Anda di halaman 1dari 162

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU

DALAM MENERAPKAN TOILET TRAINING


DENGAN KEBIASAAN MENGOMPOL
PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI RW 02
KELURAHAN BABAKAN KOTA TANGERANG

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
SRI FITDIYAH NINGSIH
108104000056

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2012 M
i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Nama : SRI FITDIYAH NINGSIH


Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 15 April 1989
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Gg. Teladan IV RT 003
RW 02 No. 6 Babakan – Tangerang 15118
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
Telepon 085693641348
E-mail : clievied_niezs@yahoo.com atau
srifitdiyah@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
1. TK Al- Husna Kota Tangerang tahun 1993-1995
2. SD Negeri Tangerang 2 tahun 1995-2001
3. Madrasah At-Taqwa Tangerang tahun 1997-2001
4. SMP Negeri 17 Tangerang tahun 2001-2004
5. SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2004-2007
6. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008-2012

Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Pramuka SMP Negeri 17 Tangerang tahun 2001-2004
2. Bendahara OSIS SMP Negeri 17 Tangerang tahun 2002-2003
3. Anggota Paskibra SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2004-2007
4. Bendahara OSIS SMA Negeri 7 Tangerang tahun 2005-2006
5. Staf Divisi Infokom BEMJ Ilmu Keperawatan tahun 2009-2010.
6. Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi BEMJ Ilmu Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010-2012.

v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, September 2012

Sri Fitdiyah Ningsih, NIM: 108104000056

Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet


Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah
di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

xxi + 110 halaman + 16 tabel + 2 gambar + 5 lampiran

ABSTRAK

Kebiasaan mengompol merupakan kondisi yang sering terjadi pada anak usia
prasekolah, padahal pada usia ini anak sudah dapat mengontrol buang air
kecilnya. Salah satu upaya mengatasi kebiasaan ini adalah toilet training. Agar
penerapan toilet training berjalan baik, perlu adanya pemahaman dan tindakan
yang nyata tentang toilet training dari orang tua terutama ibu, karena ibu adalah
orang terdekat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan
kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
metode cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 82 responden. Teknik
sampling yang digunakan adalah teknik total sampling. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner, kemudian data dianalisis menggunakan uji chi square
dengan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara
pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak
usia prasekolah (p = 0,232) dan ada hubungan antara perilaku ibu dalam
menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia
prasekolah (p = 0,041). Agar anak dapat mengatasi kebiasaan mengompolnya
maka perlu adanya penerapan toilet training yang baik oleh ibu.

Kata kunci : Anak usia prasekolah, Ibu, Kebiasaan mengompol,


Pengetahuan, Perilaku, Toilet training

Referensi : 42 (1997-2012)

vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, September 2012

Sri Fitdiyah Ningsih, NIM: 108104000056

The Relationship between Mother’s Knowledge and Behavior in


Implementing Toilet Training with Enuresis Habit in Preschool Age
Children in RW 02 Babakan Tangerang

xxi + 110 pages + 16 tables + 2 pictures + 5 attachments

ABSTRACT
Enuresis is the condition which is frequently happened in preschool children,
where at this age children are should be able to control the urine. One of the effort
to overcome this habit is toilet training. The good application of a toilet training
need a real action from parents especially mother, because mother is the closest
person to the child. This study aimed to determine the relationship between
knowledge and behavior of mother in implementing toilet training with enuresis
habit in preschool children in RW 02 Babakan Tangerang. This research is a
quantitative study with cross sectional method. The sample used in this study was
82 respondent. This study was using the total sampling technique. Data collected
using questionnaires, and were analyzed using chi square test with
computerization. The results showed no correlation between mother knowledge
about toilet training with enuresis habit in preschool age children (p = 0.232) and
there was a correlation between the behavior of mother implementing toilet
training with enuresis habit in preschool age children (p = 0.041). In order to
overcome this enuresis habit, it is necessary for mother to implementing a good
toilet training.

Key Word : Preschool age children, Mother, Enuresis Habit, Knowledge,


Behavior, Toilet training

Reference : 42 (1997-2012)

vii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan..


Untukmu…
Mama, Bapak, dan Teteh Enchi khususnya kepadamu,,,
Kakakku tercinta,,Indriyati,,,
Ku tak dapat berkata apapun kecuali kata “Terima Kasih”
Terima Kasih atas pengorbanan, ketulusan dan keikhlasanmu
selama ini...
Terima Kasih atas jasamu yang tak mungkin dapat ku balas,,,
Terima Kasih atas kasih sayangmu kepada ku melebihi apapun..,

viii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam

Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia

Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang”.

Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi

Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis

sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. H.M. Djauhari W, AIF., PFK, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Pembantu Dekan Bidang

Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

ix
4. Dra. Farida Hamid, Mpd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kep, MKep, Sp.Mat, selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Pembimbing Akademik penulis selama perkuliahan.

7. Ibu Rita Yuliani S.Kp., M.Si. selaku pembimbing I yang telah meluangkan

waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat,

petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

8. Ibu Maulina Handayani S.Kp., M.Sc. selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan,

nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam metodologi

penyusunan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta

staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya

yang telah memudahkan penulis dalam proses pembelajaran di PSIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Segenap jajaran staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN yang telah banyak membantu dalam menyediakan

referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

x
11. Segenap Ketua RW dan Ketua RT Kelurahan Babakan Kota Tangerang yang

telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

12. Segenap responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi

kuisioner.

13. Orang tua tercinta (Bapak Uci Sanusi dan Ibu Sumaryati) yang telah

memberikan kasih sayang tulus dan selalu mendoakan serta memberikan

motivasi tiada hentinya kepada penulis.

14. Kakak – kakak penulis (Teteh Indriyati, Teteh Sri Budiarti dan Ka Wanto)

yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang

tiada henti.

15. Ade Sulistyawan yang telah menjadi motivator sehingga penulis selalu

semangat dalam menyusun skripsi ini.

16. Keponakan penulis (Nisrina Al-Habsyi dan Irestha Felladivany) yang telah

menjadi inspirasi dalam menyusun skripsi ini.

17. Teman-teman angkatan 2008 (Wensil, Nurfatimah, Selly, Novi, Pia, Sri K,

Ika, Kiki dan semuanya) yang telah bersama-sama dengan penulis melewati

hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan perkuliahan di PSIK

UIN Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk

itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, September 2012

xi
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ix
DAFTAR ISI..................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7
C. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 8
D. Tujuan .............................................................................................. 9
1. Tujuan Umum ............................................................................ 9
2. Tujuan Khusus ........................................................................... 9
E. Manfaat ............................................................................................ 10
1. Bagi Ilmu Pengetahuan .............................................................. 10
2. Bagi Profesi Keperawatan .......................................................... 10
3. Bagi Kelurahan Babakan Kota Tangerang ..................................10
4. Bagi Peneliti ............................................................................... 10
5. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian................................................................ 11

xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 12
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah ................ 12
1. Pertumbuhan Fisik ..................................................................... 12
2. Perkembangan Motorik .............................................................. 13
3. Perkembangan Kognitif ............................................................. 14
4. Perkembangan Psikoseksual ...................................................... 16
5. Perkembangan Psikososial ......................................................... 17
6. Perkembangan Moral ................................................................. 18
B. Toilet Training ................................................................................. 19
1. Pengertian ..................................................................................19
2. Kesiapan Toilet Training............................................................ 19
3. Teknik Mengajarkan Toilet Training ......................................... 21
4. Hal yang perlu Diperhatikan selama Toilet Training .................. 23
5. Dampak Keberhasilan Toilet Training ........................................24
6. Dampak Kegagalan Toilet Training ............................................24
C. Kebiasaan Mengompol (Enuresis) ................................................... 25
1. Pengertian ...................................................................................25
2. Penyebab .................................................................................... 26
3. Jenis Enuresis ..............................................................................28
4. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengompol (Enuresis)
………………………………………………………………… 29
5. Penatalaksanaan ......................................................................... 32
D. Pengetahuan ..................................................................................... 35
1. Pengertian ...................................................................................35
2. Tingkatan Pengetahuan .............................................................. 36
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan .................... 37
E. Perilaku ............................................................................................ 39
1. Pengertian ..................................................................................39
2. Proses Pembentukan Perilaku .................................................... 40
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang ....................... 41
F. Penelitian Terkait ............................................................................. 45
G. Kerangka Teori ................................................................................ 49
xiii

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL .................................................................................. 50
A. Kerangka Konsep ............................................................................. 50
B. Hipotesis ...........................................................................................51
C. Definisi Operasional ......................................................................... 52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 60


A. Desain Penelitian...............................................................................60
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 60
C. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 61
D. Instrumen Penelitian ........................................................................ 63
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian .......................................... 68
1. Uji Validitas .............................................................................. 68
2. Uji Reliabilitas .......................................................................... 69
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................... 70
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 71
G. Pengolahan Data ............................................................................. 73
H. Analisis Data ................................................................................... 74
1. Analisis Univariat ..................................................................... 74
2. Analisis Bivariat........................................................................75
I. Etika Penelitian ............................................................................... 76

BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 79


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 79
1. Gambaran Umum RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang
………………………………………………………………... 79
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden .............................. 80
a) Usia Ibu ................................................................................ 80
b) Tingkat Pendidikan Ibu ........................................................ 81
c) Status Pekerjaan Ibu ............................................................. 83
d) Usia Anak ..............................................................................84
e) Jenis Kelamin Anak ............................................................. 85
xiv

B. Analisis Univariat ............................................................................. 85


1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training ................. 85
2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training … 89
3. Gambaran Kebiasaan Mengompol ............................................. 92
C. Analisis Bivariat................................................................................93
1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan
Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
………………………………………………………………… 93
2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training
dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6
Tahun) ........................................................................................ 94

BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................96
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 96
B. Gambaran Karakteristik Responden ................................................ 97
1. Usia Ibu ..................................................................................... 97
2. Tingkat Pendidikan Ibu ............................................................. 98
3. Status Pekerjaan Ibu .................................................................. 99
4. Usia Anak ..................................................................................100
5. Jenis Kelamin Anak ................................................................. 100
C. Hasil Analisis Univariat ................................................................. 101
1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training ................ 101
2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training …102
3. Gambaran Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah
(3-6 Tahun) .............................................................................. 103
D. Hasil Analisis Bivariat ................................................................... 103
1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan
Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah
(3-6 Tahun) ............................................................................... 103
2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training
dengan Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia
Prasekolah (3-6 Tahun) ............................................................ 105

xv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 108
A. Kesimpulan ................................................................................... 108
B. Saran ............................................................................................. 109

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xvi
DAFTAR SINGKATAN

BAB = Buang Air Besar


BAK = Buang Air Kecil
DSM-IV-TR = Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV-Text
Revision
RT = Rukun Tetangga
RW = Rukun Warga
SPSS = Statistical Package for Social Science

xvii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ..............................................................49

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..........................................................50

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 52


Tabel 4.1 Indikator pengukuran pengetahuan ibu tentang toilet training ...... 64
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012
…………………………………………………………………… 78
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah
berdasarkan tingkat pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota
Tangerang Tahun 2012 .................................................................. 79
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah
berdasarkan kategori tingkat pendidikan di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang Tahun 2012........................................... 80
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah
Berdasarkan Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota
Tangerang Tahun 2012 .................................................................. 81
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi ibu yang memiliki anak usia prasekolah
berdasarkan kategori status pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang Tahun 2012.......................................................... 82
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi usia anak prasekolah di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang Tahun 2012........................................... 82
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi anak usia prasekolah berdasarkan jenis kelamin
di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 83
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang toilet training di RW
02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ...................... 83
Tabel 5.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori pengetahuan ibu
tentang toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang
Tahun 2012 ...................................................................................... 86

Tabel 5.10 Distribusi frekuensi perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ............... 86
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kategori perilaku ibu
dalam menerapkan toilet training di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang Tahun 2012............................................................89

xix
Tabel 5.12 Distribusi frekuensi kebiasaan mengompol anak usia prasekolah di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012............... 89

Tabel 5.13 Hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan
mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02
Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ........................... 90
Tabel 5.14 Hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan
kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW
02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012 ...................... 91

xx
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data


Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data dari Kelurahan Babakan Kota
Tangerang
Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed
consent)
Lampiran 4 Kuesioner penelitian
Lampiran 5 Hasil uji statistik penelitian

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang berbeda,

namun keduanya tidak dapat dipisahkan dan bersifat interdependen (Potter &

Perry, 2005). Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik

dan struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel

secara kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan

lingkar kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan kematangan

fungsi dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif, seperti kemampuan

anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di

sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008).

Menurut Wong (2000 dalam Supartini 2004), perkembangan anak terdiri

dari periode prenatal (mulai konsepsi sampai usia kehamilan 40 minggu),

periode bayi (sejak lahir sampai usia 12 bulan), periode kanak-kanak awal

(usia 1 tahun sampai 6 tahun), periode kanak-kanak pertengahan (usia 6 tahun

sampai 11-12 tahun), dan periode kanak-kanak akhir (usia 11-12 tahun sampai

18 tahun). Periode kanak-kanak awal terdiri atas masa toddler, yaitu usia anak

1 sampai 3 tahun dan masa prasekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun

(Supartini, 2004).

Pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak terjadi sangat cepat.

Hal ini disebabkan karena adanya stimulus internal, yaitu dari hereditas dan

temperamen maupun stimulus eksternal, yaitu dari keluarga, teman sebaya,

1
2

pengalaman hidup dan elemen dari lingkungan yang didapatkan oleh anak

(Potter & Perry, 2005).

Perkembangan fisik anak usia prasekolah lebih lambat dan relatif menetap.

Sistem tubuh sudah matang dan keterampilan motorik seperti berjalan, berlari,

melompat menjadi semakin luwes, namun otot dan tulang belum begitu

sempurna, serta pada masa ini anak sudah mulai terlatih untuk toileting

(Supartini, 2004). Menurut teori Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

(1905 dalam Wong, 2008) menjelaskan bahwa usia prasekolah termasuk

dalam fase falik, dimana genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh

yang sensitif. Pada fase ini anak sudah dapat melakukan buang air kecil dan

buang air besar di tempatnya. Pada periode ini pula, konsep diri anak sudah

mulai berkembang, terjadi peningkatan kontrol diri dan penguasaan, lebih

banyak bergerak, peningkatan kemandirian dan sudah siap untuk melakukan

toilet training (Potter & Perry, 2005).

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). Latihan ini

mulai dilakukan pada anak usia 1-3 tahun, karena pada usia ini kemampuan

sfingter uretra untuk mengontrol rasa ingin buang air kecil mulai berkembang

(Supartini, 2004). Latihan ini dapat dilakukan oleh sebagian besar anak secara

mandiri pada akhir periode prasekolah (Muscari, 2005).

Keberhasilan toilet training memberikan beberapa keuntungan bagi anak,

seperti dapat mengontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB),

awal terbentuknya kemandirian sehingga anak bisa melakukan sendiri BAK

atau BAB dan juga mulai mengetahui beberapa bagian tubuh dan fungsinya
3

(Warga, 2007). Toilet training juga penting dalam perkembangan kepribadian

anak, karena toilet training merupakan latihan moral pertama kali yang

diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral selanjutnya

(Suherman, 2000).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan program toilet training antara

lain motivasi orang tua dan kesiapan anak secara fisik, psikologis maupun

secara intelektual (Hidayat, 2008). Widayatun (1999 dalam Subagyo dkk,

2008) menjelaskan bahwa motivasi orang tua sendiri dipengaruhi oleh faktor

intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan dorongan yang

berasal dari dalam diri seseorang yaitu berupa pengetahuan, sikap, keadaan

mental, dan kematangan usia sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berupa sarana,

prasarana, dan lingkungan (Subagyo dkk, 2008).

Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berperan dalam menciptakan

perilaku yang baik bagi anak-anaknya karena orang tua adalah cerminan bagi

anak. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat (2010) pada 58 ibu

yang memiliki anak usia prasekolah di TK Al-Azhar Medan menjelaskan

bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia

prasekolah secara umum di tempat tersebut adalah baik (60,3%). Hal ini

diketahui dari kesuksesan anak dalam melakukan daytime control yaitu

mampu menjaga dan mengatur BAB dan BAK di toilet sepanjang hari, tanpa

menggunakan popok atau alat bantu lain. Hasil penelitian lain yang telah

dilakukan oleh Nursila (2007) pada 40 orang tua yang memiliki anak berusia

3-5 tahun menjelaskan bahwa keluarga dengan pengetahuan tinggi memiliki

42,9% anak masih mengompol dan keluarga dengan pengetahuan rendah


4

memiliki 66,7% anak masih mengompol sehingga penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan orang tua dengan

kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah.

Proses toilet training yang dilakukan oleh orang tua dapat mengalami

kegagalan pada anak. Kegagalan toilet training mungkin disebabkan oleh

beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa

abnormalitas kongenital saluran kemih, infeksi saluran kemih, poliuria atau

neurogenic bladder (Hull, 2008) sedangkan faktor eksternal dapat berupa

faktor keluarga terutama orang tua dimana kurangnya perhatian dan

kepedulian orang tua sehingga toilet training ini terabaikan ataupun pelatihan

toilet training yang terlalu dini (Aziz, 2006).

Kegagalan toilet training yang disebabkan oleh toilet training yang terlalu

dini dapat beresiko menimbulkan infeksi saluran kemih (ISK) (Natalia, 2006).

Selain itu, kegagalan toilet training dapat menyebabkan anak kurang mandiri,

memiliki sikap egois, keras kepala, kikir, cenderung ceroboh, dan seenaknya

dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008). Menurut Aziz (2006)

kegagalan toilet training juga dapat menyebabkan anak mengalami enuresis

atau mengompol.

Enuresis atau mengompol adalah pengeluaran urin tanpa sengaja pada usia

dimana saat pengendalian pengeluaran urin seharusnya dapat dilakukan atas

kemauannya sendiri (Behrman dkk, 1999). Wong (2008) menyatakan

mengompol adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di

tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan

terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali
5

terhadap kandung kemih secara sadar. Menurut Hidayat (2008) mengompol

ini lebih dikenal dengan istilah Enuresis Fungsional yang merupakan

gangguan dalam pengeluaran urin secara tidak sadar pada siang atau malam

hari pada anak yang berusia lebih dari empat tahun tanpa adanya kelainan fisik

maupun penyakit organik.

Anak usia 3 tahun secara umum sudah mampu mengendalikan kandung

kemih pada siang hari dan sekitar 75% anak usia 3,5 tahun ini sudah tidak

mengompol pada malam hari, dikarenakan pengendalian mengompol pada

malam hari biasanya tercapai pada usia 2,5 – 3,5 tahun. Pada usia 4,5 tahun,

kurang lebih 88% anak sudah mampu mengendalikan kandung kemih secara

adekuat dan tidak mengompol lagi saat tidur malam. Anak usia 5 tahun akan

buang air kecil 5-8 kali sehari dan mereka akan menolak buang air kecil bila

bukan pada tempatnya dan sekitar 98,5% pada usia ini sudah mampu

mengendalikan kandung kemihnya secara sempurna (Noer, 2006). Hull (2008)

menyatakan bahwa sekitar 10% anak usia 5 tahun masih mengompol dan

bahkan kurang dari 5% masih mengompol pada usia 10 tahun. Behrman dkk

(1999) juga menyatakan bahwa prevalensi anak yang mengompol pada usia 5

tahun adalah 7% laki-laki dan 2% wanita.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2007) pada anak usia

prasekolah (4-5 tahun) di TK Sekar Ratih Krembangan Jaya Selatan, Surabaya

menyatakan bahwa terdapat 52% anak mengompol dengan frekuensi sering

sekali, 4% sering, 36% jarang dan 8% sangat jarang. Kebiasaan mengompol

ini apabila berlangsung lama dan panjang, akan mengganggu pencapaian tugas

perkembangan anak (Hidayat, 2008).


6

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di

Rukun Tetangga (RT) 003 Rukun Warga (RW) 02 Kelurahan Babakan Kota

Tangerang pada tanggal 12 Februari 2012 kepada 10 orang ibu yang memiliki

anak usia prasekolah (3-6 tahun) secara random, didapatkan hasil bahwa 6

orang (60%) ibu tidak mengajarkan anak pergi ke toilet dan membiarkan

anaknya mengompol, 3 orang (30%) ibu telah menyuruh anaknya untuk pergi

ke toilet tetapi tetap saja anaknya masih mengompol, dan hanya 1 orang

(10%) ibu yang menyuruh dan mengajak anaknya pergi ke toilet dan diketahui

anaknya jarang mengompol.

Berdasarkan fenomena di atas dapat dilihat bahwa masih kurangnya

perhatian orang tua terutama ibu terhadap proses toilet training sehingga

masih banyak anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang memiliki kebiasaan

mengompol di daerah tersebut, padahal pada usia 3-6 tahun ini seharusnya

anak sudah dapat melakukan buang air kecil secara mandiri di tempat yang

semestinya (toilet atau kamar mandi).

Kurangnya perhatian ibu menunjukkan perilaku ibu yang kurang peduli

terhadap proses toilet training. Perilaku tersebut mungkin disebabkan akibat

rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training. Hal ini sesuai

dengan teori Bloom yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (1997 dalam Sunaryo,

2004) bahwa perilaku memiliki 3 domain yakni cognitive, affective dan

psychomotor, dimana cognitive domain diukur dari knowledge (pengetahuan).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan

umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). Teori perkembangan kognitif


7

anak usia prasekolah (Piaget, 1969 dalam Wong, 2008) menunjukkan bahwa

anak usia tersebut mulai berpikir praoperasional bersifat konkret dan nyata.

Anak membutuhkan tindakan nyata karena mereka menginterpretasikan objek

dan peristiwa dari segi hubungan mereka terhadap objek tersebut, oleh karena

itu ibu harus mengajarkan toilet training kepada anak secara langsung dengan

mempraktekkannya dan anak disuruh mengikuti serta memahami perilaku

tersebut sehingga anak lebih termotivasi dan akhirnya anak mulai

menghilangkan kebiasaan mengompol.

Berdasarkan hal di atas dan dilihat pula besarnya dampak yang

ditimbulkan akibat kegagalan toilet training serta belum banyaknya penelitian

terkait toilet training dan kebiasaan mengompol maka peneliti merasa tertarik

untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam

Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol Pada Anak Usia

Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang”.

Penelitian ini lebih memusatkan pada salah satu rukun warga yang ada di

wilayah Kelurahan Babakan Kota Tangerang karena sesuai dengan hasil studi

pendahuluan yang telah dilakukan bahwa terdapat sekitar 60% anak masih

mengompol di daerah tersebut.

B. Rumusan masalah

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2008). Kegagalan

toilet training dapat menyebabkan kerugian psikologis bagi anak dan dapat

menyebabkan anak mengompol (Aziz, 2006). Menurut Wong (2008)


8

mengompol adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di

tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan

terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali

terhadap kandung kemih secara sadar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2007) terhadap anak

usia prasekolah (4-5 tahun) menunjukkan sebanyak 52% anak mengompol

dengan frekuensi sering sekali. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah

dilakukan oleh peneliti di RT 003 RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

pada tanggal 12 Februari 2012 kepada 10 orang ibu yang memiliki anak usia

prasekolah (3-6 tahun), didapatkan hasil bahwa 6 orang (60%) ibu tidak

mengajarkan anak pergi ke toilet dan membiarkan anaknya mengompol.

Tingginya angka anak prasekolah yang masih mengompol serta masih

kurangnya pengetahuan ibu tentang toilet training yang dicerminkan dari

perilaku yang salah seperti kurangnya perhatian dan kepedulian ibu terhadap

toilet training, membuat peneliti merumuskan masalah penelitian ini yakni

adakah hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan

toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang ?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?


9

3. Bagaimana gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di

RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-

6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?

5. Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training dengan

kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?

6. Adakah hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training

dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di

RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku ibu dalam

menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia

prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

2. Tujuan Khusus

a. Melihat gambaran karakteristik responden di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang.

b. Melihat gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

c. Melihat gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di

RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.


10

d. Melihat gambaran kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di

RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

e. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

f. Mengetahui hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di

RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Menambah referensi tentang toilet training pada anak usia prasekolah.

2. Bagi profesi keperawatan

Dapat menjadi bahan referensi untuk pengembangan ilmu

keperawatan, terutama pada bidang keperawatan anak terkait toilet

training.

3. Bagi Kelurahan Babakan Kota Tangerang

Dapat menjadi bahan informasi sehingga dapat memberikan

penyuluhan kesehatan pada ibu dan anak.

4. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang

penerapan toilet training pada anak usia prasekolah yang masih

mengalami kebiasaan mengompol.


11

5. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat menjadi informasi tambahan atau gambaran untuk penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan penerapan toilet training pada

anak usia prasekolah.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan desain penelitian kuantitatif-analitik, dengan

metode cross sectional. Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner

terkait pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan

kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6

tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan kriteria inklusi

sampel meliputi ibu yang memiliki anak prasekolah usia 3-6 tahun, bersedia

menjadi responden dan bertempat tinggal di wilayah RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling

jenuh (total sampling), dengan jumlah sampel sebanyak 82 responden.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Pertumbuhan didefinisikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan

struktur tubuh seseorang karena bertambahnya jumlah dan besarnya sel secara

kuantitatif, seperti pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar

kepala. Perkembangan didefinisikan sebagai pertambahan kematangan fungsi

dari masing-masing tubuh dan bersifat kualitatif, seperti kemampuan anak

untuk tengkurap, duduk, berjalan, berbicara, memungut benda-benda di

sekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak (Nursalam, 2008).

Menurut Wong (2008) Perkembangan diartikan sebagai perubahan dan

perluasan secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih

rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang

melalui pertumbuhan, maturasi dan pembelajaran.

Anak usia prasekolah termasuk dalam masa kanak-kanak awal yang terdiri

dari anak usia 3 sampai 6 tahun (Wong, 2008). Perkembangan pada masa ini

sangat penting, dimana masa ini merupakan masa emas atau “golden age”.

Berdasarkan beberapa teori pertumbuhan dan perkembangan anak maka

pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah meliputi :

1. Pertumbuhan Fisik

Secara umum anak usia prasekolah yang sehat adalah anak yang

ramping, periang dan cekatan serta memiliki sikap tubuh yang baik.

Pertambahan tinggi pada usia ini rata-rata adalah 6,25-7,5 cm pertahun


13

misalnya, rata-rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan berat

badan rata-rata adalah 2,3 kg per tahun, misalnya berat badan rata-rata

anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005).

Volume berkemih pada usia ini rata-rata 500 sampai 1000 mL/hari.

Anak usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan sudah

mampu melakukan toilet training dengan mandiri pada akhir periode

prasekolah. Beberapa anak mungkin masih mengompol di celana dan

sebagian besar lupa untuk mencuci tangannya untuk membilas (Muscari,

2005 dan Supartini, 2004).

Seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya secara total

sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat

mengontrol buang air kecil daripada anak perempuan. Pengontrolan

berkemih di siang hari lebih mudah dicapai daripada pengontrolan

berkemih di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan

anak, biasanya pada usia 2 tahun (Potter & Perry, 2005).

Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali

penuhnya kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam

dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang

dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran dan konsistensi

orang tuanya (Potter & Perry, 2005).

2. Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu motorik kasar dan

motorik halus. Keterampilan motorik kasar anak usia prasekolah


14

bertambah baik, misalnya anak sudah dapat melompat dengan satu kaki,

melompat dan berlari lebih lancar serta dapat mengembangkan

kemampuan olahraga seperti meluncur dan berenang (Muscari, 2005).

Perkembangan motorik halus menunjukkan perkembangan utama yang

ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan menggambar, misalnya

pada usia 3 tahun, anak dapat membangun menara dengan 9 atau 10 balok,

membuat jembatan dari 3 balok, meniru bentuk lingkaran, dan

menggambar tanda silang (Muscari, 2005).

Fase usia ini anak tetap beresiko pada cedera meskipun tidak terlalu

rentan seperti anak toddler, namun orang tua dan orang dewasa lainnya

harus tetap menekankan tindakan keamanan. Anak usia prasekolah ini

mendengarkan orang dewasa, mampu memahami serta memperhatikan

tindakan pencegahan karena anak usia ini merupakan pengamat yang

cermat dan meniru orang lain sehingga orang dewasa perlu “melakukan

apa yang mereka ajarkan” tentang masalah keamanan (Muscari, 2005).

3. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif (berpikir) sudah mulai menunjukkan

perkembangan. Anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah,

tampak sekali kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu

berdasarkan apa yang mereka lihat. Anak membutuhan pengalaman

belajar dengan lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2007).

Berdasarkan teori Kognitif Piaget (1969 dalam Muscari, 2005)

menyatakan bahwa pada usia ini anak memasuki tahap berpikir


15

praoperasional karena tahapan ini dimulai dari usia 2 tahun sampai 7

tahun. Tahapan ini memiliki dua fase yakni prakonseptual dan intuitif,

yaitu :

a. Fase prakonseptual (usia 2-4 tahun) yakni anak membentuk konsep

yang kurang lengkap dan logis dibandingkan dengan konsep orang

dewasa. Anak membuat klasifikasi yang sederhana, menghubungkan

satu kejadian dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif

misalnya semua wanita yang berperut besar pasti hamil) dan anak

menampilkan pemikiran egosentrik. Wong (2008) menyatakan bahwa

egosentrisme merupakan ciri yang menonjol pada tahap ini dalam

perkembangan intelektual, hal ini bukan berarti egois atau berpusat

pada diri sendiri, tetapi ketidakmampuan untuk menempatkan diri di

tempat orang lain. Selain itu, pada usia ini pemikiran mereka

didominasi oleh apa yang mereka lihat, dengar, atau alami.

b. Fase intuitif (usia 4-7 tahun) yakni anak mulai menunjukkan proses

berpikir intuitif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi

tidak dapat mengatakan/mengetahui alasan untuk melakukannya),

mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, menghubungkan objek-

objek, dan mampu menginterpretasikan objek dan peristiwa dari segi

hubungan mereka atau penggunaan mereka terhadap objek tersebut

serta mulai menggunakan banyak kata yang sesuai, tetapi kurang

memahami makna sebenarnya, misalnya anak usia 3 tahun rata-rata

telah mengucapkan 900 kata, berbicara kalimat dengan tiga atau empat

kata, dan berbicara terus menerus (Muscari, 2005 dan Wong, 2008).
16

4. Perkembangan Psikoseksual

Freud (1905 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa anak usia

prasekolah termasuk ke dalam tahap falik dimana kepuasan anak berpusat

pada genitalia dan masturbasi sehingga genitalia menjadi area tubuh yang

menarik dan sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis

kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan

alat kelamin. Anak sering meniru ibu atau bapaknya untuk memahami

identitas gender, misalnya dengan menggunakan pakaian ayah dan ibunya

(Supartini, 2004).

Banyak anak yang melakukan masturbasi pada usia ini untuk

kesenangan fisiologis dan membentuk hubungan yang kuat dengan orang

tua lain jenis, tetapi mengidentifikasi orang tua sejenis. Anak usia

prasekolah merupakan pengawas yang cermat tetapi kemampuan

interpretasinya buruk sehingga anak dapat mengenali tetapi tidak dapat

memahami aktivitas seksual. Apabila anak menanyakan tentang seks maka

orang tua harus menjawab pertanyaan mengenai seks dengan sederhana

dan jujur, hanya memberikan informasi yang anak tanyakan dan

penjelasan lebih rincinya dapat diberikan nanti serta sebelum menjawab

pertanyaan anak, orang tua harus mengklarifikasi kembali apa yang

sebenarnya ditanyakan dan dipikirkan anak tentang subjek spesifik

(Muscari, 2005).

Anak usia prasekolah ini mengalami fase yang ditandai dengan

kecemburuan dan persaingan terhadap orang tua sejenis dan cinta terhadap

orang tua lain jenis, yang disebut sebagai konflik Odipus. Tahap ini
17

biasanya berakhir pada akhir periode usia prasekolah dengan identifikasi

kuat pada orang tua sejenis (Freud, 1905 dalam Muscari, 2005).

5. Perkembangan Psikososial

Berdasarkan teori Psikososial Erikson (1963 dalam Muscari, 2005)

menyatakan bahwa krisis yang dihadapi anak usia antara 3 dan 6 tahun

disebut “inisiatif versus rasa bersalah”, yakni anak berupaya menguasai

perasaan inisiatif dengan dukungan orang tua dalam imajinasi dan

aktivitas karena orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga.

Wong (2008) menyatakan bahwa tahap inisiatif ini berkaitan dengan tahap

falik Freud dan dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh

semangat, berani berupaya, dan imajinasi yang kuat. Anak-anak

mengeksplorasi dunia fisik dengan semua indera dan kekuatan mereka.

Mereka membentuk suara hati dan tidak lagi hanya dibimbing oleh pihak

luar, terdapat suara dari dalam yang memperingatkan dan mengancam.

Perkembangan inisiatif ini diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan

melalui kemampuan inderanya. Anak mengembangkan keinginan dengan

cara eksplorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang

diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai

prestasi, arahan dan tujuan (Supartini, 2004 dan Wong, 2008).

Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu

berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang tidak

tercapai (Supartini, 2004). Perasaan bersalah pun muncul ketika orang tua

membuat anak merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat


18

diterima. Ansietas dan ketakutan terjadi ketika pemikiran dan aktivitas

anak tidak sesuai dengan harapan orang tua (Muscari, 2005).

Hubungan anak dengan orang lain semakin meluas pada masa ini.

Anak tidak saja menjalin hubungan dengan orang tua, tetapi juga dengan

kakek-nenek, saudara kandung, dan guru-guru di sekolah. Anak perlu

melakukan interaksi yang teratur dengan teman sebaya untuk membantu

mengembangkan keterampilan sosial (Muscari, 2005).

6. Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak usia prasekolah sudah menunjukkan adanya

rasa inisiatif, konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi

identitas dirinya (Hidayat, 2007). Supartini (2004) menjelaskan bahwa

anak usia ini secara psikologis mulai berkembang superego, yaitu anak

mulai berkurang sifat egosentrisnya (Supartini, 2004).

Kohlberg (1968 dalam Wong, 2008) menyatakan bahwa usia ini

termasuk ke dalam tahap prakonvensional, yakni anak-anak

mengintegrasikan label baik/buruk dan benar/salah yang terorientasi

secara budaya dalam konsekuensi fisik atau konsekuensi menyenangkan

dari tindakan mereka.

Awalnya anak-anak menetapkan baik atau buruknya suatu tindakan

dari konsekuensi tindakan tersebut. Mereka menghindari hukuman dan

mematuhi tanpa mempertanyakan siapa yang berkuasa untuk menentukan

bahwa perilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan

kebutuhan mereka sendiri (dan terkadang kebutuhan orang lain). Unsur-


19

unsur keadilan, memberi dan menerima serta pembagian yang adil juga

terlihat pada tahap ini, namun hal tersebut diinterpretasikan dengan cara

yang sangat praktis dan konkret tanpa kesetiaan, rasa terima kasih, atau

keadilan (Wong, 2008).

Perasaan bersalah muncul pada tahap ini dan penekanannya adalah

pada pengendalian eksternal. Standar moral anak usia ini adalah apa yang

ada pada orang lain, dan anak mengamati mereka untuk menghindari

hukuman atau mendapatkan penghargaan (Muscari, 2005).

B. Toilet Training

1. Pengertian

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar

(Hidayat, 2008). Menurut Suherman (2000) toilet training merupakan

latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh

pada perkembangan moral anak selanjutnya. Berdasarkan pengertian di

atas dapat disimpulkan bahwa toilet training merupakan upaya dalam

melakukan buang air kecil dan buang air besar di toilet, dimana pelatihan

ini dapat membentuk moral anak.

2. Kesiapan Toilet Training

Ada beberapa kesiapan anak yang perlu dikaji baik kesiapan fisiologis

maupun kesiapan psikologis sebelum anak memulai toilet training (Wong,

2008). Adapun kesiapan yang perlu dikaji adalah sebagai berikut :


20

a. Kesiapan fisik

1) Kontrol volunter sfingter anal dan uretral, biasanya pada usia 18

sampai 24 bulan.

2) Mampu tidak mengompol selama 2 jam, jumlah popok yang basah

berkurang, tidak mengompol selama tidur siang.

3) BAB teratur.

4) Keterampilan motorik kasar yaitu duduk, berjalan, dan berjongkok.

5) Keterampilan motorik halus yaitu membuka pakaian.

b. Kesiapan Mental

1) Mengenali urgensi BAB atau BAK.

2) Keterampilan komunikasi verbal atau nonverbal untuk

menunjukkan saat basah atau memiliki urgensi BAB atau BAK.

3) Keterampilan kognitif untuk menirukan perilaku yang tepat dan

mengikuti perintah.

c. Kesiapan Psikologis

1) Mengekspresikan keinginan untuk menyenangkan orang tua.

2) Mampu duduk di toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa bergoyang

atau terjatuh.

3) Keingintahuan mengenai kebiasaan toilet orang dewasa atau kakak.

4) Ketidaksabaran akibat popok yang kotor oleh feses atau basah;

ingin untuk segera diganti.

d. Kesiapan Orang tua

1) Mengenali tingkat kesiapan anak.

2) Berkeinginan untuk meluangkan waktu untuk toilet training.


21

3) Ketiadaan stress atau perubahan keluarga, seperti perceraian,

pindah rumah, sibling baru, atau akan bepergian.

3. Teknik Mengajarkan Toilet Training

Berikut ini beberapa teknik yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam

melatih anak buang air kecil dan buang air besar setelah orang tua

mengetahui tanda-tanda kesiapan anak melakukan toilet training yaitu :

a. Teknik Lisan

Teknik lisan merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara

memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau

sesudah buang air kecil dan besar. Teknik lisan ini mempunyai nilai

yang cukup besar dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil

atau buang air besar, dimana dengan lisan ini persiapan psikologis

pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan

baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar

(Hidayat, 2008).

b. Teknik Modelling

Teknik modelling merupakan usaha melatih anak dalam melakukan

buang air kecil atau buang air besar dengan memberikan contoh,

seperti menggunakan boneka (Hidayat, 2008 dan Warner, 2006).

Teknik ini memiliki kekurangan yakni apabila contoh yang diberikan

salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga

mempunyai kebiasaan yang salah (Hidayat, 2008). Untuk itu,

berikanlah contoh yang benar pada anak.


22

c. Teknik pemilihan tempat duduk untuk eliminasi, misalnya :

1) Tempat duduk berlubang (potty chair) dan/atau penggunaan toilet.

Tempat duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh

benda lain memungkinkan anak merasa aman (Stark, 1994 dalam

Wong, 2008).

2) Tempat duduk portable yang diletakkan di atas toilet biasa, yang

memudahkan transisi dari kursi berlubang untuk eliminasi ke toilet

biasa dan menempatkan bangku panjang yang kecil di bawah kaki

untuk membantu menstabilkan posisi anak (Wong, 2008).

3) Menempatkan kursi berlubang untuk eliminasi di kamar mandi dan

membiarkan anak mengamati ekskresinya ketika dibilas ke dalam

toilet untuk menghubungkan aktivitas ini dengan praktik yang

biasa (Wong, 2008).

d. Teknik yang lain adalah :

1) Menghadapkan anak ke tangki toilet memberi dukungan tambahan.

Anak lelaki biasa memulai toilet training dalam posisi berdiri atau

duduk di kursi berlubang untuk eliminasi di toilet. Anak meniru

perilaku ayahnya dalam BAK selama masa prasekolah merupakan

dorongan motivasi yang sangat kuat bagi anak untuk melakukan

toilet training (Wong, 2008).

2) Melakukan observasi pada saat anak merasakan BAK dan BAB.

3) Ajak anak ke kamar mandi.

4) Ingatkan pada anak bila akan melakukan BAK dan BAB.


23

5) Dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok

dihadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita.

6) Berikan pujian jika anak berhasil, namun apabila gagal jangan

disalahkan dan dimarahi.

7) Biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu.

8) Beri anak celana yang mudah dilepas dan dipasangkan kembali

(Hidayat, 2008).

Sesi latihan ini harus dibatasi 5 sampai 10 menit, orang tua harus

menunggu anaknya dalam melakukan toilet training dan kebiasaan sanitasi

harus dilakukan setiap kali selesai eliminasi (Wong, 2008).

Teknik-teknik di atas merupakan bentuk nyata dari perilaku orang tua

dalam melatih anak buang air kecil maupun buang air besar secara mandiri

di toilet atau kamar mandi.

4. Hal yang perlu Diperhatikan Selama Toilet Training

Menurut Hidayat (2008) dalam melakukan pengkajian kebutuhan

buang air kecil dan besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu

diperhatikan selama toilet training, diantaranya :

a. Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak akan

merasa aman.

b. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang

air besar, misalnya “pup” dan buang air kecil, misalnya “pipis”.

c. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci

muka saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki dan lain-lain.
24

d. Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.

5. Dampak Keberhasilan Toilet Training

Seorang anak yang berhasil melakukan toilet training memiliki

beberapa keuntungan sebagai berikut :

a. Anak memiliki kemampuan mengontrol BAK dan BAB.

b. Anak memiliki kemampuan menggunakan toilet pada saat ingin BAK

atau BAB.

c. Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara

nyata sebab anak sudah bisa melakukan sendiri hal-hal seperti BAB

atau BAK.

d. Toilet training membuat anak dapat mengetahui bagian-bagian tubuh

serta fungsinya (Warga, 2007).

6. Dampak Kegagalan Toilet Training

Kegagalan dalam melakukan toilet training ini memiliki dampak yang

kurang baik pada anak seperti anak akan terganggu kepribadiannya,

misalnya anak cenderung bersifat retentive dimana anak cenderung

bersikap keras kepala bahkan kikir. Sikap tersebut dapat disebabkan oleh

sikap orang tua yang sering memarahi anak pada saat buang air besar atau

buang air kecil atau melarang anak saat bepergian. Apabila orang tua

santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan

dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega,

cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya


25

dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2008). Kegagalan toilet

training pun akan menyebabkan anak mengalami enuresis atau

mengompol (Aziz, 2006).

C. Kebiasaan Mengompol

1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008) kebiasaan

adalah sesuatu yang biasa dikerjakan dan dilakukan secara berulang untuk

hal yang sama. Mengompol dalam istilah medis disebut enuresis (Aziz,

2006). Enuresis atau mengompol adalah pengeluaran urin tanpa sengaja

pada umur dimana saat pengendalian pengeluaran urin seharusnya dapat

dilakukan atas kemauannya sendiri (Behrman dkk, 1999). Wong (2008)

enuresis adalah keluarnya urin yang disengaja atau tidak disengaja di

tempat tidur (biasanya di malam hari) atau pada pakaian di siang hari dan

terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali

terhadap kandung kemih secara sadar.

Menurut Hidayat (2008) mengompol ini lebih dikenal dengan istilah

Enuresis Fungsional yang merupakan gangguan dalam pengeluaran urin

yang involunter pada siang atau malam hari pada anak yang berumur lebih

dari empat tahun tanpa adanya kelainan fisik maupun penyakit organik.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-

IV) (American Psychiatric Assosiation (APA), 1994 dalam Daulay, 2008)

diagnosa enuresis fungsional dapat ditegakkan apabila :


26

a. Buang air kecil yang berulang pada siang dan malam hari di tempat

tidur atau pakaian.

b. Buang air kecil yang sebagian besar tidak disengaja, tetapi kadang-

kadang disengaja. Sekurang-kurangnya terjadi 2 kali dalam 1 minggu

selama ≥ 3 bulan, atau harus menyebabkan kesulitan yang signifikan di

bidang sosial, akademik atau fungsi penting lainnya.

c. Anak tersebut harus mencapai usia dimana berkemih secara normal

seharusnya telah dicapai, yaitu usia kronologis paling sedikit 5 tahun

sedangkan pada anak dengan keterlambatan perkembangan, usia

mental paling sedikit 5 tahun.

d. Enuresis yang terjadi pada anak tidak berhubungan dengan efek

fisiologis dari suatu zat atau kondisi kesehatan secara umum

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan

mengompol (enuresis) merupakan perilaku atau tindakan yang sering

dilakukan anak dalam pengeluaran urin dengan sengaja atau tidak sengaja

tanpa adanya latihan buang air kecil meskipun secara normal telah

memiliki kendali terhadap kandung kemih dan tanpa adanya gangguan

organik.

2. Penyebab

Berikut ini adalah penyebab yang mengakibatkan timbulnya masalah

mengompol yakni :

a. Faktor organik, termasuk gangguan struktural saluran kemih, infeksi

saluran kemih, defisit neurologis, gangguan yang meningkatkan


27

haluaran urin, seperti pada gagal ginjal kronis atau penyakit sel sabit.

Volume kandung kemih anak berkisar antara 300 sampai 350 ml

adalah cukup untuk menahan urin pada malam hari. Kapasitas kandung

kemih anak dapat ditentukan dengan cara meminta anak untuk

berkemih di dalam gelas ukur setelah menahan urin selama mungkin.

Kapasitas kandung kemih normal (dalam ons) adalah usia anak

ditambah 2, misalnya kapasitas normal kandung kemih anak berusia 6

tahun adalah 8 ons (Wong, 2008).

b. Faktor emosional. Menurut Aziz (2006) gangguan emosional dapat

muncul di rumah atau sekolah, akibatnya anak merasa tidak nyaman

dan mengalami ketegangan yang tinggi sehingga dapat memicu anak

mengompol.

c. Faktor keluarga. Enuresis memiliki kecenderungan keluarga yang kuat

(Wong, 2008).

d. Pelatihan buang air (toilet training) yang tidak tepat, misalnya orang

tua yang terlalu cepat memberikan pelatihan buang air kecil dapat

menyebabkan anak mengalami gangguan mengompol atau orang tua

yang mengabaikan toilet training, misalnya kurang perhatian dan

kepedulian pada anak sehingga menyebabkan anak menjadi

mengompol karena mereka merasa mendapat perhatian walaupun

sebentar (Aziz, 2006). Menurut Behrman dkk (1999) salah satu contoh

toilet training yang tidak tepat misalnya, orang tua yang menuntut

secara paksa anak dilatih buang air segera dapat menimbulkan respons

marah dan anak secara tidak sadar menentangnya dengan mengompol.


28

Namun, orang tua yang tidak cukup dekat pada kebutuhan anak untuk

memberikan dukungan secara tepat latihan buang air juga dapat

mengurangi upaya anak untuk menahan kencing.

e. Stres psikologis kronik. Keadaan ini tidak terkait dengan pengalaman

pelatihan buang air tapi terjadi selama periode anak belajar berjalan,

juga dapat mengganggu kemampuan anak untuk mengontrol BAK

(Behrman dkk, 1999).

f. Stres sosial, seperti kepadatan penghuni yang berlebihan, imigrasi,

ketidakberuntungan sosioekonomi, dan kondisi psikopatologi keluarga

(Behrman dkk, 1999).

3. Jenis Enuresis

Enuresis dapat dibagi menjadi 2 tipe, yakni :

a. Menetap (atau enuresis primer), yakni pada malam hari anak tidak

pernah kering (selalu mengompol) (Behrman, 1999). Menurut Aziz

(2006) bahwa tipe ini disebut enuresis nokturnal (mengompol yang

terjadi di malam hari). Enuresis tetap pada malam hari ini sering akibat

pelatihan buang air tidak tepat atau tidak memadai. Enuresis nokturnal

terbukti terjadi pada seluruh siklus tidur. Enuresis nokturnal biasanya

berhenti pada usia antara 6 dan 8 tahun, walaupun kadang-kadang

mengompol ini berlanjut sampai masa remaja (Wong, 2008).

b. Regresif (atau enuresis sekunder), yakni anak yang telah dapat

mengendalikan untuk sekurang-kurangnya 1 tahun mulai mengompol

lagi (Behrman, 1999). Menurut Aziz (2006) bahwa tipe ini disebut
29

enuresis diurnal (mengompol yang terjadi di siang hari). Tipe ini

dipercepat oleh peristiwa-peristiwa lingkungan yang penuh tekanan,

seperti pindah ke rumah baru, konflik perkawinan, kelahiran saudara

kandung, atau kematian dalam keluarga. Mengompol demikian adalah

sebentar-sebentar (intermitten) dan sementara; prognosisnya lebih baik

dan penatalaksanaannya lebih mudah daripada anak dengan

mengompol primer (Behrman dkk, 1999).

4. Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengompol

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan

mengompol pada anak adalah sebagai berikut :

a. Faktor biologis

Faktor biologis ini meliputi faktor organik dan faktor

keturunan/genetik. Faktor organik misalnya kerusakan saraf

kongenital, masalah struktural pada sistem genitourinari, infeksi

saluran kemih atau kandung kemih dan beberapa penyakit kronik

seperti diabetes, kejang atau penyakit sel sabit “sickle cell disease”

dapat menyebabkan anak mengalami enuresis (Walker, 1995 dalam

Schroeder, 2002).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa ahli

menunjukkan bahwa enuresis primer bisa terjadi akibat faktor

keturunan. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat enuresis maka

77% kemungkinan anak mereka mengalami hal yang sama. Apabila

hanya salah satu orang tua yang mengalami enuresis, maka terdapat
30

sekitar 44% kemungkinan anak akan terpengaruh. Namun, apabila

tidak ada satupun orang tua yang pernah mengalami enuresis, maka

kemungkinan anak terkena enuresis hanya 15% (Baldew, 1984 dalam

Kurniawati dkk, 2007). Berdasarkan penelitian lain, anak beresiko

mengalami enuresis secara genetik dikarenakan adanya mutasi gen

pada kromosom 13 (DSM-IV-TR, 2000).

b. Faktor psikologis

Enuresis merupakan hasil dari gangguan emosi, konflik psikologis

atau ansietas (Pierce, 1971 dalam Schroeder, 2002). Menurut

Tambunan (2005 dalam Daulay, 2008) bahwa enuresis sekunder sering

dihubungkan sebagai akibat stres psikologik sedangkan pada enuresis

primer peranan psikologik sangat kecil. Stres psikologik dapat berupa

pindah ke rumah baru, konflik perkawinan, kelahiran saudara kandung,

atau kematian dalam keluarga (Aziz, 2006).

Peranan enuresis sebagai penyebab gangguan emosi pada anak

telah terbukti melalui berbagai penelitian. Anak dengan enuresis

merasa harga dirinya berkurang dan kurang percaya diri terutama pada

anak yang sudah besar dan anak perempuan. Menurunnya rasa percaya

diri pasien enuresis dapat diperberat oleh sikap orang tua yang kurang

toleran terhadap keadaan anaknya (Tambunan, 2005 dalam Daulay,

2008).
31

c. Faktor keluarga

Perkembangan intelektual anak yang berjalan dengan pesat pada

masa usia prasekolah akan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan

(Hurlock, 1974 dalam Sulistyaningsih, 2005). Keluarga merupakan

lingkungan terdekat bagi anak, terutama orang tua khususnya ibu

(Muscari, 2005). Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama

dalam keluarga sehingga ibu perlu dibekali pengetahuan dan

keterampilan agar mengerti dan terampil dalam melaksanakan

pengasuhan anak sehingga dapat bersikap positif dalam membimbing

tumbuh kembang anak secara baik dan sesuai dengan tahap

perkembangannya (Soendjajo, 2003 dalam Dwijayanti, 2008).

Pengetahuan yang dimiliki oleh ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003)

Faktor tingkat pendidikan orang tua merupakan sesuatu yang besar

pengaruhnya terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1974 dan

Haditono, 1979 dalam Sulistyaningsih, 2005). Tingkat pendidikan

orang tua ini berkorelasi positif dengan cara mereka mengasuh anak,

sementara pengasuhan anak berhubungan dengan perkembangan anak.

Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua akan

semakin baik pula cara pengasuhan anak, dan akibatnya perkembangan

anak terpengaruh berjalan secara positif. Sebaliknya, semakin rendah

tingkat pendidikan orang tua akan kurang baik dalam mengasuh anak,
32

sehingga perkembangan anak berjalan kurang menguntungkan

(Sulistyaningsih, 2005).

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa ibu

dengan cukup usia memiliki tingkat kematangan dalam berpikir dan

bekerja (Hurlock, 1998 dalam Nursalam dan Pariani, 2001). Selain itu,

tingkat pendidikan mempengaruhi seberapa besar pengetahuan ibu

dalam hal ini adalah penerapan toilet training dalam upaya mengatasi

kebiasaan mengompol anak. Menurut DSM IV orang tua yang

memiliki anak yang mengompol biasanya kurang memperhatikan

proses toilet training, bahkan cenderung menyalahkan anaknya jika

anak mengompol sehingga semakin membuat anak menjadi tertekan,

bahkan anak berusaha menyembunyikan celana atau linennya jika anak

mengompol, karena takut dimarahi atau disalahkan (DSM-IV-TR,

2000).

5. Penatalaksanaan

Berikut ini beberapa cara untuk menghilangkan atau mengatasi

kebiasaan mengompol adalah sebagai berikut :

a. Obat-obatan, misalnya :

1) Obat antidepresan trisiklik imipramin (Tofranil) digunakan untuk

menghambat urinasi,

2) Obat antikolinergik lain, yaitu oksibutinin, mengurangi kontraksi

kandung kemih yang bebas hambatan dan mungkin membantu bagi

anak-anak yang sering berkemih di siang hari.


33

3) Desmopresin nasal semprot (DDAVP), analog dengan vasopressin,

mengurangi haluaran urin di malam hari sampai volume yang

kurang dari kapasitas kandung kemih fungsional (Wong, 2008).

b. Pelatihan kandung kemih, sebaiknya jangan dilakukan terlalu dini

tetapi tidak mengabaikan toilet training juga (Aziz, 2006).

c. Pembatasan atau eliminasi cairan setelah makan malam (Wong, 2008).

d. Bangun di malam hari untuk berkemih. Cara ini perlu diperhatikan

karena membangunkan anak secara berulang-ulang untuk

mengantarkannya ke kamar mandi adalah berguna hanya pada

beberapa anak dan lebih lanjut dapat menimbulkan dan

membangkitkan amarah pada anak atau orang tua. Agar dapat

menghindari masalah tersebut dapat dilakukan dengan cara mengontrol

buang air kecil anak dengan lebih baik, misalnya dalam waktu-waktu

tertentu, setiap jarak berapa jam membangunkan anak untuk diantar ke

kamar mandi (Aziz, 2006).

e. Beberapa jenis peralatan elektrik yang dirancang untuk membuat

respon refleks yang dapat dikondisikan guna membangunkan anak

pada saat mulai berkemih (Wong, 2008).

f. Pemberian hadiah/imbalan pada anak untuk tidak mengompol pada

malam hari, misalnya orang tua memberikan hadiah kecil untuk anak

yang tidak mengompol pada satu atau dua malam; jika

keberhasilannya semakin meningkat maka hadiah yang lebih besar

dapat diberikan (Behrman dkk, 1999).


34

g. Hukuman atau penghinaan terhadap anak oleh orang tua atau orang

lain harus benar-benar dihindari (Behrman dkk, 1999). Cara ini harus

dihindari karena orang tua yang menghukum dan memarahi anak jika

anak mengompol tidak akan memperbaiki keadaan karena akan

membuat anak merasa cemas dan merasa bersalah, akibatnya muncul

ketegangan sehingga anak megalami kebiasaan mengompol (Aziz,

2006).

h. Mengajak bicara anak bahwa mengompolnya bukanlah suatu penyakit,

tetapi hanya kebiasaan anak kecil yang dapat diperbaiki jika anak mau

berusaha. Apabila anak sudah dapat diajak bicara, akan lebih

mempermudah penanganannya karena kunci untuk menyelesaikan

semua masalah adalah pada cara mengomunikasikan masalah itu

sendiri. Orang tua harus mampu mengomunikasikan kebiasaan buruk

anak ini dengan penuh kasih sayang dan perhatian sehingga anak

memiliki hasrat yang kuat untuk keluar dari kebiasaan itu (Aziz, 2006).

i. Mencari sumber stres anak. Tindakan ini dilakukan apabila semua

tindakan sudah dilakukan. Apabila sudah ditemukan sumber stres anak

maka tindakan orang tua dan guru adalah menurunkan tingkat stres

anak. Untuk itu, diperlukan kedekatan dengan anak (Aziz, 2006).

j. Memberikan kasih sayang dan ketenangan anak sebelum tidur.

Berbincang-bincang atau mendongeng akan membuat anak merasa

nyaman dan tidur dengan perasaan santai dan senang (Aziz, 2006).

k. Pemberlakuan konsekuensi untuk anak yang sudah cukup mampu

mencuci pakaiannya sendiri atau menjemur kasur sebagai bentuk


35

tanggung jawab atas perbuatannya, harus dilakukan tanpa anak merasa

ditekan dan tertuduh seolah melakukan kesalahan yang sangat besar

(Aziz, 2006).

l. Anak yang sebentar-sebentar BAK dapat dicoba dengan dilatih

menahan secara bertahap, misalnya jika anak BAK dalam jarak sekitar

5 menit, ajarkan untuk menahan 2 menit lagi dan meningkat jarak

waktunya dengan terus memberikan latihan. Tentunya ini hanya dapat

dilakukan di siang hari atau malam sebelum tidur (Aziz, 2006).

m. Konsultasikan kepada dokter ahli urologi apabila kebiasaan

mengompol pada anak terus berlanjut (Aziz, 2006).

D. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).


36

2. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Bloom (1956 dalam Notoatmodjo, 2003) bahwa pengetahuan

tercakup dalam domain kognitif yang mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Keadaan pengetahuan yang termasuk ke dalam tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima,

misalnya ibu mengetahui pengertian toilet training.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dapat diketahui

dan dapat diinterpretasikan materi tersebut itu secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari, misalnya ibu menjelaskan tentang toilet

training.

c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks

atau situasi yang lain, misalnya ibu mengajarkan anaknya melakukan

toilet training.

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di


37

dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain,

misalnya ibu dapat menjelaskan keuntungan dan kerugian

melaksanakan toilet training.

e. Sintesis (Syntesis) adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya ibu menggunakan metode

– metode lain dalam mengajarkan anak toilet training untuk mengatasi

kebiasaan mengompol anak.

f. Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan pengetahuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditemukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada, misalnya ibu

mengevaluasi setiap metode toilet training yang dilakukan demi

mengatasi kebiasaan mengompol anak.

3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), Nursalam dan Pariani (2001)

pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Usia seseorang semakin bertambah maka daya tangkap dan

pola pikirnya semakin berkembang, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Menurut Hurlock (1998 dalam

Nursalam dan Pariani, 2001) semakin cukup usia seseorang maka


38

tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berpikir dan bekerja.

b. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun

orang lain. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi di masa lalu.

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan

seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah

menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki.

d. Pekerjaan

Pekerjaan adalah jenis kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh

seseorang untuk memperoleh penghasilan (Notoatmodjo, 1997).

Menurut KBBI (2008) pekerjaan adalah sesuatu yang dapat

dikerjakan/dilakukan, sementara bekerja adalah melakukan suatu

pekerjaan.

e. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu bersifat

positif maupun negatif.


39

f. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,

majalah, koran, dan buku.

g. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

individu. Apabila penghasilan individu cukup besar maka individu

tersebut akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas

sumber informasi.

h. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

E. Perilaku

1. Pengertian

Perilaku adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 1993

dalam Sunaryo, 2004). Menurut Kwick (1974 dalam Sunaryo, 2004)

menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme

yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari, sedangkan menurut

Sunaryo (2004) perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena

adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun

tidak langsung.
40

2. Proses Pembentukan Perilaku

Menurut Sunaryo (2004) perilaku manusia terbentuk karena adanya :

a. Kebutuhan

Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan

dasar, yaitu :

1) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok

utama, yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks.

2) Kebutuhan rasa aman, misalnya terhindar dari konflik,

perampokan, sakit dan penyakit.

3) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman,

kekasih, dan lain-lain.

4) Kebutuhan harga diri, misalnya ingin dihargai dan menghargai

orang lain.

5) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya ingin sukses atau berhasil

dalam mencapai cita-cita.

b. Motivasi

Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan

tertentu, baik disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul

dari dalam diri individu atau datang dari lingkungan. Motivasi yang

terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri (motivasi

intrinsik), bukan pengaruh lingkungan (motivasi ekstrinsik) (Sunaryo,

2004).
41

c. Sikap dan Kepercayaan

Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku baik sikap positif

maupun negatif, misalnya sikap ibu terhadap pentingnya toilet training

bagi anak (sikap positif) atau sebaliknya (sikap negatif). Kepercayaan

pun dapat mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya kepercayaan

seseorang bahwa perbuatan yang baik akan memperoleh pahala di

kemudian hari (sikap positif) (Sunaryo, 2004).

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang

Menurut Sunaryo (2004) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang yakni :

a. Faktor genetik atau faktor endogen (faktor yang berasal dari dalam diri

individu), antara lain :

1) Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik

misalnya ras kulit kuning atau ras Mongoloid dengan ciri – ciri

fisik seperti berkulit kuning, berambut lurus dan bermata coklat

maka perilaku yang dominan adalah keramahtamahan, suka

bergotong royong, tertutup dan senang dengan upacara ritual.

2) Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari

cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.

3) Sifat fisik, jika kita amati perilaku individu akan berbeda-beda

karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan

gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.


42

4) Sifat kepribadian. Menurut Maramis (1999 dalam Sunaryo, 2004)

bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan

perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha

adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. Sifat kepribadian

tersebut contohnya, pemalu, pemarah, peramah, pengecut dan

sebagainya. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya

perbedaan kepribadian yang dimiliki individu yang dipengaruhi

oleh aspek kehidupan, seperti pengalaman, usia, watak, tabiat,

sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya.

5) Bakat pembawaan. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik

dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk

pengembangan, misalnya individu yang berbakat seni lukis,

perilaku seni lukisnya akan cepat menonjol apabila mendapat

latihan dan kesempatan dibandingkan individu lain yang tidak

berbakat.

6) Inteligensi. Menurut Terman dalam Sunaryo (2004) bahwa

inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Inteligensi

dapat berpengaruh terhadap perilaku individu, misalnya individu

dengan inteligensi tinggi dalam mengambil keputusan dapat

bertindak tepat, cepat, dan mudah sedangkan individu yang

memiliki inteligensi rendah dalam mengambil keputusan akan

bertindak lambat.
43

b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu, antara lain :

1) Lingkungan, meliputi segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan ini sangat

berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan

merupakan lahan untuk perkembangan perilaku.

2) Pendidikan. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap perilaku

karena tujuan pendidikan adalah agar terjadinya perubahan

perilaku seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

mengerti menjadi mengerti dan dari tidak dapat menjadi dapat.

3) Agama. Agama merupakan suatu keyakinan hidup dalam

kepribadian seseorang sehingga agama dapat berpengaruh dalam

cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu,

misalnya seseorang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran

agama dalam kehidupan, akan berperilaku dan berbudi luhur sesuai

dengan ajaran agama yang diyakininya.

4) Sosial ekonomi. Sosial ekonomi ini dapat berpengaruh terhadap

perilaku seseorang, sebagai contoh keluarga yang status sosial

ekonominya berkecukupan, akan mampu menyediakan segala

fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hal ini akan berpengaruh terhadap perilaku individu-individu yang

ada di dalam keluarga tersebut sedangkan keluarga dengan sosial

ekonomi rendah, akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk itu mereka berusaha


44

memenuhinya, misalnya dengan cara meminjam uang,

menggadaikan barang, dan lain-lain.

5) Kebudayaan. Kebudayaaan merupakan keseluruhan gagasan dan

karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, serta dari

hasil budi dan karyanya itu. Kebudayaan ini dapat mempengaruhi

perilaku manusia, sebagai contoh kebudayaan Jawa akan

mempengaruhi perilaku masyarakat Jawa pada umumnya dan

orang Jawa pada khususnya.

6) Faktor – faktor lain seperti :

(a) Susunan saraf pusat merupakan sarana untuk memindahkan

energi yang berasal dari stimulus melalui neuron ke simpul

saraf tepi di otak dan setelah disadari melalui persepsi maka

individu akan berperilaku.

(b) Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui

pancaindera, yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga

individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di

luar dirinya. Perubahan perilaku seseorang dapat diketahui

melalui persepsi.

(c) Emosi. Menurut Maramis (1999 dalam Sunaryo, 2004) bahwa

emosi adalah manifestasi perasaan atau afek keluar disertai

banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak

lama. Perilaku individu dapat dipengaruhi emosi, misalnya

perilaku individu yang sedang marah, kelihatan mukanya

merah.
45

F. Penelitian Terkait

Berikut ini beberapa penelitian terkait yang dapat mendukung penelitian

ini, yakni :

1. Nursila, R (2007) yang meneliti tentang hubungan pola asuh dan

pengetahuan orang tua dengan anak usia prasekolah terhadap kebiasaan

mengompol. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskritif-

korelatif dengan jumlah sampel sebanyak 40 responden yakni orang tua

yang memiliki balita, khususnya berusia 3-5 tahun di RW 012 Kelurahan

Kemiri Muka Depok. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive

sampling. Hasil penelitian ini menyatakan tidak ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan orang tua terkait tumbuh kembang anak usia

prasekolah dengan kebiasaan mengompol (p value > α, dimana p value

sebesar 0,301). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada variabel independen yang diteliti, teknik sampling

yang digunakan, lokasi penelitian dan responden yang diteliti. Pada

penelitian yang akan dilakukan, variabel independen yang diteliti adalah

pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan

menggunakan teknik sampling jenuh (total sampling). Lokasi penelitian

akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan

responden yakni ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang

tidak mengalami gangguan sistem perkemihan.

2. Subagyo, Sulasih, A dan Widajati, S (2008) yang meneliti tentang

hubungan antara motivasi stimulasi toilet training oleh ibu dengan

keberhasilan toilet training pada anak prasekolah. Penelitian ini bertujuan


46

untuk mengetahui hubungan antara motivasi stimulasi toilet training oleh

ibu dengan keberhasilan toilet training, dengan menggunakan desain

penelitian analitik yang bersifat cross sectional. Teknik sampling yang

digunakan adalah Simple Random Sampling dengan 32 responden (orang

tua) di TK Pertiwi dan RA Desa Plosoharjo Kecamatan Pace Kabupaten

Nganjuk. Hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan antara motivasi

stimulasi toilet training oleh ibu dengan keberhasilan toilet training pada

anak prasekolah, dimana p ≤ 0,05 dan 84,4% menunjukkan motivasi

stimulasi toilet training oleh ibu adalah baik. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel independen

yang diteliti, teknik sampling yang digunakan dan lokasi penelitian. Pada

penelitian yang akan dilakukan, variabel independen yang diteliti adalah

pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training, dimana

perilaku terbentuk karena adanya motivasi dari dalam diri seseorang dan

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

perilaku terbuka karena perilaku yang dipengaruhi oleh pengetahuan akan

bersifat langgeng. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota

Tangerang.

3. Kurniawati dkk (2007) yang meneliti tentang kejadian “Enuresis

(Mengompol)” berdasarkan faktor psikologis & keturunan pada anak usia

prasekolah (4-5 Tahun). Penelitian ini dilakukan di TK Sekar Ratih

Krembangan Jaya Selatan Surabaya dan merupakan jenis penelitian

deskritif dengan desain cross sectional dan teknik sampling yakni


47

purposive sampling. Penelitian ini hanya meneliti faktor-faktor yang

mempengaruhi enuresis yakni keturunan dan psikologis. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa 52% anak usia prasekolah masih mengalami

enuresis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

terletak pada variabel independen yang diteliti, jenis penelitian, teknik

sampling yang digunakan, lokasi penelitian dan responden yang diteliti.

Penelitian yang akan dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif-

analitik, dimana variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan dan

perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan menggunakan

teknik total sampling. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan responden yakni ibu yang

memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak mengalami

gangguan sistem perkemihan. Penelitian ini menjadi data dasar penelitian

yang akan dilakukan dalam mengetahui besarnya anak usia prasekolah

yang masih mengalami enuresis.

4. Hidayat, I.H (2010) yang meneliti tentang gambaran pengetahuan ibu

tentang toilet training pada anak usia prasekolah/TK. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross

sectional dengan tujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu

tentang toilet training pada anak usia prasekolah. Sampel pada penelitian

ini sebanyak 58 responden di TK Al-Azhar Medan dengan teknik total

sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan

ibu tentang toilet training pada anak usia prasekolah di TK Al-Azhar

Medan adalah baik (60,3%). Penelitian ini hanya melihat gambaran


48

pengetahuan ibu tentang Toilet Training. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan terletak pada jenis penelitian, variabel

independen yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian yang akan

dilakukan merupakan jenis penelitian kuantitatif-analitik, dimana variabel

independen yang diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam

menerapkan toilet training. Lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

5. Soetjiningsih & Windiani (2008) yang meneliti tentang prevalensi dan

faktor risiko enuresis pada anak taman kanak-kanak. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko enuresis pada

anak TK di wilayah Kotamadya Denpasar dengan menggunakan teknik

observasional potong lintang dan subjek penelitian dipilih secara

purposive random sampling sehingga sampel yang diperoleh sebanyak 326

anak. Hasil penenlitian ini diperoleh bahwa prevalensi enuresis pada anak

TK sebanyak 36 (10,9%), terdiri dari 21 (58,3%) perempuan dan laki-laki

15 (41,7%). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada teknik sampling yang digunakan, variabel

independen yang diteliti dan lokasi penelitian. Penelitian yang akan

dilakukan menggunakan teknik total sampling, variabel independen yang

diteliti adalah pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training serta lokasi penelitian akan dilaksanakan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang dengan responden yakni ibu yang memiliki anak

usia prasekolah (3-6 tahun) yang tidak mengalami gangguan sistem

perkemihan.
49

G. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian ini merupakan hasil ringkasan dari teori-teori

tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah (3-6 tahun),

toilet training dan dampak kegagalan toilet training yakni enuresis atau

mengompol.
Pertumbuhan dan
perkembangan anak usia Berhasil
prasekolah (3-6 tahun) : Penyebab lain :
Gagal
- Pertambahan BB dan a. Faktor
TB Organik
- Berlari Kebiasaan b. Faktor
- Melakukan toilet Mengompol Emosional
training secara (Enuresis) c. Faktor
mandiri Keluarga
d. Stres
- Menggambar Kurangnya Psikologis
- Fase Praoperasional kepedulian kronik
- Inisiatif vs Bersalah orang tua
- Tahap terutama Ibu

Faktor – faktor Pengetahuan Perilaku yang salah dalam


yang Ibu tentang menerapkan Toilet Training oleh Ibu
mempengaruhi: Toilet
Training
- Usia Faktor - faktor yang mempengaruhi :
- Pengalaman
- Tingkat a. Faktor endogen
pendidikan - Jenis kelamin
- Pekerjaan - Sifat fisik
- Keyakinan - Inteligensi
- Fasilitas - Bakat
sebagai - Kepribadian
sumber b. Faktor eksogen
informasi - Lingkungan
- Penghasilan - Pendidikan
- Sosial - Sosial ekonomi
Budaya - Susunan saraf pusat
- Agama
- Persepsi
- Emosi
- Kebudayaan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan
Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah (Wong, 2008; Behrman dkk, 1999,
Notoatmodjo, 2003; Sunaryo, 2004; Muscari, 2005; dan Aziz, 2006 )
50

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


Pengetahuan Ibu
tentang Toilet
Training
Kebiasaan Mengompol
pada Anak Usia Prasekolah

Perilaku Ibu dalam


Menerapkan Toilet
Training

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep ini menjelaskan faktor-faktor yang diteliti berdasarkan

kerangka teori dalam tinjauan pustaka. Peneliti meneliti pengetahuan dan

perilaku ibu sebagai variabel independen dan kebiasaan mengompol sebagai

variabel dependen, dikarenakan faktor-faktor tersebut saling berhubungan dan

berdasarkan studi kepustakaan diketahui berpengaruh terhadap pelaksanaan

toilet training, dimana ketidakberhasilan dalam pelaksanaan toilet training

dapat mempengaruhi seorang anak mengalami kebiasaan mengompol dan

faktor-faktor tersebut dapat diamati sedangkan faktor-faktor lain tidak diamati

karena keterbatasan waktu, dana dan lain-lain.


51

B. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training dengan kebiasaan

mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun).

2. Ada hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan

kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun).


52

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu

variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin

menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007). Adapun definisi operasional setiap variabel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Variabel Pengetahuan adalah Penyebaran kuesioner, Kuesioner B 1 = Baik, jika nilai Ordinal

Independen suatu pemahaman ibu dimana responden dengan total 12 jawaban yang

Pengetahuan tentang toilet training diminta menjawab item pernyataan benar ≥ 8 (nilai

meliputi : pernyataan dalam yang terdiri dari 7 mean)

- Pengertian toilet kuesioner B kemudian pernyataan positif 0 = Kurang Baik,

training dihitung hasil jawaban (seperti nomor jika nilai jawaban

- Kesiapan anak dari responden. 2,3,4,6,8,9, dan yang benar < 8

untuk toilet training 11) dan 5


53

- Teknik yang pernyataan negatif

digunakan dalam (seperti nomor

toilet training 1,5,7,10 dan 12).

- Dampak Kuesioner B ini

keberhasilan dan menggunakan

kegagalan toilet skala Guttman,

training dimana responden

hanya menjawab

benar atau salah.

Jika jawaban

responden benar

diberi skor 1 dan

salah diberi skor 0

(Djaali dan

Muljono, 2007).
54

2. Perilaku Suatu tindakan yang Penyebaran kuesioner, Kuesioner C 1 = Baik, jika nilai Ordinal

dilakukan oleh ibu dimana responden dengan total 11 jawaban responden

dalam melatih anaknya diminta menjawab item pertanyaan ≥ 44 (nilai mean)

untuk buang air kecil di pertanyaan dalam yang terdiri dari 5 0 = Kurang Baik,

toilet atau kamar kuesioner C kemudian pertanyaan positif jika nilai jawaban

mandi. dihitung hasil jawaban (seperti nomor responden < 44

dari responden. 2,3,5,9 dan 10) dan

6 pertanyaan

negatif (seperti

nomor 1,4,6,7,8

dan 11). Kuesioner

C ini

menggunakan

skala Likert,

dimana responden
55

menjawab sesuai

dengan

pendapatnya.

Pertanyaan positif

diberi skor :

5 = selalu, 4 =

sering, 3 =

kadang-kadang, 2

= jarang dan 1 =

tidak pernah;

sedangkan

pertanyaan negatif

diberi skor : 5 =

tidak pernah, 4 =

jarang,
56

3 = kadang-

kadang, 2 = sering

dan 1 = selalu

(Hidayat, 2008)

3. Usia Ibu Usia responden (Ibu Penyebaran kuesioner, Kuesioner A Dalam tahun Rasio

yakni wanita yang dimana responden

sudah menikah dan diminta untuk mengisi

memiliki anak usia kuesioner A (data

prasekolah) terhitung demografi).

dari tanggal lahir

hingga penelitian ini

dilakukan.

4. Tingkat Jenjang pendidikan Penyebaran kuesioner, Kuesioner A 1 = Tinggi (SMA Ordinal

Pendidikan terakhir yang diperoleh dimana responden sampai

responden (Ibu) diminta untuk mengisi Perguruan


57

kuesioner A (data Tinggi)

demografi). 0 = Rendah (Tidak

Sekolah

sampai SMP)

(UU No. 20 Tahun

2003)

5. Status Jenis kegiatan yang Penyebaran kuesioner, Kuesioner A 1=Bekerja (PNS, Nominal

Pekerjaan dilakukan oleh dimana responden wiraswasta,

responden (Ibu) di luar diminta untuk mengisi karyawan dan lain-

pekerjaan rumah kuesioner A (data lain)

tangga dan demografi). 0=Tidak bekerja

memperoleh (Ibu rumah tangga)

penghasilan

6. Variabel Perilaku atau tindakan Penyebaran kuesioner, Kuesioner D 1 = Tidak Ordinal

Dependen yang sering dilakukan dimana responden dengan total 5 mengompol jika
58

Kebiasaan anak tanpa adanya diminta menjawab pertanyaan dan 1 responden

Mengompol latihan buang air kecil pertanyaan dalam pertanyaan menjawab “tidak”

(Enuresis) meskipun secara kuesioner D kemudian terbuka. Kuesioner pada pertanyaan

normal telah memiliki dihitung hasil jawaban D ini nomor 1 sampai

kendali terhadap dari responden dan menggunakan nomor 5.

kandung kemihnya dikategorikan. skala Guttman, 0 = Mengompol

dengan kriteria : dimana responden jika responden

1. Anak mengompol ≥ hanya menjawab menjawab “ya”

2x dalam 1 minggu ya atau tidak. pada pertanyaan

2. Anak mengganti (Djaali dan nomor 1 dan

diaper ≥ 3x dalam Muljono, 2007). menjawab “ya”

sehari minimal 2

pertanyaan setelah

menjawab “tidak”

pada pertanyaan
59

nomor 1.

7. Usia Anak Usia anak terhitung Penyebaran kuesioner, Kuesioner A Dalam bulan Rasio

dari tanggal lahir dimana responden

hingga penelitian ini diminta untuk mengisi

dilakukan kuesioner A (data

demografi).

8. Jenis kelamin Identitas gender pada Penyebaran kuesioner, Kuesioner A 1 = Perempuan Nominal

anak. dimana responden 0 = Laki-laki

diminta untuk mengisi

kuesioner A (data

demografi).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan deskritif

analitik. Penelitian analitik adalah suatu bentuk penelitian yang mencoba

mencari hubungan antar variabel dengan cara pengumpulan data, kemudian

data tersebut dianalisis untuk mencari seberapa besar hubungan antar variabel

yang ada (Setiadi, 2007).

Penelitian ini menggunakan studi cross sectional, dimana variabel sebab

atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan

dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu

(dalam waktu yang bersamaan) serta pada studi ini tidak ada follow up

(Setiadi, 2007).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di RW 02 Kelurahan Babakan Kota

Tangerang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Juni – 2 Juli 2012.

60
61

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 1993 dalam Setiadi 2007). Populasi pada penelitian ini

adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia prasekolah (3-6 tahun) di RW

02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dengan jumlah 106 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 1993 dalam

Setiadi, 2007). Penelitian ini memiliki dua kriteria sampel yakni kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel pada penelitian ini adalah sampel

yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Ibu yang memiliki anak dengan kriteria anak usia prasekolah (3-6

tahun) yang tidak memiliki gangguan sistem perkemihan.

b. Ibu yang tinggal serumah dengan anaknya.

c. Bersedia menjadi responden.

d. Dapat membaca dan menulis.

e. Bertempat tinggal di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota

Tangerang.

Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki

anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan kriteria :

a. Mengalami gangguan sistem perkemihan.

b. Mendapat terapi yang mempengaruhi proses berkemih.


62

Peneliti menentukan besar sampel dengan melakukan proses skrining

terhadap 106 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang secara door to door. Skrining

dilakukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian,

instrumen yang digunakan dalam proses skrining adalah kuesioner.

Kuesioner digunakan karena sifatnya yang mudah diaplikasikan. Setelah

dilakukan proses skrining diperoleh hasil sebagai berikut, dari 106 orang

ibu yang memiliki anak usia prasekolah, hanya 82 orang diantaranya yang

memenuhi kriteria untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Hasil

skrining tersebut menyebar secara tidak merata di setiap RT, dilihat dari

gambaran penyebaran responden pada tiap RT sebagai berikut : RT 001

sebanyak 7 responden, RT 002 sebanyak 15 responden, RT 003 sebanyak

15 responden, RT 004 sebanyak 37 responden dan RT 005 sebanyak 8

responden. Jumlah responden di RT 004 terlihat jauh lebih banyak

dibanding jumlah responden di RT lainnya.

Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah teknik sampling jenuh (total sampling). Sampling jenuh (total

sampling) adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel dikarenakan jumlah populasi relatif kecil dan

penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat

kecil (Sugiyono, 2009). Total sampling digunakan pada penelitian ini

karena penyebaran jumlah responden di populasi yang tidak merata dan

cakupan wilayah yang tidak terlalu luas sehingga tidak menyulitkan

peneliti untuk mengambil data dari semua sampel. Teknik ini juga
63

digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bias, karena dengan

teknik ini data diambil dari semua sampel yang memenuhi kriteria.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen dalam

pengambilan data. Kuesioner dibagi menjadi 4 bagian yakni kuesioner data

demografi, kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training, kuesioner

perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dan kuesioner kebiasaan

mengompol.

Pada kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dan kuesioner

perilaku ibu dalam menerapkan toilet training menggunakan rumus mean

dalam menentukan nilai kategorinya dikarenakan rumus mean dapat mewakili

nilai responden secara keseluruhan. Mean (rata-rata) adalah nilai rata-rata dari

observasi suatu variabel dan merupakan jumlah semua observasi dibagi

jumlah observasi (Istijanto, 2005). Rumus mean sebagai berikut :

Keterangan :

̅ = mean atau rata - rata

= jumlah data semua responden


64

Berikut adalah gambaran atau penjelasan dari ke-4 bagian kuesioner

penelitian ini :

1. Kuesioner A ( kuesioner data demografi )

Kuesioner ini untuk mengetahui karakteristik responden yang terdiri

dari 2 pertanyaan yakni :

a. Identitas responden (Ibu yang memiliki anak usia prasekolah) meliputi

umur, pendidikan terakhir, pekerjaan ibu dan status hubungan ibu

dengan anak.

b. Identitas anak usia prasekolah meliputi tanggal lahir, umur, jenis

kelamin anak dan 2 pertanyaan skrining untuk mengetahui anak

mengalami gangguan sistem perkemihan atau tidak, seperti di bawah

ini :

1) Apakah anak ibu sedang menderita penyakit saluran kemih seperti

kelainan ginjal atau infeksi pada alat kelaminnya saat ini ?

2) Apakah anak ibu sedang menjalankan pengobatan terhadap

penyakitnya tersebut saat ini ?

2. Kuesioner B (Kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training)

Kuesioner ini menggunakan skala Guttman, dimana skala ini

menginginkan tipe jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak,

pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan

seterusnya (Djaali dan Muljono, 2007). Penelitian ini menggunakan tipe

jawaban benar-salah untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu

tentang toilet training.


65

Kuesioner dibuat dalam bentuk daftar checklist dan total pertanyaan

berjumlah 12 pernyataan yang terdiri dari 2 pernyataan yakni pernyataan

positif dan pernyataan negatif. Apabila jawaban responden benar diberi

skor 1 dan apabila jawaban responden salah diberi skor 0 sehingga skor

maksimum adalah 12 dan skor minimum adalah 0. Pernyataan positif

terdiri dari 7 item seperti nomor 2,3,4,6,8,9, dan 11 dengan penskorannya

sebagai berikut :

a. Jika responden menjawab benar diberi skor 1

b. Jika responden menjawab salah diberi skor 0

Pernyataan negatif terdiri dari 5 item seperti nomor 1,5,7,10 dan 12 maka

penskorannya sebagai berikut :

a. Jika responden menjawab benar diberi skor 0

b. Jika responden menjawab salah diberi skor 1

Indikator – indikator yang diukur dalam variabel pengetahuan ibu

tentang toilet training adalah sebagai berikut :

Nomor Item Pernyataan


No. Indikator Jumlah
Positif Negatif
1. Pengertian toilet training 3,4 - 2
2. Kesiapan anak untuk 8,11 1,7 4
toilet training
3. Teknik yang digunakan 2 5,10,12 4
dalam toilet training
4. Dampak keberhasilan 9 - 1
toilet training
5. Dampak kegagalan toilet 6 - 1
training
Jumlah Item 7 5 12
Tabel 4.1 Indikator pengukuran pengetahuan ibu tentang toilet training
66

Kategori pengetahuan ibu tentang toilet training dibagi menjadi dua

kategori yakni Baik dan Kurang Baik. Pengkategorian pengetahuan ini

menggunakan nilai mean dikarenakan data pengetahuan berdistribusi

normal. Nilai mean pengetahuan ibu tentang toilet training adalah 8, maka

dapat disimpulkan bahwa :

a. Baik apabila nilai jawaban yang benar ≥ 8 dan

b. Kurang baik apabila nilai jawaban yang benar < 8.

3. Kuesioner C (kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training)

Kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan 2 bentuk pertanyaan

yakni pertanyaan positif dan pertanyaan negatif (Djaali dan Muljono,

2007). Skala Likert digunakan untuk mengetahui perilaku ibu dalam

menerapkan toilet training. Kuesioner dibuat dalam bentuk daftar checklist

dan terdiri dari 11 pertanyaan dengan skor maksimum 55 dan skor

minimum adalah 11. Pertanyaan positif terdiri dari 5 pertanyaan seperti

nomor 2,3,5,9 dan 10 dengan nilai :

1 = Tidak pernah

2 = Jarang

3 = Kadang – kadang

4 = Sering

5 = Selalu

Pertanyaan negatif terdiri dari 6 pertanyaan seperti nomor 1,4,6,7,8 dan 11

dengan nilai :

1 = Selalu

2 = Sering
67

3 = Kadang – kadang

4 = Jarang

5 = Tidak Pernah

Adapun kategori perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dibagi

menjadi dua kategori yakni baik dan kurang baik. Pengkategorian perilaku

menggunakan nilai mean dalam menentukan kategori tersebut dikarenakan

data perilaku berdistribusi normal sehingga nilai mean perilaku ibu dalam

menerapkan toilet training adalah 44, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Baik, apabila jawaban responden ≥ 44, dan

b. Kurang baik, apabila jawaban responden < 44

4. Kuesioner D (kuesioner kebiasaan mengompol)

Kuesioner ini menggunakan skala Guttman dengan jawaban ya atau

tidak, dikarenakan peneliti menginginkan jawaban tegas apakah anak

masih memiliki kebiasaan mengompol atau tidak. Kuesioner dibuat dalam

bentuk daftar checklist yang terdiri dari 5 pertanyaan tertutup dan 1

pertanyaan terbuka. Hasil pengukuran kuesioner ini dikategorikan menjadi

dua kategori yakni mengompol dan tidak mengompol.

a. Dinyatakan mengompol, apabila :

1. Responden menjawab “ya” pada pertanyaan “apakah anak anda

masih mengompol?”, kemudian di crosscheck dengan pertanyaan

“berapa kali anak anda mengompol dalam seminggu?” jika

responden menjawab ≥ 2x dalam 1 minggu maka termasuk ke

dalam kategori ini.


68

2. Responden menjawab “tidak” pada pertanyaan “apakah anak anda

masih mengompol?”, kemudian responden diminta untuk

melanjutkan menjawab pertanyaan berikutnya dan apabila

responden menjawab “ya” minimal 2 pertanyaan maka termasuk ke

dalam kategori ini.

b. Dinyatakan tidak mengompol, apabila responden menjawab “tidak”

pada pertanyaan “apakah anak anda masih mengompol?”, kemudian

responden diminta untuk melanjutkan menjawab pertanyaan

berikutnya dan apabila responden hanya menjawab “ya” pada 1

pertanyaan atau menjawab “tidak” pada seluruh pertanyaan berikutnya

maka termasuk ke dalam kategori ini.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Arikunto (2010)

mengatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel

yang diteliti secara tepat,

Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus

“Pearson Product Moment”yakni :

√[ ] [ ]
69

Keterangan :

= Koefisien korelasi

= Jumlah skor item

= Jumlah skor total (item)

n = Jumlah responden

Kemudian hasil diuji menggunakan uji t dan dilihat penafsiran

dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008). Rumus uji t sebagai berikut :


Keterangan :

t = Nilai thitung

r = Koefisien korelasi hasil rhitung

n = Jumlah responden

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama

dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu tetap konsisten

(Notoatmodjo, 2010). Teknik uji reliabilitas ini menggunakan rumus

Alpha Cronbach ( ), dimana r hasil adalah alpha. Apabila r alpha > r tabel

maka dikatakan reliabel, sebaliknya bila r alpha < r tabel maka dikatakan

tidak reliabel (Hidayat, 2008).


70

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada

tanggal 18 Juni 2012 di Posyandu Anggrek RW 03 Kelurahan Babakan

Kota Tangerang dengan melibatkan 30 responden dikarenakan wilayah

tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan sampel di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang dan memenuhi kriteria inklusi serta

eksklusi pada penelitian ini. Pelaksanaan uji validitas ini dibantu oleh

kader posyandu di RW 03 untuk memberikan kepercayaan kepada ibu-ibu

yang memiliki anak usia prasekolah di wilayah setempat.

Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner pengetahuan ibu

tentang toilet training dan kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training. Pada kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dari 14

pertanyaan terdapat 2 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai rhitung

< rtabel yakni pertanyaan nomor 4 (rhitung = 0,160 < 0,361) dan nomor 5

(rhitung = 0,275 < 0,361). Pada kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan

toilet training dari 14 pertanyaan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid,

yakni pertanyaan nomor 6 (rhitung = 0,215 < 0,361), nomor 9 (rhitung = 0,074

< 0,361), dan nomor 11 (rhitung = 0,212 < 0,361).

Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan di-drop out atau

dihapuskan dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur dan

telah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang valid dan pertanyaan

yang valid akan ditetapkan untuk dipakai (Djaali dan Muljono, 2007)

sehingga kuesioner yang disebarkan kepada 82 responden berjumlah 12


71

pertanyaan untuk kuesioner pengetahuan ibu tentang toilet training dan 11

pertanyaan untuk kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training.

Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha

Cronbach ( ) seperti pengetahuan ibu tentang toilet training sebesar 0,866

dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training sebesar 0,828. Nilai

tersebut menunjukkan ralpha > rtabel berarti pertanyaan yang berada dalam

kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian

(Nursalam, 2008). Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilaksanakan di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Adapun tahapan pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian kepada

Kelurahan Babakan Kota Tangerang, RW dan RT setempat.

2. Setelah mendapatkan izin dari pihak berwenang setempat, peneliti

melakukan pendataan untuk pengambilan sampel. Data diperoleh dari

posyandu Mawar dan data setiap RT di RW 02 Kelurahan Babakan Kota

Tangerang untuk data anak usia 3-5 tahun dan melakukan pendataan

kembali untuk memperoleh data anak usia 5-6 tahun secara door to door.

3. Setelah mendapatkan data anak usia prasekolah (3-6 tahun), peneliti

melakukan skrining sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian


72

dengan menyebarkan kuesioner skrining sehingga jumlah responden yang

sesuai sebanyak 82 responden.

4. Meminta bantuan kepada kader dan ibu RT setempat dalam penyebaran

kuesioner dan memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan tata cara pengisian kuesioner kepada kader dan ibu RT

setempat untuk menyamakan persepsi sehingga tidak menimbulkan bias

bagi responden dalam mengisi kuesioner.

5. Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

menjamin kerahasiaan jawaban yang diberikan dalam kuesioner kepada

calon responden dari sampel yang telah terpilih tersebut.

6. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk ditandatangani

oleh calon responden, apabila calon responden bersedia menjadi

responden.

7. Memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner.

8. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal-hal

yang tidak dipahami dan tidak jelas di dalam kuesioner.

9. Memberikan kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner

sekitar 10-15 menit.

10. Setelah kuesioner terisi, responden menyerahkan kuesioner kepada

peneliti.

11. Peneliti mengecek kembali isian jawaban apakah sudah lengkap atau

belum. Jika belum lengkap, maka peneliti meminta responden untuk

melengkapi jawabannya, namun apabila sudah lengkap maka kuesioner

dikumpulkan kepada peneliti.


73

12. Peneliti mengelompokkan data yang sudah terkumpul sesuai dengan

variabel penelitian.

G. Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan program Statistical Package for Social

Science (SPSS) dalam proses pengolahan datanya. Adapun langkah-langkah

dalam pengolahan data dengan komputer adalah sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan atau perbaikan isian

formulir atau kuesioner. Editing (penyuntingan) dilakukan setelah

penyebaran kuesioner untuk melihat apakah jawaban sudah lengkap atau

belum.

2. Coding

Coding atau pengkodean adalah kegiatan mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, misalnya 0 = laki-

laki, 1 = perempuan. Kegiatan ini dilakukan setelah semua kuesioner

sudah diedit atau disunting.

3. Data entry atau Processing

Data entry adalah kegiatan memasukkan data (jawaban-jawaban dari

masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf)

ke dalam program SPSS.

4. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan mengecek kembali untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,


74

ketidaklengkapan, dan sebagainya, yang kemudian dilakukan pembetulan

atau koreksi. Cara yang dilakukan dalam proses ini adalah membuat

distribusi frekuensi masing-masing variabel untuk mengetahui adanya data

yang hilang (missing) dan mendeteksi apakah data yang dimasukkan benar

atau salah.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan

dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam

bentuk tabel atau grafik (Setiadi, 2007). Análisis ini bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Data univariat yang dianalisis pada penelitian ini berupa data berskala

numerik dan data berskala kategorik. Data berskala numerik seperti usia

ibu dan usia anak akan dinyatakan sebagai rerata dan SD (standar deviasi).

Data berskala kategorik seperti tingkat pendidikan, status pekerjaan, jenis

kelamin anak, pengetahuan ibu tentang toilet training, perilaku ibu dalam

menerapkan toilet training, dan kebiasaan mengompol (enuresis) pada

anak usia prasekolah akan dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi

dan persentase dari setiap variabelnya.


75

2. Analisis Bivariat

Análisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel yang bersangkutan (variabel independen dan

variabel dependen). Análisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan ibu tentang toilet training (variabel independen)

terhadap kebiasaan mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) (variabel dependen) dan hubungan perilaku ibu dalam menerapkan

toilet training (variabel independen) dengan kebiasaan mengompol

(enuresis) pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) (variabel dependen).

Análisis bivariat ini menggunakan program SPSS versi 19. Teknik

yang digunakan adalah uji Chi Square pada  5% dengan derajat

kepercayaan 95%, sehingga jika nilai p < 0.05, berarti perhitungan statistik

bermakna (signifikan) atau menunjukkan hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Pada program SPSS apabila tabel

yang digunakan 2x2 dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai

adalah ”continuity correction (α)” untuk memberikan kesimpulan

perhitungannya (Amran, 2012).

Uji chi square di atas hanya dapat melihat ada perbedaan proporsi

antar kelompok. Untuk melihat derajat hubungan maka dipakai ukuran

nilai Odds Ratio (OR) karena desain penelitian ini adalah cross sectional

(Amran, 2012). Pengujian tes hipotesis terhadap nilai OR dengan cara

menentukan confidence interval. Interpretasi OR bila nilai :

OR = 1, diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor risiko dan penyakit


76

OR > 1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan

penyakit

OR < 1, diperkirakan terdapat asosiasi negatif antara faktor risiko dan

penyakit (Chandra, 2009)

I. Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga

bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip

keadilan. Prinsip etika ini sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan

karena subjek penelitian yang akan digunakan adalah manusia, maka apabila

tidak dilaksanakan, peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang

kebetulan sebagai klien (Nursalam, 2008).

Berikut prinsip - prinsip etika penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada responden.

b. Bebas dari eksploitasi.

Partisipasi responden dalam penelitian harus dihindarkan dari

keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti memberikan penjelasan

bahwa partisipasi responden dalam penelitian atau informasi yang

telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat

merugikan responden.
77

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia

menjadi responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung

jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden.

c. Informed consent

Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada calon responden

setelah calon responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan untuk ditandatangani apabila

bersedia menjadi responden. Responden mempunyai hak pula untuk

bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

3. Prinsip keadilan (right to justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama

dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya

diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan

dari penelitian.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan sehingga kuesioner yang diberikan tidak


78

perlu mencantumkan nama atau tanpa nama (anonymity) dan bersifat

rahasia (confidentiality).
79

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

Kelurahan Babakan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di

Kecamatan Tangerang Kota Tangerang. Kelurahan Babakan berbatasan

langsung dengan Kelurahan Sukasari (sebelah utara), Sungai Cisadane

(sebelah barat), Kelurahan Buaran Indah (sebelah timur) dan Kelurahan

Kelapa Indah (sebelah selatan). Luas wilayah Kelurahan Babakan adalah

104 ha/m2.

Kelurahan Babakan memiliki 8 Rukun Warga (RW) dan 39 Rukun

Tetangga (RT). Fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah Kelurahan

Babakan Kota Tangerang adalah puskesmas, posyandu di setiap RW,

apotek dan praktek dokter umum. Fasilitas tersebut dapat dijangkau oleh

masyarakat dengan mudah walau hanya dengan berjalan kaki, karena

akses jalan yang menghubungkan tempat tinggal warga dengan fasilitas-

fasilitas kesehatan tersebut dapat dikatakan sudah memadai.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Babakan Kota

Tangerang, tepatnya di RW 02. RW 02 memiliki letak yang strategis

karena berada di wilayah pusat Kota Tangerang. RW ini berbatasan

dengan RW 03 di sebelah selatan, RW 01 di sebelah utara, LP wanita

Tangerang di sebelah timur, dan Sungai Cisadane di sebelah barat. RW 02

terdiri dari 5 RT dengan kondisi umum lingkungan termasuk padat


80

penduduk. Tipe rumah di RW 02 sebagian besar adalah kontrakan petak

dan rata-rata satu rumah dihuni oleh lebih dari 1 kepala keluarga (KK)

serta jarak antar rumah kurang dari 1 m. Saluran pembuangan limbah

rumah tangga di RW ini juga kurang memadai, seperti saluran/got yang

macet karena sampah, serta kurangnya jumlah WC atau toilet di setiap

tempat tinggal, yakni rata-rata satu rumah hanya memiliki satu toilet.

Toilet merupakan sarana utama dalam proses pembelajaran toilet training.

Fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah ini adalah posyandu

(Posyandu Mawar), klinik dokter umum, praktek kebidanan dan apotek.

2. Gambaran Umum Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia

prasekolah (3-6 tahun) dengan kriteria tidak mengalami gangguan sistem

perkemihan. Jumlah ibu yang memiliki anak usia prasekolah tersebut di

wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yang menjadi sampel

penelitian adalah 82 orang setelah dilakukan proses skrining dengan

menggunakan kuesioner.

Berikut hasil analisis karakteristik responden penelitian ini yakni :

a) Usia Ibu

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Usia Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Mean SD Min-Maks


Usia Ibu (tahun) 32,88 6,470 21-53
81

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu yang memiliki

anak usia prasekolah (3-6 tahun) adalah 32,88 atau 33 tahun dengan

standar deviasi sebesar 6,470. Usia minimal ibu yang memiliki anak

usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yaitu

21 tahun dan usia maksimal yaitu 53 tahun.

b) Tingkat Pendidikan Ibu

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %
Tingkat - Tidak Sekolah 0 0,0
pendidikan - SD 11 13,4
- SMP 25 30,5
- SMA 40 48,8
- Perguruan Tinggi 6 7,3
Total 82 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar tamatan tingkat

pendidikan terakhir ibu adalah Sekolah Menengah Atas (SMA)

sebanyak 40 orang (48,8%), tamatan Sekolah Menengah Pertama

(SMP) sebanyak 25 orang (30,5%), tamatan Sekolah Dasar (SD)

sebanyak 11 orang (13,4%), tamatan Perguruan Tinggi sebanyak 6

orang (7,3%) dan tidak ada ibu yang tidak sekolah.

Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu

Rendah (Tidak Sekolah hingga SMP) dan Tinggi (SMA hingga


82

Perguruan Tinggi). Pengkategorian ini didasarkan pada pandangan

bahwa SMA dan Perguruan Tinggi merupakan tingkat pendidikan

lanjutan dari pendidikan dasar (SD hingga SMP) sehingga tingkatan

pendidikannya lebih tinggi daripada pendidikan dasar (UU No. 20

Tahun 2003). Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2.1 berikut

ini :

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah
Berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %
Tingkat Pendidikan Rendah (Tidak Sekolah - SMP) 36 43,9
Tinggi (SMA - Perguruan Tinggi) 46 56,1
Total 82 100

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu dengan

tingkat pendidikan tinggi sebanyak 46 orang (56,1%) sedangkan ibu

dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 36 orang (43,9%).


83

c) Status Pekerjaan Ibu

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah
Berdasarkan Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %

Status Pekerjaan - Ibu Rumah Tangga 57 69,5

- Karyawan 17 20,7

- Wiraswasta 3 3,7

- PNS 2 2,4

- Dan lain-lain 3 3,7

Total 82 100

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai

status pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 57 orang (69,5%),

17 orang (20,7%) sebagai karyawan, 3 orang (3,7%) sebagai

wiraswasta, 2 orang (2,4%) sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan

lain-lain sebanyak 3 orang (3,7%).

Status pekerjaan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu Tidak

Bekerja (Ibu Rumah Tangga) dan Bekerja (Karyawan, Wiraswasta,

PNS dan lain-lain). Pembagian tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3.2

berikut ini :
84

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Ibu yang Memiliki Anak Usia Prasekolah
Berdasarkan Kategori Status Pekerjaan di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %
Status Pekerjaan Tidak Bekerja (Ibu Rumah Tangga) 57 69,5
Bekerja (Karyawan, Wiraswasta, 25 30,5
PNS dan lain-lain )
Total 82 100

Pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai

status pekerjaan tidak bekerja sebanyak 57 orang (69,5%) sedangkan

ibu yang mempunyai status pekerjaan bekerja sebanyak 25 orang

(30,5%).

d) Usia Anak

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Usia Anak Prasekolah di RW 02 Kelurahan
Babakan Kota Tangerang Tahun 2012
Variabel Mean SD Min-Maks

Usia Anak (bulan) 52,72 12,600 36-72

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa rata-rata usia anak prasekolah

(dalam bulan) adalah 52,72 atau 53 bulan (4 tahun 5 bulan) dengan

standar deviasi sebesar 12,600. Usia minimal anak prasekolah di RW

02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang yaitu 36 bulan (3 tahun) dan

usia maksimal yaitu 72 bulan (6 tahun).


85

e) Jenis Kelamin Anak

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Anak Usia Prasekolah Berdasarkan Jenis
Kelamin di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun
2012

Variabel Kategori n %
Jenis Kelamin Laki-laki 44 53,7
Perempuan 38 46,3
Total 82 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelamin anak

usia prasekolah (3-6 tahun) adalah laki-laki sebanyak 44 anak (53,7%)

sedangkan jenis kelamin perempuan hanya 38 anak (46,3%).

B. Analisis Univariat

1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training

Gambaran karakteristik pengetahuan ibu tentang toilet training

dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kurang baik dan baik. Pembagian

tersebut dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan
Ibu tentang Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan Kota
Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %
Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training Kurang Baik 31 37,8
Baik 51 62,2
Total 82 100
86

Tabel 5.8 menunjukkan sebagian besar ibu memiliki pengetahuan baik

tentang toilet training sebanyak 51 ibu (62,2%) sedangkan ibu yang

memiliki pengetahuan kurang baik tentang toilet training sebanyak 31 Ibu

(37,8%).

Pengkategorian tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.9

berikut ini :

Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training di RW
02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Pengetahuan Ibu Jawaban Responden


No. Benar % Salah % Total %
tentang toilet training
1. Pengertian Toilet training
a. Latihan buang air kecil 77 93,9 5 6,1 82 100
disebut pula dengan
istilah toilet training.
b. Toilet training adalah 78 95,1 4 4,9 82 100
usaha untuk melatih anak
melakukan buang air
kecil secara mandiri ke
toilet.
2. Kesiapan anak untuk toilet training
a. Mengompol pada anak 39 47,6 43 52,4 82 100
usia prasekolah (3-6
tahun) masih dianggap
sebagai hal yang wajar.
b. Anak usia 3-6 tahun 57 69,5 25 30,5 82 100
belum mampu menahan
buang air kecil selama 2
jam.
c. Anak usia 3-6 tahun 81 98,8 1 1,2 82 100
sudah dapat mengatakan
“pipis” jika ingin buang
air kecil.
d. Anak usia 3-6 tahun 80 97,6 2 2,4 82 100
sudah mampu membuka
pakaiannya sendiri
ketika ingin buang air
kecil
87

Pengetahuan Ibu Jawaban Responden


No. Benar % Salah % Total %
tentang toilet training
3. Teknik yang digunakan dalam toilet training
a. Mengompol dapat 80 97,6 2 2,4 82 100
diatasi dengan latihan
buang air kecil secara
teratur sejak usia 1-6
tahun
b. Saya mulai melatih anak 66 80,5 16 19,6 82 100
saya untuk pergi ke
toilet saat anak berusia
3-4 tahun
c. Saya tidak harus 48 58,5 34 41,5 82 100
menunggui anak saya
dalam melakukan buang
air kecil di toilet
d. Saya melatih anak buang 51 62,2 31 37,8 82 100
air kecil di toilet lebih
dari 10 menit
4. Dampak keberhasilan toilet training
a. Keuntungan latihan 75 91,5 7 8,5 82 100
buang air kecil ini dapat
membuat anak
mengetahui fungsi alat
kelaminnya
5. Dampak kegagalan toilet training
a. Kegagalan toilet training 48 58,5 34 41,5 82 100
dapat menyebabkan
gangguan psikologis
pada anak seperti keras
kepala

Hasil tabel 5.9 menunjukkan bahwa ibu mengetahui tentang pengertian

toilet training, dilihat dari ibu yang menyatakan latihan buang air kecil

disebut dengan istilah toilet training sebanyak 77 orang (93,9%) dan toilet

training adalah usaha untuk melatih anak melakukan buang air kecil

secara mandiri ke toilet sebanyak 78 orang (95,1%).

Pengetahuan ibu tentang kesiapan anak untuk toilet training dapat

dilihat dari sebagian besar ibu yang menyatakan mengompol pada anak
88

usia prasekolah (3-6 tahun) masih dianggap sebagai hal yang wajar

sebanyak 43 orang (52,4%), ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun

belum mampu menahan buang air kecil selama 2 jam sebanyak 25 orang

(30,5%), ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun sudah dapat

mengatakan “pipis” jika ingin buang air kecil sebanyak 81 (98,8%) dan

ibu yang menyatakan anak usia 3-6 tahun sudah mampu membuka

pakaiannya sendiri ketika ingin buang air kecil sebanyak 80 orang

(97,6%).

Pengetahuan ibu tentang teknik yang digunakan dalam toilet training

dapat dilihat dari sebagian besar ibu yang menyatakan mengompol dapat

diatasi dengan latihan buang air kecil secara teratur sejak usia 1-6 tahun

sebanyak 80 orang (97,6%), ibu yang menyatakan mulai melatih anaknya

untuk pergi ke toilet saat anak berusia 3-4 tahun sebanyak 66 orang

(80,5%), ibu yang menyatakan tidak harus menunggui anaknya dalam

melakukan buang air kecil di toilet sebanyak 34 orang (41,5%) dan ibu

yang menyatakan melatih anaknya buang air kecil di toilet lebih dari 10

menit sebanyak 31 orang (37,8).

Pengetahuan ibu tentang dampak toilet training dapat dilihat dari

sebagaian besar ibu yang menyatakan keuntungan latihan buang air kecil

ini dapat membuat anak mengetahui fungsi alat kelaminnya sebanyak 75

orang (91,5%) dan ibu yang menyatakan dampak kegagalan toilet training

dapat menyebabkan gangguan psikologis pada anak seperti keras kepala

sebanyak 48 orang (58,5%)


89

2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training

Gambaran karakteristik perilaku ibu dalam menerapkan toilet training

dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kurang baik dan baik. Pembagian

tersebut dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini :

Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Ibu
dalam Menerapkan Toilet Training di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %

Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training Kurang Baik 35 42,7

Baik 47 57,3

Total 82 100

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki perilaku

baik dalam menerapkan toilet training sebanyak 47 ibu (57,3%) sedangkan

ibu yang memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan toilet training

sebanyak 35 ibu (42,7%).

Pengkategorian tersebut secara lebih rinci dapat dilihat dari tabel 5.11

berikut ini :

Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training
di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

No Perilaku Ibu Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak Jumlah


dalam menerapkan kadang Pernah
toilet training n % n % n % n % n % n %
1. Ibu membiarkan 3 3,7 7 8,5 1 20,7 9 11,0 4 56,1 8 100
anak mengompol di 7 6 2
malam hari karena
kasihan jika
dibangunkan
90

No Perilaku Ibu dalam Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak Jumlah


menerapkan toilet kadang Pernah
training n % N % n % n % n % n %
2. Ibu mengajari anak 66 80,5 13 15,9 2 2,4 0 0 1 1,2 82 100
untuk berkata
“pipis” jika ingin
buang air kecil
3. Ibu menggunakan 4 4.9 5 6,1 6 7,3 3 3,7 64 78,0 82 100
media seperti
boneka untuk
melatih anak buang
air kecil di toilet
4. Ibu memarahi anak 9 11,0 8 9,8 36 43,9 5 6,1 24 29,3 82 100
jika ketahuan
mengompol di
tempat tidur
5. Ibu mengajak anak 59 72,0 10 12,2 4 4,9 7 8,5 2 2,4 82 100
ke toilet jika ingin
buang air kecil
6. Ibu memakaikan 8 9,8 4 4,9 22 26,8 21 25,6 27 32,9 82 100
celana yang sulit
dilepas kepada anak
seperti celana jeans,
celana ketat dll
7. Ibu membiarkan 4 4,9 4 4,9 10 12,2 14 17,1 50 61,0 82 100
anak mengompol
karena menganggap
bahwa mengompol
adalah hal yang
wajar
8. Ibu membiarkan 0 0 3 3,7 10 12,2 12 14,6 57 69,5 82 100
anak buang air kecil
bukan di toilet
9. Ibu mengingatkan 61 74,4 17 20,7 2 2,4 0 0 2 2,4 82 100
anak pergi ke toilet
jika ingin melakukan
buang air kecil
10. Ibu menyuruh anak 55 67,1 14 17,1 11 13,4 1 1,2 1 1,2 82 100
melakukan rutinitas
seperti cuci tangan,
cuci kaki, cuci muka
saat bangun tidur dll
di kamar mandi
11. Ibu tetap 3 3,7 2 2,4 13 15,9 4 4,9 60 73,2 82 100
memakaikan
popok/diapers setiap
hendak tidur
91

meskipun usianya
sudah lebih dari 4
tahun, karena ibu
enggan melihat anak
mengompol

Hasil tabel 5.11 menunjukkan bahwa perilaku ibu dalam menerapkan

toilet training dapat dilihat dari sebaian besar ibu tidak pernah

membiarkan anaknya mengompol di malam hari karena kasihan jika

dibangunkan sebanyak 46 orang (56,1%), ibu selalu mengajari anaknya

untuk berkata “pipis” jika ingin buang air kecil sebanyak 66 (80,5%), ibu

yang selalu menggunakan media seperti boneka untuk melatih anak buang

air kecil di toilet hanya sebanyak 4 orang (4,9%), ibu kadang-kadang

memarahi anak jika ketahuan mengompol di tempat tidur sebanyak 36

orang (43,9%), ibu selalu mengajak anak ke toilet jika ingin buang air

kecil sebanyak 59 orang (72%), dan ibu tidak pernah memakaikan celana

yang sulit dilepas kepada anak seperti celana jeans, celana ketat dll

sebanyak 27 orang (32,9%).

Perilaku ibu dalam menerapkan anak toilet training juga dapat dilihat

dari ibu yang tidak pernah membiarkan anaknya mengompol karena

menganggap bahwa mengompol adalah hal yang wajar sebanyak 50 orang

(61%), ibu tidak pernah membiarkan anaknya buang air kecil bukan di

toilet sebanyak 57 orang (69,5%), ibu selalu mengingatkan anak pergi ke

toilet jika ingin melakukan buang air kecil sebanyak 61 orang (74,4%), ibu

selalu menyuruh anak melakukan rutinitas seperti cuci tangan, cuci kaki,

cuci muka saat bangun tidur dll di kamar mandi sebanyak 55 orang

(67,1%) dan ibu tidak pernah memakaikan popok/diapers setiap hendak


92

tidur meskipun usianya sudah lebih dari 4 tahun, karena ibu enggan

melihat anak mengompol sebanyak 60 orang (73,2%).

3. Gambaran Kebiasaan Mengompol

Tabel 5.12
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mengompol Anak Usia Prasekolah di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Variabel Kategori n %
Kebiasaan Mengompol Mengompol 42 51,2
Tidak Mengompol 40 48,8

Total 82 100

Tabel 5.12 menunjukkan sebagian besar anak usia prasekolah memiliki

kebiasaan mengompol sebanyak 42 (51,2%) dan hanya 40 anak usia

prasekolah (48,8%) sudah tidak mengompol.


93

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan

Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)

Tabel 5.13
Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training dengan
Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang Tahun 2012

Pengetahuan Kebiasaan mengompol


Ibu tentang Tidak Total
Mengompol OR (95% CI) Pvalue
Toilet Mengompol
Training n % n % n %
Kurang Baik 19 61,3 12 38,7 31 100,0
1,928
Baik 23 45,1 28 54,9 51 100,0 0,232
(0,777-4,784)
Total 42 51,2 40 48,8 82 100,0

Berdasarkan tabel 5.13 di atas diketahui bahwa dari 31 ibu yang

memiliki pengetahuan kurang baik terdapat 19 anak usia prasekolah

(61,3%) mengompol dan hanya 12 anak (38,7%) tidak mengompol

sedangkan dari 51 ibu yang memiliki pengetahuan baik terdapat 23 anak

(45,1%) masih mengompol dan 28 anak (54,9%) tidak mengompol.

Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,232

dilihat dari nilai Continuity Correction pada uji Chi-Square dengan CI

95% dan α 5% berarti p-value > α yang artinya Ho diterima, berarti tidak

ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang toilet

training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) (p > 0,05). Hal ini didukung pula oleh nilai Odds Ratio (OR)

sebesar 1,928 (0,777-4,784), menunjukkan bahwa apabila nilai OR = 1


94

diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor resiko dan penyakit (Chandra,

2009), berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet

training dan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah.

2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training dengan

Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)

Tabel 5.14
Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet Training
dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6
Tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang
Tahun 2012

Perilaku Ibu Kebiasaan Mengompol


dalam Tidak Total
Mengompol OR (95% CI) Pvalue
Menerapkan Mengompol
Toilet Training n % n % n %
Kurang Baik 23 65,7% 12 34,3% 35 100,0
2,825
Baik 19 40,4% 28 59,6% 47 100,0 0,041
(1,138-7,011)
Total 42 51,2 40 48,8 82 100,0

Berdasarkan tabel 5.14 di atas diketahui bahwa dari 35 ibu yang

memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan toilet training terdapat

23 anak usia prasekolah (65,7%) mengompol dan hanya 12 anak (34,3%)

tidak mengompol sedangkan dari 47 ibu yang memiliki perilaku baik

dalam menerapkan toilet training terdapat 19 anak (40,4%) mengompol

dan 28 anak (59,6%) tidak mengompol.

Hasil uji statistik ini memperoleh nilai probabilitas sebesar 0,041

dilihat dari nilai Continuity Correction pada uji Chi-Square dengan CI

95% dan α 5%. Hal ini berarti p-value < α sehingga Ho ditolak, berarti ada
95

hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah (3-6

tahun) (p < 0,05).

Nilai OR pada analisis ini diketahui sebesar 2,825 (1,138-7,011)

berarti bahwa ibu yang memiliki perilaku kurang baik dalam menerapkan

toilet training memiliki peluang sebesar 2,8 atau 3 kali lebih besar

anaknya mengompol daripada ibu yang memiliki perilaku baik dalam

menerapkan toilet training.


96

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab VI ini membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang hubungan

pengetahuan dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan

mengompol pada anak usia prasekolah yang dilakukan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang. Pembahasan yang dijelaskan meliputi keterbatasan

penelitian, gambaran karakteristik responden, hasil analisis univariat dan hasil

analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel dependen penelitian.

A. Keterbatasan Penelitian

1. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional yang

hanya mengukur satu kali dalam satu kali waktu sehingga tidak diketahui

secara pasti apakah ibu benar-benar mengetahui tentang toilet training

dan mempraktikkan toilet training kepada anaknya secara baik dan benar.

2. Penelitian ini hanya melihat hubungan pengetahuan ibu tentang toilet

training dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training tanpa melihat

sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung anak melakukan toilet

training sehingga hal ini dapat mempengaruhi jawaban ibu dalam mengisi

kuesioner.

3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Keuntungan menggunakan kuesioner adalah dapat memperoleh data yang

banyak dalam waktu yang singkat, namun penggunaan kuesioner ini

memiliki kelemahan yakni tidak dapat mengukur secara pasti tentang


97

perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dikarenakan jawaban pada

kuesioner merupakan pendapat Ibu dan cenderung ibu mengisi jawaban

yang terbaik menurutnya.

B. Gambaran Karakteristik Responden

1. Usia Ibu

Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun (Harlock,

2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang diketahui rata-rata usia ibu yang memiliki anak

usia prasekolah (3-6 tahun) adalah 33 tahun dengan usia termuda yaitu 21

tahun dan usia tertua yaitu 53 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian Hidayat (2010) yang meneliti gambaran pengetahuan ibu

tentang toilet training bahwa usia ibu yang memiliki anak usia prasekolah

terdapat pada kelompok usia 31-40 tahun (55,2%).

Menurut Levison (1978 dalam Potter & Perry, 2005) bahwa usia 33

tahun termasuk ke dalam masa dewasa awal, yakni masa tenang. Masa

tenang merupakan masa ketika seseorang mengalami stabilitas yang lebih

besar. Tugas perkembangan masa ini sudah mulai membentuk keluarga,

memilih menjadi orang tua dan mengasuh anak karena secara mental ibu

sudah siap memiliki anak dan dapat bertanggungjawab (Potter & Perry,

2005). Pada usia ini pula, tingkat berpikir ibu sudah cukup matang sesuai

dengan pendapat Nursalam dan Pariani (2001) yang menyatakan bahwa

semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan dalam berpikir

lebih matang. Hal ini dapat diasumsikan bahwa ibu dapat menerima
98

informasi terkait toilet training dengan baik dikarenakan usia ibu yang

sudah cukup matang dalam berpikir.

2. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan dan perilaku seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang

menerima informasi dan semakin banyak pengetahuan yang diperoleh

sehingga terjadi perubahan perilaku. Hal ini sesuai dengan tujuan

pendidikan yaitu mengubah perilaku seseorang dari tidak melakukan

sesuatu menjadi melakukan sesuatu (Sunaryo, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang diperoleh bahwa sebagian besar ibu mempunyai

tingkat pendidikan tinggi sebanyak 46 orang Ibu (56,1%) dengan sebagian

besar tamatan SMA sebanyak 40 orang Ibu (48,8%). Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih dan

Windiani (2008) tentang prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak

taman kanak-kanak bahwa pendidikan terakhir ibu paling banyak adalah

SMA (52,8%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hidayat

(2010) yang meneliti gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training

bahwa pendidikan terakhir ibu paling banyak adalah Sarjana (55,2%).

Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena tempat

penelitian ini berada di lingkungan perumahan yang padat penduduk,


99

dimana rata-rata ibu di wilayah RW 02 setelah tamat SMA langsung

menikah dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.

3. Status Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 57 orang ibu (69,5%)

sebagai ibu rumah tangga. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian Hidayat (2010) yang menyatakan bahwa ibu dengan anak usia

prasekolah memiliki status pekerjaan paling banyak sebagai ibu rumah

tangga (46,6%). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih dan Windiani (2008) tentang

prevalensi dan faktor risiko enuresis pada anak taman kanak-kanak bahwa

paling banyak status pekerjaan ibu sebagai pegawai swasta (38,9%).

Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena rata-rata usia

ibu di wilayah RW 02 adalah 33 tahun, dimana pada usia tersebut ibu lebih

memilih untuk mengurusi anak dan menjadi ibu rumah tangga.

Menurut Nursalam dan Pariani (2001) bahwa ibu yang tidak bekerja

memiliki waktu luang yang cukup banyak sehingga menurut peneliti, ibu

dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk membesarkan anak dan

berkumpul dengan orang banyak sehingga dapat berbagi pengalaman

dalam membesarkan anak dan informasi yang diperoleh ibu semakin

banyak.
100

4. Usia Anak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan

Kota Tangerang diketahui bahwa rata-rata usia anak prasekolah di wilayah

tersebut adalah 52,72 bulan atau 53 bulan (4 tahun 5 bulan) dengan usia

minimal 36 bulan (3 tahun) dan usia maksimal yaitu 72 bulan (6 tahun).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Soetjiningsih dan Windiani (2008) yang menyatakan bahwa rata-rata usia

anak prasekolah adalah 4 tahun 7 bulan yang mengalami enuresis dan 5

tahun 7 bulan yang tidak mengalami enuresis. Pada rata-rata usia tersebut,

anak seharusnya sudah tidak mengalami kebiasaan mengompol. Penelitian

ini juga didukung oleh Noer (2006) bahwa usia 4,5 tahun anak sudah

mampu mengendalikan kandung kemih secara adekuat dan tidak

mengompol saat tidur malam. Menurut Potter & Perry (2005) dan Muscari

(2005) bahwa anak usia 3-6 tahun sudah dapat menahan urin selama 1 atau

2 jam, mengkomunikasikan keinginan untuk BAK kepada orang tua dan

menirukan perilaku orang tua baik ayah maupun ibu.

5. Jenis Kelamin Anak

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan

Kota Tangerang didapatkan bahwa anak usia prasekolah di wilayah

tersebut berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang anak (53,7%) dan

hanya 38 orang anak (46,3%) berjenis kelamin perempuan. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Behrman

dkk (1999) menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki prevalensi lebih


101

besar (7%) daripada anak perempuan (2%). Menurut Potter & Perry (2005)

anak laki-laki umumnya lebih lambat dalam mengontrol BAK daripada

anak perempuan.

C. Hasil Analisis Univariat

1. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet training

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan

Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 31 orang ibu (37,8%)

berpengetahuan kurang baik dan sebanyak 51 orang ibu (62,2%)

berpengetahuan baik. Hal ini berarti gambaran pengetahuan ibu tentang

toilet training di wilayah tersebut adalah berpengetahuan baik. Hasil

penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat

(2010) terhadap 58 ibu yang memiliki anak usia prasekolah menyatakan

bahwa gambaran pengetahuan ibu tentang toilet training adalah baik

(60,3%).

Pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia,

tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian

ini, rata-rata usia ibu adalah 33 tahun dengan tingkat pendidikan paling

banyak adalah SMA, yang termasuk kategori pendidikan tinggi dan status

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata usia Ibu 33 tahun

menunjukkan bahwa ibu sudah memasuki masa dewasa awal, dimana ibu

sudah siap menjadi orang tua dan memiliki tingkat kematangan dalam

berpikir (Potter & Perry, 2005 dan Nursalam & Pariani, 2001). Hal ini

dapat diasumsikan bahwa ibu dapat menerima informasi terkait toilet


102

training, dikarenakan usia ibu yang sudah cukup matang dalam berpikir,

tingkat pendidikan ibu yang tinggi dan memiliki waktu luang yang banyak

sehingga kesempatan mencari informasi lebih besar dan waktu

kebersamaan bersama anak lebih banyak (Nursalam dan Pariani, 2001).

2. Gambaran Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan Babakan

Kota Tangerang terhadap 82 ibu yang memiliki anak usia prasekolah

diperoleh hasil sebanyak 35 orang Ibu (42,7%) berperilaku kurang baik

dan sebanyak 47 orang ibu (57,3%) berperilaku baik dalam menerapkan

toilet training sehingga gambaran perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training di wilayah tersebut adalah berperilaku baik.

Perilaku ibu ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya

adalah tingkat pendidikan (Sunaryo, 2004). Pada penelitian ini, paling

banyak ibu memiliki tingkat pendidikan tinggi yakni SMA, dimana SMA

merupakan tingkat pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar (SD-SMP)

(UU No. 20 tahun 2003) sehingga pada masa pendidikan ini lebih banyak

informasi yang diberikan daripada pendidikan dibawahnya dan ibu lebih

mudah menerima informasi yang ada. Selain itu, perilaku ibu dapat

dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya misalnya pengalaman ibu dalam

membesarkan anak karena lingkungan merupakan lahan untuk

perkembangan perilaku seseorang dan sangat berpengaruh terhadap

perubahan perilaku (Sunaryo, 2004).


103

3. Gambaran Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6

Tahun)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang diperoleh hasil sebanyak 42 anak usia

prasekolah (51,2%) masih mengompol dan hanya 40 anak (48,8%) yang

sudah tidak mengompol. Hal ini berarti bahwa anak usia prasekolah di

wilayah tersebut masih banyak yang mengompol.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Kurniawati dkk

(2007) bahwa anak usia prasekolah masih mengalami enuresis dengan

frekuensi sering sekali sebesar 52%. Hasil tersebut juga mungkin

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia anak dan jenis kelamin anak.

Pada penelitian ini, diketahui rata-rata usia anak prasekolah yaitu 4 tahun 5

bulan dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang

anak (53,7%). Menurut Behrman dkk (1999) prevalensi anak yang

mengompol lebih banyak adalah laki-laki (7%). Selain itu, anak laki-laki

umumnya lebih lambat mengontrol buang air kecil daripada anak

perempuan dan seorang anak tidak dapat mengontrol buang air kecilnya

secara total sampai dia berusia 4 atau 5 tahun. (Potter & Perry, 2005)

D. Hasil Analisis Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan Kebiasaan

Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)

Hasil penelitian pada tabel 5.13 menunjukkan nilai probabilitas sebesar

0,232 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
104

tentang toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia

prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nursila (2007) terhadap 40

responden yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan orang tua terkait tumbuh kembang anak usia prasekolah

dengan kebiasaan mengompol (p value = 0,301), walaupun pengetahuan

ibu tentang toilet training lebih banyak pada kategori baik tetapi masih

banyak ibu yang memiliki pengetahuan baik, anaknya mengompol pula.

Kebiasaan mengompol pada anak bukan hanya disebabkan oleh faktor

pengetahuan ibu saja, namun banyak faktor yang mempengaruhi anak

mengalami kebiasaan mengompol.

Menurut Walker (1995 dalam Schroeder, 2002) bahwa anak

mengompol disebabkan karena faktor organik misalnya kerusakan saraf

kongenital, masalah struktural pada sistem genitourinari, infeksi saluran

kemih atau kandung kemih dan beberapa penyakit kronik seperti diabetes,

kejang atau penyakit sel sabit “sickle cell disease”. Beberapa ahli

berpendapat bahwa faktor keturunan/genetik mempengaruhi anak

mengalami kebiasaan mengompol seperti menurut Baldew (1984 dalam

Kurniawati dkk, 2007) yang menyatakan bahwa apabila kedua orang tua

mempunyai riwayat enuresis maka 77% kemungkinan anak mereka

mengalami hal yang sama. Sekitar 44% kemungkinan anak mengompol

juga apabila hanya salah satu orang tua yang mengalami enuresis, namun,

apabila tidak ada satupun orang tua yang pernah mengalami enuresis,

maka kemungkinan anak terkena enuresis hanya 15%. Menurut Pierce


105

(1971 dalam Schroeder, 2002) bahwa enuresis merupakan hasil dari

gangguan emosi, konflik psikologis atau ansietas.

Pengetahuan ibu tentang toilet training ini diukur dengan

menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan sebany ak 12

pernyataan. Hasil kuesioner yang terdiri dari 12 pernyataan menunjukkan

bahwa ternyata ibu di wilayah tersebut memiliki pengetahuan tentang

pengertian toilet training, dampak keberhasilan dan kegagalan toilet

training, tetapi banyak ibu yang belum mengetahui tentang kesiapan dan

teknik mengajarkan anaknya melakukan toilet training dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan ibu tentang toilet training

dapat disimpulkan bahwa tingkatan pengetahuan ibu di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang berada pada tingkatan paling rendah yakni tahu

(know), dimana tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya dan keadaan pengetahuan yang termasuk

ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima (Bloom, 1956 dalam Notoatmodjo, 2003).

2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training dengan

Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)

Hasil uji statistik pada tabel 5.14 menunjukkan nilai p-value = 0,041

(p-value < α) berarti ada hubungan perilaku ibu dalam menerapkan toilet

training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah di RW

02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang. Hasil ini juga menunjukkan ada


106

pengaruh perilaku ibu terhadap kebiasaan mengompol pada anak, yaitu

dari 35 ibu yang berperilaku kurang baik terdapat 23 anak (65,7%) masih

mengompol dan hanya 12 anak (34,3%) yang sudah tidak mengompol

sedangkan dari 47 ibu yang berperilaku baik terdapat 19 anak (40,4%)

mengompol dan 28 anak (59,6%) sudah tidak mengompol.

Menurut Sunaryo (2004) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku ibu seperti lingkungan dan pendidikan.

Lingkungan keluarga sangat berpengaruh kepada perilaku ibu yang

mempengaruhi perilaku anak pula karena keluarga merupakan lingkungan

terdekat bagi anak, terutama ibu (Muscari, 2005). Ibu berperan sebagai

pendidik pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu perlu dibekali

pengetahuan dan keterampilan agar mengerti dan terampil dalam

melaksanakan pengasuhan anak sehingga dapat bersikap positif dalam

membimbing tumbuh kembang anak secara baik dan sesuai dengan tahap

perkembangannya (Soendjajo, 2003 dalam Dwijayanti, 2009). Selain itu,

perilaku ibu dapat dicontoh oleh anak karena pada usia prasekolah ini anak

sudah dapat menirukan perilaku ibu dan anak merupakan pengamat yang

baik sehingga apabila contoh yang diberikan salah maka anak dapat

berperilaku yang salah pula (Muscari, 2005 dan Supartini, 2004).

Faktor tingkat pendidikan orang tua merupakan sesuatu yang besar

pengaruhnya terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1974 dan Haditono,

1979 dalam Sulistyaningsih, 2005). Tingkat pendidikan orang tua ini

berkorelasi positif dengan cara mereka mengasuh anak, sementara

pengasuhan anak berhubungan dengan perkembangan anak. Pada


107

penelitian ini, tingkat pendidikan ibu adalah tinggi. Hal ini berarti semakin

tinggi tingkat pendidikan orang tua akan semakin baik pula cara

pengasuhan anak, dan akibatnya perkembangan anak berjalan secara

positif (Sulistyaningsih, 2005). Jadi, dapat disimpulkan bahwa ibu di RW

02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dapat memberikan pengasuhan

yang baik kepada anaknya, dalam hal ini adalah mengajarkan toilet

training untuk mengatasi kebiasaan mengompol.

Pada penelitian ini, mayoritas ibu mengajarkan toilet training dengan

menggunakan teknik lisan yakni memberikan instruksi pada anak dengan

kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil (Hidayat, 2008). Hasil

kuesioner perilaku ibu dalam menerapkan toilet training yang terdiri dari

11 pertanyaan yang diajukan menunjukkan sebagian besar ibu lebih

banyak mengajarkan kata “pipis” (80,5%) dibandingkan mengajarkan

toilet training dengan menggunakan tempat duduk anak/pispot untuk BAK

atau media lain seperti boneka (78%). Menurut Hidayat (2008) bahwa

teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan

rangsangan untuk BAK, dimana dengan teknik ini persiapan psikologis

pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu dengan baik

dalam melaksanakan BAK. Hal ini dapat diasumsikan bahwa apabila

penerapan toilet training baik oleh ibu maka anak dapat menerapkan toilet

training dengan baik pula sehingga kebiasaan mengompolnya dapat

teratasi, begitupun sebaliknya.


108

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan

di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh pemerintah wilayah

setempat dan peneliti selanjutnya.

A. Kesimpulan

1. Gambaran karakteristik responden yakni Ibu yang memiliki anak usia

prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah :

a. Rata-rata usia Ibu adalah 33 tahun dengan rata-rata usia anak

prasekolah yaitu 4 tahun 5 bulan dan jenis kelamin paling banyak

adalah laki-laki.

b. Tingkat pendidikan terakhir paling banyak adalah SMA

c. Status pekerjaan ibu paling banyak adalah Ibu rumah tangga.

2. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang toilet training di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah berpengetahuan baik

(62,2%).

3. Gambaran umum perilaku ibu dalam menerapkan toilet training di RW

02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang adalah berperilaku baik (57,3%).

4. Gambaran umum kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02

Kelurahan Babakan Kota Tangerang menunjukkan masih banyak anak

usia prasekolah yang mengompol (51,2%).


109

5. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet training

dengan kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang (p=0,232).

6. Ada hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan toilet training

dengan kebiasaan mengompol pada anak prasekolah di RW 02 Kelurahan

Babakan Kota Tangerang (p=0,041).

B. Saran

1. Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk

pengembangan keperawatan, khususnya di bidang keperawatan anak dan

diharapkan agar calon perawat dapat langsung terjun ke masyarakat

memberikan penyuluhan berupa seminar dan/atau workshop tentang toilet

training meliputi kesiapan toilet training dan teknik mengajarkan toilet

training.

2. Kelurahan Babakan Kota Tangerang

Hasil penelitian ini diharapkan pemerintah setempat dapat melakukan

skrining lebih lanjut tentang anak-anak yang masih mengompol dan

memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling kepada ibu-ibu yang

memiliki anak usia prasekolah sehingga kebiasaan mengompol anak usia

prasekolah di wilayah RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang dapat

menurun.
110

3. Peneliti Selanjutnya

a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat

mempengaruhi kebiasaan mengompol pada anak usia prasekolah

seperti faktor psikologis anak, faktor emosional anak dan faktor

keluarga. Pada faktor keluarga ini diharapkan tidak hanya meneliti ibu

tetapi angota keluarga lainnya seperti ayah, saudara kandung, kakek-

nenek ataupun pengasuh anak.

b) Diharapkan peneliti selanjutnya, apabila ingin meneliti tentang

perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dapat menggunakan

desain penelitian yang lain seperti quasi-experiment, yakni

memebrikan perlakuan terlebih dahulu kemudian diobservasi

perkembangan anaknya sehingga memberikan hasil yang lebih

bermakna.
DAFTAR PUSTAKA

Amran, Y. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Jakarta :


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012.

Arikunto, S. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ed.rev., cet.14.


Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Aziz, R.U. Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh dengan Kebiasaan Buruk, cet.1.
Solo: Tiga Serangkai, 2006.

Behrman, R.E. dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol.1, ed.15. Jakarta: EGC,
1999.

Chandra, B. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC, 2009.

Daulay, R.S. “Enuresis.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera


Utara Medan, 2008.

Depdiknas. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta: Depdiknas,


2003.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Diagnostic and statistical manual of mental disorders Fourth Edition, Text


Revision (DSM-IV-TR). Elimination Disorders : Enuresis/Encopresis.
Washington DC: American Psychiatric Association (APA), 2000. Artikel
diakses pada 14 Maret 2012 dari http://www.enurse-
careplan.com/2012/01/elimination-disorders.html

Djaali dan Muljono, P. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo,


2007.

Dwijayanti, A. “Hubungan Pengetahuan dan Stimulasi Bahasa oleh Ibu dengan


Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) di Desa
Wonokerto Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak.” Skripsi S1
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang, 2008.

Hidayat, A.A.A. Seri Problem Solving Tumbuh Kembang Anak : Siapa Bilang
Anak Sehat pasti Cerdas 6 Kunci Sukses Mempersiapkan Anak Tumbuh Sehat
dan Cerdas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.
Hidayat, A.A.A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, cetakan ketiga. Jakarta:
Salemba Medika, 2008.

. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data,


cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika, 2008.

Hidayat, I.H. “Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak
Usia Prasekolah/TK di TK Al-Azhar Medan tahun 2010.” Skripsi S1 Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, 2010.

Hull, D. Dasar-dasar Pediatri. Editor Bahasa Indonesia : Yusna, Daulika dan


Hartanto, Huriawati, ed.3. Jakarta: EGC, 2008.

Istijanto. Riset Sumber Daya Manusia : Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-


Dimensi Kerja Karyawan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Kurniawati, Farida dkk. Kejadian “Enuresis (Mengompol)” berdasarkan faktor


Psikologis & Keturunan Pada Anak Usia Prasekolah (4-5 tahun) di TK Sekar
Ratih Krembangan Jaya Selatan Surabaya. 2007. Jurnal dalam Buletin
Penelitian RSU Dr Soetomo Vol 10, No 2, Juni 2008.

Muscari, M.E. Panduan belajar : keperawatan pediatrik, ed.3. Jakarta: EGC,


2005.

Natalia, S. “Pengaruh “Toilet Training” terhadap Kejadian ISK Berulang pada


Anak Perempuan Usia 1-5 Tahun”. Tesis S2 Program Pasca Sarjana Magister
Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan
Anak Universitas Diponegoro Semarang, 2006.

Noer, M.S. Naskah lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI
Kapita selekta ilmu kesehatan anak VI Kuliah Enuresis. Divisi Nefrologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.Soetomo Surabaya. 2006.

Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:


Rineka Cipta, 1997.

. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta,


2003.

. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta,


2007.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan, ed.rev. Jakarta: Rineka Cipta,
2010.

Nursalam. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawatan dan Bidan).
Jakarta: Salemba Medika, 2008.

. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika, 2008.

Nursalam & Pariani, S. Metodologi riset Keperawatan. Jakarta: Infomedika, 2001.

Potter, P.A & Perry, A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik, edisi 4, volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk.
Jakarta: EGC, 2005.

Nursila, R. “Hubungan Pola Asuh dan Pengetahuan Orang tua dengan Anak Usia
Prasekolah terhadap Kebiasaan Mengompol di RW 012 Kelurahan Kemiri
Muka Depok.” Skripsi S1 Fakultas Keperawatan, Universitas Indonesia
Jakarta, 2007.

Schroeder, C.S. Assessment and treatment of childhood problems : a clinician’s


guide, 2nd ed. New York : The Guilford Press, 2002.

Setiadi. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Soetjiningsih & Windiani, I.G.A.T. Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis pada
Anak Taman Kanak-Kanak di Kotamadya Denpasar. Jurnal Penelitian Sari
Pediatri, Vol. 10, No. 3, Oktober 2008 diakses pada tanggal 27 Agustus 2012
dari http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/10-3-2.pdf

Subagyo, Sulasih, A dan Widajati, S. Hubungan antara Motivasi Stimulasi toilet


training oleh Ibu dengan Keberhasilan toilet training pada anak prasekolah
tahun 2008. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Vol.I No.2 April 2010
diakses pada tanggal 17 November 2011 dari
http://www.scribd.com/doc/95136398/Hubungan-Antara-Motivasi-Stimulasi-
Toilet-Training

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta, 2009.

Suherman. Buku Saku Perkembangan anak. Jakarta: EGC, 2000.


Sulistyaningsih, W. Kesiapan Bersekolah Ditinjau Dari Jenis Pendidikan
Prasekolah Anak dan Tingkat Pendidikan Orang tua. Jurnal. Medan: Program
Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2005.
diakses pada tanggal 6 Mei 2012 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15709/1/psi-jun2005-
%20(1).pdf

Sunaryo. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC, 2004.

Supartini, Y. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC, 2004.

Warner, P. Mengajari anak pergi ke toilet. Editor edisi bahasa Indonesia, Surya
Satyanegara. Jakarta: Arean, 2006.

Warga, W. Toilet Training. Student of Journalism Universitas Gunadarma, 2007.


diakses pada tanggal 17 November 2011 dari
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/toilet-training-pada-anak

Wong, D.L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, edisi 6. Jakarta: EGC,
2008.
LAMPIRAN
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet
Training dengan Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah di
RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

Kepada Yth,
Ibu responden
di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,


Saya Sri Fitdiyah Ningsih mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan
melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu
dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol pada
Anak Usia Prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang
tahun 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan perilaku ibu dalam menerapkan toilet training dengan kebiasaan
mengompol (enuresis) pada anak usia prasekolah di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang. Serta sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan
tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan
(S.Kep).
Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar
kiranya ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah
disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan pertanyaan dijawab semua.
Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti.
Atas perhatian dan bantuan ibu sebagai responden saya ucapakan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Apakah ibu bersedia menjadi responden?
YA / TIDAK
Tertanda

(Responden)
Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU DALAM


MENERAPKAN TOILET TRAINING DENGAN KEBIASAAN
MENGOMPOL PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
DI RW 02 KELURAHAN BABAKAN KOTA TANGERANG

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu dalam
menerapkan toilet training dengan kebiasaan mengompol pada anak
usia prasekolah (3-6 tahun) di RW 02 Kelurahan Babakan Kota
Tangerang.

Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban Anda.

A. Identitas/Data Demografi
1. Identitas Orang Tua
No. Responden : (dikosongkan)
Usia : …… tahun
Pendidikan : Perguruan Tinggi SMP Tidak Sekolah
SMA SD
Pekerjaan : PNS Wiraswasta
Karyawan Ibu Rumah Tangga
dll ( ........................................... )
Status : Apa hubungan Anda dengan anak ?
Ibu Kandung Wali Pengasuh
2. Identitas Anak
Tanggal Lahir :
Usia : …… bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Sebelum Anda mengisi kuesioner, jawablah pertanyaan di bawah ini :
1. Apakah anak ibu sedang menderita penyakit saluran kemih seperti
kelainan ginjal atau infeksi pada alat kelaminnya saat ini ?
Ya Tidak
2. Apakah anak ibu sedang menjalankan pengobatan terhadap
penyakitnya tersebut saat ini ?
Ya Tidak

B. Pengetahuan tentang Toilet Training


Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah
disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
Contoh :
Benar Salah Bukan Benar Salah
√ X

Diisi
No. Pernyataan Benar Salah oleh
peneliti
B.1. Mengompol pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) masih
dianggap sebagai hal yang wajar.
B.2. Mengompol dapat diatasi dengan latihan buang air kecil secara
teratur sejak usia 1-6 tahun.
B.3. Latihan buang air kecil disebut pula dengan istilah toilet training.
B.4. Toilet training adalah usaha untuk melatih anak melakukan buang
air kecil secara mandiri ke toilet.
B.5. Saya mulai melatih anak saya untuk pergi ke toilet saat anak
berusia 3-4 tahun.
B.6. Kegagalan toilet training dapat menyebabkan gangguan
psikologis pada anak seperti keras kepala.
B.7. Anak usia 3-6 tahun belum mampu menahan buang air kecil
selama 2 jam.
Diisi
No. Pernyataan Benar Salah oleh
Peneliti
B.8. Anak usia 3-6 tahun sudah dapat mengatakan “pipis” jika ingin
buang air kecil.
B.9. Keuntungan latihan buang air kecil ini dapat membuat anak
mengetahui fungsi alat kelaminnya.
B.10. Saya tidak harus menunggui anak saya dalam melakukan buang
air kecil di toilet.
B.11. Anak usia 3-6 tahun sudah mampu membuka pakaiannya sendiri
ketika ingin buang air kecil.
B.12. Saya melatih anak buang air kecil di toilet lebih dari 10 menit.

C. Perilaku Dalam Menerapkan Toilet Training


Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah
disediakan sesuai dengan pendapat Anda.
Diisi
Kadang Tidak
No. Pernyataan Selalu Sering Jarang oleh
-kadang Pernah
peneliti
C.1. Apakah anda membiarkan anak
anda mengompol di malam hari
karena kasihan jika dibangunkan ?
C.2. Apakah anda mengajari anak anda
untuk berkata “pipis” jika ingin
buang air kecil ?
C.3. Apakah anda menggunakan media
seperti boneka untuk melatih anak
anda buang air kecil di toilet ?
Diisi
Kadang Tidak
No. Pernyataan Selalu Sering Jarang oleh
-kadang Pernah
peneliti
C.4. Apakah anda memarahi anak anda
jika ketahuan mengompol di
tempat tidur ?
C.5. Apakah anda mengajak anak anda
ke toilet jika ingin buang air kecil
?
C.6. Apakah anda memakaikan celana
yang sulit dilepas kepada anak
anda seperti celana jeans, celana
ketat dll ?
C.7. Apakah anda membiarkan anak
anda mengompol karena anda
menganggap bahwa mengompol
adalah hal yang wajar ?
C.8. Apakah anda membiarkan anak
anda buang air kecil bukan di
toilet ?
C.9. Apakah anda mengingatkan anak
anda pergi ke toilet jika ingin
melakukan buang air kecil ?
C.10 Apakah anda menyuruh anak anda
. melakukan rutinitas seperti cuci
tangan, cuci kaki, cuci muka saat
bangun tidur dll di kamar mandi ?
C.11 Apakah anda tetap memakaikan
. popok/diapers setiap hendak tidur
meskipun usianya sudah lebih dari
4 tahun, karena anda enggan
melihat dia mengompol ?
D. Kebiasaan Mengompol
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan
jawaban Anda.

1. Apakah saat ini anak anda masih mengompol ?


Ya Tidak

Jika menjawab “YA”, silahkan menjawab pertanyaan ini :


Berapa kali anak anda mengompol dalam seminggu ? ….. x/minggu

Jika menjawab “TIDAK”, silahkan melanjutkan menjawab pertanyaan di


bawah ini !

Dalam 6 bulan terakhir, apakah anak anda :


2. Pada malam hari, anak mengompol karena tidurnya terlalu pulas sehingga
sulit dibangunkan ?
Ya Tidak
3. Apakah selain malam hari, anak anda mengompol pada siang hari ?
Ya Tidak
4. Apakah anak anda memakai popok/diapers ?
Ya Tidak
5. Apakah anda menjumpai seprai kasur basah oleh genangan air kencing
anak setelah anak bangun tidur ?
s Ya Tidak
Hasil Pengolahan Data Responden di RW 02 Kelurahan Babakan
Kota Tangerang

A. Karakteristik Responden
1. Usia Ibu
Frequencies
Usia Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21 1 1.2 1.2 1.2
22 2 2.4 2.4 3.7
23 1 1.2 1.2 4.9
24 5 6.1 6.1 11.0
25 2 2.4 2.4 13.4
26 2 2.4 2.4 15.9
27 3 3.7 3.7 19.5
28 3 3.7 3.7 23.2
29 2 2.4 2.4 25.6
30 8 9.8 9.8 35.4
31 6 7.3 7.3 42.7
32 10 12.2 12.2 54.9
33 5 6.1 6.1 61.0
34 4 4.9 4.9 65.9
35 6 7.3 7.3 73.2
36 3 3.7 3.7 76.8
37 1 1.2 1.2 78.0
38 3 3.7 3.7 81.7
39 4 4.9 4.9 86.6
41 2 2.4 2.4 89.0
42 3 3.7 3.7 92.7
43 1 1.2 1.2 93.9
45 3 3.7 3.7 97.6
52 1 1.2 1.2 98.8
53 1 1.2 1.2 100.0
Total 82 100.0 100.0
Statistics
Usia Ibu
N Valid 82
Missing 0
Mean 32.88
Median 32.00
Mode 32
Std. Deviation 6.470
Range 32
Minimum 21
Maximum 53

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia Ibu 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error

Usia Ibu Mean 32.88 .714

95% Confidence Interval for Lower Bound 31.46


Mean Upper Bound 34.30
5% Trimmed Mean 32.60

Median 32.00

Variance 41.861

Std. Deviation 6.470


Minimum 21

Maximum 53

Range 32

Interquartile Range 7
Skewness .690 .266
Kurtosis .814 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Usia Ibu .103 82 .031 .962 82 .016

a. Lilliefors Significance Correction

2. Tingkat Pendidikan Ibu


Frequencies
Statistics
Tingkat Pendidikan

N Valid 82

Missing 0

Tingkat Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 11 13.4 13.4 13.4

SMP 25 30.5 30.5 43.9

SMA 40 48.8 48.8 92.7


Perguruan Tinggi 6 7.3 7.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
Tingkat Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 36 43.9 43.9 43.9

Tinggi 46 56.1 56.1 100.0


Total 82 100.0 100.0

3. Status Pekerjaan Ibu

Frequencies

Statistics
Status Pekerjaan

N Valid 82

Missing 0

Status Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ibu Rumah Tangga 57 69.5 69.5 69.5

Karyawan 17 20.7 20.7 90.2

Wiraswasta 3 3.7 3.7 93.9

PNS 2 2.4 2.4 96.3

Dan lain-lain 3 3.7 3.7 100.0


Total 82 100.0 100.0

Status Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 57 69.5 69.5 69.5

Bekerja 25 30.5 30.5 100.0


Total 82 100.0 100.0
4. Usia Anak
Usia Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 36 16 19.5 19.5 19.5

37 1 1.2 1.2 20.7

38 2 2.4 2.4 23.2

41 1 1.2 1.2 24.4


42 3 3.7 3.7 28.0

43 2 2.4 2.4 30.5

48 14 17.1 17.1 47.6

53 3 3.7 3.7 51.2

54 3 3.7 3.7 54.9


55 2 2.4 2.4 57.3

56 3 3.7 3.7 61.0


57 1 1.2 1.2 62.2

58 2 2.4 2.4 64.6

60 9 11.0 11.0 75.6

61 1 1.2 1.2 76.8


63 1 1.2 1.2 78.0

64 1 1.2 1.2 79.3

65 1 1.2 1.2 80.5

68 2 2.4 2.4 82.9

72 14 17.1 17.1 100.0


Total 82 100.0 100.0

Statistics
Usia Anak

N Valid 82

Missing 0
Mean 52.72
Median 53.00
Mode 36
Std. Deviation 12.600
Range 36
Minimum 36
Maximum 72
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


Usia Anak 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error

Usia Anak Mean 52.72 1.391

95% Confidence Interval for Lower Bound 49.95


Mean Upper Bound 55.49

5% Trimmed Mean 52.58

Median 53.00
Variance 158.748

Std. Deviation 12.600


Minimum 36

Maximum 72

Range 36

Interquartile Range 19

Skewness .144 .266


Kurtosis -1.207 .526

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Usia Anak .122 82 .004 .905 82 .000

a. Lilliefors Significance Correction


5. Jenis Kelamin Anak

Statistics
Jenis Kelamin Anak

N Valid 82

Missing 0

Jenis Kelamin Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 44 53.7 53.7 53.7

Perempuan 38 46.3 46.3 100.0


Total 82 100.0 100.0
B. Hasil Analisis Univariat
1. Pengetahuan Ibu tentang Toilet training

Statistics
Pengetahuan Ibu tentang
Toilet training

N Valid 82

Missing 0
Mean 8.12
Median 8.00
Mode 7
Std. Deviation 1.477
Range 8
Minimum 3
Maximum 11

Pengetahuan Ibu tentang Toilet training

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3 1 1.2 1.2 1.2

5 1 1.2 1.2 2.4

6 5 6.1 6.1 8.5

7 24 29.3 29.3 37.8

8 18 22.0 22.0 59.8


9 19 23.2 23.2 82.9

10 9 11.0 11.0 93.9

11 5 6.1 6.1 100.0


Total 82 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan Ibu tentang 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%


Toilet training
Descriptives
Statistic Std. Error

Pengetahuan Ibu tentang Mean 8.12 .163


Toilet training 95% Confidence Interval for Lower Bound 7.80
Mean Upper Bound 8.45

5% Trimmed Mean 8.13


Median 8.00

Variance 2.182

Std. Deviation 1.477

Minimum 3
Maximum 11

Range 8

Interquartile Range 2

Skewness -.215 .266


Kurtosis .762 .526

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pengetahuan Ibu tentang .154 82 .000 .936 82 .001


Toilet training

a. Lilliefors Significance Correction


Pengetahuan Ibu tentang Toilet training
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 31 37.8 37.8 37.8

Baik 51 62.2 62.2 100.0


Total 82 100.0 100.0

2. Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training

Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 33 1 1.2 1.2 1.2

34 1 1.2 1.2 2.4


35 1 1.2 1.2 3.7

36 2 2.4 2.4 6.1

37 5 6.1 6.1 12.2

38 1 1.2 1.2 13.4

39 1 1.2 1.2 14.6


40 3 3.7 3.7 18.3

41 10 12.2 12.2 30.5

43 10 12.2 12.2 42.7

44 5 6.1 6.1 48.8


45 4 4.9 4.9 53.7

46 4 4.9 4.9 58.5

47 15 18.3 18.3 76.8

48 5 6.1 6.1 82.9

49 5 6.1 6.1 89.0


50 3 3.7 3.7 92.7

51 4 4.9 4.9 97.6

52 2 2.4 2.4 100.0


Total 82 100.0 100.0
Statistics
Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet
training
N Valid 82

Missing 0
Mean 44.24
Median 45.00
Mode 47
Std. Deviation 4.542
Range 19
Minimum 33
Maximum 52

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Perilaku Ibu dalam 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%


Menerapkan Toilet training

Descriptives
Statistic Std. Error

Perilaku Ibu dalam Mean 44.24 .502


Menerapkan Toilet training 95% Confidence Interval for Lower Bound 43.25
Mean Upper Bound 45.24

5% Trimmed Mean 44.38


Median 45.00
Variance 20.631

Std. Deviation 4.542

Minimum 33

Maximum 52
Range 19

Interquartile Range 6

Skewness -.460 .266


Kurtosis -.459 .526
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Perilaku Ibu dalam .143 82 .000 .961 82 .015


Menerapkan Toilet training

a. Lilliefors Significance Correction

Statistics
Perilaku Ibu dalam Menerapkan
Toilet training

N Valid 82

Missing 0

Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang Baik 35 42.7 42.7 42.7


Baik 47 57.3 57.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
3. Kebiasaan Mengompol pada Anak Usia Prasekolah

Statistics
Kebiasaan Mengompol Anak

N Valid 82

Missing 0

Kebiasaan Mengompol Anak

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Mengompol 42 51.2 51.2 51.2
Tidak Mengompol 40 48.8 48.8 100.0
Total 82 100.0 100.0
C. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Toilet training dengan Kebiasaan
Mengompol pada Anak Usia Prasekolah

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan Ibu tentang 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%


Toilet training * Kebiasaan
Mengompol Anak

Pengetahuan Ibu tentang Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak Crosstabulation


Kebiasaan Mengompol Anak

Tidak
Mengompol Mengompol Total

Pengetahuan Ibu Kurang Baik Count 19 12 31


tentang Toilet % within Pengetahuan Ibu 61.3% 38.7% 100.0%
training tentang Toilet training

Baik Count 23 28 51

% within Pengetahuan Ibu 45.1% 54.9% 100.0%


tentang Toilet training
Total Count 42 40 82

% within Pengetahuan Ibu 51.2% 48.8% 100.0%


tentang Toilet training

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.023a 1 .155
Continuity Correctionb 1.427 1 .232
Likelihood Ratio 2.037 1 .154
Fisher's Exact Test .178 .116
Linear-by-Linear Association 1.999 1 .157
N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.12.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pengetahuan 1.928 .777 4.784


Ibu tentang Toilet training
(Kurang Baik / Baik)
For cohort Kebiasaan 1.359 .900 2.052
Mengompol Anak =
Mengompol
For cohort Kebiasaan .705 .424 1.172
Mengompol Anak = Tidak
Mengompol
N of Valid Cases 82

2. Hubungan Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training dengan


Kebiasaan Mengompol (Enuresis) pada Anak Usia Prasekolah

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Perilaku Ibu dalam 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%


Menerapkan Toilet training *
Kebiasaan Mengompol Anak
Perilaku Ibu dalam Menerapkan Toilet training * Kebiasaan Mengompol Anak Crosstabulation
Kebiasaan Mengompol Anak

Tidak
Mengompol Mengompol Total

Perilaku Ibu dalam Kurang Baik Count 23 12 35


Menerapkan Toilet % within Perilaku Ibu dalam 65.7% 34.3% 100.0%
training Menerapkan Toilet training

Baik Count 19 28 47

% within Perilaku Ibu dalam 40.4% 59.6% 100.0%


Menerapkan Toilet training
Total Count 42 40 82

% within Perilaku Ibu dalam 51.2% 48.8% 100.0%


Menerapkan Toilet training

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.135a 1 .023
Continuity Correctionb 4.173 1 .041
Likelihood Ratio 5.202 1 .023
Fisher's Exact Test .028 .020
Linear-by-Linear Association 5.072 1 .024
N of Valid Cases 82

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.07.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku Ibu 2.825 1.138 7.011


dalam Menerapkan Toilet
training (Kurang Baik / Baik)
For cohort Kebiasaan 1.626 1.066 2.478
Mengompol Anak =
Mengompol
For cohort Kebiasaan .576 .344 .964
Mengompol Anak = Tidak
Mengompol
N of Valid Cases 82

Anda mungkin juga menyukai