Anda di halaman 1dari 14

FRAKTUR TULANG TEMPORAL DENGAN KOMPLIKASI

CEDERA SARAF FASIALIS


( Laporan 3 kasus )

Rizka Fathoni Perdana, Nyilo Purnami

Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN Tujuan dari penulisan makalah


Insiden cedera kepala ini adalah melaporkan tiga kasus
merupakan penyebab morbiditas dan fraktur tulang temporal dengan
mortalitas utama yang banyak komplikasi cedera saraf fasialis beserta
disebabkan oleh kecelakaan. Lebih dari penanganannya.
75% cedera tersebut terjadi di kepala,
dan telinga merupakan organ sensoris LAPORAN KASUS
yang paling sering terkena Tiga puluh Kasus pertama
persen korban cedera kepala Seorang pasien laki-laki berusia
mengalami fraktur tulang tengkorak 22 tahun berasal dari Ngawi, Jawa
dan 18% diantaranya melibatkan Timur mengalami kecelakaan lalu
fraktur tulang temporal.1 Cedera tulang lintas (KLL) pada tanggal 21 Agustus
temporal terjadi melalui cedera 2009. Pasien mengendarai sepeda
mekanikal langsung dari benda asing motor ditabrak oleh mobil hingga
atau cedera tidak langsung melalui terjatuh dan tidak sadarkan diri. Saat
trauma kepala, dengan disertai atau itu pasien mengeluarkan darah dari
tidak fraktur yang disebabkan telinga kiri, namun tidak didapatkan
transmisi tenaga melalui kepala.2 mimisan atau keluarnya cairan bening
Fraktur tulang temporal baik dari telinga maupun hidung.
dikelompokkan menjadi longitudinal, Pasien dibawa ke RS swasta dan
tranversal, dan campuran. Kepustakaan dirawat selama delapan hari, dua hari
pada umumnya menyebutkan jika 80% pertama pasien menjalani perawatan di
kasus fraktur tulang temporal adalah ICU. Kemudian pasien pindah ke
longitudinal, sedangkan 10% adalah RSUD Dr. Soetomo dengan alasan
tranversal, dan 8% adalah bilateral.1 finansial.
Spektrum fraktur tulang temporal
sangat bervariasi, mulai rentang cedera
ringan tanpa disertai defisit fungsional
hingga luka berat atau tajam dengan
defisit multifungsi yang mengenai
saraf pendengaran ataupun vestibuler,
saraf fasialis, serta isi intrakranial.3
Cedera kepala akut di ruang
gawat darurat sering ditangani oleh tim Gambar 1. Tampilan klinis
trauma dari bedah saraf dan dirujuk ke wajah pasien. Gambar paling kiri
spesialis THT-KL setelah pasien stabil. adalah paralisis otot oksipitofrontalis
Penanganan dengan benar sangat kiri, gambar tengah adalah paralisis
diperlukan dalam mengurangi sisa otot levator labii superior kiri dan
komplikasi yang dapat mengganggu gambar paling kanan adalah paralisis
kualitas hidup pasien. otot orbikularis okuli kiri.
128
Pasien dikonsulkan ke THT-KL
pada 15 September 2009 oleh sejawat
bedah oleh karena wajah menceng dan
penurunan pendengaran. Anamnesis
mendapatkan keluhan telinga kiri tidak
dapat mendengar sejak kecelakaan,
didapatkan pula grebeg-grebeg serta
suara mendenging. Riwayat wajah C
menceng ke kanan muncul setelah
beberapa hari dirawat di RS swasta, Gambar 2. Hasil pemeriksaan
serta mata kiri lebih kering dibanding pendengaran
mata kanan. Saat diperiksa, tidak ada A: Audiogram telinga kiri gangguan
keluhan kepala berputar. sensorineural berat
Pemeriksaan otoskopi B: Timpanogram menunjukkan
mendapatkan laserasi pada telinga kiri gambaran tipe A/A
tanpa perdarahan aktif. Kedua C: Reflek stapedius telinga kiri
membran timpani (MT) intak, namun negative
sebelah kanan tidak didapatkan reflek
cahaya. Hidung dan tenggorok tidak
didapatkan abnormalitas. Pada wajah
didapatkan paralisis otot fasial kiri tipe
perifer derajat IV House Brackmann
(HB).
Audiogram menunjukkan
gangguan pendengaran sensorineural
kiri berat dengan rerata ambang
pendengaran sebesar 91,25 dB.
Timpanometri menghasilkan kurva tipe
A baik pada telinga kanan maupun kiri,
sedangkan refleks stapedius sebelah
kiri negatif.

Gambar 3. CT scan kepala irisan aksial


A yang menggambarkan fraktur tulang
temporal kiri
CT scan kepala menunjukkan
gambaran fraktur tulang temporal kiri
tanpa didapatkan kelainan intrakranial.
Garis fraktur berjalan dari sisi lateral
ke medial sejajar dengan tulang
petrosus, merupakan fraktur
B longitudinal.
Pemeriksaan audiometridua
bulan pasca trauma, telinga kiri rerata
ambang pendengaran sebesar 100 dB,

129
timpanometri telinga kiri tipe B dan Pemeriksaan pada telinga,
refleks stapedius telinga kiri negatif. hidung, dan tenggorok tidak
Paralisis fasial kiri menjadi derajat II didapatkan kelainan. Wajah
HB. menunjukkan paralisis otot fasial
kanan tipe perifer derajat III HB.
A Pemeriksaan pendengaran
menggambarkan tuli campuran kanan
sedang, rerata ambang pendengaran
sebesar 52,5 dB. Timpanogram
menunjukkan tipe C/A serta reflek
akustik negatif untuk telinga sebelah
kiri. Pemeriksaan Schirmer
B menunjukkan kelainan yang signifikan
dengan hasil reduksi kanan sebesar
62,5%.

C
Gambar 4. Hasil pemeriksaan
pendengaran 2 bulan pasca trauma
A: Audiogram telinga kiri gangguan
sensorineural berat
B: Timpanogram menunjukkan
gambaran tipe A/B
C: Reflek stapedius telinga kiri negatif

Kasus kedua
Penderita laki-laki berusia 16
tahun mengalami KLL pada tanggal 17
Agustus 2009 karena mabuk saat
mengendarai sepeda motor. Pasien
yang masih berstatus sebagai pelajar
SMA tersebut pingsan setelah terjadi
KLL dan mengalami perdarahan dari Gambar 5. Paralisis otot fasial kanan
telinga dan hidung kanan. Pasien tipe perifer. Gambar paling kiri adalah
dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo otot oksipitofrontalis sebelah kanan
dan menjalani perawatan di ruang tidak bergerak. Gambar di tengah
bedah F selama dua hari. Pasien adalah otot orbikularis okuli menutup
dikonsulkan ke THT-KL pada 26 lengkap. Gambar paling kanan adalah
Agustus 2009 oleh sejawat bedah paralisis otot levator labii superior
dengan keluhan wajah menceng dan kanan.
penurunan pendengaran telinga.

130
A

Gambar 8. Pemeriksaan EMG pada


otot mimik wajah. Gambar kiri adalah
proses pemeriksaan, sedangkan
gambar kanan adalah hasil
pemeriksaan.
Gambar 6. Pemeriksaan pendengaran
A: Audiogram menunjukkan tuli Kesimpuloan pemeriksaan
campuran kanan sedang nerve conduction velocity (NCV) dan
B: Timpanogram menunjukkan electromyography (EMG) adalah lesi
gambaran tipe C/A aksonal demyelinating nervus fasialis
C: Reflek akustik negatif untuk telinga kanan dengan denervasi parsial, serta
kanan prognosis baik. Pasien diterapi dengan
kortikosteroid selama 2 minggu.
Pemeriksaan kontrol tidak dapat
dikerjakan karena pasien tidak datang
saat kontrol.

Kasus ketiga
Seorang pasien laki-laki, usia
20 tahun, mengalami KLL pada
Gambar 7. Pemeriksaan Schirmer. tanggal 9 September 2009. Pasien
Gambar sebelah kiri adalah cara sempat pingsan dan muntah kemudian
pelaksanaan tes. Gambar sebelah dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo.
kanan adalah hasil kertas strip setelah Didapatkan riwayat keluar darah dari
ditunggu 5 lima menit hidung, namun dari keluar darah dari
telinga disangkal. Wajah menceng
didapatkan sejak dirawat di IRNA
Bedah.
Pasien dikonsulkan ke poli
audiologi dengan wajah menceng dan
keluhan penurunan pendengaran. Saat
diperiksa tanggal 24 September 2009
didapatkan telinga kanan grebeg-
grebeg. Mata sebelah kanan terasa

131
lebih kering daripada mata kiri, A
pengecapan dirasa berubah.
MT kanan intak tanpa reflek
cahaya. Hidung dan tenggorok tidak
didapatkan kelainan. Pada wajah
didapatkan paralisis fasial kanan
derajat IV HB. Pemeriksaan Schirmer
B
menghasilkan reduksi unilateral
sebelah kanan sebesar 66,6%.
Kesimpulan pemeriksaan NCV dan
EMG adalah lesi aksonal saraf fasialis
kanan parsial. Pasien menjalani terapi
konservatif dan stimulasi saraf.
C

Gambar 10. Pemeriksaan pendengaran


A: Audiogram menggambarkan
gangguan pendengaran campuran
kanan
B: Timpanogram telinga kanan flat
C: Reflek akustik negatif untuk telinga
kanan.
Pemeriksaan pendengaran saat
A B kontrol dua Cbulan pasca KLL,
Gambar 9. Tampilan klinis wajah
pasien audiogram menunjukkan gangguan
A: paralisis otot oksipitofrontalis pendengaran campuran kanan dengan
kanan rerata ambang pendengaran 66,25 dB.
B: paralisis otot orbikularis okuli Derajat cedera saraf fasialis menjadi
kanan derajat II HB.
C: paralisis otot levator labii superior
kanan. PEMBAHASAN
Pembahasan meliputi
Pemeriksaan audiometri nada epidemiologi, patologi, serta
murni menunjukkan gangguan komplikasi dengan penanganannya.
pendengaran campuran kanan, rerata
ambang pendengaran 87,5 dB. Epidemiologi
Timpanogram menunjukkan tipe B/A Ketiga kasus yang dilaporkan
dan reflek akustik negatif sisi kanan dalam makalah adalah laki-laki dengan
maupun kiri. rentang usia 16 sampai 22 tahun. Hal
tersebut sesuai dengan Pawarti4 dalam
penelitian tentang cedera kepala bahwa
laki-laki mempunyai persentase
kejadian cedera kepala sebesar 70,31%
dibandingkan perempuan (29,69%).

132
Dalam laporan yang sama, kelompok tulang yang kurang kompak dan
usia tertinggi didapatkan pada adanya rongga-rongga di dalamnya.
kelompok usia 21 sampai 30 tahun Lebih kurang 70% dari fraktur tulang
(50%), kemudian kelompok usia 11 – dasar kepala mengenai fossa kranii
20 tahun dengan memiliki persentase media dan tulang temporal merupakan
sebesar 28,12%. Predisposisi besarnya bagian terbesar dari fosa kranii media,
kejadian pada laki-laki didasarkan sehingga fraktur dasar tengkorak
pada banyaknya jumlah laki-laki yang sering menimbulkan fraktur tulang
terlibat dalam aktivitas yang berisiko temporal.4 Basis kranii mempunyai
tinggi dibandingkan perempuan.3 Laki- beberapa foramen, membentuk sebuah
laki juga memiliki mobilitas lebih area dengan resistensi yang rendah
tinggi sehingga memiliki risiko lebih terhadap trauma. Oleh karena itu,
besar.4 Kejadian cedera kepala yang fraktur yang melibatkan tulang
tinggi pada usia 11 – 20 tahun temporal akan berlanjut sepanjang
disebabkan rentang tersebut adalah basis kranii mengikuti titik-titik lemah
kelompok usia laki-laki produktif dalam segi anatomi.3
sebagai sumber ekonomi atau
penghasilan keluarga utama. Jenis fraktur temporal
Seluruh pasien yang dilaporkan Fraktur tulang temporal
mengalami kecelakaan lalu lintas diklasifikasikan menjadi fraktur
sebagai penyebab tertinggi dari cedera longitudinal (80%) dan transversal.
kepala. Hal tersebut sesuai dengan Fraktur longitudinal sering disebabkan
Pawarti4 yang melaporkan jika oleh tenaga lateral di atas mastoid atau
penyebab terbanyak dari cedera kepala pars skuama tulang temporal yang bisa
adalah KLL (64%), kemudian diikuti dihasilkan oleh benturan pada temporal
oleh jatuh dari ketinggian, pejalan atau parietal. Garis fraktur dimulai dari
kaki, serta terpeleset. Hollinger5 et al pars skuama tulang temporal,
juga melaporkan penyebab lain, yaitu memanjang sepanjang postero-superior
luka tembak, terjatuh dari ketinggian, meatus akustikus eskternus (MAE),
ataupun pukulan dengan benda tumpul. melalui telinga tengah, menuju area
foramen laserum. Garis fraktur dapat
Hubungan cedera kepala dengan pula melalui kanalis fasialis sehingga
fraktur tulang temporal mencederai nervus fasialis.3,6,7
Cedera kepala
berakibat pada fraktur C
tulang kepala memiliki
kejadian sekitar 30%
dari seluruh kasus dan
telinga merupakan organ
sensoris yang paling
sering mengalami
cedera. Fraktur tulang
temporal dilaporkan
terjadi sekitar 14 hingga 22% dari
fraktur tengkorak. Kecelakaan Gambar 11. Fraktur tulang temporal.
kendaraan bermotor menyebabkan Gambar A menunjukkan skema fraktur
31% kejadian fraktur tulang temporal.3 longitudinal, sedangkan gambar B
Bagian petrosa tulang temporal menunjukkan fraktur tranversal.
sangat peka untuk menjadi fraktur Gambar C adalah CT aksial tulang
akibat cedera kepala oleh karena temporal menunjukkan fraktur
posisinya pada dasar kepala, struktur
133
longitudinal (panah lurus) dan fraktur longitudinal atau klasik.3 Saraiya9et al
tranversal (panah melengkung).8 menyatakan jika klasifikasi tersebut
tidak berkorelasi dengan baik terhadap
Fraktur tranversal memiliki komplikasi fraktur, seperti gangguan
persentase 20% dari fraktur tulang konduksi, sensorineural, maupun
temporal. Garis fraktur berasal dari paralisis fasial, dan telah diobservasi,
foramen magnum berjalan tranversal jika sebagian besar fraktur temporal
menyebrang apeks petrosus, yang terjadi adalah bentuk oblik atau
menyebrang kanalis auditori internal lebih kompleks daripada sekadar
dan kapsul otik, yang berakhir pada gambaran dalam bidang planar.
foramen spinosum dan laserum.
Struktur koklea dan vestibuler KOMPLIKASI
seringkali rusak, serta sering pula Komplikasi fraktur tulang
melukai saraf fasialis.3,7 temporal yang akan dibahas kali ini
adalah cedera saraf fasialis serta
GEJALA DAN TANDA gangguan pendengaran.
Riwayat perdarahan pada
telinga didapatkan pada kasus pertama Cedera saraf fasialis
dan kedua, sedangkan perdarahan Komplikasi yang
hidung ditemukan pada kasus kedua menggambarkan kesan parah fraktur
dan ketiga. March3 et al menyatakan tulang temporal adalah paralisis otot
gejala dan tanda pada fraktur fasialis. Fraktur tulang temporal yang
longitudinal meliputi perdarahan dari menyebabkan cedera saraf fasialis
telinga yang berasal dari laserasi MAE mencapai 6 sampai 7%, seperempat
ataupun hematotimpani, fraktur MAE, diantaranya komplet.10 Cedera saraf
atau gangguan rantai tulang fasialis terjadi sekitar 20% fraktur
pendengaran yang mengakibatkan longitudinal dan 50% pada fraktur
gangguan konduksi. Penulis yang sama transversal.3
juga melaporkan gejala dan tanda
fraktur tranversal.
Perdarahan dari telinga
jarang didapatkan, namun
hematotimpani dapat
terjadi walaupun tidak
berhubungan dengan
perdarahan telinga.
Hematotimpani dapat
sembuh spontan tanpa a b
sisa.6 Sering pula
didapatkan gangguan pendengaran
Gambar 12. Skema potensi komplikasi
sensorineural atau campuran berat.
terkait fraktur tulang temporal dalam
Berdasar riwayat gejala dan
bidang planar. a Potensi bentuk fraktur
tanda yang ditemukan, sulit ditentukan
beserta struktur yang kemungkinan
dengan pasti tipe fraktur pada ketiga
terlibat pada fraktur longitudinal. b
kasus tersebut karena gejala dan tanda
Potensi bentuk fraktur beserta struktur
yang ada tidak khas untuk mengarah
yang mungkin terlibat pada fraktur
kepada salah satu tipe. Selain tipe
tranversal11
klasik tersebut juga didapatkan tipe
campuran atau oblik, yang diyakini
justru lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan murni
134
Anatomi, fisiologi, dan topografi Kemudian saraf masuk ke
saraf fasialis segmen timpani atau horisontal, saraf
Saraf fasialis memiliki fungsi melalui dibalik prosesus koklearis dan
motoris, sensoris, dan parasimpatis. tensor timpani. Dinding pada segmen
Serat motor yang berasal dari nukleus ini dapat sangat tipis atau dehisensi
fasialis menginervasi posterior belly sehingga mukosa telinga tengah
otot digastrikus, otot stilohioid, otot menyentuh selubung saraf. Dehisensi
stapedius, otot-otot ekspresi wajah. pada daerah foramen ovale ditemukan
Serat sonsoris dibawa dari kutan MAE, sekitar 25-55% post mortem. Segmen
membran timpani, dan area luar telinga mastoid diawali dengan genu kedua
dan postaurikular. Serat parasimpatis terletak lateral dan posterior prosesus
berasal dari nukleus salivatorius piramid. Segmen ini merupakan
superior dan bergabung dengan saraf segmen terpanjang dalam perjalanan
fasialis sebagai saraf intermedius yang intratemporal. Tiga cabang yang keluar
menginervasi kelenjar lakrimal, dari segmen mastoid adalah saraf
submandibula, dan sublingual, beserta untuk otot stapedius, korda timpani
kelenjar pada hidung, sinus, dan dan cabang aurikular saraf vagus.
palatum. Serat ini juga membawa serat Korda timpani membawa saraf
sensoris spesial perasa dari lidah.11 sensoris spesial untuk 2/3 anterior
Perjalanan saraf fasialis dan lidah. Saraf keluar dari kanalis Falopii
hubungannya ke susunan saraf pusat melalui foramen stilomastoideum.13
dapat dibagi menjadi 7 segmen, yaitu Berdasar uraian di atas, dapat
supranuklear, batang otak, meatal, ditentuan lokasi lesi dari saraf fasialis.
labirin, timpani, mastoid, dan Ketiga pasien mengeluhkan mata pada
ekstratemporal. Saraf ini sering sisi telinga terganggu lebih kering
mengalami gangguan karena dibandingkan dengan sisi satunya.
mempunyai perjalanan yang panjang Kasus kedua dan ketiga hasil tes
dan berkelok-kelok, berada didalam Schirmer memiliki reduksi unilateral
saluran tulang yang sempit dan kaku.12 yang signifikan, sedangkan pasien
Segmen supranuklear dan pertama tidak diperiksa walaupun ada
batang otak terletak di susunan saraf keluhan secara subjektif. Lokasi cedera
pusat. Saraf fasialis berjalan di dalam mungkin pada pre ganglionik, yakni
tulang temporal pars petrosus melalui pada segmen labirin. Namun, tes
kanalis Falopii. Segmen labirin atau topografi ini tidak reliabel untuk
proksimal merupakan segmen prognostik cedera saraf fasialis.
terpendek dalam kanal Falopii yang Pemeriksaan CT dan MRI baik dalam
terletak di posterior koklea. Segmen ini menemukan patologi.2
merupakan segmen tersempit sehingga
rentan dengan edem yang Onset gejala
menyebabkan kompresi. Segmen Onset paralisis fasial
tersebut juga berpotensi bahaya karena menentukan prognostik. Onset cepat
sedikit terdapat anastomosis arterial. berarti saraf mengalami laserasi atau
Setelah segmen labirin, saraf fasialis kontusi karena fraktur. Onset lambat
membelok pada genu pertama dan (4-5 hari pasca cedera) menunjukkan
membentuk ganglion genikulatum. spasme arteri, trombosis, atau kompres
Cabang saraf yang keluar pada eksternal dari fragmen tulang atau
ganglion genikulatum adalah saraf udem jaringan lunak sekitar sehingga
petrosus superfisialis mayor yang terjadi degenerasi parsial atau
14
membawa serat sekretomotor ke komplet. Namun harus dibedakan
kelenjar lakrimalis.13 dengan diagnosis lambat. Diagnosis
lambat terjadi ketika pasien
135
mendapatkan agen paralitik dan Cedera derajat II, mekanisme
diintubasi ketika dilakukan yang terlibat hampir sama, hanya
pemeriksaan fisik. Pasien tersebut kompresi masih terus berlanjut dan
dikategorikan sebagai onset yang mengakibatkan degenerasi pada akson
belum tegak dan diterapi seperti pada saraf. Pemulihan diharapkan dapat
pasien dengan onset cepat.10 kembali seperti semula, meskipun
Ketiga pasien mengeluhkan penyembuhan membutuhkan beberapa
wajah menceng namun tidak jelas bulan. Perangsangan terhadap saraf
onset munculnya, apakah sesaat setelah masih dapat dilakukan sehingga sulit
kecelakaan ataukah setelah dirawat di dibedakan dengan neuropraksi. Derajat
RS. Sulitnya menentukan onset karena III, IV, dan V meliputi hilangnya
pasien KLL biasanya diantar bukan lapisan endoneural, perineural, dan
oleh keluarga dan keluarga baru epineural. Derajat keempat dan kelima
mengetahui wajah pasien menceng menunjukkan transeksi parsial atau
setelah beberapa hari dirawat di RS. komplet pada saraf. Regenerasi tidak
Selain itu, pasien dengan cedera otak dapat komplet dan sinkinesi tidak
biasanya dirawat pula oleh ahli dapat dihindari. Repair saraf fasialis
anestesi sehingga mendapatkan obat- dilakukan bila terjadi paralisis
obatan sedatif yang dapat komplet.18
mengaburkan tanda-tanda paralisis. Kompresi pada saraf dengan
tekanan tertentu menyebabkan tekanan
Cedera saraf perifer endoneural meningkat, kemudian
Derajat cedera saraf perifer menyebabkan menurunkan aliran darah
yang umum dipakai berdasar Seddon intraneural. Terjadinya gangguan
dan Sunderland yang dikutip oleh mikrosirkulasi intraneural pada
Payne15 maupun Campbell16. akhirnya menyebabkan iskemia.
Klasifikasi Sunderland lebih kompleks Meningkatnya tekanan cairan
namun lebih bermanfaat dan banyak endonerual disebabkan oleh
dipakai oleh kalangan bedah. meningkatnya permeabilitas pembuluh
Klasifikasi menurut Seddon terdiri dari darah pada epineural dan endoneural.
tiga macam, neurapraksia (neuron Demyelinisasi dan degenerasi aksonal
intak namun tidak dapat terjadi setelah cedera. Terjadi pula
mentransmisikan impuls), proliferasi jaringan fibrous.19 Setelah
aksonotmesis (akson mengalami degenerasi komplet, dilanjutkan
cedera namun endoneural utuh), dan dengan proses regenerasi dan repair
neurotmesis (badan saraf mengalami bertahap meliputi saraf yang cedera,
diskontinuitas).15,17 Cedera derajat I segmen neruon proksimal dan distal.
berdasar klasifikasi Sunderland Regenerasi akson berjalan dengan
merujuk kepada neurapraksia, blok kecepatan 1 mm perhari.16
fisiologik diproduksi dengan
meningkatnya tekanan intraneural. Pemeriksaan elektrofisiologi
Contoh oleh kompresi eksternal. Uji elektrodiagnostik menjadi
Lapisan pelindung (misal populer dalam menentukan pasien
endoneurium, perineurium, mana yang tidak dapat mengalami
epineurium) tidak terputus, sehingga pemulihan sempurna.11 Sarana
saraf masih mungkin distimulasi. diagnostik berupa pemeriksanaan
Pemulihan sempurna tanpa sinkinesis elektrodiagnostik yang sering dipakai
pun dimungkinkan. Lama adalah Electroneurography (ENoG)
penyembuhan tanpa intervensi sekitar dan dan Electromyography (EMG).
12 minggu.16 ENoG didasarkan pada studi Nerve
Conduction Velocity (NCV), menilai
136
latensi, onset respon serta amplitudo, Pembedahan juga dilakukan pada
kemudian dibandingkan dengan sisi paralisis onset lambat namun
saraf yang normal. EMG memberi didapatkan denervasi lebih dari 90%
hasil yang bermanfaat setelah 3 pada hari ke-6 pasca cedera.23
minggu pasca cedera karena Eksplorasi saraf fasialis dilakukan
degenerasi telah komplet sehingga setelah kondisi stabil. Studi pada
muncul potensial aksi spontan pada manusia belum membuktikan jika
motor unit action potensial pembedahan lebih dini dapat
16,20
(MUAP). meningkatkan hasil lebih baik, namun
Pemeriksaan eletrodiagnostik studi pada binatang menunjukkan jika
minggu 1 sampai 2 menentukan intervensi dalam 21 hari pada saraf
apakah defisit neurologi karena yang mengalami transeksi lebih
neuropraksia, aksonotmesis, atau menguntungkan.6
neuratmesis. Studi pada 3 sampai 4 Pasien pertama dan ketiga
minggu memberi informasi mendapatkan terapi rehabilitasi
kesempatan untuk pulih. Studi pada 3 komprehensif. Beberapa literatur
sampai 4 bulan mendeteksi reinervasi menyebutkan keuntungan latihan
awal.16 tersebut terhadap akselerasi pemulihan
Pemeriksaan eletrodiagnostik saraf yang cedera.18,24,25,26 Rehabilitas
pada pasien kedua dan ketiga meliputi edukasi anatomi fisiologi otot
menunjukkan lesi aksonal dengan wajah pada pasien, electrical
denervasi parsial pada otot fasial. Jika stimulation (ES), serta beberapa latihan
merujuk klasifikasi cedera saraf perifer tertentu, perawatan mata, virbasi,
menurut Seddon, maka kedua pasien pijatan. Rehabilitasi tersebut
mungkin terjadi neurapraksi, sehingga meningkatkan gerakan fungsional serta
tidak membutuhkan intervensi karena menurunkan gerakan abnormal,
dapat sembuh spontan dengan baik. misalnya sinkinesis. Latihan tersebut
membutuhkan biaya, tenaga, perhatian,
Terapi namun hasil yang didapat dapat
Semua pasien diterapi membayar semua itu.25
prednison 1 mg/kg BB/hari selama 14
hari dan kemudian di-tappering off. Evaluasi
Ho18 et al melaporkan jika Evaluasi saraf fasialis dapat
kortikosteroid sistemik digunakan kriteria menurut House-
direkomendasikan untuk mengurangi Brackmann.16 Derajat paralisis saat
edem pada saraf untuk kasus tertentu awal menurut House-Brackmann pada
ketika kondisi saraf masih intak. kasus pertama dan ketiga adalah 4,
Terapi cedera saraf fasialis fase lambat sedangkan pada kasus kedua adalah 3.
adalah konservatif, atau manajemen Derajat 4 memiliki ciri simetris pada
non-bedah.6,21 Diharapkan 94 – 100% saat istirahat, namun mata tidak dapat
pasien mempunyai penyembuhan menutup lengkap. Derajat 3 memiliki
lengkap dari fungsi saraf fasialis.8 ciri simetris pada saat istirahat, mata
Penelitian RCT antara terapi medik dapat menutup lengkap dengan usaha.
dibanding pembedahan pasca Dua bulan kemudian, derajat cedera
parotidektomi menghasilkan tidak ada menjadi II HB pada pasien pertama
perbedaan yang signifikan.17,22 dan ketiga, keduanya mendapat terapi
Pembedahan segera dilakukan ES. Sedangkan pasien kedua tidak
pada kondisi paralisis otot fasialis dapat dievaluasi. Pemeriksaan
onset cepat dan berat berdasar elektrodiagnostik evaluasi tidak
pemeriksaan elektrodiagnostik serta dilakukan pada ketiga pasien dengan
terlihatnya garis fraktur pada HRCT.21 pertimbangan biaya.
137
dalam suatu tuli campuran. Prognosis
Gangguan pendengaran pasien dengan anakusis atau tuli sangat
Gangguan pendengaran berat adalah jelek, namun mungkin
konduksi sering kali didapatkan pada beberapa diantaranya dapat pulih
fraktur longitudinal dan disebabkan kembali.10
oleh hematotimpani, perforasi Gangguan sensorineural yang
membran timpani, atau gangguan terjadi karena cedera telinga dalam
sebagian atau lengkap dari rantai umumnya tidak bisa intervensi apapun
tulang pendengaran.3 Cairan di telinga karena dapat memperberat kerusakan
tengah beresolusi dalam beberapa hari yang telah terjadi. Fistula perilimfe
sampai bulan walaupun durasi cairan mungkin dapat dilakukan pembedahan
dapat memanjang. Namun perbaikan sedangkan fraktur labirin dapat
spontan terjadi pada 80% kasus.10 sembuh tanpa pembedahan. Cedera
Gangguan konduksi persisten intralabirin yang berat, seperti
setelah beresolusinya hematotimpani perdarahan, robeknya labirin pars
ataupun penyembuhan MT dapat membranosa tidak dapat dilakukan
disebabkan diskontinuitas tulang intervensi.27
pendengaran. Indikasi timpanotomi Penurunan pendengaran baik
eksplorasi dan rekonstruksi adalah konduksi atau sensorineural tidak
gangguan pendengaran konduksi lebih membutuhkan pencitraan dalam
dari 30 dB yang bertahan lebih dari keadaan akut karena pada keadaan tuli
dua bulan.10 Rekonstruksi osikular sensorineural yang berat pun tidak
paling sering adalah dislokasi akan menganggu rencana terapi.
artikulasi inkudostapedial (82%). Namun, penilaian preoperatif dengan
Brodie seperti yang dikutip CT pada pasien yang memerlukan
oleh Saraiya9 et al membagi fraktur eksplorasi atau rekonstruksi mungkin
temporal dalam keterlibatannya memberi informasi yang bermanfaat
terhadap kapsul otik atau tidak. Pada sehingga mempengaruhi pendekatan
otic capsule disrupting terjadi cedera operatif.6
pada labirin (misal koklea, vestibuler,
kanalis semisirkularis), namun tidak KESIMPULAN
pada otic capsule sparring. Apapun Telah dilaporkan tiga kasus
jenis frakturnya, jika mencederai fraktur tulang temporal dengan
telinga dalam maka terjadi gangguan komplikasi paralisis saraf fasialis dan
pendengaran sensorineural. gangguan pendengaran. Gejala klinis
Fraktur yang melibatkan kapsul saat datang ke THT-KL adalah wajah
otik mengakibatkan gangguan menceng dan penurunan pendengaran.
pendengaran sensorineural yang berat. Pemeriksaan pendengaran
Berbagai macam mekanisme menghasilkan gangguan pendengaran
patogenesis dapat berkontribusi dalam sensorineural atau campuran derajat
gangguan pendengaran pascatrauma, sedang hingga berat. Lokasi lesi saraf
yakni disrupsi pada membran labirin, fasialis kemungkinan pada segmen
trauma avulsi saraf koklearis, labirin karena pada ketiga pasien
terputusnya pembuluh darah koklea, didapatkan gangguan saraf petrosus
perdarahan koklea, dan fistula superfisialis mayor. Derajat cedera
perilimfatik. Mekanisme lain yang saraf termasuk neurapraksia berdasar
mungkin adalah hidrops endolimfatik pemeriksaan elektrodiagnostik,
sakibat dari obstruksi duktus sedangkan derajat berdasar HB adalah
endolimfatikus. Trauma akustik akibat 3 dan 4. Semua pasien mendapatkan
fraktur tulang temporal sering memberi terapi konservatif dengan hasil
kontribusi komponen sensorineural
138
peningkatan derajat menjadi 2 HB pembedahan masih kontroversi karena
pada dua pasien yang dapat diikuti. ditakutkan semakin memperberat
Gangguan pendengaran cedera yang terjadi. Jika gangguan
sensorineural atau campuran derajat menetap, maka perlu dipertimbangkan
sedang hingga berat merupakan tanda implan koklea.
terlibatnya kapsul otik. Intervensi

139
DAFTAR PUSTAKA

1. Nossan DK, Benecke JE, Murr fractures. Am J of Emerg Medicine


AH. Current perspective on 1995;13:211-14.
temporal bone trauma. Otolaryngol 9. Saraiya PV, Aygun N. Temporal
Head & Neck Surg 1997;117:67- bone fractures. Emerg Radiol
71. 2009:15;255-65.
2. Yetiser S, Hidir Y, Birkent H, Satar 10. Diaz R, Brodie HA. Middle ear and
B, Durmaz A. Traumatic ossicular temporal bone trauma. In : Bailey
dislocations: etiology and JB, Johnson JT, Newland SD, eds.
management. Am J of Head and Neck Surgery –
Otolaryngol–Head and Neck Otolaryngology. 4th. Philadelphia:
Medicine and Surg 2008;29: 31–6. Lippincot Williams and Wilkins,
3. March AR, Conneli S, Belafsky 2006:2057-76.
PC, Belafsky M. Temporal bone 11. Massa N, Westberg BD. Facial
fractures. Available from: nerve, intratemporal bone trauma.
http://emedicine.medscape.com Available from:
Accessed September 3, 2009. http://emedicine.medscape.com/arti
4. Pawarti DR. Hubungan cedera cle/846226-overview Accessed
kepala dengan gangguan October 25, 2009.
pendengaran. Lab/SMF Ilmu 12. Anonymous. Buku modul utama
Penyakit Telinga Hidung dan modul telinga gangguan nervus
Tenggorok Jurusan Ilmu fasialis. Edisi 1. Surabaya:
Kedokteran Bedah FK Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga
Unair/RSUD Dr. Soetomo, 1999. Hidung Tenggorok Bedah Kepala
102 hal. Karya akhir untuk dan Leher 2008:1-11.
memperoleh gelar ijazah keahlian. 13. Patel AA, Tanna N. Facial nerve
5. Hollinger A, Christe A, Thali MJ, anatomy. Available from:
Kneubuehl BP, Oesterhelweg L, http://emedicine.medscape.com/arti
Ross S, et al. Incidence of auditory cle/835286-overview Accessed
ossicle luxation and petrous November 19, 2009.
bonefractures detected in post- 14. Baumann BM, Jarecki J.
mortem multislice computed Posttraumatic delayed facial nerve
tomography (MSCT). Forensic palsy. Am J of Emerg Medicne
Science International 2009;183:60– 2008;26:115.
6. 15. Payne SH. Nerve repair and
6. Oghalai JS. Temporal bone trauma. grafting in the upper extremity.
In: Lalwani AK, ed. Current Available from:
Diagnosis and Treatment in http://www.medscape.com/viewpu
Otolaryngology Head & Neck blication/137 Accessed January 27,
Surgery. 2nd Ed. New York: The 2010.
Mc Graw Hill Companies inc, 16. Campbell WW. Evaluation and
2005:744-52. management of peripheral nerve
7. Woodcock RJ. Temporal bone injury. Clin Neurophysiol
fractures. Available from: 2008;119:1951-65.
http://emedicine.medscape.com/arti 17. Kerns JM. The microstructure of
cle/385039-overview Accessed peripheral nerves. Techniques in
September 9, 2009. Regional Anesthesia and Pain
8. Nageris B, Hansen MC, Lavelle Management 2008;12:127-33.
WG, Van Pelt FA. Temporal bone 18. Ho T, Byrne P, Hilinski JM, Hilger
P. Facial nerve repair. Available
140
from: fractures: a prospective study
http://emedicine.medscape.com/arti analyzing 11 operated fractures.
cle/846448-overview Accessed Am J of Otolaryngol–Head and
November 19, 2009. Neck Medicine and Surg
19. Diao E, Andrews A, Diao J. 2005;26:230-8.
Animal model of peripheral nerve 24. Pinilla EA, Udina E, Jaramillo J,
injury. Oper Tech Orthop Navarro X. Electrical stimulation
2004;14:153-62. combined with exercise increase
20. Pattichis CS, Schofield I, Merletti axonal regeneration after peripheral
R, Parker PA, Middleton LT. nerve injury. Experimental Neurol
Introduction to this special issue 2009;219:258-65.
intelligent data analysis in 25. Cronin WC, Steenerson RL. The
electromyography and effectiveness of neuromuscular
electroneurography. Medical facial retraining combined with
Engineering & Physics electromyography in facial
1999;21:379-88. paralysis rehabilitation.
21. Darrouzet V, Duclos JY, Liguoro Otolaryngol Head Neck Surg
D, Truilhe Y, Bonfils CD, Bebear 2003;128:534-8.
JP. Management of facial paralysis 26. Lal D, Hetzler LT, Sharma N,
resulting from temporal bone Wurster RD, Marzo SJ, Jones JK,
fractures: our experience in 115 et al. Electrical stimulation
cases. Otolaryngol Head and Neck facilitates rat facial nerve recovery
2001;125:77-84. from a crush injury. Otolaryngol
22. Roh JL, Park CI. A prospective, Head and Neck Surg 2008;139:68-
randomized trial for use of 73.
prednisolone in patients with 27. Vrabec JT. Otic capsule fracture
facial nerve paralysis after with preservation of hearing and
parotidectomy. The Am J of Surg delayed-onset facial paralysis. Int J
2008;196:746-50. Pediatr Otorhinolaryngol
23. Ulug T, Ulubil SA. Management of 2001;59:173-7.
facial paralysis in temporal bone

141

Anda mungkin juga menyukai