PENDAHULUAN
1. Tanggal 24 September 1960 merupakan suatu tanggal yang penting
dalam kehidupan hukum di Indonesia. pada tanggal tersebut telah diundangkan
dan mulai berlaku Undang-Undang no.5 tahum 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (Lembaran Negara 1960 no. 104) lebih terkenal dengan nama
singkatan Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA penting sekali
2. Undang-undang yang meletakkan dasar-dasar pokok dari pada hukum
agraria nasional yang baru ini memuat ketentuan-ketentuan baru yang penting
sekali. Mengingat bahwa Republik Indonesia merupakan suatu negara agraris,
dimana susunan kehidupan rakyat terbanyak (tak kurang dari 70% menurut
perkiraan), termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, makan
apa yang dikatakan disini tidak berlebih-lebihan.
UUPA kini aktual
3. setiap orang kini membicarakannya dan mengajukan pertanyaanpertanyaan sekitar peraturan-peraturan dan pelaksanaan hukum agraria ini.
Maksud tulisan ini
4. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat terasa
ilmiah maka kami menulis uraian ini.
BAGIAN I
PEMANDANGAN UMUM
Perubahan yang revolusioner
5. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan
perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap stelsel hukum agraria yang
berlaku hingga kini di negeri ini. Suatu perombakan, bukan hanya dibidang
hukum saja, tetapi juga di lain-lain bidang hukum positif. Denga UUPA ini telah
dijadikan tidak berlaku lagi banyak peraturan-peraturan di bidang hukum agraria.
yang berlaku dapat dikatakan terpengaruh pula oleh pandangan masyarakat yang
kapitalis dan feodal itu.
Contoh segi-segi feodalisme: hak-hak konversi di Vorstenlanden
28. sebagai contoh tentang corak-corak feodal dalam hukum adat ini dapat
kiranya kami menunjuk kepada keadaan hukum di wilayah Vorstenlanden sebuah
revolusi nasional. Di sana terdapat suatu keadaan yang khusus berkenaan denga
hukum pemakaian tanah oleh pengusaha-pengusaha perkebunan besar dan rakyat
jelata. Setelah terjadi reorganisasi agraria diwilayah swapraja ini telah diintrodusir
suatu hak atas tanah dari pengusaha kebun besar barat yang terkenal dengan nama
hak konversi (conversierechten). Seluruh stelsel hukum tanah yang berkenaan
dengan hak konversi di swapraja Surakarta dan Yogyakarta ini memperlihatkan
ciri-ciri yang feodal.
Dengan Undang-Undang No.13 tahun 1948 telah dihapuskan pasal-pasal
dalam Vorstenlandse Grondhuurreglement yang merupakan dasar dari hak-hak
konversi ini. Kemudia telah diadakn peraturan berikutnya, yakni peraturan tentang
Penambahan dan pelaksanaan UU nomer 13 tahun 1948 tentang perubahan
Vonstenlandse Grondhuurreglement dengan Undang-Undang no.5 tahun 1950.
Dalam UUPA secara tegas ditentukan, bahwa tidaklah dapat dipertahankan
berlaku terusnya corak-corak feodal dalam hukum adat setempat yang berkenaan
dengan hak-hak atas tanah ini.
Istilah Sosialisme Indonesia dalam UUPA.
29. Ini dalam UUPA, antaranya dalam pasal 5 (hukum adat yang berlaku
tidak dapat bertentangan dengan sosialisme Indonesia) dalam pasal 14
(pemerintah akan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasas dalam rangka
sosialisme Indonesia.
Azas keadilan sosial dalam Pancasila
30. Dalam pertimbangan-pertimbangan konsideran dalam UUPA ini telah
dikemukakan bahwa UUPA ini harus disandarkan atas Pancasila, yang silakelimanya ialah Keadilan Sosial.
31. Lebih lanjut kita saksikan bahwa secara tegas dinyatakan semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial (pasal 6). Hal ini berarti, bahwa tanah itu
harus dipergunakan sesuai dengan keadaan dan sifat dari pada haknya.\
Tanah harus dipelihara dengan baik
32. Tanah harus dipelihara sedemikian rupa hingga kerusakan dicegah dan
kesuburannya bertambah. Siapa saja yang mempunyai sesuatu hubungan hukum
dengan tanah bersangkutan harus memeliharanya (pasal 15 UUPA).
Hak perorangan atas tanah
33. Dalam UUPA diperhatikan pula kepentingan dari perseorangan. Dalam
Memori Penjelasan dikemukakan tentang pasal 6 ini, bahwa harus diadakan
keseimbangan diantara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Keduaduanya ini harus saling mengimbangi. Dengan demikian baru dapat diharapkan
tercapainya cita-cita yag luruh yakni kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi
seluruh rakyat (pasal 2 ayat 3 UUPA)
Pasal 33 UUD 1945
34. Pernyataan bahwa segala hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
dapat dipandang pula sebagai sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam pasal
dari UU Dasar 1945 yang sering kali desebut sebgai pasal yang mengatur hal-hal
agraria, yakni pasal 33 ayat 3.
Tujuan Landreform
35. Menteri Agraria pada waktu itu, Sadjarwo, dalam pidatonya tertanggal 12
September 1960 dalam sidang pleno DPR-GR mengatakan tujuan Landreform di
Indonesia ialah:
a. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat
tani yang berupa tanahm dengan maksud agar ada pembagian hasil yang
adil pula, dengan merombak stuktur pertanahan sama-sekali secara
revolusioner, guna merealisir keadilan sosial;
b. Untuk melaksanaka tanah untuk tani, agar tidak menjadi lagi tanah sebagi
obyek spekulasi dan obyek pemerasan;
c. Untuk memperkauat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap
warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, yang berfungsi
sosial. Suatu pengakuan dan pelindungan terhadap privat bezit, yaitu hak
milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan dan turun-temurun,
tatapi berfungsi sosial;
42. dalam hal ini maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dalam
UUPA. Ketentuan-ketentuan ini harus dipandang sebagai yag lebih tinggi dan
yang harus diutamakan. Berlakunya hukum adat tidak boleh bertentangan dengan
azas-azas yang tertera dalam UUPA ini.
RUU Pokok Agraria didasarkan atas sistem hukum adat maupun sitem
hukum Barat
43. Secara tegas telah dikemukakan dalam RUU tersebut, nahwa diambil
bagian-bagian yang baik dari kedua sitem, baik daru hukum adat maupun dari
hukum barat. Dengan jelas dinyatakan bahwa hukum agraria yang baru ini akan
memuat lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik dari kedua stelsel hukum
ini. Dalam penjelasan resmi atas RUU Pokok Agraria ini dikemukakan sebagai
contoh, bahwa sifat kebendaan (zakelijk karakter) dari hak-hak yang tertentu dala
hubungan perekonomian dan dalam hubungan internasional telah merupakan
suatu pengertian yang erat hubungannya dengan soal kepastian hukum.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak-hak kebendaan dan hakhak pribadi
44. Seperti diketahui hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hak
yang bersifat kebendaan (zakelijk karakter) dan hak-hak yang bersifat pribadi
(persoonlijk karakter).
Dalam UUPA terdapat perbedaan pengertian-pengertian ini
45. Hal ini dapat kita simpulkan dari pasal 20 (perumusan hak milik),
pasal 28 (perumusan hak guna usaha), pasal 35 (hak guna bangunan) dan pasal 25
(ketentuan bahwa hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak
tanggungan). Pasal 33 (ketentuan serupa untuk hak guna-usaha), pasal 39 (idem
untuk hak guna bangunan). Dari ketentuan-ketentuan ini jelaslah sudah maksud
fihak pembuat UUPA untuk memberikan sifat kebendaan kepada hak-hak tersebut.
Hak-hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak-hak ini dapat
dibebani dengan tanggungan dan dijadikan jaminan untuk hutang.
UUPA mengenal perbedaan antara hak-hak kebendaan dan hak-hak pribadi
46. Bahwa pembuat UUPA memang memaksudkan hak-hak yang bersifat
sedemikian tatkala menciptakan ketiga hak baru ini.
47. Bahwa dalam hal ini pengertian-pengertian tentang hukum adat dari
pembuat UUPA telah terpengaruh pula oleh supaya dualisme ini dihapuskan
secepatnya. Dirman berpendapat bahwa adalah sebaiknya bilamana diadakan
unifikasi di bidang hukum agraria ini. Alasa yang dikemukakan oleh penulis ialah
bahwa dalam negara kesatuan Republik Indonesia hatus ada hukum kesatuan
juga.
Pendapat berlainan: perbedaan kebutuhan hukum
51. berlainan dari pada pendapat para ahli yang dikemukakan di atas ini,
maka oleh Prof. Dr. Chabot telah dikemukakan bahwa dualisme dibidang hukum
agraria dahulu bukan disebabkan karena pertimbangan-pertimbangan
diskriminasi. Adanya berbagai macam hak atas tanah, hak-hak yang disandarkan
atas hukum barat, disamping hak-hak yang didasarkan atas hukum adat, menrut
penglihatan Chabot disebabkan karena adanya perbedaan dalam kebutuhan
hukum.
Setiap orang bebeas untuk mempunyai hak eigendom
52. Orang dari golongan rakyat mana saja diperbolehkan untuk
memperoleh hak eigendom atau lain-lain hak atas tanah yang takluk di bawah
hukum barat. Sehak dahulu kala terdapat hubungan tanah yang bebas (vrije
grondenverkeer). Sejak teori Van den Berg dikesampingkan pada pertengahan
abad yang lalu, maka secara leluasa orang-orang dari golongan rakyat yang asli ini
dapat menikmati pula hak-hak atas tanah yang didasarkan atas hukum barat. Hal
ini merupakan yurisprudensi yang tetap, didukung sepenuhnya oleh communis
opinio dari kalangan para sanjana hukum.
Perbedaan kebutuhan hukum di kota-kota dan di desa-desa
53. ada perbedaan yang besar antara kebutuhan-kebutuhan orang-orang
yang tinggal di kota-kota besar, centra dari lalu-lintas internasional, pusat
perdagangan internasional modern, pusat kehidupan ekonomi dan industri, dan
kebutuhan-kebutuhan mereka yang tinggal di desa-desa, di pedalaman, petanipetani yang hidup dari pertanian kecil sebagai pencarian nafkah sehari-hari.
Dapat dikatakan bahwa kebutuhan di kota-kota besar ini kebutuhankebutuhan hukum orang-orang lebih dipenuhi dengan berlakunya hukum barat
yagng tertulis seperti tertera dalam Burgerlijk Wetboek serta peraturan-peraturan
lainnya. Tetapi, sebaliknya tak dapat disangkal, bahwa untuk daerah-daerah
pedalaman, jauh dari centra tempat-tempat tinggal, kebutuhan orang akan lebih
dipengaruhi dengan adanya hak-hak adat yang soepel, luwes, tak tertulis dan
disesuaikan degna keadaan-keadaan dan kebiasaan-kebiasaan setempat.
62. pemindahan hak yang dimaksud disini adalah jual beli, termasuk
pelelangan di muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,
pemberian menurut adat dan pebuatan lain yang dimaksudkan untuk mengalihkan
sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain. Diperlukan ijin pemindahan hak yang
dimaksud di sini adalah atas pemindahan:
a.
b.
c.
d.
no.28, penjelasannya di dalam TLN np. 2171) diundangkan pada tanggal 23 Matet
1961 da mulai berlaku juga pada tanggal diundangkan (lampiran no. 21).
Untuk Jawa dan Madura Peraturan Pendaftaran Tanah menurut PP 10
tahun 1963 mulai dilaksanakan pada tanggal 24 September 1961.
Untuk daerah luar Jawa dan Madura dilakukan daerah demi daerah
disesuaikan dengan persiapan daerah-daerah yang bersangkutan.
Bagi daerah yang belum mulai diselenggarakan menurut Peraturan
Pemetintah No. 10 tahun 1961 maka dikeluarkan Peraturan Menteri Petanian dan
Agraria No. 6 tahun 1964 tentang pendaftaran hak-hak atas tanah di daerah-daerah
di mana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah
No.10 tahun 1961 dimana disebut bahwa hak-hak atas tanah bekas hak barat yang
didaftarkan menurut Overschrijvings Ordonnantie (S. 1834-27) dan hak-hak
lainnya yang didaftarkan menurut Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1959
(TLM no. 1884), yang terletak di daerah-daerah dimana pendaftaran tanah belum
diselenggarakan menurut Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 (LN 1961-28)
mulai tanggal 1 juni 1964 didaftar menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1961.
Pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pendaftaran
Tanah/Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah.
Selain hak-hak dimaksud di atas maka didaftarkan juga menurut Peraturan
Pemenrintah no. 10 tahun 1961 hak-hak atas tanah yang menurut Surat Keputusan
pemberiannya harus didaftarkan menurut Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun
1969, tatapi pada tanggal 1 Juni 1964 pendaftarannya beluk dilaksanakan.
Terhadap hak-hak yang dimaksudkan di atas mulai tanggal 1 Juni 1964
berlaku ketentuan-ketentuan dalam:
a. Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961 tentang Permintaan dan
Pemberian izin pemindahan hak atas tanah (TLN No. 2364(. (lampiran
no.2)
b. Peraturan Menteri Agraria No. 15 tahun 1961 tentang Pembebanan dan
Pendaftaran hipotik dan Vredietverband (TLN No. 2347).
dalam
praktek:
lembaga
erfpacht
yang
Azas Ketuhanan
82. Azas Ketuhanan dapat terbayang dari berbagai bagian. Selain dari pada
dalam konsideran kita saksikan diberikan tempat pula, misalnya dalam pasal 1
ayat 2. Dalam pasal 5 UUPA yang sudah kita bahas di atas, kita saksikan adanya
kententuan bahwa hukum adat adat yang dinyatakan berlaku untuk hukum agraria
nasional yang berlaku ini harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama. Dalam UUPA ini hendak dikemukakan bahwa masih ada tempat
bagi faham-faham Ketuhanan dalam rangka usaha sosialisme Indonesia.
Kesatuan tanah-air
83. Dalam pasal 1 ini dinyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia (ayat 1). Secara resmi dijelaskan bahwa apa yang ditentukan dalam ayat
1 dan 2 dari pasal pertama ini mengemukakan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa
di wilayah Indonesia juga menjadi hak bangsa Indonesia sebagai keseluruhannya.
Demgam cara berpikir sedemikian dapatlah dikemkakan bahwa tanah-tanah di
daerah-daerah dan pulau-pulau, tidaklah semata-smata manjadi hak rakyat asli
dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Bangsa Indonesia sebagai
keseluruhan juga berhak atasnya.
Semacam hak ulayat
84. Berhubung dengan itu dapatlah diartikan pula hubungan bangsa
Indonesia denga bumi, air dan ruang angkasa sebagai merupakan semacam
hubungan hak ulayat (beschikkingrecht).
Hubungan yang abadi
85. Dalam ayat 3 dari pasal 1 ditegaskan lebih jauh bahwa hubungan
antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa yang termaksud tadi
adalah suatu hubungan yang abadi. Hubungan yang abadi ini menunjukkan bahwa
selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan
selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, maka
hubungan ini tidak dapat diputuskan. Dalam keadaan yang bagaimana punjuga
tidak dapat terputus hubungan ini.
Apakah masih ada tempat bagi hak-hak perseorangan?
86. Hak milik perseorangan masih tetap diakui dalam UUPA. Tatkala
Menteri Agraria Mr. Sadjarwo memberi ceramah di Sumatera Utara tentang
Undang-Undang Pokok Agraria pada permulaan bulan November 1960, talah
diutarakan pula secara tegas beliau, bahwa dalam UUPA ini masih diakui hak
Indonesia tidak merupakan suatu kebulatan. Sedari dahulu teori domein ini telah
diperdebatkan dikalangan para sarjana hukum Indonesia.
Teori domein dilepaskan dalam UUPA
91. Dalam UUPA secara tegas ditentukan, bahwa teori deomein
dilepaskan. Azas domein ini dipandang sebagai dasar daripada perudang-unganan
agraria pemerintah jajahan. Yang dimaksud dengan azas domein ini ialah semua
tanah yang pihak lainnya tidak dapat membuktukan, bahwa tanah itu tanah
eigendom(nya) adalah domein negara. Sekarang azas domein ini tidak dikenal lagi
dalam UUPA. Dikemukakan, bahwa azas domein ini adalah bertentangan dengan
kesadaran hukum rakyat Indonesia. azas ini pun dipandang tidak sesuai dengan
azas negara yang merdeka dan modern.
Alasan-alasan pencabutan azas ini.
92. Azas ini tidak sesuai dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan
azas dari negara yang merdeka dan modern. Lain dari pada itu azas domein ini
juga tidak perlu dan tidak pada tempatnya. Dalam Undang-undang Dasar telah
ditentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (pasal 33 ayat2).
Negara sebagai Badan Penguasa
93. Negara bertindak selaku Badan Penguasa. Pikiran yang serupa dapat
kita saksikan dari susunan kata-kata dalam pasal 33 ayat 3 dari pada UUD
tersebut. Dan susunan kata-kata yang serupa dapat kita saksikan diulang pula
dalam pasal 2 UUPA ayat 1 dari pasal 2 ii pun mengemukakan, bahwa bumi, air
dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu
pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan
seluaruh rakyat. Dengan adanya pendirian ini tidaklah diperlukan oleh negara
untuk bekerja degnan perngertian milik, seperti halna dengan teori domein.
ini maka berlakulah peraturan-peraturan yang lama berkanaan dengan hipotik dan
credietverband.
Prinsip-prinsip landreform
99. Bahwa menurut UUPA si pemilik tanah yntuk pertanian pada azasnya
diwajibkan untk mengusahakannya sendiri secara aktif (prinsip landreform) pasal
10. Disini juga dapat dimasukkan ketentuan tentang usaha bersama di bidang
agraria yang harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam bentuk koperasi
atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya (pasal 12 ayat 1). Usaha pemerintah
supaya segala seseuatu usaha agraria diatur hingga meninggikan produksi dan
kemakmuran rakyat (pasal 13) juga dapat dididasarkan atas ketenruan dalam pasal
2 ayat 2 sub c ini. Juga penggunaan tanah diatur oleh pemerintah supaya dapat
dicapai hasil sebanyak-banyaknya.
Untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
100. Wewenang yang diberikan kepada penguasa di bidang agraria ini
harus dikerahkan supaya tercapai satu tujuan, yakniuntuk mencapai sebesarbesarnya kemakmran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
(pasal 2 ayat 2 dan 3 UUPA.
Segi-segi idealistis dalam UUPA
101. Kita saksikan di sini bahwa berbagai kata-kata yang bersifat idiil
telah dipergunakan oleh pembuat undang-undang. Satu dan lain sesuai dengan
lain-lain bagian dari UUPA yang tidak mengabaikan segi-segi idealistis ini
(misalnya konsiderans dan pasal 1 yang mengkedepanka bahwa bumi, air dan
ruang angkasa Indonesia yang kaya raya adalah sebagai karunia Tuhan yang Maha
Esa dan sebagainya)
Negara R.I; negara hukum
102. Juga telah dikemukakan lagi dalam peraturan hukum positif bahwa
Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum (reschsstaat)
104. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan
suatu hak dibatasi oleh isi dan hak itu.
Tanah yang belum dipunyai orang
105. Tanah-tanah ini dapat diberikan oleh negara kepada seseorang atau
badan hukum dengan suatu hak tertentu. Hak-hak ini akan disesuaikan denga
peruntukan dan keperluannya.
Delegasi kekuasaan
106. Pemberian kepada Badan Penguasa ini ialah untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugasnya masing-masing. Hal ini dinyatakan dalam ayat 4 dari pasal
2 yang berbunyi: hak menguasai dari Negara tersebur diatas pelaksanaannya
dapat dikuasai kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional.
Pembatasan oleh hak ulayat
107. Mengenai hubungan antara hak ulayat dan hak menguasai dari negara
ini sudah diadakan tinjauan tersendiri di atas (waktu membicarakan pembatasanpembatasan terhadap hukum adat).
Kearganegaraan dan hak-hak atas tanah
108. berkenaan dengan azas kenasionalan yang dijadikan dasar oleh UUPA
ini perlu kita tunjuk pula pada ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat yang
dkperlukan untuk dapat mempunyai hak-hak baru atas tanah yang bersifat
kebendaan.
Hanya WNI dapat mempunyai hak-hak kebendaan atas tanah
109. Hanya warganegara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik atas
tanah (pasal 21 ayat 1 UUPA jo. Pasal 9). Hak milik ini merupakan hak yang
terpenuh dan terkuat atas tanah maka ditentukan bahwa hak ini disediakan bagi
warganegara saja. Orang-orang asing tidak diperbolehkan untuk mempunyai hak
milik ini.
Ketentuan ini sesuai dengan hukum Internasional
110. Ketentuan semacam ini juga dikenal dalam hukum pertanahan dari
berbagai negara. Hukum internasional yang berlaku sekarang ini tidak mengenal
azas bahwa orang asing harus sewajarnya diperbolehkan untuk memperoleh tanah
(benda-benda tetap).
116. Dari susunan kata-kata yang dipergunakan dalam pasal 26 ayat 2 ini
dapat kita menyimpulkan adanya ketentuan (yang tidak tertulis) bahwa perbuatanperbuatan yang secara tidak sengaja mewujudkan hak milik atas tanah adalah
tidak terlarang. Suatu kaidah tertulis (pasal 26 ayat2) mencerminkan kaidah tak
tertulis. Inilah apa yang dalam ilmu hukum antargolongan terkenal dengan istilah
kaidah pencerminan (Spiegelregel)
Peranan ilmu hukum antargolongan
117. Dalam bagian-bagian UUPA ini juga nampak adanya pengaruh hasilhasil penyelidikan di bidang hukum antargolongan.
Pengoperan ketentuan-ketentuan antar golongan dari perundang-undangan
lama
118. Ketentuan-ketentuan seperti tertera dalam pasal 26 ayat 2 dan pasal
21 ayat 3 nyatanya diambil oper dari apa yang dicantumkan dalam pasal 12 dari S.
1912-422, Peraturan Tanah Partikelir sebelah Barat Cimanuk. Dalam pasal ini
diatur hak usaha di atas tanah-tanah partikelir. Ketentuan dalam peraturan tanah
partikelir ini nyatanya telah diambil sebagai peganagan untuk pasal 21 ayat 3
UUPA. Demikian halnya dengan pasal 23 ayat 2 UUPA. Pasal 12 ayat 7
nampaknya dijadikan contoh. Pasal ini menentukan bahwa tiap Indonesia kepada
orang bukan golongan rakyat Indonesia adalah batal menurut hukum.
Pengaruh ilmu hukum agraria antara sesama WNI karena keturunan
120. Dalam UUPA tidak nampak lagi adanya perbedaan antara sesama
warganegara. Hal ini nyata pula dari ketentuan-ketentuan lain dalam UUPA. Pasal
9 ayat 2 mengemukakan bahwa tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki
maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu
hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri
maupun keluarga.
WNI ialah WNI-tunggal
120a. Mereka yang berstatus WNI, tetapi disampingkan itu masih
mempunyai kewarganegaraan lain dalam berbgai hal dipersamakan dengan orang
asing dalam UUPA ini. Bagi mereka yang di samping berkewarganegaraan RI
masih berkewarganegaraan RRC diberikan waktu 2 tahun (sampai Januatri 1962)
untuk melepaskan kewarganegaraan RRC tersebut. Jika tidak dipergunakan
kesempatan ini dalam hangka waktu 2 tahun tersebut, barulah mereka kehilangan
status WNI mereka, baik menurut UU Kewarganegaraan RI no. 62 maupun
menurut UU no. 2 tahun 1958.
142. Pada prinsipnya wewenang pemberian hak atas tanah ada pada
Menteri Dalam Negeri yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Agraria, tatapi
dalam batas-batas tertentu dapat dilmpahkan kepada Gubernut/Kepala Daerah.
Syarat-syarat pemberian hak atas tanah antara lain:
143. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan penerima hak diharuskan
untuk:
a. Memberi batas/tanda-tanda tanahnya serta memelihara dengan baik
b. Membayar uang pemasukan yang harus disetorkan pada Kas Negara atas
nama mata anggaran Direktoran Jenderal Agraria, Departemen Dalam
Negeri dalam waktu yang telah ditentukan dalam surat Keputusan
Pemberian Hak tersebut
c. Membayar dana Landreform yang harus disetorkan kepada Bank Rakyat
Indonesia atas Rekening Yayasan Dana Landreform
d. Hak tersebut di atas harus didaftarkan pada Sub. Direktorat Agraria Seksi
Pendaftaran Tanah setempat dalam waktu 3 bulan setelah uang pemasukan
dibayar. Kalau jangka waktu habis dan belum selesai maka dapat diajukan
perpanjangan jangka waktu
e. Surat Keputusan Pemberian Hak tersebut batal kalau dalam waktu tesebut
di atas syarat-syaratnya tidak terpenuhi.
Wewenang Gubernur/Kepala Daerah
144.A. Atas tanah Hak Milik
Memberi keputusan mengenai
(a) Permohonan memberikan hak milik atas tanah negara dan menerima pelepasan
hak milik yang luasnya:
a.1. untuk tanah pertanian tidak lebih dari 20.000 m3
a.2. untuk tanah bangunan/perumahan tidak lebih dari 2.000 m3
(b) Permohonan penegasa status tanah sebagia hak milik dalam tangka
pelaksanaan Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
(c) Permohonan pemberian hak milik atas tanah negara:
c.1. Kepada pata transmigran
c.2. Dalam rangka pelaksanaan landreform kepada petani penggarap
c.3. Kepada para bekas gogol tidak tetap, sepanjang tanah itu merupakan bekas
gogolan tidak tetap.
Hak milik
Hak guna usaha
Hak guna bangunan
Hak pakai
Hak pengelolaan
Hak penguasaan
Ijin membuka tanah negara, yang wewenangnya tidak dilimoahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota Kepala Kecamatan.
Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan sesuatu hak atas tanah yang berakibat
batalnya setifikat.
HAK ATAS TANAH KONVERSI HAK BARAT
148. Dasar Hukum
Hak Barat
I. 2
Hak
Eigendom
I. 3
Hak
Eigendom
kepunyaan
orang asing,
dwi
kewarganeg
araan
dan
badan-badan
hukum yang
Hak
Eigendom
Dikonversi
menjadi
Hak milik
Subjek
a. Warga
negara
Indonesia tunggal
b. Badan
hukum
yang
ditunjuk
oleh Pemerintah:
Bank-bank
negara
Koperasi
pertanian
Badanbadan
hukum:
Badanbadan
sosial
Badanbadan
agama
Hak pakai
Perwakilan asing yang
dipergunakan kediaman
Kepada Perwakilan dan
Gedung Kedutaan
Hak
guna
Warga
negara
bangunan
Indonesia
yang
tunggal
Badan
hukum
yang
didirikan
menurut hukum
Indonesia
dan
berkedudukan di
Indonesia
Jangka Waktu
Selama-lamanya
Selama
tanah
dipergunakan
untuk keperluan
tersebut.
20 tahun
I. 4
I. 5
III
IV
ditujukan
oleh
pemerintah
Hak
Eigendom
dibebani
dengan hak
Opstal dan
hak Erfpacht
Hak
Eigendom
tersebut
dalam ayat 3
pasal
ini
dibebani
dengan hak
Opstal dan
hak Erfpacht
Hak
Erfp
acht
untu
k
peru
saha
an
kebu
n
besar
Hak
Erfp
acht
untu
k
perta
nian
kecil
Pemegang
Concensie
dan
sewa
Hak
guna Ps. 36 UUPA
bangunan
Untuk
Atas
nama
pemerintaha pemegang
n dikonversi Opstal/Erfpacht
menjadi hak
guna
bangunan
Selama
sisa
waktu
hak
Opstal/Erfpacht
tersebut max. 20
tahun
bekas
hak
20 tahun
sejak
UUPA
Sisa
waktu
hak
Opstal/Er
fpacht
Hak
guna
usah
Ps. 30 UUPA
untuk
perusahaan
kebun besar
a
(dala
m
wakt
u 1
tahu
n
sejak
UUP
A)
Hak Opstal Hak
guna Ps. 36 UUPA
dan
hak bangunan
Erfpacht
untuk
perumahan
atas tanah
negara
Berlangsu
ng terus
selama
sisa
waktu
max.
5
tahun
Sesudah
itu hapus
Berlangsung
selama
sisa
waktu, max. 20
tahun.