengorok organ vital - Kelemahan otot
Respon menggigil pada Otak Iskemia Gangguan
- Kelemahan - Dilatasi pupil MK :
MK : Pola nafas tidak bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk MK : Termoregulasi fungsi
Hipoglikemia serebral - Kejang Resti
efektif, intoleransi aktivitas dapat me↑kan panas tubuh tidak efektif - Letargi cidera
6. Komplikasi
a. Pneumotoraks / pneumomediastinum
b. Pulmonary interstitial dysplasia
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
d. Hipotensi
e. Asidosis
f. Hiponatermi / hipernatremi
g. Hipokalemi
h. Hipoglikemi
i. Intraventricular hemorrhage
j. Retinopathy pada premature
k. Infeksi sekunder
7. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang
belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini
ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna.
Maturitas paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan
telah berlangsung baik. Suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan
menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan
lahir tidak akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila
perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan
mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid oleh beberapa
sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin.
Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang paling
efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas dan hal
ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan tertentu
(Suriyadi, 2016).
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
2) Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-
hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian
O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis
paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
3) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO 3 secara
intravena.
4) Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik
untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan
dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari,
dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
5) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36
minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila
menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya
yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya
kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna,
kesuakran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan
rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2015).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,
tanggal pengkajian.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
2) Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.
c. Data dasar pengkajian
1) Cardiovaskuler
a) Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
b) Murmur sistolik
c) Denyut jantung DBN
2) Integumen
a) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b) Pitting edema pada tangan dan kaki
c) Mottling
3) Neurologis
a) Immobilitas, kelemahan
b) Penurunan suhu tubuh
4) Pulmonary
a) Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
b) Nafas grunting
c) Pernapasan cuping hidung
d) Pernapasan dangkal
e) Retraksi suprasternal dan substernal
f) Sianosis
g) Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
5) Status behavioral
a) Letargi
d. Pemeriksaan Doagnostik
1) Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
2) Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
3) Data laboratorium :
a) Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
b) Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
c) Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
d) Tingkat phospatydylinositol
e) AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO2> 50 mmHg, saturasi oksigen
92%-94%, pH 7,3-7,45.
f) Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defesiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler
c. Defisist nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
mengarbsopsi nutrisi
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawa
No.
SDKI SLKI SIKI
1. Pola Napas Tidak Efektif b.d Pola Napas Manajemen Jalan Napas
imaturitas neurologis (defesiensi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar) keperawatan selama 3x24 jam maka 1. Monitor pola napas (frekuensi
Kategori : Fisiologis masalah pola nafas membaik dengan usaha napas)
Subkategori: Respirasi kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambaha
Definisi : 1. Dispnea menurun mengi, weezing, ronkhi kering
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak 2. Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor sputum (jumlah, warn
memberikan ventilasi adekuat. menurun Terapeutik :
Penyebab : 3. Frekuensi napas membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan n
1. maturitas neurologis. 4. Kedalaman napas membaik head-tilt dan chin-lift (jaw-thr
Gejala & Tanda Mayor trauma cervical)
Subjektif : 5. Posisikan semi-Fowler atau Fo
1. Dispenea 6. Berikan minum hangat
Objektif : 7. Lakukan fisioterapi dada, jika
1. Penggunaan otot bantu 8. Lakukan penghisapan lendir k
pernapasan. detik
2. Fase ekspirasi memanjang. 9. Lakukan hiperoksigenasi sebe
3. Pola napas abnormal (mis. endotrakeal
takipnea. bradipnea, 10. Keluarkan sumbatan benda pa
hiperventilasi kussmaul McGill
cheyne-stokes). 11. Berikan oksigen, jika perlu
Gejala & Tanda Minor Edukasi :
Subjektif : 12. Anjurkan asupan cairan 2000
1. Ortopnea kontraindikasi.
Objektif : 13. Ajarkan teknik batuk efektif
1. Pernapasan pursed-lip. Kolaborasi :
2. Pernapasan cuping hidung. 14. Kolaborasi pemberian bronkod
3. Diameter thoraks anterior— ekspektoran, mukolitik, jika p
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

2. Gangguan Pertukaran Gas b.d Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi


perubahan membran alveolus-kapiler Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam maka 1. Monitor frekuensi, irama, ked
Subkategori: Respirasi masalah pertukaran gas meningkat napas
Definisi : dengan kriteria hasil : 2. Monitor pola napas (seperti br
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi 1. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kussm
dan atau eliminasi karbondioksida 2. Bunyi napas tambahan stokes, biot, ataksik)
pada membran alveolar – kapiler. menurun 3. Monitor kemampuan batuk efe
Penyebab : 3. Takikardia menurun 4. Monitor adanya produksi sput
1. Ketidakseimbangan ventilasi- 4. PCO2 membaik 5. Monitor adanya sumbatan jala
perfusi 5. PO2 membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
2. Perubahan membran alveolus- 6. pH arteri membaik 7. Auskultasi bunyi napas
kapiler 8. Monitor saturasi oksigen
Gejala & Tanda Mayor 9. Monitor nilai analisa gas darah
Subjektif : 10. Monitor hasil x-ray thoraks
1. Dispnea Terapeutik
Objektif : 11. Atur interval pemantauan resp
1. PCO2 meningkat/menurun kondisi pasien
2. PO2 menurun 12. Dokumentasikan hasil pemant
3. Takikardia Edukasi
4. pH arteri meningkat/menurun 13. Jelaskan tujuan dan prosedur p
5. Bunyi napas tambahan 14. Informasikan hasil pemantaua
Gejala & Tanda Minor
DAFTAR PUSTAKA

Arief Bakhtiar. 2018. Acute Respiratory Distress Syndrome. Jurnal Respirasi (JR), Vol. 4. No. 2
Mei 2018: 51-60

Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,


Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Surasmi, A. 2013. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2016. Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan keperawatan pada Anak Edisi
2. Jakarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai