Anda di halaman 1dari 2

Islam Kejawen, Akulturasi Unik Kearifan Lokal Magetan

“Kejawen kuwi ajaran pedoman uripe wong Jawa sing ngutamaaken ketentreman batin,
keselaran, keseimbangan karo sikap nrimo ming penguasa alam (Gusti)”

Jika berbicara tentang kebudayaan, Indonesia juaranya karena tidak dapat dipungkiri bahwa
memang Indonesia memiliki ribuan kebudayaan yang memiliki ciri khas yang berbeda di
tiap-tiap daerah. Baik itu kebudayaan berupa makanan, agama, kepercayaan, dan lain-lain.

Misalnya saja dalam hal kepercayaan, di Indonesia ada beberapa kepercayan yang dianut dan
bahkan dianggap sakral bagi masyarakat yang masih mempercayai hal tersebut. Namun disisi
lain mereka pun juga memiliki agama yang dianut pula. Dan bagaimana jika kedua hal
tersebut diakulturasikan menjadi suatu tradisi yang dipandang sebagai kearifan lokal suatu
daerah?

Salah satunya di Jawa Timur, ada salah satu kepercayaan yang dianggap sakral yaitu
kepercayaan kejawen yang saat ini masih dipercaya dan beberapa ritualnya masih dilakukan
oleh masyarakat. Seperti adanya sesajen, kepercayaan terhadap weton dan hitungan jawa.
Seiring perkembangan zaman, akulturasi pun mulai terjadi seiring banyaknya masyarakat
yang mulai memeluk agama islam. Namun tradisi kejawen tersebut tidak luntur hanya saja
sisi religiusnya tidak sekental dulu.

Dilihat dari sejarahnya, sejak dulu orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi
inti dari ajaran Kejawen. Dari ajaran tersebut lalu muncul istilah seperti Manunggaling
Kawula Gusti (bersatunya hamba dan Tuhan) yang sering kita dengar sejak zaman Walisongo
hingga saat ini pun masih sering kita dengar melalui ceramah-ceramah agama.

Saya mengetahui hal ini karena keluarga dari ayah saya di Magetan merupakan penganut
Islam Kejawen. Dan saya sering melihat nenek dan kakek saya melakukan beberapa ritual
yang mungkin asing bagi saya dan saya kurang perduli saat itu. Namun seiring berjalannya
waktu saya mulai penasaran dan bertanya tentang beberapa hal yang ingin saya ketahui
tentang Islam Kejawen.

Salah satu contohnya saat kakek saya sudah meninggal dan beliau meninggalkan beberapa
benda yang sangat disukainya yaitu radio baterai dan sepeda onthel tua yang beliau gunakan
untuk berjualan di pasar semasa hidupnya. Ketika beliau meninggal, kedua benda itu
diletakkan di suatu tempat semacam bilik kecil di sudut rumah, dengan penerangan bohlam
kecil berwarna kuning dan ditutup kain korden rajut jaman dahulu. Sehingga terlihat kesan
mistisnya.

Dan saya pernah diminta oleh ayah untuk meletakkan nampan berisi bunga, kelapa utuh,
beras, dan kopi di sekitar sepeda dan radio itu. Dari informasi yang saya dapat dari nenek,
sesajen itu dipersembahkan untuk arwah kakek saya yang mereka anggap masih berada di
dalam rumah. Mereka percaya bahwa sesajen yang mereka berikan akan dinikmati. Beliau
akan tenang jika diberi apa yang disuka.
Ritual tersebut dilakukan pada hari-hari tertentu yang dianggap sakral pada tanggalan Jawa,
seperti malam Jum’at Legi. Konon, pada malam-malam sakral itu, arwah seseorang yang
meninggal akan pulang kerumah dan meminta doa dan sesuatu yang mereka suka. Jadi selain
di doakan lewat cara islami seperti tahlilan telung dina, pitung dina, patangpuluh dina bar
meninggal, mereka juga mendoakan dengan tradisi yang dianut.

Selain itu, di Magetan khususnya di desa tempat nenek saya tinggal, ada ciri khas lain yang
bisa kita lihat dari rumah yang ditempati. Tidak seperti rumah-rumah kebanyakan yang hanya
memiliki 1 pintu utama untuk masuk kedalam. Disana, mayoritas rumah warga memiliki 3
pintu depan. Hal ini jelas memiliki filosofi tersendiri bagi mereka. Namun sampai saat ini
saya belum mengetahui makna adanya rumah 3 pintu tersebut.

Walaupun mayoritas masyarakatnya masih menganut tradisi Kejawen, namun mereka tidak
melupakan kewajiban mereka sebagai umat muslim. Setiap bulan Ramadhan, seperti
kebanyakan umat muslim di seluruh dunia, mereka pun berpuasa, tadarus Al-Qur’an, dan
sholat tarawih.

Pada hari raya lebaran pun disana sangat ramai, bersalam-salaman, silaturahmi ke rumah
tetangga, mendapatkan THR, dan lain-lain. Seperti inilah keunikan tradisi di Magetan yang
tercipta dari perpaduan atau akulturasi dari kebudayaan Kejawen dan agama Islam yang dapat
menjadi ciri khas tersendiri dari Kabupaten Magetan.

Anda mungkin juga menyukai