Walima dalam bahasa Arab, berasal dari kata “aulim” yang diartikan oleh bahasa Persia “Kanduri” dalam bahasa Indonesia “Kenduri” yang artinya adalah pesta makan setelah berdoa kepada Allah SWT. Kata Al-walimah memiliki kata dasar ‘al-walmu–al- walam’, artinya tali pengikat atau pelana kuda’. Sehingga walima bisa diartikan sebagai perjamuan atau hidangan yang dihidangkan kepada para tamu atau undangan (pezikir dan pejabat) oleh tuan rumah (masyarakat). Dengan tujuan untuk memperkuat tali persaudaraan antar sesama.. Pelaksanaan tradisi maulid nabi yang dilaksanakan secara adat dan budaya Gorontalo menjdi daya tarik tersendiri dalam perkembangannya. Proses pelaksanannya ini merupakan salah satu unsure kebudayaan yang sangat luhur dan mempunayi nilai tinggi, antara suku dan daerah-daerah lainnya yang melaksanakan menurut adat masing- masing daerah dengan ciri khas tersendiri yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang yang juga dijadikan sebagai landasan hidup. Pelaksanaan maulid nabi secara tradisional seperti yang dilaksanakan di Gorontalo pada dasarnya memang tidak ada anjurannya dalam islam tetapi untuk memperingati maulid nabi itu secara umum memang sudah dilaksanakan sejak dulu. Tradisi walima adalah tradisi tua semasa kerajaan-kerajaan islam ada, yang dilaksanakan turun temurun antar generasi. Diperkirakan mulai ada sejak pada abad ke- 18. Walima adalah tradisi lama yang hingga kini masih dijaga dan dipelihara dengan baik. Tanpa diperintah, setiap masjid diseluruh Gorontalo melaksanakan tradisi ini. Masyarakat akan menyiapkan kue-kue tradisional seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, tutulu, pisang dan lain-lain. Sejak tahun 1673 Gorontalo menetapkan semboyan adat bersendikan syara dan syara bersendikan kitabullah, sejak saat itu tradisi walima mulai ramai dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya maulid nabi Muhammad s.a.w., bertujuan untuk mengingat hari kelahiran nabi Muhammad s.a.w., mengingat jasa-jasa beliau yang telah menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia termasuk kepada kita, dan juga mengingat pada sifat-sifatnya yang luhur budi, penyabar, rendah hati dan lain-lain. Sikapnya yang tegas menyebarkan dakwah Islam patut kita teladani. Dalam memperingati maulid nabi ini harapannya bukan hanya sekedar mengingat saja kemudian kembali dilupakan setelah ritualnya selesai, namun harus mampu di terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan ditanamkan dalam diri setiap manusia. Perayaan maulid nabi yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, hampir seluruh masyarakat muslim di dunia melaksanakannya dengan tradisi dan perayaan yang berbeda-beda. Tak terkecuali masyarakat Gorontalo yang setiap tahunnya melaksanakan peringatan maulid nabi di masjid-masjid yang dilaksanakan secara adat dan tradisi masyarakat setempat. Walaupun begitu tidak semua masjid yang melaksanakannya dengan cara adat dan tradisi Gorontalo, ada juga sebagian masjid yang melaksanakannya tetapi tidak menggunakan unsur perayaan tradisional. Perayaan hari-hari besar Islam di Gorontalo lainnya juga dengan menggunakan unsur tradisional didalamnya seperti pelaksanaan Isra’ Mi’raj dan 10 Muharam, namun yang paling meriah dan yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya adalah perayaan maulid nabi Muhammad s.a.w. bahkan perayaannya ini sudah menjadi salah satu tempat wisata religi yang ada di Gorontalo dan sudah banyak dikenal luas seperti di Desa Bongo, Kecamatan Batudaa Pantai yang sangat khas dengan unsur tradisional pelaksanaan maulid nabi dengan pelaksanaan yang sangat meriah, mewah dan terkesan berlebihan. 2.2 Makna dari peralatan tradisi walima Pada walima yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo, terdapat satu kebudayaan dalam merayakannya. Dalam masyarakat Gorontalo lebih dikenal sebagai “tolangga” wadah atau tempat yang berisi kue basah atau kue kering yang diarak ke masjid untuk di doakan dengan harapan mendapatkan keberkahannya, walimah ini dibuat dan dikreasikan oleh masyarakat dengan bentuk yang unik dan hiasan yang meriah. Sementara kalau toyopo merupakan bahasa Gorontalo yang awalnya disepakati dengan nama lilingo yang artinya bulat terbuat dari daun kelapa yang masih muda atau janur. Lilingo adalah wadah berbentuk bundar seperti loyang yang terbuat dari daun kelapa muda (janur kuning) yang memiliki makna perpaduan seluruh Suku Gorontalo yang benar-benar melambangkan persatuan dan kesatuan, kekeluargaan dan keakraban. Kemudian lebih dikenal dengan sebutan toyopo yang saat ini mulai berubah menjadi loyang plastik karena semakin sulit mendapatkan janur atau daun kelapa muda. Toyopo singkatan dari tutu-tutupo dan woyo-woyopo yang artinya menyatu di atas membentuk satu kesatuan, terangkul dan tidak terpisahkan, Toyopo ini digunakan untuk mengisi makanan berupa nasi kuning, kolombengi, kue cucur, sukade, kue wapili, panada, lalampa, pisang, telur, ayam goreng, kue basah lainnya khas Gorontalo. Kue tutulu (cucur) adalah sejenis kue yang terbuat dari tepung beras yang bentuknya bulat dan bibirnya sama dan rasanya manis. Kue cucur ini memiliki makna bahwa manusia diciptakan memiliki hati yang sama dan diharapkan hatinya selalu dijaga (baik dan manis perilakunya). Kue kolombengi adalah kue yang dibuat dari adonan yang sedikit namun bentuknya akan jadi banyak dan besar. Makna dari bentuk kue kolombengi ini diharapkan manusia menjadi umat manusia yang berjiwa besar dan selalu dapat berusaha menjadi orang yang dicintai Allah SWT dan rasulnya. Kue sukade adalah kue yang bentuknya bulat dan sederhana tetapi dapat dinikmati oleh semua orang dan tidak cepat rusak. Makna dari manusia yang hidup dengan penuh kesederhanaan dan kesabaran serta ikhlas akan dapat menjalani hidup bahagia di dunia dan diakherat kelak. Kue panada dan lalampa sangat istimewa, bila dimakan dari luar biasanya beda dengan bagian dalam, di dalam terdapat bahan atau adonan yang lain rasanya dan pastinya enak. Makna dari kue panada dan lalampa ini diharapkan manusia berperilaku baik. Kue wapili (wafel) adalah sejenis kue yang berbentuk segi empat atau berbentuk hati. Makna dari bentuk segi empat ini menunjukan sikap manusia yang memiliki hati yang lapang dan penuh kesabaran sedangkan bentuk hati memiliki makna kasih sayang harus dijaga antar sesame manusia. Bentuk telur yang digunakan adalah telur ayam. makna telur dalam tolangga melambangkan rahasia Allah SWT, selain itu juga melambangkan kejadian manusia, makna bentuk bulat telur adalah kepercayaan dan keyakinan atau bulat teguh dengan agama Islam. Bentuk buah pisang yang sering digunakan seperti pisang gapi, dan pisang raja. Makna dari buah pisang ini adalah manusia harus dapat berguna bagi manusia lain terutama bagi yang dilanda kesusahan atau malapetaka. Ayam goreng diberikan dalam bentuk wujud ayam yang belum dipisah-pisahkan. Makna dari bentuk ayam goreng adalah masyarakat yang memberikan tolangga tidak mengharapkan imbalan namun semua yang diberikan dan dihidangkan dianggap sebagai doa untuk Rasulullah, sababat, keselamatan seluruh umat manusia. Pada tahun 1937 pemerintah membuat toyopo yang besar dan diletakkan pada suatu tempat (wadah) yang terbuat dari bambu kuning, wadah tersebut membentuk bujur sangkar menyerupai kaki meja dan di bawahnya ada lantai tempat meletakkan toyopo yang terbuat dari bambu dibelah kecil-kecil (tolotahu), kemudian dihiasi dengan bendera warna-warni serta tulisan-tulisan yang artinya berhubungan erat dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Toyopo yang dihiasi tadi diberi nama ”Tolangga Lopuloto atau Walima Lopuloto” diantar ke masjid dengan tarian langga sampai di halaman masjid. Tolangga adalah sebuah wadah atau tempat menata berbagai jenis kue dengan jumlah yang banyak. Makna dari pada bentuk tolangga adalah melambangkan kuatnya ajaran Nabi Muhammad yang diikuti oleh umat Islam. Bentuk-bentuk tolangga saat ini berbeda-beda, ada yang berbentuk rumah, perahu, menara, dan lain-lain. Di dalam tolangga terdapat kue-kue, tusuk kue, kertas warna, jenis makanan dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh agama di Kota Gorontalo dikatakan bahwa saat ini bentuk tolangga memang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena masyarakat cenderung membuat suatu kreasi bentuk tapi kurang memahami makna dari bentuk tolangga dalam walima tersebut. Nasi yang diletakkan dalam tolangga adalah nasi putih, nasi kuning dan nasi bilinthi. Nasi putih memiliki makna suci (qalbi). Nasi kuning mempunyai makna lambang adat. Sedangkan nasi coklat (bilinthi) yang disusun seperti bangunan rapi, kokoh dan kuat memiliki makna berani. Bendera bentuknya segi empat dan berjumlah empat buah biasanya ditancapkan diatas tolangga. Makna dari empat buah bendera ini melambangkan 4 (empat) sahabat Nabi Muhammad SAW yakni Ali Bin Abi Thalib, Abu Bakar Assidiq, Umar Bin Khatab dan Usman Bin Affan. Keempat sahabat Nabi ini selalu setia menjaga dan membantu Nabi Muhammad SAW dalam mensyiarkan agama Islam. 2.3 Proses Perayaan Tradisi walima Tradisi walima diawali dengan dikili, yaitu melantunkan zikir sepanjang malam hingga pagi hari di setiap masjid yang biasanya disertai dengan kisah Nabi Muhammad yang diceritakan dalam bahasa Gorontalo. Di luar kegiatan di masjid, pada umumnya warga mengawalinya dengan menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah menuju masjid terdekat. Kue-kue yang disusun ini sebelumnya dikemas dalam plastik, ditata, dan dihias sedemikian rupa sebelum diarak, baik dengan berjalan kaki bersama atau dengan menggunakan kendaraan seperti mobil, yang mampu menarik perhatian ribuan warga yang memadati tepi jalan. Setiap perayaan ini, ratusan warga juga sudah ada yang berkumpul dan menunggu di masjid tempat walima menjadi tujuan akhir. Mereka sudah siap untuk berebutan kue walima yang disediakan. Sesampainya arak-arakan di masjid, warga masyarakat terlebih dahulu memanjatkan doa maulid atas kegiatan dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan. Setelah doa maulid di masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut direbut atau dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah, karena menurut mereka hal tersebut membawa sebuah keberkahan ketika memperoleh makanan yang sudah didoakan. Menurut warga setempat, nenek moyang mereka mengatakan bahwa makan kue walima yang sudah dibawa ke masjid dan didoakan di dalamnya sudah terdapat berkah tersendiri, yaitu rezeki dan kesehatan yang akan berlimpah setelah mengkonsumsi kue walima. Selain walima ada juga yang disebut dengan toyopo, yaitu anyaman daun kelapa muda yang diisi dengan nasi kuning, kue, dan telur rebus, yang juga menjadi sajian wajib dalam tradisi ini. Warga secara sukarela membuat kue dan toyopo untuk diantar ke masjid. Bedanya dengan walima, toyopo hanya diberikan kepada warga yang ikut serta berzikir di masjid sementara kue walima dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja. Karena itu, walima juga menjadi salah satu daya tarik wisata religi di provinsi Gorontalo. Pemerintah provinsi juga mulai memfasilitasi kegiatan ini mulai dari awal hingga akhir penyelenggaraannya meskipun belum seluruh daerah. Penyelenggaraan juga tidak melulu hanya sekadar arak-arakan, di halaman masjid terkadang disajikan pertunjukan seni lain seperti tari-tarian khas daerah sebelum arak-arakan tiba di masjid yang dituju. pelaksanaan Festival Walima sudah masuk dalam kegiatan tahunan dari pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo. Salah satu desa yang memiliki perayaan walima yang khas adalah desa Bubohu. Di desa tersebut, Walima merupakan hasil kerja sama antara masyarakat, yayasan pengelola terpilih, dan pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo. Di Bubohu ada keunikan dalam kegiatan perayaan walima nya, yaitu seluruh rumah-rumah di desa Bubohu melaksanakan open house. Pengunjung dari luar Gorontalo bisa datang ke rumah penduduk sekitar dan nantinya akan dijamu oleh penduduk usai pembacaan doa yang digelar di masjid At Taqwa di Desa Bubohu, Bongo. 2.4