Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tradisi Walima


Walima dalam bahasa Arab, berasal dari kata “aulim” yang diartikan oleh bahasa
Persia “Kanduri” dalam bahasa Indonesia “Kenduri” yang artinya adalah pesta makan
setelah berdoa kepada Allah SWT. Kata Al-walimah memiliki kata dasar ‘al-walmu–al-
walam’, artinya tali pengikat atau pelana kuda’. Sehingga walima bisa diartikan
sebagai perjamuan atau hidangan yang dihidangkan kepada para tamu atau
undangan (pezikir dan pejabat) oleh tuan rumah (masyarakat). Dengan tujuan untuk
memperkuat tali persaudaraan antar sesama..
Pelaksanaan tradisi maulid nabi yang dilaksanakan secara adat dan budaya
Gorontalo menjdi daya tarik tersendiri dalam perkembangannya. Proses pelaksanannya
ini merupakan salah satu unsure kebudayaan yang sangat luhur dan mempunayi nilai
tinggi, antara suku dan daerah-daerah lainnya yang melaksanakan menurut adat masing-
masing daerah dengan ciri khas tersendiri yang telah diwariskan secara turun temurun
oleh nenek moyang yang juga dijadikan sebagai landasan hidup. Pelaksanaan maulid nabi
secara tradisional seperti yang dilaksanakan di Gorontalo pada dasarnya memang tidak
ada anjurannya dalam islam tetapi untuk memperingati maulid nabi itu secara umum
memang sudah dilaksanakan sejak dulu.
Tradisi walima adalah tradisi tua semasa kerajaan-kerajaan islam ada, yang
dilaksanakan turun temurun antar generasi. Diperkirakan mulai ada sejak pada abad ke-
18. Walima adalah tradisi lama yang hingga kini masih dijaga dan dipelihara dengan
baik. Tanpa diperintah, setiap masjid diseluruh Gorontalo melaksanakan tradisi ini.
Masyarakat akan menyiapkan kue-kue tradisional seperti kolombengi, curuti, buludeli,
wapili, tutulu, pisang dan lain-lain. Sejak tahun 1673 Gorontalo menetapkan semboyan
adat bersendikan syara dan syara bersendikan kitabullah, sejak saat itu tradisi walima
mulai ramai dilaksanakan.
Dalam pelaksanaannya maulid nabi Muhammad s.a.w., bertujuan untuk
mengingat hari kelahiran nabi Muhammad s.a.w., mengingat jasa-jasa beliau yang telah
menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia  termasuk kepada kita, dan juga mengingat
pada sifat-sifatnya yang luhur budi, penyabar, rendah hati dan lain-lain. Sikapnya yang
tegas menyebarkan dakwah Islam patut kita teladani. Dalam memperingati maulid nabi
ini harapannya bukan hanya sekedar mengingat saja kemudian kembali dilupakan setelah
ritualnya selesai, namun harus mampu di terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
ditanamkan dalam diri setiap manusia.
Perayaan maulid nabi yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, hampir
seluruh masyarakat muslim di dunia melaksanakannya dengan tradisi dan perayaan yang
berbeda-beda. Tak terkecuali masyarakat Gorontalo yang setiap tahunnya melaksanakan
peringatan maulid nabi di masjid-masjid yang dilaksanakan secara adat dan tradisi
masyarakat setempat. Walaupun begitu tidak semua masjid yang melaksanakannya
dengan cara adat dan tradisi Gorontalo, ada juga sebagian masjid yang melaksanakannya
tetapi tidak menggunakan unsur perayaan tradisional. Perayaan hari-hari besar Islam di
Gorontalo lainnya juga dengan menggunakan unsur tradisional didalamnya seperti
pelaksanaan Isra’ Mi’raj dan 10 Muharam, namun yang paling meriah dan yang sangat
ditunggu-tunggu kedatangannya adalah perayaan maulid nabi Muhammad s.a.w. bahkan
perayaannya ini sudah menjadi salah satu tempat wisata religi yang ada di Gorontalo dan
sudah banyak dikenal luas seperti di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai yang sangat
khas dengan unsur tradisional pelaksanaan maulid nabi dengan pelaksanaan yang sangat
meriah, mewah dan terkesan berlebihan.
2.2 Makna dari peralatan tradisi walima
Pada walima yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo, terdapat satu
kebudayaan dalam merayakannya. Dalam masyarakat Gorontalo lebih dikenal sebagai
“tolangga” wadah atau tempat yang berisi kue basah atau kue kering yang diarak ke
masjid untuk di doakan dengan harapan mendapatkan keberkahannya, walimah ini dibuat
dan dikreasikan oleh masyarakat dengan bentuk yang unik dan hiasan yang meriah.
Sementara kalau toyopo merupakan bahasa Gorontalo yang awalnya disepakati
dengan nama lilingo yang artinya bulat terbuat dari daun kelapa yang masih muda atau
janur. Lilingo adalah wadah berbentuk bundar seperti loyang yang terbuat dari daun
kelapa muda (janur kuning) yang memiliki makna perpaduan seluruh Suku Gorontalo
yang benar-benar melambangkan persatuan dan kesatuan, kekeluargaan dan keakraban.
Kemudian lebih dikenal dengan sebutan toyopo yang saat ini mulai berubah
menjadi loyang plastik karena semakin sulit mendapatkan janur atau daun kelapa muda.
Toyopo singkatan dari tutu-tutupo dan woyo-woyopo yang artinya menyatu di atas
membentuk satu kesatuan, terangkul dan tidak terpisahkan,  Toyopo ini digunakan untuk
mengisi makanan berupa nasi kuning, kolombengi, kue cucur, sukade, kue wapili,
panada, lalampa, pisang, telur, ayam goreng, kue basah lainnya khas Gorontalo.
Kue tutulu (cucur) adalah sejenis kue yang terbuat dari tepung beras yang
bentuknya bulat dan bibirnya sama dan rasanya manis. Kue cucur ini memiliki makna
bahwa manusia diciptakan memiliki hati yang sama dan diharapkan hatinya selalu dijaga
(baik dan manis perilakunya).
Kue kolombengi adalah kue yang dibuat dari adonan yang sedikit namun
bentuknya akan jadi banyak dan besar. Makna dari bentuk kue kolombengi ini
diharapkan manusia menjadi umat manusia yang berjiwa besar dan selalu dapat berusaha
menjadi orang yang dicintai Allah SWT dan rasulnya.
Kue sukade adalah kue yang bentuknya bulat dan sederhana tetapi dapat
dinikmati oleh semua orang dan tidak cepat rusak. Makna dari manusia yang hidup
dengan penuh kesederhanaan dan kesabaran serta ikhlas akan dapat menjalani hidup
bahagia di dunia dan diakherat kelak.
Kue panada dan lalampa sangat istimewa, bila dimakan dari luar biasanya beda
dengan bagian dalam, di dalam terdapat bahan atau adonan yang lain rasanya dan
pastinya enak. Makna dari kue panada dan lalampa ini diharapkan manusia berperilaku
baik.
Kue wapili (wafel) adalah sejenis kue yang berbentuk segi empat atau berbentuk
hati. Makna dari bentuk segi empat ini menunjukan sikap manusia yang memiliki hati
yang lapang dan penuh kesabaran sedangkan bentuk hati memiliki makna kasih sayang
harus dijaga antar sesame manusia.
Bentuk telur yang digunakan adalah telur ayam. makna telur dalam tolangga
melambangkan rahasia Allah SWT, selain itu juga melambangkan kejadian manusia,
makna bentuk bulat telur adalah kepercayaan dan keyakinan atau bulat teguh dengan
agama Islam.
Bentuk buah pisang yang sering digunakan seperti pisang gapi, dan pisang raja.
Makna dari buah pisang ini adalah manusia harus dapat berguna bagi manusia lain
terutama bagi yang dilanda kesusahan atau malapetaka.
Ayam goreng diberikan dalam bentuk wujud ayam yang belum dipisah-pisahkan.
Makna dari bentuk ayam goreng adalah masyarakat yang memberikan tolangga tidak
mengharapkan imbalan namun semua yang diberikan dan dihidangkan dianggap sebagai
doa untuk Rasulullah, sababat, keselamatan seluruh umat manusia.
Pada tahun 1937 pemerintah membuat toyopo yang besar dan diletakkan pada
suatu tempat (wadah) yang terbuat dari bambu kuning, wadah tersebut membentuk bujur
sangkar menyerupai kaki meja dan di bawahnya ada lantai tempat meletakkan toyopo
yang terbuat dari bambu dibelah kecil-kecil (tolotahu), kemudian dihiasi dengan bendera
warna-warni serta tulisan-tulisan yang artinya berhubungan erat dengan perayaan Maulid
Nabi Muhammad SAW. Toyopo yang dihiasi tadi diberi nama ”Tolangga Lopuloto atau
Walima Lopuloto” diantar ke masjid dengan tarian langga sampai di halaman masjid.
Tolangga adalah sebuah wadah atau tempat menata berbagai jenis kue dengan
jumlah yang banyak. Makna dari pada bentuk tolangga adalah melambangkan kuatnya
ajaran Nabi Muhammad yang diikuti oleh umat Islam. Bentuk-bentuk tolangga saat ini
berbeda-beda, ada yang berbentuk rumah, perahu, menara, dan lain-lain. Di dalam
tolangga terdapat kue-kue, tusuk kue, kertas warna, jenis makanan dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh agama di Kota Gorontalo dikatakan bahwa
saat ini bentuk tolangga memang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena masyarakat
cenderung membuat suatu kreasi bentuk tapi kurang memahami makna dari bentuk
tolangga dalam walima tersebut.
Nasi yang diletakkan dalam tolangga adalah nasi putih, nasi kuning dan nasi
bilinthi. Nasi putih memiliki makna suci (qalbi). Nasi kuning mempunyai makna
lambang adat. Sedangkan nasi coklat (bilinthi) yang disusun seperti bangunan rapi, kokoh
dan kuat memiliki makna berani.
Bendera bentuknya segi empat dan berjumlah empat buah biasanya ditancapkan
diatas tolangga. Makna dari empat buah bendera ini melambangkan 4 (empat) sahabat
Nabi Muhammad SAW yakni Ali Bin Abi Thalib, Abu Bakar Assidiq, Umar Bin Khatab
dan Usman Bin Affan. Keempat sahabat Nabi ini selalu setia menjaga dan membantu
Nabi Muhammad SAW dalam mensyiarkan agama Islam.
2.3 Proses Perayaan Tradisi walima
Tradisi walima diawali dengan dikili, yaitu melantunkan zikir sepanjang malam
hingga pagi hari di setiap masjid yang biasanya disertai dengan kisah Nabi Muhammad
yang diceritakan dalam bahasa Gorontalo. Di luar kegiatan di masjid, pada umumnya
warga mengawalinya dengan menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi,
curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah
menuju masjid terdekat. Kue-kue yang disusun ini sebelumnya dikemas dalam plastik,
ditata, dan dihias sedemikian rupa sebelum diarak, baik dengan berjalan kaki bersama
atau dengan menggunakan kendaraan seperti mobil, yang mampu menarik perhatian
ribuan warga yang memadati tepi jalan. Setiap perayaan ini, ratusan warga juga sudah
ada yang berkumpul dan menunggu di masjid tempat walima menjadi tujuan akhir.
Mereka sudah siap untuk berebutan kue walima yang disediakan.
Sesampainya arak-arakan di masjid, warga masyarakat terlebih dahulu
memanjatkan doa maulid atas kegiatan dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan.
Setelah doa maulid di masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut direbut atau dibagi-bagikan
kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah, karena menurut mereka hal tersebut
membawa sebuah keberkahan ketika memperoleh makanan yang sudah didoakan.
Menurut warga setempat, nenek moyang mereka mengatakan bahwa makan kue walima
yang sudah dibawa ke masjid dan didoakan di dalamnya sudah terdapat berkah tersendiri,
yaitu rezeki dan kesehatan yang akan berlimpah setelah mengkonsumsi kue walima.
Selain walima ada juga yang disebut dengan toyopo, yaitu anyaman daun kelapa
muda yang diisi dengan nasi kuning, kue, dan telur rebus, yang juga menjadi sajian wajib
dalam tradisi ini. Warga secara sukarela membuat kue dan toyopo untuk diantar ke
masjid. Bedanya dengan walima, toyopo hanya diberikan kepada warga yang ikut serta
berzikir di masjid sementara kue walima dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja.
Karena itu, walima juga menjadi salah satu daya tarik wisata religi di provinsi
Gorontalo. Pemerintah provinsi juga mulai memfasilitasi kegiatan ini mulai dari awal
hingga akhir penyelenggaraannya meskipun belum seluruh daerah. Penyelenggaraan juga
tidak melulu hanya sekadar arak-arakan, di halaman masjid terkadang disajikan
pertunjukan seni lain seperti tari-tarian khas daerah sebelum arak-arakan tiba di masjid
yang dituju. pelaksanaan Festival Walima sudah masuk dalam kegiatan tahunan dari
pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo. Salah satu desa yang memiliki perayaan
walima yang khas adalah desa Bubohu. Di desa tersebut, Walima merupakan hasil kerja
sama antara masyarakat, yayasan pengelola terpilih, dan pemerintah daerah Kabupaten
Gorontalo. Di Bubohu ada keunikan dalam kegiatan perayaan walima nya, yaitu seluruh
rumah-rumah di desa Bubohu melaksanakan open house. Pengunjung dari luar Gorontalo
bisa datang ke rumah penduduk sekitar dan nantinya akan dijamu oleh penduduk usai
pembacaan doa yang digelar di masjid At Taqwa di Desa Bubohu, Bongo.
2.4

Anda mungkin juga menyukai