Menggali Peradaban Tinggi Melayu Lewat Nilai-Nilai Luhur Tengkuluk
Dinda Putri Handayani, Linda Handayani, Rinita Istiqomah Sejarah Tengkuluk Kebudayaan menggunakan tengkuluk yang berada di daerah Jambi tidak terlepas dari kebudayaan Dongson. Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan yang berasal dari Vietnam yang ada pada masa dinasti Han yaitu di zaman perunggu memberikan pengaruhnya ke Asia Tenggara sampai ke Indonesia. Kebudayaaan Dongson dapat terlihat dalam kegiatan bertani, menangkap ikan di laut, berlayar dan memancing. Tradisi mereka berpakaian sangat mempengaruhi tradisi suku-suku di Provinsi Jambi. Pengaruh ini tampak dari seratus macam tradisi penutup kepala atau tengkuluk yang tersebar diseluruh Jambi. Bentuk dan cara pemakaian yang beraneka ragam dari tengkuluk disesuaikan dengan penggunaannya dalam kegiatan sehari-hari. Pada tahun 1452 mulai tampak pengaruh Islam yang di bawa oleh Datuk Paduko Berhalo seorang Ulama Asia, bekas Panglima Tentara Turki yang menetap di Muara Sabak, menikah dengan Putri Selaras Pinang Masak, Raja Jambi. Memegang teguh pada ”Tiga Tungku Sajarangan” yaitu Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi pada Kitabullah. Makna yang terkandung di dalamnya adalah Syara’ (ayat) mengatakan Habluminallah. Adat memakai Habluminannas. Prinsip dalam falafah kehidupan ini memperlihatkan dan menjelaskan, tidak adanya pertentangan antara agama dengan adat pada sejak saat agam Islam masuk ( Aswar, Sativa Sutan, 2010:7). Tradisi penutup kepala atau tengkuluk sudah ada sebelum masyarakat Jambi mengenal agama Islam. Kebiasaan menggunakan baju kurung dan penutup kepala dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dalam menjalankan agama Islam. Adat dan agama bersatu padu membentuk suatu keharmonisan dalam kehidupan masyarakat. Keunikan Tengkuluk di daerah Jambi terletak pada cara pemakaiannya yaitu tidak menggunakan peniti sebagai pengguat dalam penggunaannya tetapi hanya menggunakan keterampilan dalam mengikat dan menyisipkan kain. Klasifikasi Tengkuluk Daerah Asal Tengkuluk Provinsi Jambi terbagi dalam 11 (sebelas) daerah pemerintahan tingkat kabupaten dan kota yang dikenal dengan sebutan Sepucuk Jambi Sembilan Lurah yaitu Kota Madya Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Sarolangun. a. Kota Jambi 1. Kuluk Duo Kain 2. Kuluk Bungo Jeruk b. Kabupaten Batanghari 1. Kuluk Daun Srih Muaro Jambi 2. Kuluk Dan Pakis c. Kabupaten Muaro Jambi 1. Kuluk Satu 2. Kuluk Muaro Jambi d. Kabupaten Tanjung Jabung Barat 1. Kuluk Daun Putat e. Kabupaten Tanjung Jabung Timur 1. Kuluk Daun Pedada f. Kabupaten Tebo 1. Kuluk Bambu 2. Kuluk Rambut Terurai 3. Kuluk Kuncup 4. Kuluk Rebung g. Kabupaaten Bungo 1. Kuluk Mayang Mengurai 2. Kuluk Rambut Panjang 3. Kuluk Melati Terurai h. Kabupaten Merangin 1. Kuluk Keseharian Rantau Panjang Berlipat Tiga 2. Kuluk Bai-bai samping 3. Kuluk Tegedeng Rencong Telang 4. Kuluk Tegedeng Bangko 5. Kuluk Tegedeng 6. Kuluk Tegedeng Kembang Duren 7. Kuluk Tegedeng Kembang Duren Terjuntai 8. Kuluk Kembang Bungo Tanjung 9. Kuluk Kipas 10. Kuluk Kungkai Dipilin dikening 11. Kuluk Kungkai Berpilin Tiga 12. Kuluk Pulau Rengas 13. Kuluk Bungo Duren Bangko 14. Kuluk Lilit Kungkai 15. Kuluk Tudung 16. Kuluk Sumbang 17. Kuluk ke Umo Kungkai 18. Kuluk Kungkai Kembali dari Ladang 19. Kuluk Berzikir 20. Kuluk ke Umo Kungkai 21. Kuluk Cincin i. Kabupaten Kerinci/ Kota Sungai Penuh 1. Kuluk Berumbai Jatuh 2. Kuluk Kuncup Malati j. Kabupaten Sarolangun 1. Tutup Kepala Simpul Cempaka Menurut Usia Pemakai Penutup Kepala atau Tengkuluk wanita suku Melayu Jambi memiliki keragaman dalam memakainya. Salah satunya dapat dilihat dari posisi ujung kain dalam memakainya. Tengkuluk yang ujung kainnya tergantung di sebelah kanan berarti wanita yang memakainya sudah menikah. Sedangkan, jika ujung kainnya di sebelah kiri berarti wanita masih dapat di lamar. Tengkuluk wanita Jambi dapat di bagi menurut usia pemakainya. 1. Tengkuluk Dewasa 1. Tutup Kepala Daun 2. Kuluk Pengajian 3. Kuluk Harian 4. Kuluk ke Umo Kungkai 5. Kuluk Ba-i bai Samping 6. Kuluk Bungo Duren Bangko 7. Kuluk Lilit Kungkai 8. Kuluk Tudung 9. Kuluk Cincin 10. Kuluk Melati Terurai 11. Kuluk Berumbai Jatuh 12. Kuluk Daun Pakis Bungo 13. Tutup Kepala Bungo Cempaka 14. Kuluk Sumbang 2. Tengkuluk Remaja 1. Kuluk ke Umo Kungkai 2. Kuluk Kungkai Kembali dari Ladang 3. Kuluk Kembang Bungo Tanjung 4. Tutup Kepala Simpul Cempaka 5. Kuluk Kuncup Melati 3. Tengkuluk yang dapat dipakai Dewasa atau Remaja 1. Kuluk Daun Sirih Muaro Jambi 2. Kuluk Duo Kain 3. Kuluk Berzikir 4. Kuluk Keseharian Rantau Panjang-Berlipat Tiga 5. Kuluk Tegedeng Rencong Telang 6. Kuluk Tegedeng Bangko 7. Kuluk Tegedeng 8. Kuluk Tegedeng Kembang Duren 9. Kuluk Tegedeng Kembang Duren Terjuntai 10. Kuluk Kipas 11. Kuluk Kungkai Dipilin di Kening 12. Kuluk Kungkai Berpilin Tiga 13. Kuluk Pulau Regas 14. Kuluk Daun Pinang 15. Kuluk Satu 16. Kuluk Daun Pedada 17. Tutup Kepala Berselang Suku Melayu Jambi 18. Kuluk Sapik Udang 19. Kuluk Muaro Jambi 20. Kuluk Bungo Jeruk 21. Kuluk Bunga Pinang Nilai-Nilai Filosofis pada Tengkuluk Tengkuluk Provinsi Jambi memiliki bentuk yang beragam. Masing-masing bentuknya disesuikan dengan kegiatan saat penggunaan Tengkuluk. Satu hal yang lebih unik lagi bahwa masing- masing Tengkuluk memiliki nilai-nilai filosofis tersendiri. 1 Kota Jambi Kuluk Duo Kain adalah penutup kepala yang sangat sederhana dan biasa dikenakan oleh para wanita yang berada di seberang Sungai Batanghari ketika keluar rumah. Saat malam hari hanya bagian mata saja yang tampak. Sedangkan pada siang hari wajah boleh diperlihatkan 2 Batanghari Kuluk Daun Sirih Muaro Jambi digunakan dalam kegiatan sehari-hari dirumah, bertamu maupun ke pasar. Kuluk ini mencerminkan kecantikan budi bahasa wanita pemakainya. 3 Muaro Jambi Kuluk satu berasal dari Kabupaten Muaro Jambi dipakai dalam upacara adat. Mencerminkan dalam mengambil keputusan selalu bersandarkan kepada; Bulatair dek pembuluh, bulat kato dimufakat. Kok bulatlah boleh digulingkan, kok pipihlah boleh dilayangkan. 4 Tanjung Jabung Barat Kuluk daun putat berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat ini biasa digunakan dalam upacara adat dan pesta pernikahan, tapi sekarang ini sudah banyak para wanita memakainya untuk sehari-hari. Makna dari kuluk ini adalah ketelitian dan kecermatan dalam bertindak. 5 Tanjung Jabung Timur Kuluk daun pedada dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur digunakan pada upacara adat dan pesta pernikahan, mencerminkan keramahan seorang wanita. 6 Tebo Tutup Kepala berselanhg suku melayu Jambi umumnya dipakai oleh wanita suku Melayu Jambi berselang. Selendang songket warna merah melambangkan keberanian dalam berbicara. Selendang terbuat dari benang katun warna merah atau hitam, dasarnya limar dengan motif durian pecah dan disungkit dengan benang emas motif bunga melati dan diberi rumbai dengan benang yang dipelintir. 7 Bungo Kuluk melati terurai biasanya dikenakan oleh istri pemangku adat dalam upacara adat, yang melambangkan ketauladanan seorang istri, pemangku adat dalam hidup dan masyarakat dan juga berperan sebagai pengayom. 8. Merangin Kuluk tegedeng yang berasal dari Kabupaaten Merangin ini digunakan dalam setiap acara yang merupakan tradisi dalam menanti tamu. Pada bagian dalam rambut telah dibentuk seperti kuluk tegedeng rencong telang. Pada bagian luar dililitkan selendang yang telah dilipat tiga keseliling kepala. Jumlah lilitan pada Tengkuluk ini menandakan harta kekayaan seseorang yang memakainya. Lima lilitan selendang menandakan orang yang memakainya memiliki kekayaan sedangkan tiga lilitan selendang menandakan orang yang memakainya adalah masyarakat biasa. 9. Kerinci/ Kota Sungai Penuh Kuluk berumbai jatuh yang berasal dari Kabupaten Kerinci ini dikenakan oleh istri pemangku aday. Kuluk ini mencerminkan kepandaian dan kebijaksanaan seorang ibu dalam mengatur keluarga dan rumah tangganya. 10. Sarolangun Tutup kepala simpul cempaka ini dipakai oleh wanita yang belum menikah di Kabupaten Sarolangun dan Merangin dalam upacara adat, pesta, tari dan acara resmi. Membangkitkan Warisan Budaya Tengkuluk Jambi Budaya bangsa asing yang masuk ke Indonesia membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan generasi muda. Sedikit banyak hal itu membuat beberapa budaya yang seharusnya tetap hidup menjadi luntur. Dalam menyikapi kebudayaan yang masuk kita harus menjaga agar jati diri sebagai anak bangsa tidak rusak. Termasuk dengan budaya Tengkuluk yang sejatinya dari dahulu merupakan mahkota Khas Jambi juga tergerus oleh budaya asing. Mahkota khas Jambi yang tidak hanya cantik namun juga memiliki nilai Filosofis yang sangat tinggi, kini mulai ditinggalkan dan tidak menjadi tren di masyarakat Jambi kembali. Beberapa tahun lalu, Ibu Ratu Munawaroh yang kala itu menjadi Istri gubernur Jambi pernah mencanangkan Tengkuluk menjadi aksesoris wajib bagi pegawai Provinsi Jambi dan dipakai pada hari-hari tertentu. Usaha ini, mendapatkan respon yang beragam. Satu hal yang tampak, bahwa upaya ini menuai hasil yang bagus karena dengan pencanangan Tengkuluk tersebut Tengkuluk menjadi ramai digunakan dan juga semakin dikenal oleh masyarakat Jambi. Sekarang, pencangan itu tidak lagi diberlakukan dengan banyak sekali pertimbangan. Salah satunya adalah pertimbangan bahwa pemakaian Tengkuluk itu sangat Rumit dan membutuhkan banyak waktu. Dengan pemikiran yang seperti ini, Tengkuluk menjadi kian pudar nama dan budayanya. Hal ini menjadi problema tersendiri bila dibiarkan. Bisa jadi hal ini membuat tengkuluk menjadi suatu sejarah yang hanya terjadi di masa lalu dan terpulakan di masa kini dan masa datang. Awalnya, tengkuluk ini adalah menjadi sutu bukti bahwa masyarakat Jambi memegang kuat ajaran agama islam yang menganjurkan untuk menggunakan penutup aurat. Satu hal yang bisa kita lakukan untuk memecahkan hal ini adalah mensosialisasikan nilai-nilai dari Tengkuluk itu sendiri baik. Dimulai dari bahan dasarnya yang kebanyakan wanita memakai batik Jambi, selain karna batik Jambi memiliki corak yang unik dan menarik ini juga bisa di gunakan sebagai media promosi