Anda di halaman 1dari 53

1

KASUS

Seorang bayi perempuan berusia 0 hari datang ke unit gawat darurat


dengan keluhan sesak nafas.

RESUME

Step II

Keluhan Utama : Sesak nafas

Step III

Postnatal Asfiksia
- HMD
- TTN
- MAS
- TOF

Sesak
Nafas
Infeksi
Metabolik
- Pneumoni
- Anemia Neonatus
- Sepsis
2

Step IV

1. Postnatal Asfiksia

A. Penyakit Membran Hialin


1) Definisi
PMH disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) tipe 1, yaitu
gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat
setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping
hidung, grunting, tipe pernapasan dispnea/takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48–96 jam pertama
kehidupan akibat kurangnya surfaktan . 1
2) Epidemiologi
Data mengenai penyebab angka kematian bayi yang tinggi dengan
PMH di negara berkembang sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan
Fidanovski et al. menunjukkan bahwa faktor risiko kematian bayi dengan
PMH yang menggunakan ventilasi mekanik adalah air-leak syndrome,
berat badan lahir ≤1,5 kg, dan bronchopulmonary dysplasia (Fidanovski et
al., 2005). Penelitian lain yang serupa menunjukkan bahwa usia kehamilan
<30 minggu, presentasi bokong dan skor APGAR 5 menit ≤7 merupakan
faktor risiko kematian bayi PMH . 1
Insidensi PMH pada bayi prematur sebesar 60-80% pada bayi
kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi
kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur.
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia
kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari satu fetus, kelahiran
dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat. Pada ibu diabetes,
terjadi penurunan kadar protein surfaktan yang menyebabkan terjadinya
disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya ketuban
untuk waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stres pada fetus
seperti ibu dengan hipertensi dan drug abuse, atau adanya infeksi
kongenital kronik. 1
3

Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau


bayi kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi
paru dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
Insidensinya berkurang pada pemberian steroid/thyrotropin releasing
hormon pada ibu . 1
3) Etiologi dan Patofisiologi
PMH disebabkan oleh penurunan fungsi dan pengurangan jumlah
surfaktan. Surfaktan sendiri merupakan kompleks lipoprotein yang terdiri
dari fosfolipid seperti lechitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan
apoprotein yang disintesis oleh sel epitelial alveolar tipe II dan sel Clara
yang semakin banyak jumlahnya seiring dengan umur kehamilan yang
bertambah. Komponen-komponen ini selanjutnya disimpan di dalam sel
alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam alveoli untuk mengurangi
tegangan permukaan dan mencegah kolaps paru sehingga membantu
mempertahankan stabilitas alveolar. Kadar surfaktan matur muncul
sesudah umur kehamilan 35 minggu. Namun, jika bayi terlahir dalam
keadaan prematur, maka fungsi ini tidak dapat berjalan dengan baik.
Adanya imaturitas paru pada bayi prematur dan jumlah surfaktan yang
dihasilkan dan dilepaskan tidak mencukupi kebutuhan saat lahir
menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara perbatasan gas
alveolus dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang.
Pada keadaan ini, bayi berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan
tetap tidak terisi gas di antara upaya pernapasan sehingga bayi menjadi
semakin berat untuk bernapas dan terjadi hipoventilasi . 1
Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan pada bayi prematur
yang mempunyai unit saluran pernapasan yang masih kecil dan dinding
dada lemah dapat menimbulkan atelektasis, hipoksia, hingga
menyebabkan gagal napas. Penyakit membran hialin disebabkan oleh
adanya atelektasis dari tiga faktor yang saling berhubungan; a) tegangan
permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak optimal dan
defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit
4

pernapasan yang masih kecil, dan c) dinding dada bayi yang masih lemah .
1

Gambar 1. Patogenesis Gagal Napas(1)


5

Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum


berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pada
bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, terjadi kelemahan compliance
dinding dada, dan otot-otot pernafasan sehingga terjadi kolaps alveolar.
Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau
di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan
asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel
pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun. Hipertensi paru
yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan duktus
arteriosus memperburuk hipoksemia. Aliran darah paru yang awalnya
menurun dapat meningkat karena berkurangnya resistensi vaskuler paru
dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan permeabilitas vaskuler,
aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan protein di
interstitial dan rongga alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat
menginaktivasi surfaktan. Berkurangnya functional residual capacity
(FRC) dan penurunan compliance paru merupakan karakteristik PMH.
Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi surfaktan, sementara beberapa
terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC. Sebagai respon, bayi prematur
1
mengalami grunting yang memperpanjang ekspirasi.

Gambar 2. Pembentukan Membran Hialin(1)


6

4) Manisfestasi Klinis
Terdapat dua bentuk manifestasi klinis PMH: bentuk akut dan
kronis. Pada bentuk akut gejala klinis mulai kelihatan pada beberapa jam
setelah bayi lahir, terutama dispnea dan takipnea (pernapasan lebih
60x/menit), retraksi dinding dada dan merintih, seterusnya meningkat
dalam 48–72 jam pertama, keadaan ini akan tetap bertahan sampai kira-
kira satu minggu, kemudian menurun dan hilang. Pada bentuk kronis
kesulitan bernapas baru dijumpai setelah 24–36 jam kelahiran, ditandai
dengan sesak nafas, sianosis dan apnea. Gejala ini terlihat jelas pada hari
ke 4–7 dan menetap dalam 2–3 minggu. 1
Pada kedua bentuk gambaran ini atelektasis merupakan bentuk
patologi utama paru. Dengan adanya atelektasis paru, terjadilah penurunan
volume dada, secara fisik terlihat adanya konkafitas yang nyata di daerah
aksila, daya regang rongga dada menurun, sehingga pada saat inspirasi
terlihat jelas adanya retraksi di daerah interkostal dan supraternal. Pada
saat ekspirasi dibutuhkan tenaga yang lebih besar, karena pengembangan
paru yang tidak merata, udara terperangkap di bagian distal, sedangkan
jalan udara tertutup karena kolaps, sehingga tekanan ekspirasi yang besar
ini menyebabkan bising ekspirasi yang khas yakni merintih . 1
Pada pemeriksaan terlihat bayi mengalami dispnea dan takipnea.
Secara klinis gejala lain yang dapat diamati adanya bradikardi, hipotensi,
hipotermi, tonus otot menurun dan apnea. Terjadinya sianosis karena
menurunnya oksigen yang diambil oleh paru dengan atelektasis. Dengan
berkurangnya oksigen maka terjadi asidosis yang mengakibatkan
meningkatnya frekuensi pernapasan. Menurunnya perfusi jaringan
menyebabkan kulit dan selaput lendir berwarna pucat. Pada keadaan berat
terjadi apnea yang berakibat fatal . 1
Tanda dari PMH muncul beberapa menit sesudah lahir, namun
biasanya baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan
menjadi cepat dan dangkal (60x/menit). Bila didapatkan onset takipnea
yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain. Beberapa pasien
7

membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres


pernafasan awal yang berat . 1
Pada bayi dengan PMH ditemukan takipnea, grunting, retraksi
intercostal dan subcostal, dan pernafasan cuping hidung. Sianosis
meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap oksigen. Suara nafas
dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan pada
inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada basis
paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan
dispnea. Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh
akan turun, terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting
berkurang atau hilang seiring memburuknya penyakit. Apnea dan
pernafasan iregular muncul saat bayi lelah, dan merupakan tanda perlunya
intervensi segera. Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis
metabolik, edema, ileus, dan oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea
atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang cepat dari
penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan
kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak
dalam 3 hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi,
keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32–33 minggu
kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggu kehidupan.
Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26–28 minggu) biasanya
memerlukan ventilasi mekanik. Perbaikan ditandai dengan diuresis
spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar oksigen lebih rendah.
Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari
kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara
alveoli (emfisema interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau
intraventrikular. Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau
bulan bila terjadi bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita
dengan ventilasi mekanik (PMH berat). 1
8

5) Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis harus dicari faktor risiko meliputi: usia
kehamilan yang preterm, ibu diabetes melitus, kehamilan kembar,
seksio cesar, partus presipitatus setelah perdarahan antepartum,
asfiksia pada masa perinatal dan adanya riwayat sebelumnya ibu
yang melahirkan bayi dengan PMH.2
b. Pemeriksaan Fisik
Bayi kurang bulan berdasarkan New Ballard Score disertai
sianosis pada udara kamar, napas cuping hidung, takipnea,
merintih dan retraksi dinding dada yang dijumpai dalam 24 jam
pertama kehidupan dan bisa menetap atau menjadi progresif dalam
48-96 jam pertama . Terkadang ditemukan hipotensi, hipotermia,
edema perifer, edema paru. Perjalanan klinis bervariasi sesuai
dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan
derajat dari pirau PDA. 2
c. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, HCT
dan gambaran darah tepi tidak menunjukan tanda-tanda
infeksi. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan
hipoksemia, dan pada keadaan lanjut ditemukan hipoksemia
progresif, hipercarbia dan asidosis metabolik yang bervariasi. 2
- Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA
dan menentukan arah dan derajat pirau. Juga berguna untuk
mendiagnosa hipertensi pulmonal dan menyingkirkan
kemungkinan adanya kelainan struktural jantung. 2
- Tes kocok (shake test)
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok.
Aspirat lambung diambil melalui nasogastrik tube pada
9

neonatus sebanyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml alkohol 96


%, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama
15 detik dan didiamkan selama 15 menit. Pembacaan:
a. Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko
terjadi PMH
b. +1: gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 %
resiko terjadi PMH
c. +2: gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung
d. +3: gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan
beberapa gelembung pada dua deret
e. +4: gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh
permukaan neonatus matur. 2
- Amniosentesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya PMH, antara lain
mengukur konsentrasi lechitin dari cairan amnion dengan
melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio
lechitin-spingomielin. 2
- Radiologi
Gambaran radiologis menunjukkan kekeruhan granular
halus (atelaktasis difus) di kedua bidang paru dan bronkogram
udara (bronkus berisi udara tampak nyata terhadap paru yang
atelektasis). Paru yang buram akan susah untuk membedakan
antara batas paru dan siluet jantung pada penyakit berat15
disebut “whiteout” yakni tekstur kekeruhan paru
“reticulogranular”, penurunan ekspansi paru, penipisan
pembuluh paru yang normal, udara bronkogram hingga padat,
konsolidasi paru simetris bilateral. 2
Berdasarkan pemeriksaan radiologi, menurut kriteria
Bomsel terdapat 4 stadium PMH yaitu:
10

1) Stadium I : terdapat sedikit bercak retikulogranular dan


sedikit bronkogram udara
2) Stadium II: bercak retikulogranular homogen pada kedua
lapangan paru dan gambaran air bronkogram udara lebih jelas
dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru
3) Stadium III: kumpulan alveoli yang kolaps bergabung
sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opak dan bayangan
jantung hampir tak terlihat, bronkogram udara lebih luas; batas
jantung kabur
4) Stadium IV: kolaps seluruh lapangan paru (white lung) 2

Gambar 3. Grade Penyakit Membran Hialin(2)

- Tes Apung Paru


Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica),
dikerjakan untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah
hidup. Untuk melakukan test ini syaratnya mayat harus segar.
11

Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada


dalam satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh
diikat. Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi
air. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri
maupun yang kanan. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila
terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-masing lobus, kanan
terdapat 5 lobus, kiri 2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut,
catat mana yang tenggelam, mana yang terapung. Lobus yang
terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan
ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.
Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil tersebut. Bila terapung,
letakan potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan
dengan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.
Bila terapung berarti tes apung positif, paru-paru mengandung
udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian
yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan parsial, bayi tetap
pernah dilahirkan hidup. 2
6) Diagnosis Banding
a. Pneumonia Neonatal
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup
B kurang bisa dibedakan dengan HMD. Pada pneumonia yang
muncul saat lahir, gambaran rontgen dada dapat identik dengan
HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung
atau trakhea, dan apus buffy coat. Tes urin untuk antigen
streptococcus positif, serta adanya neutropenia .3
b. Transient Tachypnea of The Newborn
Takipnea sementara dapat disingkirkan karena gejala
klinisnya pendek dan ringan. Hiperaerasi adalah ciri khas TTN
(kebalikan dari RDS–hipoaerasi). Densitas retikulogranular
bilateral akan hilang bilang diberi ventilasi, sementara pada RDS
gambaran opak menetap minimal 3–4 hari . 3
12

c. Sindroma Aspirasi Mekonium


Pada sindroma aspirasi mekonium terlihat adanya air
trapping, gambaran opak noduler kasar difus, serta area emfisema
fokal. Berbeda dengan gambaran opak granuler halus pada RDS.
Paru-paru biasanya hiperaerasi . 3

B. TTN (Transient Tachypnea of the Newborn)


1) Definisi

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) = Transient


Respiratory Distress of the Newborn (TRDN) = Wet lung adalah suatu
penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup
bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir akibat gangguan
penyerapan cairan di alveoli dan hilang dengan sendirinya dalam waktu
3-5 hari. TTN pertama kali di diskripsikan oleh Avery pada tahun 1966.4

2) Epidemiologi

Angka kejadian sekitar 1-2 % kelahiran hidup. Kejadianya lebih


banyak pada bayi lahir dengan operasi Caesar dibandingkan dengan lahir
spontan . Bayi baru lahir dengan TTN umumnya gangguannya terbatas
tanpa morbiditas yang signifikan. Bayi dengan TTN baru lahir yang
mebaik selama periode 24-72-jam . Tidak ada predileksi ras telah
dilaporkan. Risiko pria lebih banyak dibandingkan wanita 4

3) Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko terjadinya TTN baik pada bayi, orang tua
maupun proses persalinan antara lain : Bayi dilahirkan secara operasi
Caesar, makrosomia, bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
penyakit asma , diabetes mellitus dan pengaruh sedasi , asfiksia perinatal,
Tidak adanya Phosphatidylglycerol pada cairan amnion, bayi laki-laki 4
13

4) Patofisiologi

Segerah setelah janin lahir dan mulai menarik napas terjadi inflasi
paru yang mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolik yang
menyebabkan cairan berpindah ke interstitial. Volume darah paru juga
meningkat pada saat bayi menarik napas,tetapi cairan dalam paru belum
mulai berkurang sampai 30-60 menit post natal dan lengkap diabsorbsi
dalam 24 jam.4

Cairan dalam lumen paru mengandung protein kurang dari 0,3


mg/ml, cairan dalam interstitial paru mengandung protein kurang lebih 30
mg/ml. Perbedaan kandungan protein ini menyebabkan perbedaan
tekanan osmotic lebih dari 10 cm H2O, yang mengakibatkan cairan
berpindah dari lumen ke interstitial. Peningkatan aktivitas Na-K, ATP ase
epitel paru selama proses persalinan menyebabkan peningkatan absorbsi
cairan ke interstitial. Masuknya udara ke paru saat menarik napas tidak
hanya mendorong cairan ke interstitial tetapi juga mengakibatkan tekanan
hidrostatistik dalam sirkulasi paru menurun dan meningkatkan aliran
darah paru sehingga secara keseluruhan akan meningkatkan luas
permukaan vascular yang efektif untuk mendrainase cairan. Pernapasan
spontan juga akan menurunkan tekanan intra thorakal sehingga
menurungkan tekanan vena sistemik yang akhirnya meningkatkan
drainase melalui system limfe. Volume cairan yang meningkat
menyebabkan penurunan fungsi paru-paru dan meningkatkan resistensi
saluran napas menyebabkan takipnea dan retraksi dinding dada.
Pulmonary immaturity, beberapa penelitian mencatat bahwa derajat
ringan imaturitas paru merupakan faktor utama dalam penyebab TTN.
Para penulis menemukan rasio L-S matang tanpa fosfatidilgliserol
(Adanya fosfatidilgliserol mengindikasikan selesai pematangan paru).
Bayi yang lahir dengan usia kehamilan 36 minggu resiko lebih tinggi
kena TTN dibandingkan dengan usia 38 minggu. Kekurangan surfaktan
14

ringan. Salah satu penelitian kekurangan surfaktan ringan merupakan


penyebab terjadinya TTN.4

5) Gejala Klinis

Gejala klinis pada pasien TTN biasanya mirip dengan gejala


distress respiratory antara lain: Takipnea (>60 kali/menit), retraksi
pada dada, sianosis, merintih, terlihat nafas cuping hidung. Takipnu ini
bersifat sementara dimana penyembuhan biasa terjadi dalam 48-72 jam
setelah kelahiran.4

6) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien TTN dapat dilakukan


pemeriksaan lecithin–sphingomyelin ratio ( Rasio L-S mature ) , tidak
adanya fosfatidilgliserol dalam cairan ketuban dapat membantu untuk
menentukan kematangan paru, Analisis Gas Darah biasanya akan
memperlihatkan hipoksia ringan. Hipokarbia biasanya didapatkan. Jika
ada, hipokarbia biasanya ringan (PCO2 >55 mm Hg). Extreme
hypercarbia sangat jarang, namun jika terjadi, merupakan indikasi
untuk mencari penyebab lain. Differensial Count adalah normal pada
TTN, tapi sebaiknya dilakukan untuk menentukan apakah terdapat
proses infeksi. Nilai hematokrit akan menyingkirkan polisitemia. Urine
and serum antigen test dapat membantu menyingkirkan infeksi
bakteri.4

7) Gambaran Radiologi

Pemeriksaan radiologi pada pasien yang mengalami distress


pernapasan pada bayi lahir; foto thorax dan pemeriksaan
ultrasonografi. Pada pasien TTN biasanya dengan foto thorax
ditemukan berupa hiperinflasi kedua paru, garis prominen di perihiler,
Pembesaran jantung ringan hingga sedang, Diafragma datar, dapat
dilihat dari lateral, Cairan di fisura minor dan perlahan akan terdapat di
15

ruang pleura. Prominent pulmonary vascular markings. kelainan


tersebut bersifat sementara dan pada pemeriksaan foto thorax evaluasi
sudah membaik dalam 3-5 hari. Apabila dicurigai adanya kelainan
congenital di jantung dilakukan pemeriksan echocardiografi.4

8) Diagnosis Banding

Diagnosis banding Transient Tachypnea of the Newborn antara lain


; Pneumonia/sepsis. Jika neonatus mengalami pneumonia atau sepsis,
akan didapat pada riwayat kehamilan ibu tanda-tanda infeksi, seperti
korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan demam. Hialin Membran
Disease biasanya terjadi pada neonates yang premature atau dengan
alasan lain akan tertundanya maturasi paru. Aspirasi Mekonium biasanya
dapat diketahui dari riwayat kehamilan dan persalinan berupa cairan
ketuban berwarna hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda
kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), frekuensi
denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang
rendah , auskultasi: suara nafas abnormal.4

9) Penatalaksanaan

Transient Tachypnea of the Newborn ini bersifat self limiting


disease, sehingga pengobatan yang ditujukan biasanya hanya berupa
pengobatan suportif. Prinsip pengobatannya adalah: Oksigenasi,
Antibiotik. Kebanyakan bayi baru lahir diberi antibiotik berspektrum luas
hingga diagnosis sepsis atau pneumonia disingkirkan. Pemberian
makanan. Jika pernafasan di atas 60 kali per menit, neonatus sebaiknya
tidak diperi makan per oral untuk menghindari risiko aspirasi. Jika
frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali per menit, pemberian makanan
per oreal dapat ditolerir. Jika 60-80 kali per menit, pemberian makanan
harus melalui NGT. Jika lebih dari 80 kali per menit, pemberian nutrisi
intra vena diindikasikan. Cairan dan elektrolit. Status cairan tubuh dan
elektrolit harus dimonitor dan dipertahankan normal.4
16

10) Prognosis

Penyakit ini bersifat sembuh sendiri dan tidak ada risiko


kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik
sejalan dengan mobilisasi cairan dan ini biasanya dikaitkan dengan
diuresis.5

C. Sindrom Aspirasi Mekonium


1) Definisi
Gawat napas yang bersifat sekunder akibat aspirasi
mekonium oleh fetus dalam uterus atau oleh neonatus
selama proses persalinan dan kelahiran.6
2) Patogenesis
Aspirasi mekonium dapat menyebabkan:
 Sumbatan jalan napas
 Inflamasi berat
 Hipertensi paru
 Aktivasi thrombosis.6
3) Faktor Risiko
 Kehamilan lebih bulan
 Hipertensi maternal
 Pre-eklampsia
 Ibu penderita diabetes
 Denyut jantung janin abnormal
 Profil biofisis ≤ 6
 Kecil masa kehamilan
 Korioamnionitis.6
4) Presentasi Klinis
 Air ketuban bercampur mekonium sebelum kelahiran
17

 Pewarnaan kuning/hijau oleh mekonium pada neonatus


setelah lahir.
 Gagal pernapasan yang mengarah pada peningkatan
diameter anteroposterior dada
 Persistent pulmonary hypertension of the newborn
(PPHN).6
5) Pemeriksaan untuk SAM
a. Laboratorium :
 Analisis gas darah
 Kultur darah dan pemeriksaan darah lengkap (CBC).7
b. Pemeriksaan Radiologi
 Rontgen dada: bercak infiltrat, garis kasar pada
kedua bidang paru, hiperinflasi anteroposterior,
dan diafragma lebih datar.7

Gambar 4. Rontgen dada sindrom aspiras mekonium(7)


6) Tatalaksana
a. Prenatal:
18

 Identifikasi kehamilan berisiko tinggi


 Memantau denyut jantung janin selama persalinan.
b. Tatalaksana di ruang bersalin
 Visualisasi pita suara & pengisapan trakea apabila
bayi tidak bernapas.7
c. Tatalaksana Umum Neonatus dengan SAM
 Mengosongkan isi lambung utk menghindari aspirasi
lebih lanjut
 Koreksi abnormalitas metabolik, misalnya hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia dan
hipotermia
 Pemantauan untuk melihat kerusakan pada organ lain
(otak, ginjal, jantung dan hati).7
d. Tatalaksana Pernapasan
 Pengisapan dan vibrasi dada dengan frekuensi yang
sering
 Pulmonary toilet untuk menghilangkan mekonium
residual jika diintubasi
 Cakupan antibiotik (ampicillin dan gentamicin)
 Gunakan CPAP.7
7) Hasil Akhir dan Prognosis
 Angka kematian bisa mencapai 50%
 Bayi yang bertahan hidup mungkin akan menderita
dysplasia bronkopulmonal dan sekuele neurologis.7
19

D. Tetralogy of Fallot
1) Definisi
Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan
sianotik yang terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum
ventrikel (ventricular septal defect, VSD), stenosis infundibulum
ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi
ventrikel kanan, dan overriding aorta. ToF merupakan jenis penyakit
jantung bawaan tersering. Sekitar 3-5% bayi yang lahir dengan
penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF.8
2) Patofisiologi
Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak
normal. Kelainan yang memegang peranan penting adalah stenosis
pulmonal dan VSD. Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan pada
pasien ToF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan
darah bebas mengalir bolak-balik melalui celah ini. Tingkat keparahan
hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan
arah aliran darah pasien ToF. 8
Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan
pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di
sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel
kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang
akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasi
oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan
sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada
duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk
mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala,
tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung pada tingkat
keparahan hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di
ventrikel kanan. 8
3) Manifestasi Klinis
20

Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung pada berbagai


macam manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien ToF.
Seorang pasien dengan stenosis pulmonal ringan mungkin tidak
memiliki gejala apa pun sampai akhir masa kanak-kanak, sementara
pasien dengan stenosis pulmonal berat memiliki kemungkinan lebih
tinggi muncul gejala klinis dalam bulan pertama kehidupan. Bayi
tidak menunjukkan sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang
antara umur 2-6 bulan. Manifestasi klinis paling umum adalah
murmur asimtomatik dan sianosis. Saturasi oksigen arteri bayi ToF
bisa tiba-tiba menurun dengan nyata. Fenomena ini disebut
“hypercyanotic spell”, biasanya merupakan hasil penyempitan secara
mendadak aliran darah ke paru. Serangan dapat terjadi setiap waktu
antara usia 1 bulan dan 12 tahun, terutama terjadi antara bulan ke-2
dan ke-3. Paling sering terlihat setelah bangun tidur, menangis, buang
air besar, dan makan. Serangan ditandai dengan meningkatnya
kecepatan dan kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan sianosis
yang bertambah parah. 8
Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen
berkurang, atau memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak
dapat menjadi mudah lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons
ketika dipanggil, menyusu yang terputus-putus. Anak dengan
hypercyanotic spell akan melakukan gerakan jongkok (squating), agar
aliran darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan sianosis dan
sesak menjadi berkurang. Pada anak ToF, biasanya dijumpai
keterlambatan pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran tubuh
kurus yang tidak sesuai dengan usia anak.8
4) Pemeriksaan fisik
Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF;
desaturasi arteri ringan mungkin tidak menimbulkan sianosis klinis.
Clubbing fingers dapat diamati pada beberapa bulan pertama
kehidupan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif juga jarang
21

ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau ToF


yang dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal. 8
Impuls ventrikel kanan yang lebih kuat mungkin didapatkan
pada palpasi. Systolic thrill bisa didapatkan di perbatasan sternal kiri
bawah. Murmur sistolik grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah
dari ventrikel kanan ke saluran paru. Selama serangan hypercyanotic
spell muncul, murmur menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama
halnya pada ToF dengan atresia paru, tidak akan terdengar murmur
karena tidak ada aliran darah balik ke ventrikel kanan. Aliran darah
yang menuju atau melewati celah antar ventrikel tidak menimbulkan
turbulensi, sehingga biasanya tidak terdengar kelainan auskultasi. 8
Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran
darah di ventrikel kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi
lebih hebat dan murmur lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF
(pink tet) memiliki murmur sistolik yang panjang dan keras dengan
thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan
klik ejeksi aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak
terdengar). Sering pula pasien ToF mengalami skoliosis dan retinal
engorgement. 8
5) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai
peningkatan jumlah eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang
sesuai dengan desaturasi dan stenosis. Oksimetri dan analisis gas
darah arteri mendapatkan saturasi oksigen yang bervariasi, tetapi pH
dan pCO2 normal kecuali pada kondisi tet spell. Oksimetri berguna
pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang tingkat sianotiknya
tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali bila hemoglobin
tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi vaskular sistemik
selama aktivitas, mandi, maupun demam akan mencetuskan pirau
kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia. 8
22

Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi


aksis ke kanan (+120° - +150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua
ventrikel, maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan
yang menonjol terlihat dengan gelombang R besar di sadapan
prekordial anterior dan gelombang S besar di sadapan prekordial
lateralis. 8
Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat menemukan gambaran
jantung berbentuk sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot) dan
penurunan vaskularisasi paru karena berkurangnya aliran darah yang
menuju ke paru akibat penyempitan katup pulmonal paru (stenosis
pulmonal). 8
MRI dapat mengukur volume ventrikel kanan dan kiri, menilai
jalur aliran darah ventrikel kanan, arteri pulmonal, aorta, defek septum
ventrikel. MRI juga dapat menilai stenosis cabang arteri pulmonal
yang berkontribusi dalam menyebabkan insufi siensi pulmonal dan
kolateral aortopulmonal yang dapat menyebabkan overload volume
ventrikel kiri. Hal ini sering dijumpai pada pasien yang disertai atresia
pulmonal. 8
Ekokardiogram sangat membantu mengonfi rmasi diagnosis
dan mengevaluasi beberapa masalah yang terkait dengan ToF.
Pembesaran ventrikel kanan, defek septum ventrikel, overriding aorta,
dan obstruksi saluran ventrikel kanan dapat ditampilkan secara jelas;
dapat ditunjukkan shunting yang melewati VSD dan peningkatan
kecepatan aliran Doppler yang melewati ventrikel kanan. Ukuran
cabang utama arteri pulmonalis dan proksimal serta setiap aliran darah
tambahan lain menuju ke paru dapat dievaluasi, tetapi arteri
pulmonalis bagian distal tidak dapat dengan mudah dilihat oleh
ekokardiogram. 8
Kateterisasi bukan pemeriksaan yang rutin; dapat dilakukan
jika data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan koreksi bedah
tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Penting
23

untuk mendapatkan data saturasi oksigen arteri sistemik dan desaturasi


berhubungan dengan stenosis saluran keluar ventrikel kanan. Tujuan
kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran anulus pulmonal dan
arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran darah ventrikel
kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta menyingkirkan
kemungkinan anomali arteri koroner. Angiografi merupakan bagian
integral dari kateterisasi jantung. Angiografi paru juga harus
dilakukan untuk mengetahui ukuran arteri pulmonalis utama dan
cabang serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya stenosis
cabang arteri pulmonal. Angiografi aorta juga diperlukan untuk
memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk
menyingkirkan adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel
kanan. 8
6) Penatalaksanaan
Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari
tingkat hambatan pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi
kelainan ini, bertujuan meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal.
Prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dapat diberikan untuk
mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi. Dapat
dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif.
Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta
dengan arteri pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-
Taussig shunt, yaitu a. subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-
to-side ke a. pulmonal ipsilateral. Tingkat mortalitas metode ini
dilaporkan kurang dari 1%.8
Dikenal pula modified Blalock-Taussig shunt menggunakan
Goretex graft untuk menghubungkan a. subklavia dengan a pulmonal.
Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara aorta desenden
dengan a.pulmonal. Waterston-Cooley shunt, mirip dengan Potts shunt
yaitu anastomosis side-to-side antara aorta asenden dengan a.
pulmonal. 8
24

Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang


bertujuan menutup defek septum ventrikel, reseksi area stenosis
infundibulum, dan menghilangkan obstruksi aliran darah ventrikel
kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan melakukan operasi
korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus
dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama.
Kapan saat operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih
belum dapat ditentukan. 8

2. Infeksi
A. Pneumonia
1) Pengertian
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi
cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang
kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis
dapat timbul pneumonia lobaris maupun lobularis /
bronchopneumonia).9
2) Etiologi
1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus, Corona virus, Adeno virus, Entero virus
b. ISPA bawah : RSV, Parainfluensa, 1, 2, 3 corona virus, adeno
virus

2. Bakteri Utama
Streptococus pneumoniae, Haemophilus influenza, Staphylococcus
aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis dan pada anak
usia sekolah : Mycoplasma pneumonia
4. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
5. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia
seperti berilium
25

6. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang


mengandung allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang
mengandung spora dare actynomicetes thermofilik.
7. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
8. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
9. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial
pneumonia, eosinofilik pneumonia. 9

Group Penyebab Type Pneumonia


Bacteri Streptococcos pneumonia Pneumonia bacteri
Streptococcus piogenes
Stafilococcus aureus
Klebsiella pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus Legionnaires disease

Aktinomyctes A. Israeli Aktinomikosis pulmonal


Nokardia asteroids Nokardiosis pulmonal

Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis


Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergillus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis

Riketsia Koksiella Burnetty Q Fever

Klamidia Chlamidia psittaci Psitakosis,Ornitosis

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal

Virus Infulensa virus, adenovirus Pneumonia virus


respiratory syncytial
Pneumosistis karini
Protozoa Pneumonia pneumistis
(pneumonia plasma sel)
Tabel 1. Penyebab Pneumonia(9)
3) Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
26

1. Tahap prepatogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi
Virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit
Dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala demam dan
batuk. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan
meninggal akibat pneumonia. 9
4) Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pneumonia secara umum dapat dibagi menjadi:
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit
kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan
gastrointestinal.
2. Gejala umum : demam, sesak napas, nadi berdenyut lebih cepat, dan
dahak berwarna kehijauan seperti karet.
3. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan
frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dam ronki
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada
tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara
napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan,
friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila
efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku
kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat
iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi
mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
5. Tanda infeksi ekstrapulmonal. 9
5) Pemeriksaan Penunjang
27

1. Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini
dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada
bronchopneumonia bercak – bercak infiltrat didapatkan pada satu
atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat
adanya konsosolidasi pada satu atau beberapa lobus. Pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus. Foto rongent dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi pada satu atau beberapa lobus. Foto rongent dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, abses paru,
perikarditis dll. 9
2. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000/mm3dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat
dibiakkan dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urine
biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan
karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin. 9
6) Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan
penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan,
cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. 9
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap
pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai
yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
 Oksigen 1-2 L/menit.
28

 IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500


ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu,
dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. 9

B. SEPSIS
1) Pengertian
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis
dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah
septisemia dan syok septik.6

2) Etiologi
1. Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri
mampu menyebabkan sepsis.
2. Streptococcus grup B merupakan penyebab umum sepsis diikuti
dengan Echerichia coli, malaria, sifilis, dan toksoplasma.
Streptococcus grup A, dan Streptococcus viridans, patogen lainnya
gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan
organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis.
3. Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan.
4. Perawatan antenatal yang tidak memadai.
5. Ibu menderita eklampsia, diabetes melitus.
6. Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan
tindakan.
29

7. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.


8. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasid pada
neonatus. 6
3) Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu :

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam
tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus
rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis.
Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan
toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan
terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan
korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh
bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus
dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat
terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati
jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis,
candida albican dan gonorrea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi
sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir,
selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau
dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat
30

menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat


terjadi melalui luka umbilikus. 6

4) Pathways
31

Gambar 5. Pathways Sepsis(6)

5) Manifestasi Klinis
a Tanda dan Gejala Umum
- Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan
normal.
- Aktivitas lemah atau tidak ada
- Tampak sakit
- Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu. 6
b Sistem Pernafasan
- Dispneu
- Takipneu
- Apneu
- Tampak tarikan otot pernafasan
- Merintik
- Mengorok
- Pernapasan cuping hidung
- Sianosis.
c Sistem Kardiovaskuler
- Hipotensi
- Kulit lembab dan dingin
32

- Pucat
- Takikardi
- Bradikardi
- Edema
- Henti jantung
d Sistem Pencernaan
- Distensi abdomen
- Anoreksia
- Muntah
- Diare
- Menyusu buruk
- Peningkatan residu lambung setelah menyusu
- Darah samar pada feces
- Hepatomegali
e Sistem Saraf Pusat
- Refleks moro abnormal
- Intabilitas
- Kejang
- Hiporefleksi
- Fontanel anterior menonjol
- Tremor
- Koma
- Pernafasan tidak teratur
- High-pitched cry
f Hematologi
- Ikterus
- Petekie
- Purpura
- Pendarahan
- Splenomegali
- Pucat
33

- Ekimosis. 6
6) Pencegahan dan Pengobatan
Pada masa antenatal. Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan
kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit
infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan
segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
- Pada saat persalinan perawatan ibu selama persalinan dilakukan
secara aseptik dalam arti persalinan diperlukan sebagai tindakan
operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal
mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan
melakukan rujukkan secepatnya bila diperlukan dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir. Sesudah persalinan. Perawatan
sesudah lahir mleiputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan
dan perlatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan
sendiri. Perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif
harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aspetik.
Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan
dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah
memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti
disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik semua
personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat.
Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian
antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan
mikrobiologi dan tes resistensi. 6
- Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah
mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan
umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan
nutrisi. Pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif
34

berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah


diperoleh, tidak toksis, dapat menembus sawar darah otak dan dapat
diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin
dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau
sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik
untuk sepsis neonatorum.
- Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
- Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
- Sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagai dalam 2 kali pemberian.
- Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 atau 4 kali
pemberian.
- Eritromisin 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
- Pertahankan kepatenen jalan napas
- Observasi tanda-tanda syok septik
- Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia.6

2. Metabolik
A. Anemia Neonatus
1) Definisi

Penentuan kadar yang kurang dari kisaran normal menurut berat


badan dan usia pasca lahir didefinisikan sebagai anemia. Penurunan
fisiologis kadar hemoglobin terlihat pada bayi cukup bulan pada minggu
ke-8 sampai ke-12 (hemoglobin 11 g/dL) dan kira-kira pada minggu ke-6
pada bayi prematur.9

2) Etiologi dan manifestasi klinis

Anemia pada saat lahir memberikan gejala pucat, gagal jantung


kongenital, atau syok. Biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
35

bayi baru lahir tetapi dapat juga akibat perobekan atau pemotongan tali
pusat selama persalinan, kelainan insersi tali pusat, pengaliran pembuluh
darah plasenta, plasenta previa atau solusio plasenta, tali pusat yang
melilit leher, insisi yang sampai ke plasenta, perdarahan interna (hati,
limpa, atau intrakranial), thalasemia, infeksi parvovirus kongenital, atau
anemia hipoplastik, dan transfusi kembar ke kembar monozigot dengan
sambungan arteriovenosa pada plasenta. 9

Perdarahan transplasenta, berupa perdarahan dari janin ke dalam


sirkulasi ibu, mungkin lebih lazim daripada yang biasanya dikenali, dan
jika tidak berat, biasanya tidak cukup untuk menyebabkan anemia secara
klinis pada saat lahir. Penyebab perdarahan transplasenta belum jelas,
tetapi kejadiannya telah dibuktikan dengan adanya hemoglobin dan sel
darah merah janin yang terdapat dalam jumlah bermakna pada darah ibu
di hari persalinan dengan uji Kleihaur-Betke. 9

Kehilangan darah secara akut biasanya mengakibatkan kegawatan


pada saat lahir, yang pada mulanya dengan kadar hemoglobin normal,
tidak ada hepatosplenomegali, dan syok yang mulainya dini. Sebaliknya,
kehilangan darah yang kronis menimbulkan kepucatan yang mencolok,
kurang mengakibatkan kegawatan, kadar hemoglobin rendah dengan
indeks mikrositik, dan jika berat terjadi gagal jantung kongestif. 9

Anemia yang tampak pada hari-hari pertama sesudah lahir juga


paling sering disebabkan oleh penyakit hemolitik bayi baru lahir.
Penyebab lain adalah penyakit darah pada bayi baru lahir, perdarahan
akibat pengikatan atau pengkleman tali pusat yang tidak benar, sefal
hematom yang besar, perdarahan intrakranium, atau perdarahan
subkapsular karena robekan hati, limpa, adrenal, atau ginjal. Penurunan
yang cepat dari nilai hemoglobin atau hematocrit selama usia beberapa
hari pertama dapat menjadi kunci awal keadaan ini. 9
36

Anemia tertunda pada masa neonatus akhir karena penyakit


hemolitik bayi baru lahir, dengan atau tanpa transfusi tukar atau fototerapi,
bisa ditemukan. Vitamin K (sebagai Synkayvite) dalam dosis besar dapat
menyebabkan anemia pada bayi prematur, yang ditandai dengan adanya
badan badan inklusi (badan Heinz) dalam eritrosit. Anemia hemolitik
kongenital (sferositosis) kadang-kadang muncul selama usia satu bulan,
dan anemia hemolitik nonsferotik herediter telah dijelaskan terjadi selama
masa neonatus akibat defisiensi enzim seperti G-6-PD dan piruvat kinase.
Pengambilan sampel darah berulang-ulang pada bayi sering memerlukan
pemantauan gas dan kimia darah juga dapat menyebabkan anemia. 9

Anemia prematuritas terjadi pada bayi BBLR 1-3 bulan sesudah


lahir, disertai dengan kadar hemoglobin dibawah 7-10 g/dL, dan muncul
dengan manifestasi klinis seperti apnea, pebosit atau adanya koagulasi
intravascular tersebar (diseminata) yang bersamaan. 9

Hipoglikemia sering terjadi pada bayi dengan penyakit hemolitik


isoimun yang berat dan dapat terkait dengan hiperinsulinisme dan
hipertrofi sel-sel pulau pankreas pada bayi ini. 9

3) Data laboratorium

Sebelum pengobatan, uji Coombs direk biasanya positif. Anemia


biasa dijumpai. Hemoglobin darah tali pusat beragam, biasanya
sebanding dengan keparahan penyakit, pada hidrops foetalis,
hemoglobinnya mungkin serendah 3-4 g/dL (30-40 g/dl). Alternatifnya,
walaupun ada hemolysis, hemoglobin bisa berada dalam kisaran normal
karena kompensasi hematopesis sumsum tulang dan ekstramedular.
Pulasan darah biasanya menunjukkan polikromasi dan kenaikan yang
mencolok pada sel darah merah berinti. Hitung retikulosit naik. Angka
sel darah putih biasanya normal tetapi dapat naik, dan mungkin ada
trombositopenia pada kasus yang berat. Bilirubin tali pusat biasanya
37

antara 3 dan 5 mg/dL (51-86 mol/L), hanya kadang-kadang ada


peningkatan yang besar dari bilirubin yang bereaksi direk (terkonjugasi).
Bilirubin yang bereaksi indirek naik dengan cepat ke kadar yang tinggi
pada usia 6 jam pertama. 9

4) Penatalaksanaan

Jika jelas terdapat tanda-tanda klinis anemia hemolitik berat


(pucat, hepatosplenomegali, edema, petekie, atau asites) pada saat lahir,
maka segera dilakukan terapi suportif, stabilisasi suhu, dan pemantauan
sebelum melakukan transfusi tukar, dapat menyelamatkan beberapa bayi
yang terkena berat. Terapi demikian harus meliputi koreksi asidosis
dengan 1-2 mEq/kg natrium bikarbonat, sejumlah kecil tramsfusi sel
darah merah yang cocok untuk memperbaiki anemia, penambahan
volume untuk hipotensi, terutama pada mereka yang menderita hidrops,
dan penyediaan ventilasi bantuan untuk kegagalan pernapasan. 9

ANALISIS MASALAH
1. Identitas Pasien
Nama : By. Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 0 hari
Alamat : Cirebon
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang bayi perempuan datang ke IGD RS dengan keluhan utama
sesak napas. Penderita merupakan rujukan dari Puskesmas Pesisir. Bayi
38

lahir di puskesmas pesisir ditlong oleh bidan pada tanggal 09 oktober 2018
jam 12.30 WIB (3 jam yang lalu) secara spontan letak belakang kepala
dengan BBL 1400 gram, PBL 40 cm, bayi tidak langsung menangis, apgar
score menit pertama 3, menit kelima 5. Bayi telah mendapat suntikan
vitamin K1 setelah lahir. Lahir dari ibu P3A0 usia kehamilan 33-34
minggu dengan hipertensi dalam kehamilan.
PENYAKIT DAHULU RIWAYAT
Ibu mempunyai riwayat hipertensi sejak usia kehamilan 20 minggu
dengan proteinuria (-). Tekanan darah tertinggi 150/80 mmHG, ibu
mengonsumsi obat nifedipin secara rutin. Ibu sempat mengalami demam
sebelum melahirkan, saat melahirkan ibu tidak demam.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat hipertensi, alergi maupun diabetes mellitus disangkal.
RIWAYAT ANC
Ibu penderita melakukan pemeriksaan antenatal di Puskesmas
Pesisir sebanyak 3 kali dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Ibu
rajin mengonsumsi tablet besi 1 x 1 sehari.
RIWAYAT SOSIAL
Ibu penderita tinggal dirumah beratap seng, berdinding beton, dan
berlantai semen. Terdiri dari 2 kamar tidur, dihuni oleh 2 orang dewasa
dan 2 orang anak-anak. Kamar manadi dan WC terdapat didalam rumah.
Sumber air minum dari PAM, sumber penerangan listrik dari PLN, dan
sampah dibuang ke tempat sampah.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Pasien tampak sakit berat, GRUNTING
(+), tonus otot (+).
Kesadaran : Compos mentis / 15
Tanda-tanda vital
Skor APGAR 1’’ : 3
5’’ :5
39

Berat badan : 1500 gram


Panjang badan : 40 cm
HR : 142x/m, RR : 64x/m, S : 36,5’C
Kepala : Ubun-ubun besar datar
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik (-)
Hidung : Bentuk normal, secret tidak ada,
Pernapasan cuping hidung (+).
Telinga : Bentuk normal, secret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada
Dada : Simetris, kiri = kanan, Retraksi (+)
intercostae
Jantung : Detak jantung 142x/m
: Iktus cordis tidak nampak
: Batas kiri linea midclavicularis sinistra
: Batas kanan linea parasternalis dextra
: Batas atas ICS II-III
: Bunyi jantung apex M1 < M2
: Bunyi jantung apex aorta A1 < A2
: Bunyi jantung pulmo P1 > P2
: Bising (-)
Paru-paru : Inspeksi = simetris
: Palpasi = sonor kiri = kanan
: Perkusi = stem femitus kiri = kanan
: Auskultasi = suara pernapasan
bronkovesikuler
: Ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : Datar, lemas, BU(+) N
: Hepar = tidak membesar, tali pusat terawat
: Lien tidak teraba
Ekremitas : Akral hangat, CTR < 3’’, sianosis (+)
40

Genitalia : Perempuan, normal, labia mayor menutupi


labia minor

Anus : Lubang (+)


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukosit : 8.500/mm3
Eritrosit : 3,93x10pangkat6/mm3
Hematokrit : 42,6%
Hb : 14,3 d/dl
Trombosit : 187.000/mm3
Radiologis
X-foto thoraks : Gambaran paru reticulogranuler disertai
ground glass appearance serta air bronkogram

Gambar 6. Gambaran Foto Thoraks HMD(10)


41

DIAGNOSIS AWAL
Penyakit Membran Hialin

TATALAKSANA AWAL
Tatalaksana neonatus dengan penyakit membran hialin sangat
kompleks yang meliputi terapi oksigen, nutrisi dan pemberian surfaktan.
42

Gambar 7. Algoritma resusitasi bayi baru lahir(1)

A. Bantuan Napas
Pada bayi yang dicurigai menderita penyakit membran hialin dengan PO2
di bawah 50 mmHg dengan FiO2 70% merupakan indikasi untuk pemakaian
CPAP (Countinous Positive Airway Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O
atau dapat menggunakan kotak kepala atau CNCP (Countinouse Negative
Chest Pressure). Jumlah tekanan yang dibutuhkan akan turun mendadak pada
43

usia 72 jam kemudian bayi dapat disapih dari CPAP-nya. Bayi memerlukan
ventilasi mekanik apabila pada CPAP dengan FiO2 100% PO2 dibawah 50
mmHg. Ventilasi mekanik biasanya dimulai dengan frekuensi 30-60
respirasi/menit dengan rasio inspirasi dan ekspirasi 1:2. PIP yang digunakan
biasanya 18-30 cmH2O, dengan PEEP 4 cm H2O biasanya dapat
memperbaiki oksigenasi karena dapat meningkatkan tekanan jalan napas
sehingga dapat menjaga terjadinya ventilasi dan oksigenasi serta dapat
meminimalkan kerusakan jaringan parenkim paru. 11
B. Terapi cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan dan nutrisi sebaiknya diberikan secara parenteral. Pada
36-48 jam pertama diberikan glukosa 10% dengan kecepatan 65-100
ml/kgBB/24 jam. Selanjutnya harus ditambahkan elektrolit dan volume cairan
ditingkatkan secara berangsur sampai 120-150 ml/KgBB/24 jam.11
Untuk bayi sangat kecil (berat lahir < 1500 gram atau umur kehamilan <
32 minggu) berikan teofilin dosis awal 5 mg/kg per oral, dilanjutkan 2 mg/kg
tiap 8 jam selama 7 hari. Jika teofilin tidak tersedia atau pemberian per oral
belum memungkinkan, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kg IV, diteruskan
2 mg/kg IV tiap 8 jam selama 7 hari. 11
C. Antibiotik
Antibiotik diberikan berdasarkan pola kuman setempat. 11
D. Sedasi
Obat-obat sedative biasanya diperlukan pada bayi yang dikontrol dengan
ventilator. Fenobarbital biasanya digunakan untuk menurunkan aktivitas bayi.
Untuk analgesik dan sedative biasanya digunakan Morfin atau Fentanil atau
Lorazepam. 11
E. Surfaktan
Surfaktan adalah multikomponen kompleks dari beberapa fosfolipid,
neutral lipid, protein khusus, yang disintese dan disekresikan ke alveoli oleh
sel epitel tipe II. Komponen penting surfaktan terdiri atas fosfolipid (85%)
dan 10% protein. Fosfolipid yang ada terdiri dari Phosphatidylcholine (PC),
dan 1 bagian PC molekul, DPPC (dipalmitol phosphatidyl choline), yang
44

merupakan komponen utama. Struktur DPPC membentuk satu lapisan stabil


dengan tegangan rendah pada permukaan alveolus untuk mencegah kolapsnya
alveoli pada akhir ekspirasi. Surfaktan eksoge terdiri dari 2 macam, yaitu
natural surfaktan (dari mamalia) dan sintetis surfaktan. Nama dagang
surfaktan yang ada adalah Exosurf , Survanta, Infrasurf, BLES, Curosurf dan
Survaxin. Basis bukti efikasi dalam suatu meta-analisis pemebrian surfaktan
untuk pencegahan (terapi dalam 30 menit setelah lahir) atau rescue (umur
setelah 2 jam, setelah didapatkan tanda distress nafas) menunjukkan:
a. Penurunan 40% kematian sesudah pemberian surfaktan natural atau
sintetis, profilaksi atau rescue.
b. Kedua macam dan kedua cara pemberian tersebut menurunkan 30-50%
risiko kebocoran udara (interstisiil emfisema, pneumotoraks).
c. Menurunkan kejadian chronic lung disease/CLD ( penyakit paru kronik).
11

Pengaruh haemodinamik pemberian surfaktan tergantung cara


pemberiannya bukan jenis surfaktannya. Pengaruh haemodinamik surfaktan
dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Efek segera: sampai 10 menit pertama setelah pemberian
Efek yang terjadi pada fase ini tergantung cara pemberiannya, pada
umumnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah cerebral dengan
peningkatan aliran darah ke otak karena peningkatan PaCO2. Hal ini
terjadi sebagai respon terhadap obstruksi sementara saluran napas besar
oleh adanya cairan. Pengaruhnya pada haemodinamika paru belum
banyak diketahui, tetapi terjadinya penurunan aliran duktus dari kiri ke
kanan kemungkinan berhubungan dengan peningkatan PaCO2. 11

2) Efek awal: 2 sampai 20 menit pertama


Efek ini berhubungan dengan manajemen pengaturan pernapasan
selama perbaikan ventilasi dan parameter gas darah secara cepat.
Perbaikan ventilasi lebih cepat terjadi dengan menggunakan surfaktan
alamiah. Ketika terjadi peningkatan aliran darah paru efektif, total aliran
45

darah paru masih belum berubah. Apabila terjadi kegagalan untuk


menurunkan ventilasi akan menyebabkan hiperoksia dan hiperkarbia
sehingga terjadi penurunan aliran darah otak bersamaan dengan
peningkatan aliran darah paru. 11
3) Efek lambat: 12 – 48 jam setelah pemberian
Terjadinya perbaikan hipertensi pulmonal karena perbaikan gejala
penyakit. Pemberian surfaktan secara lambat (lebih dari 15 menit) tidak
memberikan efek samping sistem pernapasan dibantingkan dengan
pemberian secara bolus. Pada penelitian dengan hewan coba pemberian
surfaktan secara cepat akan memberikan distribusi yang lebih bagus di
paru tapi efek samping yang terjadi adalah penurunan aliran darah aorta
dan otak. Cara pemberian surfaktan yang paling baik adalah dengan cara
lambat (lebih dari 15 menit) dengan menghindari overventilasi dan
meminimalkan perubahan oksigen arterial. 11
Pencegahan
Tindakan preventif yang paling penting adalah mencegah terjadinya
prematuritas, menghindari tindakan seksio sesar yang tidak diindikasikan dan
penanganan kehamilan risiko tinggi.
Pemberian kortikosteroid sintetik pada wanita yang tidak mengalami
toksemia, diabetes dan penyakit ginjal 48-72 jam sebelum melahirkan janin yang
berusia 32 minggu atau kurang dapat menurunkan insidensi dan angka kematian
penyakit membran hialin. Kortikosteroid yang bisa digunakan adalah injeksi
betametason intramuskular 12 mg sekali sehari selama dua hari atau injeksi
deksametason intramuskular sehari 2 kali selama dua hari. 11
Pemberian kortikosteroid antenatal dapat menurunkan kematian bayi
sebesar 30%, menurunkan kejadian penyakit membran hialin sebesar 50% serta
menurunkan perdarahan periventrikular dan leukomalasia sebesar 70%.11
46

REFLEKSI DIRI

Ayatullah

Identifikasi kebutuhan

- Yang saya ketahui tentang topik tersebut adalah bahwa banyak


kemungkinan terjadi penyakit sesak napas seperti halnya penumonia
47

kongenital, hemathoraks, sindrom aspirasi mekonium dan penyakit membran


hialin.

- Yang tidak saya ketahui tentang topik tersebut adalah manajemen terapi
farmakologi serta dosisnya
- Ada bagian yang terlewat belum dibaca mengenai terapi
- Semuanya penting jika sesuai dengan blok kegawatdaruratan

Mengembangkan dan menerapkan cara belajar

- Mendengar penjelasan, dan mencatat rangkumanya


- Buku kegawatdaruratan dan terapi untuk kegawatdaruratan
- Pernah dan masih dipake sekarang

Kemajuan yang dicapai sejauh ini

- Jangka waktu memadai dan tidak memakan banyak waktu


- Saya perlu mengubah cara membaca buku yang seharusnya di baca
bagian-bagian yang penting saja
- Semangat dan optimis akan membantu keberhasilan saya
- Ilmu pengetahuan dan pengalaman sangat membantu ketika nanti
menolong orang sakit

Dini Anggraini

Alhamdulillah dengan kegiatan clinical reasoning ini saya sudah


mengetahui tentang penyakit-penyakit yang menyangkut tentang sesak napafas
pada neonatus. Tetapi masih ada yang harus saya pelajari lagi seperti penangan
pada masing-masing dari penyaki yang menyangukt tentang sesak nafa pada
neonatus. Saya akan membuka lebih banyak sumber lagi untuk meningkatkan
pengetahuan saya terhadap penanganan pada masing-masing penyakit tersebut.

Jibril Ali Syariati A

Alhamdulillah pada clinical reasoning kali ini berjalan dengan lancar,


topic kali ini sangat menarik membahas tentang gawat nafas pada neonatus atau
48

bayi baru lahir, kami telah mengetahui penyakit-penyakit yang berhubungan


dengan gawat nafas pada neonatus dan mengetahui perbedaan khas pada setiap
penyakitnya, namun kami sendiri masih sangat sulit untuk melihat gambaran dari
sebuah foto x ray, sehingga menyulitkan untuk menentukan diagnosis dari
gambaran foto x ray tersebut

Strategi belajar yang diterapkan pada kelompok kami ialah mencari


masing-masing ciri khas dari penyakit gawat nafas dan dibuat mind map
mengetahui penatalaksanaannya, alternative lain yang dilakukan kelompok kami
ialah dengan diskusi kelompok sebelum clinical reasoning dimulai agar lebih
menambah wawasan kami serta strategi yang tidak kalah penting ialah dengan
mendiskusikan tentang foto x ray dari beberapa penyakit untuk mengetahui
perbedaan dari gambaran tersebut, karenan dengan kita mengetahui interpretasi
dari sebuah foto x ray kita inshaallah dapat mengetahui diagnosis yang mungkin
apa saja, tentunya kami berdiskusi dengan buku panduan yang bergambar disertai
keterangan dari masing masing penyakit, sehingga diharapkan dapat memudahkan
dalam proses pembelajaran

Muhammad Irsyad B

Kegiatan Clinical Reasoning 1 membahas mengenai kasus kegawatan pada


neonatus dengan keluhan utama sesak napas. Sebelumnya saya sudah mempelajari
beberapa penyakit yang biasa terjadi pada neonatus termasuk juga penyakit yang
merupakan suatu kegawatan. Beberapa penyakit yang memiliki manifestasi klinis
sesak napas yaitu penyakit jantung bawaan, sindrom aspirasi mekonium, transient
tachypnea of the newborn, hyaline membrane disease, sepsis, pneumoni, sindrom
kebocoran udara, atresia coana dan hernia difragmatika. Dari setiap penyakit
tersebut saya sudah mempelajari dan paham mengeni etiologi, faktor resiko,
patofisiologi dan manifestasi klinis. Namun saya masih kesulitan dalam
menentukan tatalaksana kepada pasien secara komperhensif. Selain itu,
pengetahuan saya mengenai obat dan dosis nya masih sangat kurang. Topik yang
49

paling penting yang harus saya kuasai adalah mulai dari penyebab suatu penyakit
hingga tatalaksana secara komperhensif.

Strategi belajar yang paling sesuai untuk saya untuk mencapai tujuan
belajar adalah dengan mempelajari terlebih dahulu topik yang akan dibahas secara
mendalam kemudian berdiskusi dalam kelompok. Alternatif lain untuk dapat
mencapai tujuan belajar lebih luas adalah berdiskusi dengan kelompok lain.
Sumber belajar yang saya butuhkan adalah buku terbaru yang membahas topik
tersebut atau jurnal.

Raden Carina Asshari H

Pada Clinical Reasoning kasus I saya sudah mengetahui penyakit-penyakit


yang berhubungan dengan keluhan dari kasus. Mulai dari pembagian
kelompokdiagram venn lalu dari setiap penyakitnya yang berisi definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang sampai penatalaksanaan.

Kendala yang saya alami, saya masih merasa kesulitan dalam menentukan
pertanyaan sistematis pemeriksaan fisik ketika berdiskusi

Pada kasus ini, saya sudah mengetahui langkah-langkah yang harus


dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut sehingga dapat menentukan
diagnosis kerja. Saya rasa kemajuan yang dicapai sejauh ini cukup. Hanya saya
masih perlu mengoptimalkan strategi belajar untuk mencapai tujuan belajar yang
diharapkan

Syahidatun Hayati

Alhamdulillah pada clinical reasoning kali ini berjalan dengan lancar,


topic kali ini sangat menarik membahas tentang gawat nafas pada neonates atau
bayi baru lahir, kami telah banyak mengetahui penyakit-penyakit gawat nafas
pada neonates dan mengetahui perbedaan pada setiap penyakitnya, topic yang
paling penting yang harus kami kuasai adalah semua penyakit gawat nafas pada
neonates dari mulai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik , dan tatalaksana.
50

Strategi belajar yang diterapkan pada kelompok kami ialah mencari


masing-masing ciri khas dari penyakit gawat nafas dan dibuat mind map
mengetahui penatalaksanaannya, alternative lain yang dilakukan kelompok kami
ialah dengan diskusi kelompok sebelum clinical reasoning dimulai agar lebih
menambah wawasan kami, sumber belajar yang saya gunakan ialah menggunakan
buku dan jurnal terbaru agar tidak ketinggalan jaman, dengan strategi belajar
seperti ini Alhamdulillah kami bias lebih mudah menentukan diagnose
penyakitnya.

Semenjak clinical reasoning ini Alhamdulillah pengetahuan kami


semakin bertambah lebih banyak dari pada kuliah didalam ruangan, kami tidak
perlu mengubah strategi belajar karena menurut kami ini strategi belajar yang
tepat dan bagus untuk kami, dan factor yang menjadi penentu keberhasilan kami
ialah kemauan belajar dari diri kami sendiri sejauh mana kami menggali
penyakitnya, dan apa yang saya telah pelajari sangan bermanfaat untuk saya
dimasa depan.

Tedi Mulyana

Alhamdulillah pada Clinical Resoning kasus I saya sudah cukup baik


dalam berdiskusi. Pada CR I ini membantu saya dalam mendiagnosis suatu
penyakit dengan sistematisnya. Dan membuat saya belajar mengenai definisi,
gambaran klinis dan juga penatalaksanaan dari diagnosis kerja maupun diagnosis
bandingnya.

Namun kadang saya juga masih kesulitan dalam mendiagnosisnya karena


belum sistematis dalam menanyakan saat anamnesis didiskusi. Selebihnya akan
saya pelajari lagi untuk kasus-kasus berikutnya dan meningkatkan kualitas belajar
lagi agar tujuan dari CR ini dapat dicapai dengan baik.

Pepi Arifiyani

Setelah mengikuti clinical reasoning skenario 1 yaitu mengenai sesak


nafas pada bayi usia nol (0) hari, disini saya sebelumnya sudah paham tentang
51

asfiksia neonatorum seperti TTN, HMD, dan MAS. Namun, masih bingung ketika
dihadapkan dengan kasus skenario. Dimana kasus diskenario pastinya telah di
sesuaikan dengan kejadian dikehidupan sehari-hari.

Untuk menangani kekurangan ini saya perlu untuk membbaca lebih dalam
mengenai patofisiologi dan mencari kasus seperti ini lalu didiskusikan, agar dapat
terbiasa dengan pengaplikatifan masalah dimasyarakat. Sumber belajar yang saya
butuhkan, adalah teman sharing kasus dan pembimbing untuk mengasah
kemampuan saya.

Yunanda Ardian P

Dari kasus yang kelompok kami diskusikan telah diketahui keluhan


utama yang menjadi bahan diskusi yaitu Hyalin Membran Disease. Selain
itu, kami dapat menjabarkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
keluhan tersebut. Dengan gejala klinisnya serta menggambarkan Diagram
Venn dari keluhan dan penyakit tersebut, Kemudian dianalisis masalah
berdasarkan literature review yang telah dibuat.

Kendala yang saya dapatkan dalam menyelesaikan Critical Reasoning


ini yaitu masih merasa kesulitan dalam menentukan diagnosis kerja,
penatalaksanaan awal, dan diagnosis definitif. Pada kasus tersebut
kelompok kami sudah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan kasus tersebut, langkah pertama yang paling penting
adalah menentukan diagnosis kerja. Sejauh ini saya merasa dipermudah
dalam proses belajar ketika semuanya terencana secara sistematis.

Saya rasa kemajuan yang dicapai sejauh ini sudah cukup. Hanya saja
say perlu meningkatkan kualitas belajar saya agar lebih mudah saat
melakukan diagnosis dan mencapai tujuan belajar Clinical Reasoning yang
diinginkan.
52

DAFTAR PUSTAKA

1. Hermansen, C.L., dan K. N. Lorah. 2007. Respiratory Distress In The


Newborn. American Family Physician. 76: 987-994.
2. Hessler, J.R., G. Mantilla, B. V. Kirkpatrick, W. H. Donnelly, S. Cassin,
dan D. V. Eitzman. 1985. Asphyxia and hyaline membrane disease in
neonatal monkeys. Am J Perinatol. 2(2):101-107.
3. Effendi, S.H., dan E. Indrasanto. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Kicklighter SD. Transient Tachypnea of the Newborn. Anestesia
pediatrica e Neonatale , 2008.
5. Gomella TL. Transient Tachypnea of the Newborn , Neonatology ;
Management, Prosedur, On-cal problems Disease and Drugs. Fitth edition.
6. Marcdante, J. Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke 6. Jakarta : Saunders
Elsevier. 2014.
7. Warren, B. pediatric Review Newboern Respiratory Disorder. American
Academy of Pediatric. 2011.
8. Ruslie, R. H., dan Darmadi. Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogy of
Fallot. vol. 40 no. 3. Lampung: Kalbemed. 2013.
9. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol 1.
Jakarta. EGC. 2013
10. Andrew D. Hyalin Membran Disease. [document on the internet]. [di
unduh 13 Oktober 2018]. Tersedia di :
https://radiopaedia.org/cases/hyaline-membrane-disease
11. Sholeh. KM. dkk. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI; 2010.
53

Anda mungkin juga menyukai