Anda di halaman 1dari 8

NAMA : M.

Agus Wahyudi
KELAS / SEMESTER : Pascasarjana AFI / II (DUA)
MATA KULIAH : Filsafat Kebudayaan
DOSEN PENGAMPU : Dr. Mulia Ardi, M.Fil.

NILAI-NILAI MORALITAS DALAM TRADISI MITONI

Setiap unsur kehidupan manusia tidak pernah lepas dari simbol. Dengan
adanya simbol maka semua nilai budaya bisa diungkapkan. Simbol sekaligus
merupakan sebuah pusat perhatian yang tertentu, sebuah sarana komunikasi dan
landasan pemahaman bersama. Setiap komunikasi dengan bahasa atau sarana yang
lain menggunakan simbol-simbol. Masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa
simbol-simbol.1 Simbol sendiri menjadi
Ernst Cassirer mengungkapkan, manusia adalah animal symbolicum. Hanya
dengan menggunakan symbol-simbol, manusia dapat mengungkapkan siapa
dirinya, kemana, dan apa yang hedak dicapainya. Cara pengungkapan tersebut bisa
lewat bahasa, mite, seni, agama dan dalam bentuk lainnya. Dalam setiap
kebudayaan terdapat banyak simbol. Dan, setiap simbol dalam suatu budaya
memiliki makna ydan merupakan hasil kesepakatan. Simbol yang ada dalam setiap
budaya menggambarkan ciri khas suku atau komunitas tertentu. Maka, tidak heran
apabila setiap suku memiliki simbol yang menjadi identitas.
Jawa sebagai salah satu suku yang ada di Indonesia, memiliki berbagai jenis
simbol. Simbol yang ada di budaya Jawa memiliki ragam dan jenisnya sesuai letak
geografis. Artikel ini akan membahas aneka simbol yang ada di masyarakat Jawa
khususnya dalam tardisi Mitoni di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Dalam filsafat
kebudayaan terdapat beberapa unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah
Symbolic Culture dan Religion.2
TRADISI MITONI
Masyarakat Boyolali mengenal tiga tradisi yang harus dilaksanakan selama
masa mengandung. Ketiga teradisi tersebut adalah tradisi Neloni, Mitoni, dan

1
F. W. Dilistone, The Power of Symbols, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 15.
2
J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan, (Jakarta: Kanisius. 1984), h. 50.
Procotan. Akan tetapi seiring perkembangan zaman, ketiga tradisi tersebut
diringkas secara pelaksanaannya menjadi satu, yaitu ketika waktu Mitoni atau tujuh
bulan. Walaupun diringkas secara waktu tetapi ubo rampe atau piranti yang harus
disiapkan dari tiap-tiap ritual tetap disediakan.
Jauh-jauh hari sebelum usia kandungan memasuki tujuh bulan, calon orang
tua bayi harus mementukan hari yang baik sesuai petungan Jawa. Menurut petungan
Jawa hari-hari yang baik itu yang memiliki neptu genap dan jumlahnya 12 atau 16.
Hari-hari yang baik adalah yang neptunya 12 atau 16 misal Kamis Kliwon,
Senin Kliwon, Akhad Pon dan sebagainya. Kamis memiliki neptu 8 dan Kliwon
memiliki neptu 8 jadi Kamis Kliwon memiliki neptu 16, begitu juga Senin Kliwon
memiliki neptu 12 dan Akhad Pon memiliki neptu 12. Selain penentuan hari yang
ada aturannya, segala ubo rampe atau piranti juga sangat rumit pula. Masing-masing
ritual ada piranti sendiri-sendiri yang beraneka ragam. Semua piranti tersebut
disediakan bukan tanpa maksud. Dari semuanya memiliki werdi atau makna
sendiri-sendiri.
Upacara tersebut dimulai dengan acara kenduri telon-telon yang dihadiri
oleh tetangga, kerabat, sanak saudara dan lain-lain. Semua piranti telon-telon
dibawa ke hadapan undangan. Setelah semua piranti dihidangkan selanjutnya
dukun ngujubne yaitu menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya upacara
tersebut dan menjelaskan makna satu per satu dari makanan yang telah terhidang.
Dengan sautan undangan dengan kata-kata “nggeh” disetiap akhir kalimat yang
diucapkan oleh dukun. Satu per satu makanan yang dihidangkan dijelaskan hingga
usai dan dilanjutkan dengan doa, dan yang terakhir dari rangkaian acara pertama ini
adalah memakan hidangan yang telah tersedia.
Selesai upacara yang pertama yaitu upacara telon-telon, dengan menunggu
waktu yang tepat untuk melaksanakan upacara mitoni. Prosesi mitoni inilah yang
penulis anggap sakral karena mulai dari hari sampai jam pelaksanaanya tidak boleh
dilanggar. Sebelum acara dimulai dukun menata beberapa lembar kain jarit batik di
tengah rumah yang punya hajat. Secangkir air putih dan kelapa muda serta sebuah
kembang setaman diletakkan di depan pintu. Sedangkan di sisi pintu luar tepatnya
di teras rumah telah menunggu orang tua shohibul hajat dengan membawa lemper
dan bumbu rujak. Setelah semua siap dan waktu pelaksanaannya tiba, kedua
shohibul hajat masuk ke rumah dan duduk bersanding di atas kain jarit yang telah
tertata.
Dukun membaca beberapa mantra dan mengajari beberapa kalimat untuk
ducapkan oleh shohibul hajat. Salah satu penggalan kalimat tersebut adalah “Niat
ingsun nylameti jabang bayi, supaya kalis ing rubeda, nir ing sambikala, saka
kersaning Gusti Allah. Dadiyo bocah kang bisa mikul dhuwur mendhem jero wong
tuwa, migunani mring sesama, ambeg utama, yen lanang kadya Raden Kamajaya,
yen wadon kadya Dewi Kamaratih kabeh saka kersaning Gusti.”3
Usai prosesi tersebut keduanya berjalan keluar rumah dengan larangan tidak
boleh menengok ke belakang. Sesampainya di depan pintu, calon bapak memecah
kelapa muda dengan sabit dan bersamaan dengan calon ibu menyampar cangkir.
Upacara ini disebut juga upacara brojolan, yaitu memasukkan sepasang kelapa
gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan
Sembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu. Makna simbolis dari upacara
ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.
Di sisi lain nenek dari jabang bayi tersebut menumbuk bumbu rujak yang
telah disiapkan hingga halus. Usai menyampar cangkir dan memecah kelapa muda,
keduanya mandi dan kembali ke dalam rumah melalui pintu utama. Sesampainya
di dalam rumah akan dilanjut dengan prosesi ganti busana. Prosesi ini dilakukan
oleh calon ibu dengan tujuh jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Ibu akan
memakai model kain yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki
kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.
Bumbu rujak yang telah dihaluskan oleh calon nenek jabang bayi tersebut
selanjutnya dibawa ke dapur untuk segera dicampur dengan beberapa buah-buahan
dan dihidangkan kepada para undangan. Tak lama berselang dari prosesi inti yaitu
mitoni maka langsung melanjutkan prosesi terakhir yaitu procotan. Dalam prosesi
ini tidak jauh berbeda dengan prosesi telon-telon, yaitu semua piranti dihidangkan
di hadapan undangan, setelah tersaji dukun ngujubne dan disaksikan oleh undangan

3
Dewi Astuti, Adat-Istiadat Masyarakat Jawa Barat, (PT. Sarana Panca Karya Nusa, 2009). h. 38.
dengan menjawab kalimat- kalimat sesepuh tersebut dengan kata “nggeh”. Seusai
prosesi tersebut di akhiri dengan doa dan memakan hidangan yang ada.

MORALITAS DALAM TRADISI MITONI


Moral adalah aturan yang bersumber dari hati nurani untuk membimbing
perilaku dan cara berpikir.4 Meningkatkan kualitas moral dimulai dari kesadaran
untuk menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri. Ketika dalam hati nurani terisi
nilai-nilai negatif yang tidak mampu membedakan antara benar dan salah, maka
diri akan menjadi pencipta bencana, yang setiap saat dapat memutarbalikkan benar
menjadi salah atau salah menjadi benar. Nilai-nilai positif akan menciptakan
keunggulan moral baik. Dan hasilnya, diri dengan moral baik akan menjalankan
etika dan integritas pribadi dengan sepenuh hati.
Manusia harus memiliki hati nurani yang mampu membedakan benar dan
salah melalui empati, akan menjadikan diri sebagai sumber energi positif untuk
melayani kehidupan sosial yang penuh dinamika. Hati nurani adalah penghasil
moral, dan saat hati nurani diisi dengan hal-hal dan nilai-nilai positif, maka hati
nurani akan menghasilkan kualitas moral yang cerdas untuk memutuskan apa yang
baik, apa yang buruk, apa yang benar, apa yang tidak benar, apa yang adil, apa yang
tidak adil, apa yang manusiawi, dan apa yang tidak manusiawi. Pada akhirnya,
kualitas moral yang baik akan memiliki empati dan toleransi dalam melayani
kehidupan yang beragam.
Kualitas moral yang baik akan menghasilkan kehidupan terbaik. Kualitas
kehidupan terbaik dihasilkan dari kreatifitas dalam aturan moral yang baik. Jadi,
diri seperti berlari di alam bebas untuk menemukan tujuan akhir yang telah
direncanakan, bukan seperti berlari di atas treadmill, dan hanya terus-menerus
berlari dengan rajin, sebatas jarak dan ukuran dari treadmill. Maksudnya, kualitas
kehidupan terbaik tercipta dari akal dan emosi yang kreatif dalam memanfaatkan
potensi tak terbatas dari kehidupan. Dan semua itu tetap terikat dalam kualitas

4
Franz Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke 20 (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000). h. 14.
moral yang mengekspresikan diri untuk kemanusiaan, toleransi, cinta, kepedulian,
dan akal baik.
Semua yang terbaik dalam hidup dihasilkan dari cara menggunakan akal
baik untuk mengundang kebaikan ke dalam hidup. Kecerdasan visi untuk bergerak
ke arah yang dipahami akan membuat diri menikmati hidup. Hidup adalah
perjalanan untuk memperluas kesadaran diri, agar diri dapat memahami keberadaan
dirinya dalam kehidupan ini. Dan kesadaran diri yang baik tercipta dari kesadaran
hati nurani untuk memperkuat nilai-nilai kehidupan baik ke dalam dirinya.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengontrol setiap hal yang masuk ke
dalam pikiran bawah sadar. Namun, diri dapat melakukan upaya dengan
membangun tentara kesadaran diri, untuk berpatroli mengawasi lingkungan
mentalnya dari sabotase oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Diri memiliki kekuatan
untuk menerima atau menolak setiap hal yang masuk ke dalam pikirannya. Dan
untuk itu, diri harus sangat sadar bersama integritas pribadi yang kuat, dan tak
tergoyakan oleh hal apa pun. Diri harus memiliki tanggung jawab secara sadar,
untuk mengubah hal-hal yang tidak sesuai dengan kualitas moral yang diinginkan.
Manusia tidaklah sempurna, dan oleh karenanya, manusia harus belajar
seumur hidup dari sumber positif manapun, dalam kesadaran diri yang tinggi, untuk
menyempurnakan dirinya. Jadilah pembelajar setiap hari untuk membuat diri
terdalam menjadi semakin positif dan kuat, dan tak mudah goya atau gentar oleh
hal negatif apa pun. Pastikan diri telah memiliki nilai-nilai kehidupan yang
diinginkan untuk membuat hidupnya sesuai dengan kualitas moral yang diinginkan.
Setiap hari tegaskan nilai-nilai pilihan ke dalam diri. Hidup adalah sebuah
perjalanan untuk dinikmati dan disyukuri dalam hati dan pikiran, yang selalu
berterima kasih kepada realitas Tuhan, dan selalu menjadi pribadi yang tidak masuk
dalam permainan celaan dan pujian, tapi masuk dalam permainan untuk merasa
bahagia dengan semua situasi dan kondisi.
Dalam tradisi mitoni yang sudah dipaparkan bahwa terdapat nilai moral
yang terkandung didalamnya. Tradisi tersebut mengajarkan pada kita untuk
bersikap baik dan berbudi luhur dalam berperilaku. Sepertihalnya ibu yang
mengandung sang calon bayi dan bapak sebagai pemimipin dalam sebuah keluarga.
Bila sikap kedua orang tua ini berperilaku baik maka tidak menutup kemungkinan
calon bayi yang akan dilahirkan mirip dengan orang tuanya. Begitu sebaliknya,
apabila saat mengandung bayi, seorang ibu selalu berkata buruk dan bertingkah
laku kurang sopan maka anak yang akan berpengaruh pada kehidupan anaknya
kelak.
stilah religi pada umumnya mengandung makna kecendruangan batin
manusia untuk berhubungan dengan kekuatan alam semesta, dalam mencari nilai
dan makna. Kekuatan alam semesta itu dianggap suci, dikagumi, dihormati dan
sekaligus ditakuti karena luar biasa sifatnya. Manusia percaya bahwa "yang suci"
itu ada dan diluar kemampuan dan kekuasaannya, sehingga manusia meminta
perlindungan-Nya dengan menjaga keseimbangan alam melalui berbagai upacara.
Istilah religi di sini menunjukkan adanya hubungan antara manusia dengan
kekuasaan ghaib di luar kemampuanya, berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
mereka yang termanifestasikan ke dalam tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem
gagasan, sistem tindakan dan artefak.
Definisi Religi yang melihat sebagai suatu upaya simbolis dikemukakan
oleh J. Van Ball. Religi adalah suatu sistem simbol-simbol yang dengan sarana
tersebut manusia berkomunikasi dengan jagat rayanya.5 Uraian di atas
membuktikan kompleksnya pengertian religi, namun pada prinsipnya religi harus
memuat lima unsur yaitu: adanya emosi, keyakinan, upacara, peralatan dan
pemeluk atau para penganut.
Suatu upacara atau tindakan simbolis tertentu seperti berdoa menandahkan
tangan ke atas bukan hanya sekedar gerakan kinetik tanpa arti. Gerakan tangan
tersebut sering kali merupakan gerakan simbolis yang sarat dengan makna.
Demikian definisi tentang religi itu yakni definisi yang memeri memuat hal-hal
keyakinan, upacara dan peralatan, sikap dan prilaku, alam pikiran dan perasaan di
samping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri.6
Agama merupakan suatu kepercayaan manusia yang diyakini dalam hati dan
disimbolkan dengan berbagai tindakan yang berhubungan langsung kepada sang

5
http:// www.artikata.com/arti-347446-religi.html, di akses pada 10 Juli 2022
6
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta : Dian Rakyat, 1977), h. 269.
Pencipta, dan hubungan itu tak bersyarat dan tanpa batas. Agama adalah suatu
kekekalan yang abadi oleh masing-masing individu. Manusia mempercayai bahwa
agama akan menjawab segala macam pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh akal
manusia. Tidak terlepas dari pengertian agama secara umum, setiap agama
memiliki cara pandang dan peribadatan yang berbeda antara agama satu dengan
yang lain. Tidak terkecuali agama islam, yang konon banyak sekali memiliki
berbagai ritual keagamaan yang sangat unik dan menarik. Agama islam sendiri
setiap daerah memiliki cara peribadatan yang berbeda antara satu daerah dengan
daerah yang lain. Tak terlepas dari letak geografis Indonesia yang sangat luas dan
memiliki berbagai macam budaya,suku,pola hidup dan lain-lain.
Agama islam mengalami perubahan terhadap ritual yang dilakukan
masyarakat karena adanya pengaruh budaya Indonesia. Jika dalam suatu
masyarakat memiliki budaya lokal yang khas maka secara tidak langsung agama
yang dianut oleh masyarakat setempat akan selalu dikaitkan dengan berbagai ritual
yang dilakukan. Agama, budaya dan masyarakat akan selalu berjalan beriringan
sesuai dengan apa yang di interpretasikan masyarakat bahwa budaya dan agama
adalah satu kesatuan yang tidak akan pernah terpisahkan.
Berbagai pemahaman antara budaya dan agama selalu dikaitkan dengan
ritual yang ada dimasyarakat seperti halnya siklus kehidupan manusia sejak dalam
kandungan hingga kematian. Islam yang tersebar di jawa selalu mengaitkan antara
islam dengan kebudayaan lokal setempat. Secara gamblang dijelaskan bahwa siklus
kehidupan selalu dimaknai dengan keselamatan yang bertujuan agar calon jabang
bayi diberi keselamatan. Jika dikaitkan dengan syariat agama yang sebagian besar
dianut oleh masyarakat jawa yaitu islam, budaya Jawa akan sedikit mengalami
pergesaran yang semula murni turunan atau penyebaran Islam Arab.
Ritual atau upacara mitoni sering dikaitkan dengan agama islam,
maksudnya disini adalah bahwa agama islam memperbolehkan ritual agama seperti
upacara untuk siklus kehidupan manusia seperti mitoni dengan syarat tidak
berlebihan. Jika dikaitkan dengan budaya jawa siklus kehidupan manusia
merupakan suatu adat yang harus dilaksanankan bagi setiap individu agar mencapai
suatu keselamatan dan keseimbangan antara alam dan pikiran. Jika ditarik benang
merah upacara atau ritual mitoni merupakan bentuk penyesuaian solidaritas antar
kelompok yang didasari antara kebudayaan dan agama.

Anda mungkin juga menyukai