Anda di halaman 1dari 4

Nama Narasumber : Hartati Abdullah

Umur : 47 tahun

Alamat : Jalan Pramuka, Kelurahan Bulotadaa Barat, Kecamatan Sipatana, Kota Gorontalo

Pekerjaan : Guru Pengajian

Pewawancara : Marta Zakaria

1. Apa itu tumbilatohe?

Tradisi turun temurun masyarakat gorontalo yaitu tumbila artinya nyalakan dan tohe artinya
lampu. Jadi, tumbilatohe artinya nyalakan lampu. Lampu disini masih menggunakan lampu
botol yang diisi dengan minyak tanah

2. Dimana dilaksanakan tumbilatohe?

Disetiap rumah masyarakat dan didepan jalan menuju masjid. Dan kalau sekarang sudah
jaman modern jadi sudah menggunakan lampu listrik warna-warni yang sudah dipajang
disetiap jalan

3. Kapan tumbilatohe dilaksanakan?

3 hari sebelum hari raya idul fitri dan ada kalanya 4 hari. Jadi kalau puasanya sampai 30 hari
maka tumbilatohe akan dilaksanakan 5 hari, dan jika puasanya hanya sampai 29 hari berarti
tumbilatohe itu dilaksanakan 4 hari dan hari terakhir itu rata-rata sudah sedikit yang
menyalakannya karena sudah mau takbiran

4. Siapa-siapa saja yang melaksanakan tumbilatohe?

Semua masyarakat gorontalo, baik tua maupun muda. Bahkan ada juga yang dari luar daerah
datang ke gorontalo hanya untuk melihat indahnya tumbilatohe dan menjadikannya sebagai
objek wisata.

5. Mengapa dilaksanakan tumbilatohe?

Dari jaman dahulu itu orang-orang tua itu membuat tumbilatohe karena sudah tidak terlihat
lagi bulan dan pada saat ke masjid jadi gelap apalagi pada subuh hari makanya dibuatlah
tumbilatohe disetiap jalan untuk menerangi orang-orang kalau mau ke mesjid dan dari sinilah
dijadikan sebagai budaya daerah gorontalo yang dari turun-temurun.

6. apakah ada selain lampu botol yang digunakan dalam tumbilatohe?

Kalau biasanya nenek-nenek dulu selalu menggunakan gelas dan papaya. Gelas diisi dengan
minyak kelapa setengah dan air setengah. Setelah itu didalam air tersebut ditaruh pewarna
makanan agar terlihat lebih berwarna. Sumbu untuk lampunya dibuat dari kapas yang
digulung-gulung dan dicelupkan didalam minyak kelapa tersebut. Pada papaya itu memakai
papaya mentah yang dibelah menjadi 2. Kedua belahan tersebut diisi dengan minyak kelapa
dan dipakaikan sumbu dari kapas juga.

7. surat apa yang digunakan ketika menyalakan tumbilatohe?

Surat yang dipakai itu surat Al-Qadr :

Inna anzalnahu fi lailatil-qadr, wa ma adraka ma lailatul-qadr, lailatul-qadri khairum min alfi


syahr, tanazzalul-mala ‘ikatu war-ruhu fiha bi izni rabbihim, ming kulli amr, salamun hiya
hatta matla’il fajr.

8. Apa hubungan surat Al-Qadr dengan tumbilatohe?

Keyakinan spiritual semakin banyak yang menyalakan lampu pada malam tumbilatohe maka
malaikat senang melihat cahaya lampu tersebut itulah mengapa disebut dengan malam 1000
bulan. Dan doa-doa diijabah oleh malaikat.

Berdasarkan data-data observasi dan wawancara yang telah saya analisis. Seiring
berkembangnya jaman, pada jaman dahulu itu masyarakat gorontalo belum memakai lampu
listrik dan masih menggunakan lampu botol. Sehingga pada malam tumbilatohe masyarakat
dengan antusias memasang lampu disepanjang jalan agar orang-orang yang ingin ke masjid
ataupun mau mengantar zakat fitrah bisa diterangi oleh lampu-lampu dijalan dan pada masa
itu hanya sedikit yang memakai lampu botol dan lebih menggunakan gelas dan papaya.
Tahun-tahun berikutnya semakin berkembang yang awalnya dari papaya dan sekarang sudah
keseluruhan memakai lampu botol yang diisi oleh minyak tanah. Dan botolnya juga beragam
tapi lebih banyak yang memakai botol M150. Bahkan (bambu yang tersusun dua yang
menjadi tempat menggantungkan lampu. Dan secara adat tidak dibolehkan memakai bahan
yang lain.

Jaman semakin berkembang dan pemakaian alikusu sudah hampir tidak digunakan
lagi karena masyarakat gorontalo sudah menggantungnya dipagar rumah masing-masing dan
bahkan ada yang diletakkan didepan teras rumah. Tumbilotohe berasal dari kata tumbiloyang
berarti pasang dan tohe berarti lampu. Maka tumbilotohe berarti acara pasang lampu. Lampu-
lampu minyak biasanya dipasang di atas sebuah kerangka kayu yang berhiaskan janur
kuning. Buah pisang yang melambangkan kesejahteraan dan tebu sebagai lambang kemuliaan
turut dipasang pada kerangka tersebut. Tradisi tumbilotohe ini merupakan tradisi tahunan dan
juga tanda sebagai hampir berakhirnya bulan ramadhan. Tradisi ini biasa dilaksanakan pada
malam ke-27 bulan suci ramadhan atau 3 malam terakhir menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Pemasangan lampu yang dimulai dari maghrib hingga menjelang subuh ini konon sudah
berlangsung sejak abad XV, dan digunakan untuk menerangi jalan menuju mesjid. Pada abad
ini diyakini penerangan dari daerah Gorontalo masih sangatlah kurang.

Pada jaman sekarang ini yaitu jaman modern lampu botol sudah digantikan dengan
lampu-lampu listrik warna-warni yang dipasangkan disepanjang jalan. Dan memang lampu
listrik dapat menerangi lebih dari lampu botol tetapi adat tetaplah adat yang harus
dibudidayakan bukan malah digantikan dengan lampu-lampu listrik tersebut. Tetapi masih
ada juga yang memakai lampu botol dan itupun hanya sedikit. Tumbilatohe dimulai setelah
sholat maghrib dilaksanakan dan lampu dinyalakan dengan membacakan doa Surat Al-Qadr
dan ada juga yang tidak membacakan doa. Seharusnya diwajibkan membaca doa karena
dibulan suci rahamadan ini semua dosa-dosa kita diampuni oleh Allah SWT. Saat malam ke
27 ramadhan masyarakat antusias sekali menyambut tumbilatohe dan para tetuah adat
berzikir di mesjid pada malam tumbilatohe itu.

Pada saat ini kita seharusnya melestarikan adat tersebut, sebagaimana kakek-nenek
kita yang umurnya sudah bisa dibilang tidak lagi muda dan kita sebegai generasi penerus
tersebut janganlah mengganti atau mengubah adat yang sudah ada dulu dengan lampu-lampu
listrik. Boleh lah dipakaikan lampu listrik tapi adat yang memakai lampu botol juga harus
tetap dinyalakan. Tumbilatohe juga banyak dikenal orang dari luar gorontalo dengan objek
wisata pasang lampu sehingga pada malam tersebut sangatlah ramai dan berbondong-
bondong ke masjid untuk berzikir dimalam tumbilatohe (lailatul-qadr) malam dengan 1000
bulan.
DOKUMENTASI :

Anda mungkin juga menyukai