HUKUM PAJAK
Penyusun:
Daya Perwira Dalimi
Kelas Karyawan
Fakultas Hukum
Universitas Pancasila
HUBUNGAN / KAITAN PAJAK DENGAN MASYARAKAT
Pengertian masyarakat adalah sekumpulan/sekelompok individu yang berada dalam satu tempat
1. PENGERTIAN MASYARAKAT
Pajak itu ada karena adanya suatu masyarakat, jadi jika tidak ada masyarakat tentunya tidak akan ada
2. PAJAK ADA KARENA ADA MASYARAKAT
Pajak. Hal ini dikarenakan para individu yang tergabung dalam suatu kelompok (Masyarakat), tentunya
akan mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, seperti fasilitas kesehatan, atau yang biasa disebut dengan
KEPENTINGAN UMUM. Oleh karena itu, dengan adanya tuntutan akan kebutuhan Masyarakat
(Kepentingan Umum), maka dibutuhkan Pajak yang mana pajak tersebut diambil dari masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dari masyarakat tersebut.
Tetapi, dengan adanya suatu Masyarakat, belum tentu atau mutlak terdapat pajak dalam masyarakat
tersebut. Hal ini bisa terjadi karena kondisi dari masyarakat tersebut yang sudah berkecukupan karena
adanya sumber lain yang sangat besar sehingga bisa mencukupi kebutuhan masyarakatnya.
Contohnya adalah Negara Brunei yang mana mampu untuk membebaskan pajak bagi warga negaranya,
karena mempunyai kekayaan yang sangat berlimpah, sehingga tidak membutuhkan lagi sumber
penghasilan dari warga negaranya.
Pajak adalah sumber pendapatan negara yang renewable, dimana pajak ini bersumber dari
masyarakat yang sifatnya tidak terbatas alias akan selalu berkembang mengikuti dinamika pertumbuhan
jumlah yang masyarakat. Beda halnya dengan sumber daya alam yang sifatnya terbatas (non-renewable),
dimana suatu saat akan habis dan perlu dicari sumber daya alam lainnya. Inilah yang menyebabkan
bangsa indonesia pernah mengalami masa membayar pajak yang sangat sedikit, karena pemerintah lebih
mengutamakan pendapatan negara dari sumber daya minyaknya (Pertamina)
3. FUNGSI PAJAK
A. Fungsi BUDGETER (Fungsi Anggaran)
Adalah suatu usaha untuk memasukan uang atau pemasukan sebanyak-banyaknya ke dalam kas
Negara
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
1
4. DASAR HUKUM KONSTITUSI PAJAK
- Pungutan Pajak merupakan amanah Konstitusi, yaitu UUD 1945, Pasal 23a, Amandemen ke-III,
yang berbunyi: “segala pajak dan pungutan lainnya yang sifatnya memaksa harus dengan Undang
Undang”
- Alasan Pajak harus didasarkan dengan UU karena Pajak berhubungan dengan kepentingan Rakyat,
sehingga segala hal mengenai pembuatan hukum pajak tentunya harus dibuat oleh sekelompok yang dapat
mewakiliki kepentingan rakyat, dalam hal ini adalah para anggota DPR yang mana merupakan
representasi dari Rakyat Indonesia. Dengan kata lain, rakyat harus mengetahui sejelas-sejelasnya
mengenai penarikan pajak yang dibebankan tersebut.
Setiap Masyarakat yang mempunyai penghasilan dari pekerjaannya wajib membayar pajak kepada
5. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
6. CYCLUS INCOME
Dalam pajak ini terdapat cyclus income yang mana terjadinya suatu perputaran uang pajak, yang pada intinya
uang pajak itu awalnya didapatkan dari rakyat, yang mana nantinya uang pajak yang ditarik oleh rakyat
tersebut akan kembali atau dinikmati oleh rakyat itu juga.
Dimulai dari Penghasilan Masyarakat yang WAJIB PAJAK yang akan masuk kedalam penerimaan
Negara. Penerimaan Negara ini terdiri dari
- Pajak
- PNPB – UU 20 Tahun 2007
Contoh: Ketika melakukan Balik Nama pada saat Pendaftaran Tanah
- Hibah
Penerimaan Negara ini akan masuk kedalam APBN (Atau APBD untuk daerah)
APBN ini kemudian dibelanjakan oleh Pemerintah, seperti Belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, pembayaran bunga utang, subsidi, hibah, bantuan social dll.
Setelah dibelanjakan oleh Pemerintah, masyarakat akan kembali menerima hasil pajak yang
dibayarkannya dalam bentuk bentuk Barang (fasilitas umum, jalan, dll) dan Jasa (Pelayanan pemerintah).
Hasil pajak yang diterima oleh masyarakat ini adalah hasil pajak yang diterima secara tidak langsung.
UU APBN adalah UU yang mempunyai ARTI FORMAL (Tidak mempunyai bobot materiil), dimana
7. MEKANISME UU APBN
UU ini tidak mengikat secara umum kepada Rakyat, melainkan hanya mengikat Pemerintah
(eksekutif) saja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UU ini merupakan suatu otorisasi dari Rakyat
Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh para anggota DPR kepada Pemerintah (eksekutif) untuk
menggunakan dan memanfaatkan uang yang telah disetujui fungsi penggunaannya.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
2
8. PERBEDAAN PAJAK, RETRIBUSI & SUMBANGAN
A. PAJAK adalah suatu pungutan oleh Negara kepada masyarakat yang mana imbalan atau manfaatnya
diterima secara TIDAK LANGSUNG oleh masyarakat
B. RETRIBUSI adalah suatu pungutan yang ditarik oleh Pemerintah Daerah sebagai pembayaran atas
pemanfaatan layanan (Fasilitas) atau jasa pekerjaan yang spesifik (ditunjuk) yang mana manfaatnya atau
imbalannya dapat diterima/dirasakan SECARA LANGSUNG oleh masyarakat yang membayarkan
retribusi tersebut. Dengan kata lain, retribusi ini suatu pungutan oleh pemerintah daerah yang mana
imbalan atau manfaatnya dapat diterima secara langsung oleh masyarakat.
Contohnya adalah Retribusi Parkir
Dasar hukum Retribusi ini adalah UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
C. SUMBANGAN adalah suatu pungutan atau biaya yang ditarik oleh Pemerintah Daerah kepada
sekelompok atau golongan tertentu saja, yang mana imbalannya hanya akan dirasakan manfaatnya oleh
golongan tersebut saja
D. MATRIX PERBEDAAN PAJAK, RESTRIBUSI & SUMBANGAN
PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN
PERSAMAAN
Sama-sama suatu beban atau biaya yang dipungut dari masyarakat demi suatu kepentingan dari
masyarakat itu sendiri
PERBEDAAN
Imbalan Secara tidak langsung Secara langsung
Pemungut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
Daerah
Manfaat Untuk membiayai Langsung untuk pembayaran Untuk pembayaran atas
pengeluaran Pemerintah atas jasa atau layanan yang kepentingan Suatu golongan
dan kepentingan umum dinikmati oleh Masyarakat tertentu
Penerima Pemerintah dan Seluruh Hanya Individu yang Hanya sekelompok atau
Manfaat Warga Negara membayarkan saja golongan yang
membayarkannya
Sanksi Sanksi Pidana dan Sanksi Sanksi Ekonomis Sanksi ekonomis dan sanksi
Administrative ex: tidak bayar uang PAM, Yuridis (Dikenakan akibat
maka tinggal dicabut saja hukum tertentu)
PAM-nya
Sifat Sangat Kuat atau Wajib Bersifat ekonomis Kuat, tapi tidak sekuat Pajak
Dasar UU No. 28 Tahun 2009
Hukum
Contoh Retribusi Parkir, PAM,
Listrik
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
3
Untuk mencapai terciptanya masyarakat yang sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan oleh konstitusi,
9. HUBUNGAN PAJAK DENGAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Definisi: Suatu system pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiscus – Pegawai
A. Official Assesment System
Definisi: suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab
B. Self Assesment System
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar
Contoh Praktis:
Pajak Penghasilan, dimana masyarakatlah yang menghitung, menetapkan, menyetor dan melaporkan
SPT adalah masyarakat sendiri. Hal ini karena masyarakat sendirilah yang mengetahui secara jelas
penghasilannya, baik keuntungan dan kerugiannya
Definisi: suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk
C. Witholding Assesment System
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutan oleh Wajiib Pajak. Pajak yang dipotong atau
dipungut oleh pihak lain ini, nantinya bisa menjadi kredit pajak atau merupakan pelunasan atas pajak
terutang
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
4
11. JENIS ATAU KARAKTERISTIK PAJAK
A. Menurut Sifatnya
1) Pajak LANGSUNG
Pajak yang dipungut secara PERIODIK dan pembebanannya TIDAK DAPAT DILIMPAHKAN
atau digeser kepada pihak lain dan hanya menjadi beban langsung dari Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Contohnya: PPH, PBB
2) Pajak TIDAK LANGSUNG
Pajak yang yang dipungut secara INCIDENTAL (sekaligus) dan pembebanannya DAPAT
DILIMPAHKAN atau digeser kepada pihak lain.
Contoh: PPN yang sebenarnya ini merupakan pajak dari Produsen yang akhirnya dilimpahkan
kepada konsumennya
B. Menurut Pemungutnya
1) PAJAK PUSAT
Pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah
pusat.
Contoh: PPH, PPN, PPnB, BM
2) PAJAK DAERAH
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
pemerintah daerah.
Contoh: PBB, BPHTB, Pajak reklame, pajak hiburan dll.
C. Menurut Sasaran/Objeknya
1) SUBJEKTIF
Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek dari Wajib Pajaknya,
dalam arti besarnya nilai pajak ikut ditentukan oleh keadaan diri Wajib Pajaknya tersebut.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPH), yang mana setiap Wajib pajak akan mempunyai kondisi yang
berbeda-beda dilihat dari kondisi subjek atau seseorang tersebut, seperti status pernikahan,
tanggungan anak, jumlah penghasilan dan sebagainya. Tiap orang akan mempunyai jumlah pajak
yang berbeda, tergantung dari kondisi seseorang tersebut.
2) OBJEKTIF
Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya saja tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang dipungutnya.
Contoh: PBB, penghitungan nilai pajaknya hanya dilihat dari kondisi objkenya saja, seperti dari
ukuran atau luas dari bumi bangunannya, tidak tergantung dari kondisi subjeknya, atau PPN,
PPnBM dan Bea Materai (BM) yang harus dibayarkan ketika membeli barang dengan tanpa melihat
dari status pembelinya.
Hanya saja, terdapat dalam praktek, dimana Pajak Objektif juga melihat dari kondisi subjeknya atau
dengan kata lain bergeser menjadi Pajak Subjektif. Contohnya adalah PBB bagi para pensiunan dan
jandanya, veteran perang, purnawirawan diberikan keringanan dalam membayar PBB-nya,
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena dalam pajak
terdapat AZAS KEADILAN dalam prakteknya. Dan untuk mendapatkan keringanan, para subjek
hukum tersebut (veteran, puranwirawan, dst) harus mengajukan permohonan keringanan pajak ke
Pemerintah, karena Pajak ini merupakan hukum publik, dimana segala sesuatunya tidak dapat
berlangsung secara otomatis, melainkan harus dimohonkan bagi seseorang yang menginginkannya.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
5
12. UNSUR PAJAK
Unsur adalah sesuatu yang mutlak harus ada agar supaya sesuatu itu akan ada. Dengan demikian, Unsur Pajak
ini sifatnya adalah mutlak dimana dengan tanpa adanya salah satu dari unsur pajak ini,maka tidak akan
mungkin ada atau terdapat Pajak. Unsur-unsur Pajak ini terdiri dari:
1) Ada Masyarakat
Pajak itu ada karena adanya suatu masyarakat, jadi jika tidak ada masyarakat tentunya tidak akan ada
Pajak. Hal ini dikarenakan para individu yang tergabung dalam suatu kelompok (Masyarakat), tentunya
akan mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, seperti fasilitas kesehatan, atau yang biasa disebut dengan
KEPENTINGAN UMUM. Oleh karena itu, dengan adanya tuntutan akan kebutuhan Masyarakat
(Kepentingan Umum), maka dibutuhkan Pajak yang mana pajak tersebut diambil dari masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dari masyarakat tersebut.
2) Ada UU
Konstitusi (UUD 1945) sudah mengamanatkan bahwa Pajak harus menggunakan UU, sebagaimana yang
tercantum pada Pasal 23a, Amandemen ke-III, yang berbunyi: “segala pajak dan pungutan lainnya
yang sifatnya memaksa harus dengan Undang Undang”. Dengan demikian, sudah jelas bahwa UU adalah
salah satu unsur dari Pajak ini.
Alasan Pajak harus didasarkan dengan UU karena Pajak berhubungan dengan kepentingan Rakyat,
sehingga segala hal mengenai pembuatan hukum pajak tentunya harus dibuat oleh sekelompok yang dapat
mewakiliki kepentingan rakyat, dalam hal ini adalah para anggota DPR yang mana merupakan
representasi dari Rakyat Indonesia. Dengan kata lain, rakyat harus mengetahui sejelas-sejelasnya
mengenai penarikan pajak yang dibebankan tersebut.
UU ini sendiri mengandung atau tersirat beberapa azas, yaitu:
- Demokrasi
- Perwakilan Rakyat : Rakyat harus mengetahui tentang pajak itu sendiri
- Musyawarah
- Keadilan Sosial - Pemerataan
3) Pemungut Pajak : Penguasa Masyarakat atau Pemerintah
4) Subjek Pajak
- Subjek Pajak adalah seluruh rakyat yang BERPOTENSI untuk menjadi WAJIB PAJAK.
- Sedangkan Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan dari
Perundangan-undangan terkait dengan Pajak, baik subjek dan objeknya
Contoh: seseorang yang sudah memenuhi ketentuan UU PPH baik subjek maupun objeknya, tentunya
sudah dapat disebut dengan Wajib Pajak
5) Objek Pajak – TATBESTAND
TATBESTAND adalah segala sesuatu yang bisa dijadikan objek pajak, yang terdiri dari:
a. Keadaan: Seseorang yang memiliki tanah dan bangunan, akan dikenakan Pajak PBB setiap tahunnya
b. Perbuatan: Ketika seseorang membeli HP, maka dengan sendiri seseorang tersebut akan dikenakan
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)
c. Peristiwa: Ketika seseorang memenangi suatu undian berhadiah, seseorang tersebut akan langsung
dikenakan Pajak Hadiah
Surat Ketetapan Pajak (Fakultatif – Tergantung)
SKP ini sifatnya Fakultatif, yang berarti tidak semua macam pajak yang memerlukan SKP. Hanya
6)
Pajak yang menggunakan Official Assesment Sytem saja yang menggunakan SKP ini.
SKP ini sendiri termasuk Produk Beschiking, yang artinya bersifat individual dimana ditujukan
spesifik kepada individu (seseorang) yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Contoh: Pajak PBB adalah Pajak yang mengharuskan atau memerlukan SKP karena
menggunanakan official assessment system, dimana Pemerintah (Pejabat Pajak) lah yang akan
menentukan besaran nilai atau jumlah Pajak PBB tersebut. Berbeda halnya dengan PPH yang tidak
menggunaan SKP, karena menggunakan system Self-Assessment, dimana masyarakatlah yang
menghitung, menetapkan, menyetor dan melaporkan SPTnya
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
6
13. CIRI PAJAK
A. Pengertian Ciri
Sesuatu yang tampak dari luar dan dapat terlihat mudah oleh panca indera kita
B. Ciri-Ciri Pajak
1) Peralihan kekayaan : dari seseorang atau Badan kepada Negara atau Masyarakat
2) Tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk
3) Dapat dipaksakan
Pajak Langsung: Pajak yang dipungut secara periodik dan tidak dapat digeser kepada orang lain.
7) Pajak Langsung atau Pajak Tidak Langsung
Pajak Tidak Langsung: Pajak yang dipungut secara incidental (Sekaligus) dan dapat digeser
Contohnya: PPH, PBB
kepada orang lain. Seperti Produsen yang menggeser pajak PPN-nya ke konsumennya
8) Merupakan hutang – Perikatan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dimana akan menimbulkan hak dan kewajiban. Perikatan
pada Pajak ini lahir karena UU, bukan Perjanjian
Falsafah Pajak ini dapat ditemukan atau tersirat dalam Pasal 23a, Amandemen ke-III, yang berbunyi:
15. FALSAFAH PAJAK
“segala pajak dan pungutan lainnya yang sifatnya memaksa harus dengan Undang Undang”. Kata
Undang Undang ini bermakna atau mempunyai arti bahwa Pajak itu HARUS DIKETAHUI OLEH
RAKYAT, dimana Rakyat Indonesia ini direpresentasikan (diwakilkan) oleh para anggota DPR yang
berperan sebagai Legislator atau sebagai Pembuat UU atau Pajak harus ada KETERWAKILAN dari
rakyat itu sendiri. Hal ini dikarenakan karena Pajak ini diambil dari Rakyat dan tentunya harus diketahui
juga oleh rakyatnya (Dari rakyat untuk rakyat)
Jadi, pada intinya Falsafah Pajak adalah adanya KETERWAKILAN RAKYAT pada pajak, dimana
segala sesuatu tentang pajak HARUS diketahui oleh Rakyat. Peralihan barang yang tidak diketahui oleh
Rakyat, tentunya tidak akan dikenakan Pajak. Seperti seseorang yang kecopetan, dimana telah terjadi
peralihan barang dari seseorang tersebut ke Pencopet, sang pencopet tentunya tidak akan dikenakan pajak
atas barang yang didapatkan dari hasil mencopet tersebut.
Kebetulan Falsafah Pajak Indonesia sejalan atau sama dengan system di Inggris, yaitu Taxation without
Representation dan USA, yaitu Taxation without Representation is Robbery.
Falsafah Pajak ini sejalan dengan Sila ke -4 Pancasila, yaitu Pajak merupakan representasi atau
perwakilan rakyat, dimana Pajak harus diketahui oleh rakyat karena dari rakyat untuk rakyat.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
7
16. HUBUNGAN PAJAK DENGAN PANCASILA
A. Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Pajak tidak boleh bertentangan dengan agama, tidak bertentangan dengan ketuhanan yang maha esa.
Ini dapat dilihat bahwa di agama juga terdapat pungutan-pungutan seperti zakat, sadaqoh di Agama Islam,
dan pungutan 10% di agama Nasrani
B. Sila 2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam pungutan pajak harus manusiawi dan adil. Pengertian Adil ini sendiri sebenarnya sangat
abstrak (tidak baku), dimana sangat tergantung ruang, tempat dan waktu. Hanya saja, meski Adil itu tidak
baku, tetap saja Adil itu harus dirumuskan dalam suatu peraturan yang jelas.
Contohnya: Peraturan mengenai PTKP, dimana ada ketentuan dari para Subjek Pajak yang tidak perlu
membayar pajak karena penghasilannya dibawah nilai PTKP yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
C. Sila 3: Persatuan Indonesia
Dalam pajak tersirat asas gotong royong, dimana Rakyat secara bersama-sama membayar pajak demi
kepentingan umum yang lebih besar lagi.
D. Sila 4: Kerakyaatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan
Sila ke-4 ini sangat berhubungan dengan Pasal 23a UUD 1945, yaitu Pajak merupakan representasi
atau perwakilan rakyat, dimana Pajak harus diketahui oleh rakyat karena dari rakyat untuk rakyat.
E. Sila 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Hasil pajak itu ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia, dimana baik wajib pajak maupun yang
tidak membayar pajak juga dapat turut serta menikmati hasil pajak tersebut demi menuju menjadi
masyarakat yang sejahtera
Segala perbuatan atau peristiwa yang menjadi objek Pajak itu sebenarnya diambil dari bidang perdata,
seperti memperoleh penghasilan, jual beli, dan perjanjian
Hubungan Pajak dengan Hukum Administrasi Negara
Pajak merupakan karena mengatur hubungan antara Pemerintah dengan para Wajib Pajaknya
Hubungan Pajak dengan Hukum Pidana
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran-pelanggaran atas pajak ini terdapat sanki pidananya bagi
para Wajib Pajak yang terbukti melakukan pelanggaran pajak
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
8
B. Perlawanan Aktif
Adalah suatu usaha perlawanan yang nyata yang dilakukan oleh para Wajib Pajak dan terlihat pada semua
usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah dengan tujuan untuk
menghindari pajak, yang terdiri dari:
1) Penghindaran dari Pajak (Tax Avoidance) : suatu upaya dari para wajib pajak untuk menggantikan
(substitusi) barang yang mengandung pajak dengan barang yang bebas dari pajak.
Contoh: Pajak (PPN) hanya dikenakan kepada produk-produk buah yang mengalami Fabrikasi
(seperti buah kaleng) atau mengalamai pertambahan nilai. Sedangkan buah-buah segar yang sama
sekali tidak mengalami proses fabrikasi atau terdapat pertambahan nilai, tidak dikenakan pajak.
Dengan melihat situasi seperti itu, akhirnya Wajib Pajak mengganti produk Buah Kaleng tersebut
dengan buah-buahan segar yang bebas dari pajak.
2) Pengelakan (Tax evasion)
a. Legal – Tax Planning
Suatu langkah-langkah yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengelak pajak dengan cara
tidak melawan hukum yang berlaku. Tentunya pengelakan secara legal ini harus dilakukan
secara cermat, dimana Wajib Pajak harus mencari celah-celah hukum yang mana dapat
mengelakan wajib pajak dikenakan pajak.
Contoh: Ketika seorang Wajib Pajak ingin mengembangkan bisnisnya lebih besar, maka Wajib
Pajak tersebut akan mempelajari segala peraturan terkait, untuk mencari tahu langkah-langkah
yang menguntungkan terkait dengan pembayaran pajak atas ekspansi bisnisnya. Ternyata,
berdasarkan peraturan bagi ekspansi bisnis, ada yang namanya insentif pajak jika ekspansi
bisnisnya dilakukan di luar pulau Jawa
b. Ilegal
Suatu langkah-langkah yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengelak pajak dengan cara
melawan hukum yang berlaku
Contoh: Wajib pajak melakukan manipulasi pajak dengan melakukan pembukuan ganda
3) Melalaikan pajak
Suatu usaha Wajib Pajak untuk menolak pembayaran pajak yang telah ditetapkan dan menolak
memenuhi formalitas yang harus dipenuhi
Contoh: Menghalangi penyitaan dengan cara menyembunyikan barang-barang yang akan disita
Hukum Pajak Formal: hukum yang mengatur mengenai pelaksanaan dari hukum materiil
c. Sistematika Hukum Pajak
- UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah yang terakhir oleh UU No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan
- UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
- UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Hukum Pajak Materiil: Hukum yang mengatur mengenai Subjek, objek dan tarif pajak
- UU PPH
- UU PPN
- UU PPnBM
- UU PBB
- UU BPHTB
d. Bentuk Hukum: Hukum Tertulis
e. Sumber Hukum
- UU
- Hukum Internasional (Bilateral & Multilateral): Bukan mengenai timbulnya hutang pajak,
melainkan mengenai hukum pajak nasional digunakan atau tidak terhadap Wajib Pajak
- Yurisprudensi
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
10
21. FUNGSI SKP
A. Ajaran Material
SKP ini ternyata juga ada di ajaran materiil, tapi mempunyai fungsi yang berbeda, yaitu:
1) Tidak menimbulkan hutang pajak
2) Menentukan besarnya pajak
3) Memberitahukan kepada WP
4) Tempat pencatatan pembayaran
Contohnya: ada SKP kurang bayar, SKP Nihil atau SKP Lebih bayar yang dikirimkan oleh Pejabat pajak
terkait dengan informasi dari pembayaran pajak PPH yang telah dibayarkan
B. Ajaran Formal
Sedangkan pada ajara formal, fungsi SKP, yaitu
1) Menimbulkan hutang pajak: SPPT
2) Menentukan besarnya pajak
3) Memberitahukan kepada WP
4) Tempat pencatatan pembayaran
Teori Asuransi:
A. Teori yang TIDAK MEMENUHI/MENJAWAB
Teori yang mengibaratkan Pajak itu seperti Premi, yaitu bayar premi (pajak) untuk nantinya dapat
menanggung kerugian yang diderita. Dasar dari Premi itu adalah Perjanjian antara pihak.
Sedangkan pajak itu adalah suatu perikatan yang timbul karena UU, bukan karena adanya perjanjian.
Teori Daya Pikul
Pemungutan pajak ini sebesar dari yang dipikul/kemampuan seseorang. Dengan demikian, tentunya
teori ini tidak menjawab pertanyaan mengenai pembenaran pungutan pajak, karena membicarakan
mengenai besaran nilai pajak yang harus dibayarkan (Tidak nyambung), bukan mengenai pembenaran
pungutan pajak
Teori Kepentingan
Pajak itu besarnya tergantung dari kepentingan yang dilindungi. Teori ini tidak menjawab karena
pajak itu memberikan imbalan yang tidak langsung, tidak seperti kepentingan yang dilindungi dimana
merupakan imbalan langsung
Teori ini menyebutkan dipungutnya pajak seperti sebuah pompa, dimana disedot dari bawah oleh
pompa, yang kemudian dikeluarkan lagi keatas. Teori ini menjawab tentang pembenaran pungutan
pajak, karena disedot dari rakyat dan diberikan juga kepada rakyat
Teori Kewajiban Pajak Mutlak
Teori ini merupakan “Organ Theory”, yaitu mengatakan bahwa Negara itu adalah suatu organisasi,
dimana dengan terbentuknya suatu Negara dalam bentuk organisasi maka selama itulah Negara itu
memungut pajak dari rakyatnya. Teori ini menjawab karena Negara diberikan Hak oleh rakyat untuk
memungut pajak.
Teori Pembenaran Pajak Menurut Pancasila
Pancasila merupakan kristalisasi dari Nilai-nilai. Salah satu nilai-nilai dari Pancasila itu adalah Nilai
Gotong Royong. Nilai gotong royong ini tumbuh dan tersirat dalam Nilai Pajak itu sendiri, dimana
rakyat secara bersama-sama membayar pajak demi kepentingan rakyat itu juga.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
11
23. AZAS PEMUNGUTAN PAJAK
A. AZAS ADAM SMITH’ CANON: untuk keberhasilan pemungutan pajak, maka setiap peraturan harus
memuat beberapa azas agar ketentuan hukum dalam perpajakan dapat ditaati dan dilaksanakan oleh
masyarakat, yang terdiri dari:
1) Azas Certainty : Kepastian
Dalam hukum pajak, harus terdapat pengertian-pengertian yang jelas dan tidak multitafsir sehingga
kepastian hukum di bidang pajak dapat tercapai
Contoh:
- UU PPH menjelaskan pengertian dari Penghasilan, yaitu sesuatu yang menambah kemampuan
ekonomis. Pengertian ini mempunyai arti yang sangat luas, sehingga pada pasal berikutnya,
pengertian dari Penghasilan ini lebih dijelaskan lebih lanjut dengan merinci Penghasilan, yang
terdiri dari gaji, honor, upah, dll (Dirinci dengan jelas)
- Verjaring (Daluwarsa) : Fiscus dibatasi waktunya dalam memungut pajak, yaitu selama 5 tahun
demi terciptanya kepastian hukum, atau yang biasa disebut dengan Extinsive verjaring. Jadi setelah
Equality: penentuan dasar atau basic dalam penghitungan nilai pajak harus ditentukan dari nilai
4) Azas Equality & Equity
yang sama, sehingga penghitungannya dihitung dari nilai Gross, bukan Netto/bruto
Contoh: Dasar penghitungan pajak dalam UU PPH adalah nilai PKP (Penghasilan Kena Pajak),
Contoh:Seorang Wajib Pajak sepakat akan membeli Tanah dan Bangunan yang mana akan
dikenakan pajak atas tanah dan bangunan tersebut. Tetapi, sebelum terjadinya perpindahan, tanah
dan bangunan tersebut musnah (Terbakar). Dengan demikian, wajib pajak tersebut harus
mengajukan pembatalanpengenaan pajak atas tanah dan bangunan tersebut.(Tidak batal dengan
sendirinya/NICHTE)
ATAU
Azas Yuridis, Ekonomis, Finansial dan Sosiologis
B. AZAS YURIDIKSI PEMUNGUTAN
1) Azas Domisili
Adalah azas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Jadi bagi
siapapun, baik warga lokal maupun warga asing, selama tinggal di suatu tempat, maka akan dikenakan
pajak sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku di tempat tersebut
2) Azas Sumber
Pemungutan pajak ini dilihat berdasarkan sumber penghasilan dari Wajib Pajaknya. Jika sumber
penghasilannya Indonesia, terlepas kewarganegaraannya, maka akan dikenakan pajak di Indonesia.
3) Azas Kebangsaan
Pemungutan pajak ini dilihat berdasarkan kebangsaan atau kewarganegaraan Wajib Pajaknya. Seperti
wajib pajak yang berwarga Negara Indonesia akan dikenakan pajak Indonesia, dimanapu wajib pajak
tersebut berdomisili.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
12
24. HAPUSNYA HUTANG PAJAK
1) Pembayaran – Ps.1382 BW
Pembayaran hutang pajak ini mempunyai ketentuan-ketentuan yang berbeda seperti pembayaran hutang
perdata, karena pembayaran hutang pajak ini merupakan hutang yang timbul akibat perikatan yang lahir
karena UU, tentunya hapusnya hutang pajak pun telah diatur khusus oleh UU, seperti:
- Cara pembayarannya yang sudah diatur
- Tempat pembayarannya: contoh: bank persepsi, sebagai bank yang ditunjuk
- Waktu pembayarannya
2) Kompensasi Hutang – Ps. 1425 BW
Dalam hukum pajak dikenal yang namanya Kompensasi Hutang atau Perjumpaan Hutang.
Contohnya ketika WP mempunyai kelebihan bayar pajak, maka WP tersebut mempunyai 2 pilihan, yaitu
dapat dijumpakan/dikompensasikan dengan Hutang Pajak tahun berikutnya atau dikembalikan atau
diambil langsung uang lebih bayarnya (restitusi).
3) Pembebasan Hutang – Ps. 1438 BW
Dalam pajak dikenal yang namanya pembebasan hutang. Seperti WP yang memang hilang (tidak bisa
ditemukan) atau meninggal dunia dan tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar pajak selama
hidupnya, maka hutang pajaknya akan dihapuskan
4) Pembatalan/Kebatalan – Ps. 1446 BW
Misalnya: ketika terjadi salah hitung nilai pajak atau terjadi salah tulis nama, maka itu dapat dimintakan
pembatalan kepada Pejabat Pajak
5) Daluwarsa – Ps. 1946 BW
Demi kepastian hukum, dalam Pajak dikenal yang namanya Daluwarsa, dimana telah ditentukan waktu
selama 5 tahun bagi fiscus untuk dapat menagih pajak kepada WP. Jika lewat 5 tahun, maka Fiscus akan
kehilangan haknya untuk menagih pajak kepada WP
Sedangkan yang tidak menyebabkan hapusnya hutang pajak, sebagaimana hapusnya perikatan pada umumnya,
yaitu:
1) Konsignasi/Penitipan – Ps. 1404 BW
Ini tidak bisa dilakukan, karena dasar dari konsignasi adalah perjanjian, sedangkan pajak adalah hutang
akibat perikatan yang timbul karena UU
2) Novatie – Ps. 1412: Pembaharuan Hutang
3) Percampuran Hutang – Ps. 1436 BW
Percampuran hutang itu terjadi karena perkawinan yang dasarnya adalah perjanjian. Tentunya ini tidak
berlaku untuk pajak
4) Musnahnya barang – Ps 1444
Di pajak tidak dikenal perjanjian-perjanjian penghapusan hutang karena musnahnya barang. Beda halnya
dengan Perdata yang dikenal dengan NICHTE atau batal demi hukum, sedangkan Pajak dasarnya adalah
bukan perjanjian
5) Dipenuhinya Syarat Batal – Ps. 1265 BW
Karena pemenuhan syarat batal itu hanya terdapat pada perjanjian
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
13
3) Sistem Fiksi
Pungutan pajak dengan tidak sebenarnya atau tidak riil. Biasanya terdapat pada Pajak zaman
dahulu. Saat ini aplikasinya kurang lebih sama dengan PPH Masa (PPH Pasal 25) atau PPH yang
dicicil, dimana PPH-nya sudah dapat mulai dibayar di awal tahun, meski jumlah PPH yang
seharusnya dibayarkan belum diketahui (karena baru dapat diketahui pada akhir tahun).
Sehingga besaran nilai PPH terutangnya dengan menggunakan patokan PPH dari tahun
sebelumnya. Jika nantinya PPH finalnya sudah keluar, maka jumlah yang sudah dibayarkan
dapat dijumpakan ke PPH Tahun berikutnya jika ternyata kondisinya pajak yang telah kita
bayarkan berlebih (lebih bayar)
4) Sistem Riil
PPH yang sudah final atau riil penghitungannya pada akhir tahun, dimana merupakan PPH Pasal 29.
5) Sistem Campuran
PPH Pasal 25 dan Pasal 29
6) Sistem Self Assesment
7) Sistem Official Assessment
8) Sistem Witholding Tax
Sistem pungutan pada sumbernya, yaitu ketika pajak kita
PPH Pasal 22, yaitu
9) Kredit Pajak
PPH Pasal 25, ketika pajaknya dapat dikredit.
6) Untuk menyesuaikan dengan struktur organisasi Negara kita, dimana kita sudah mempunyai
konstitusi, sehingga harus menyesuaikan dengan filosofi dan falsafah Negara Indonesia
7) Untuk menambah pendapatan Negara atau APBN dari sektor Pajak, karena sejak tahun 1983
dirasakan cadangan migas Indonesia semakin menipis, sehingga perlu dicari alternative pemasukan
bagi keuangan Negara
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
14
27. HUKUM POSITIF PAJAK
A. Hukum Formal
Hukum Formal Pajak adalah hukum atau ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan ketentuan-
ketentuan yang terdapat pada Hukum Materiilnya.
Hukum Formal Pajak ini tidak diatur dalam satu Peraturan saja, melainkan diatur dalam beberapa
peraturan, yaitu:
1) UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah dan terakhir diubah melalui UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
("UU KUP").
2) UU No. 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah
melalui UU No. 19 Tahun 2000 ("UU PPSP")
3) UU No. 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak ("UU Pengadilan Pajak")
B. Hukum Materiil
Hukum Materiil adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Subjek, Objek dan Tariff Pajak.
Hukum Materiil ini terdiri dari:
1) UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
terakhir diubah melalui UU No. 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga ("UU PPH").
2) UU No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah diubah diubah melalui UU No. 18 Tahun 2000 ("UU PPN &
PPnBM")
3) UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah diubah
melalui UU No.12 Tahun 1994 ("UU PBB")
4) UU No. 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana
telah diubah diubah melalui UU No. 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan ke-1 ("UU BPHTB")
5) UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai ("UU BM")
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
15
- Hanya saja, Pengadilan Pajak inipun masih dipertanyakan kemandiriannya/independensinya karena pada
kenyataannya secretariat dari Pengadilan Pajak ini masih dibawah Kementerian Keuangan, bukan
Mahkamah Agung
29. UU KUP
1) Keberlakuan UU KUP
UU KUP ini berlaku untuk semua jenis Pajak yang diberlakukan kepada Masyarakat.
Tapi meski demikian, juga ada jenis-jenis pajak tertentu yang membuat aturan formil dan materiilnya
dalam satu peraturan, contohnya adalah PBB. Hal ini karena sulit untuk menyatukan aturan-aturan terkait
dengan PBB yang sifatnya adalah Pajak Objektif, dengan pajak-pajak lainnya yang bersifat Subjektif.
Contohnya NPWP sama sekali tidak dikenal dalam PBB, melainkan hanya digunakan pada PPH, PPN
(Pajak Subjektif), yang mana sifatnya Self Assessment
2) Bentuk Hukum Formil
Hukum Formil ini dapat berupa Undang Undang dan juga Peraturan Perundang-Undangan dibawahnya.
Sedangkan untuk hukum Materiil, WAJIB diatur dalam bentuk Undang Undang
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
16
d. Kewajiban NPWP
a. Badan
Semua badan yang menjadi subjek PPH tanpa terkecuali wajib untuk mendaftarkan NPWP
b. Pemungut/Pemotong Pajak Tertentu
c. Pribadi
Setiap pribadi atau seseorang yang memiliki penghasilan netto diatas dari PTKP wajib untuk
mendaftarkan NPWP
Hal ini menunjukan mengenai adanya karateristik pajak, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Dan
KUP ini sebenarnya memfokuskan kepada Pajak-pajak subjektif saja, karena melihat kondisi-kondisi dari
subjek pajaknya untuk menentukan pajaknya tersebut
e. Penghapusan NPWP
a. WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan
b. Warisan yang telah selesai dibagi
c. Wanita kawin yang tidak melakukan perjanjian pisah harta
d. WP orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi untuk digolongkan sebagai WP
e. WP badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan peraturan perundang-undangan
f. WP BUT yang sesuatu hal telah kehilangan statusnya sebagai BUT
32. SPT
1) Pengertian SPT
Menurut Pasal 1 butir (11), SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Macam SPT
Menurut Pasal 1 butir (12) & (13), SPT terbagi menjadi 2, yaitu SPT Masa yang digunakan untuk
menghitung tiap masa pajak atau tiap bulan dan SPT Tahunan yang digunakan untuk menghitung dan
melaporkan pajak pada akhir tahun.
3) Pengisian SPT
Pasal 3 (1) KUP menjelaskan bahwa setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar. SPT ini merupakan
tempat data WP, NPWP, objeknya
SPT adalah tempat data, sehingga pengisian SPT merupakan pengisian data-data terkait dengan subjek dan
objek pajaknya.
4) Perbedaan pengisian SPT (mengisi data) dalam self-assessment system dan official assessment system :
1. Pengisian SPT self-assessment system (PPH) adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang terdiri
dari menghitung, menetapkan dan melaporkan, dimana jika tidak dilakukan atau dilakukan dengan
tidak benar akan ada sanksinya.
2. Pengisian SPT official assessment system (PBB) adalah merupakan perbuatan administrasi belaka,
yang mana hanya mengisi subjek WP, data objeknya (luas tanah,luas bangunan, bahan bangunannya,
dll), sehingga jika salah dalam penulisannya hanya perlu diperbaiki saja dan tidak ada sanksinya.
5) Keterlambatan Pengisian SPT
Pasal 7 (1) menjelaskan sanksi bagi yang terlambat melakukan pengisian SPT, yaitu Rp500.000 untuk SPT
Masa PPN dan SPT Masa lainnya, serta Rp1.000.000 untuk SPT PPH WP Badan dan Rp100.000 untuk
SPT PPH WP Pribadi
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
17
33. PASAL KUP YANG MENGANDUNG/TERSIRAT SELF ASSESSMENT SYSTEM
1) Pasal 2 (1) yang menjelaskan bahwa WP yang telah memenuhui syarat subjektif dan objektif sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan wajib untuk mendaftarkan diri ke kantor pajak
2) Pasal 3 yang menjelaskan mengenai kewajiban WP untuk mengisi SPT dengan sendiri secara benar
3) Pasal 4 (1) yang menjelaskan mengenai pengisian SPT
4) Pasal 12 (1) yang menjelaskan bahwa WP wajib membayar pajak dan tidak tergantung kepada SKP
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
18
41. SENGKETA PAJAK - PASAL 25
1) Dalam pelaksanaan pembayaran pajak, sangat dimungkinkan jika jumlah pajak yang WP bayarkan tidak
sesuai dengan perhitungan pajak yang dilakukan oleh Fiscuss, sehingga fisccus pajak akhirnya
menerbitkan SKP kepada WP, seperti (Pasal 25 KUP):
a. SKP Kurang Bayar
b. SKP Kurang Bayar Tambahan
c. SKP Nihil
Contohnya WP merasa telah membayar pajak terlalu besar (Lebih Bayar), tapi Fiscuss menerbitkan
SKP Nihil
d. SKP Lebih Bayar
Contohnya WP merasa
e. Pemotongan atau Pemungutan Pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan
2) Terkait dengan SKP yang diterima dari Fiscuss tersebut, WP dapat mengajukan upaya hukum dalam
bentuk Upaya Administrasi sebagaimana yang ditentukan dalam aturan Sengketa Tata Usaha Negara.
3) Langkah atau saluran pertama yang dapat dilakukan dalam Upaya Administrasi untuk menyelesaikan
sengketa atau konflik tersebut adalah mengajukan Surat Keberatan yang ditujukan kepada Dirjen Pajak cq.
KPP atas SKP yang dikeluarkan oleh Fiscuss
4) Setelah menerima Surat Keberatan dari WP, maka Dirjen Pajak/KPP akan mengeluarkan Surat Keputusan
terhadap Surat Keberatan tersebut. Dan jika ternyata WP tidak puas atas Surat Keputusan yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pajak/KPP tersebut, maka WP dapat mengajukan upaya hukum berikutnya, yaitu
mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak.
5) KUP telah mengatur bahwa Putusan Banding dari Pengadilan Pajak adalah Final & Binding, yang berarti
telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diajukan upaya hukum berikutnya.
6) Hanya saja, jika WP masih tidak puas terhadap Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, WP dapat
mengajukan Upaya Hukum Luar Biasa, yaitu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah
Agung. Hanya saja, upaya PK ini bukan lanjutan dari upaya banding.
7) KUP mengatur bahwa dengan adanya sengketa pajak ini, hutang pajaknya tetap harus dibayar terlebih
dahulu sebesar jumlah yang disepakati bersama antara WP dan Fiscuss Pajak. Dengan kata lain, dalam hal
WP mengajukan keberatan, tidak menunda uang yang masuk ke dalam Negara. Intinya APBN harus tetap
ada/"mengebul".
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
19
43. UPAYA PAKSAAN
Jika dalam sengketa pajak, ternyata WP ternyata tidak mau membayar Hutang Pajak, maka akan dilakukan
upaya berikutnya, yaitu Upaya Paksaan, yang terdiri dari diberikannya suatu Peringatan, Teguran, hingga
akhirnya diterbitkan Surat Paksa.
1) Upaya Paksaan adalah Tindakan hukum yang dilakukan oleh kreditur atau orang yang mempunyai hak,
dalam hal ini adalah Pemerintah/Fiscuss, terhadap Debitur atau orang yang mempunyai kewajiban
menurut ketentuan UU atau berdasarkan UU, untuk memaksa orang yang mempunyai kewajiban atau
yang ditentukan oleh UU
2) Upaya Paksaan ini berbeda-beda antara Paksaan dalam Hukum Pidana, Perdata dan Hukum Administrasi
Paksaan Pidana: Kurungan dan Penjara sebagaimana yang diatur dalam KUHP
Negara, yaitu:
Paksaan Perdata: Paksaan yang berasal dari Putusan Pengadilan dan dari Luar Pengadilan, seperti
Paksaan Hukum Administrasi Negara adalah berupa Paksaan Moral, Materi dan Fisik (Gizzeling)
3) Bentuk konkret dari Upaya Paksa ini adalah diterbitkannya SURAT PAKSA oleh Fiscuss kepada WP,
yaitu ketentuan tertulis dari Pejabat yang berwenang dengan Titel Eksekutorial (Mempunyai kekuatan
Eksekusi layaknya Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan dan mempunyai Irah Irah:"demi Keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa") yang mempunyai kekuatan hukum pasti yang mewajibkan WP
yang tercantum namanya pada Surat Paksa untuk membayar pajak-pajak yang disebut dalam Surat Paksa
dalam jangka waktu yang ditentukan dengan ancaman sita atau lelang.
Surat Paksa ini merupakan PARATE EKSEKUSI, yaitu Eksekusi di Luar Pengadilan, tetapi mempunyai
kedudukan yang sama dengan Eksekusi Pengadilan, karena terdapat Titel Eksekutorialnya
Surat Paksa ini bertujuan untuk menagih pajak terhutang dari WP demi terpenuhinya fungsi
budgeter dalam pajak, yaitu memenuhi APBN
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
20
Masalah Pembukuan ini sebenarnya sudah diatur dalam Hukum Perdata, sebagaimana yang diatur dalam
45. PEMBUKUAN - PASAL 28
KUHD dan UU No. 18 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Masalah pembukuan ini akan berguna
nantinya ketika dijadikan sebagai alat bukti dalam Pengadilan. Hanya saja, dalam Hukum Perdata tidak
mengatur mengenai sanksi-sanksi jika tidak dilakukan Pembukuan ini. Konsekuensi jika tidak
dilakukannya Pembukuan hanya tidak ada atau kurangnya alat bukti yang dapat diberikan dalam
Pengadilan.
Hal tersebut sangat berbeda sekali dalam Hukum Pajak, dimana Pembukuan dalam dalam Hukum Pajak
adalah hal yang sangat penting dan wajib, karena pembukuan tersebut yang dituangkan dalam Laporan
Keuangan merupakan dasar pertimbangan untuk menimbulkan hutang pajak. Pembukuan inilah yang
nantinya akan bersedia data tentang penghasilan seseorang yang nantikan akan dimasukkan kedalam SPT
dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan SPT.
Pembukuan atau Laporan Keuangan ini akan menjadi bagian dari SPT (lampiran) yang akan dilaporkan
dan ketika tidak dilampirkan Pembukuan atau Laporan Keuangan tersebut dalam SPT, maka SPT tersebut
akan dianggap tidak ada atau dianggap tidak/belum memasukkan SPT, sehingga akan ada sanksi karena
tidak memasukkan SPT. Pembukuan yang dilakukan ini harus mengikuti norma-norma Ikatan Akuntasi
Indonesia (IAI), yang berarti pembukuan ini harus dilakukan oleh Akuntan Publik yang terdaftar.
Oleh karena dalam hukum perdata tidak diatur mengenai sanksi-sanksi jika tidak menyelenggarakan
Pembukuan, sedangkan dipajak sangat penting dan dibutuhkan, maka dalam hukum pajak ini, yang bersifat
Lex Spesialis, mengatur dengan jelas sanksi-sanksi yang dikenakan bagi WP yang wajib menyelenggarakan
Pembukuan.
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
21
d. Hanya saja, meski WP yang dikecualikan dapat melakukan pencatatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan dengan Prosentase yang disediakan oleh Dirjen pajak, tetapi WP yang dikecualikan tersebut
pun dapat melakukan pembukuan jika memang diinginkan. Karena sebenarnya pada kenyataanya, WP yang
dikecualikan tersebut lebih senang melakukan pembukuan, karena WP tersebut tidak tergantung dengan
Prosentase yang disediakan oleh Dirjen Pajak, melainkan benar-benar dihitung dari untung ruginya suatu
usaha yang benar-benar diketahui oleh WP tersebut.
B. Sanksi Pidana
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
22
UU PPH
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
23
55. PENGHITUNGAN PPH
1) SUBJEK PAJAK: Langkah pertama untuk menghitung PPH adalah mengetahui subjek pajaknya (Pasal,
3 UU PPh)
2) OBJEK PAJAK: Setelah mengetahui Subjek Pajak, dilanjutkan mencari tahu objeknya (Pasal 4(1) UU
PPh) dan objek yang dikecualikan (Pasal 4(3) UU PPh)
3) RUMUS DASAR: Rumus dasar penghitungan Hutang PPH adalah Penghasilan Kena Pajak (“PKP”)
dikalikan dengan Tariff. Dan ada beberapa Perhitungan yang dilakukan sebelum mendapatkan nilai PKP
ini.
4) PENGHASILAN BRUTO (“PB”): Sebelum mendapatkan PKP, harus mendapatkan Penghasilan Bruto
(“PB”) terlebih dahulu. PB ini adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selama 1 tahun
pajak
5) PENGHASILAN NETTO (“PN”): Setelah mendapatkan PB, maka selanjutnya dicari atau dihitung
Penghasilan Netto (“PN”), sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 6 (1) UU PPh, yaitu:
a. Penghasilan Netto yang melakukan Pembukuan:
PN = Penghasilan 1 tahun – Biaya/pengeluaran yang diperbolehkan Pasal 6 (1) UU PPh
Dalam menghitung PN ini benar-benar harus memperhatikan biaya mana saja yang diperbolehkan
untuk menjadi Pengurang (Pasal 6 (1) UU PPh) atau biaya yang tidak boleh menjadi Pengurang
(Pasal 9 UU PPh)
b. Penghasilan Netto yang tidak melakukan Pembukuan
PN = Penghasilan 1 tahun x Prosentase yang ditetapkan Fiscuss
6) PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (“PTKP”): Setelah didapatkan nilai PN, barulah dilihat
Penghasilan Tidak Kena Pajak (“PTKP”) sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
PTKP ini nantinya akan dijadikan pengurang bagi Penghasilan Netto untuk penghitungan Penghasilan
Kena Pajaknya.
PTKP sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 UU PPh adalah:
a. Rp.15.840.000 untuk WP orang Pribadi
b. Ditambahkan Rp.1.320.000 bagi WP orang Pribadi yang kawin
c. Ditambahkan Rp.15.840.000 bagi seorang istri yang penghasilan digabung dengan penghasilan suami
d. Ditambahkan Rp.1.320.000 untuk setiak anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 anak.
7) PENGHASILAN KENA PAJAK (”PKP”): Setelah nilai PTKP-nya diketahui, barulah dihitung PKP-
nya, yang rumusnya adalah Penghasilan Netto dikurangi PTKP:
PKP = PN – PTKP
Nilai PKP inilah yang dijadikan sebagai DASAR penghitungan dari hutang PPh, dimana menjadi acuan
bagi ASAS EQUALITY dalam Pajak. Sehingga keadilan ini dilihat dari nilai PKP-nya, yang mana jika
nilai PKP-nya sama, maka Hutang PPh akan sama. Unsur subjektifnya ada sebelum di PKP, yaitu di
PTKP-nya.
8) TARIFF & HUTANG PPH: Setelah nilai PKP didapatkan, barulah kita menentukan Tarifnya
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 17 UU PPh, karena sebagaimana yang telah dijelaskan
mengenai Rumus Dasar diatas, hutang PPh itu adalah nilai PKP dikalikan dengan Tarif.
HUTANG PPH = PKP x Tarif
Penghitungan PPH ini dibedakan menjadi 2, yaitu PPH untuk WP Badan dan PPH untuk orang Pribadi,
dimana Tarif yang dipergunakan sebagai perhitunga berbeda, yaitu:
a. Penghitungan PPH untuk Wajib Pajak Badan (Pasal 17 (1) PPH):
Hutang PPH = PKP x 28%
b. Penghitungan PPH untuk Wajib Pajak Pribadi (Menggunakan Tarif Progresif – Pasal 17 (1)
PPH)
Hutang PPH = PKP x Tarif Progresif
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
24
56. CONTOH SOAL
1) Berapa PPH Terhutang untuk PKP sebesar Rp600 Juta?
Jawab:
- Lapisan 1: Penghasilan s/d 50 Juta = 5% : Rp.50 juta x 5 % = Rp2.500.000
- Lapisan 2: Penghasilan 50 Juta – 250 Juta = 15% : Rp200 Juta x 15% = Rp30.000.000
- Lapisan 3: Penghasilan 250Juta – Rp500 Juta = 25% : Rp250 Juta x 25% = Rp62.500.000
- Lapisan 4: Penghasilan >Rp500Juta = 30% : Rp100 Juta x 30% = Rp30.000.000
TOTAL HUTANG PPH = Rp125.000.000
2) Tuan A Penghasilan Nettonya adalah Rp800Juta, status Kawin dengan istrinya 1, dan anak 5, dan
menanggung orang tua 2. Berapa PPH Terutang?
Jawab:
a. PN = Rp800 Juta
b. PTKP:
- WP Orang Pribadi : Rp15.840.000
- Mempunyai Istri : Rp1.320.000
- Mempunyai lebih dari 3 tanggungan: 3xRp1.320.000 : Rp3.960.000
TOTAL PTKP : Rp21.120.000
c. PKP = PN – PTKP
= Rp800 Juta – Rp21.120.000
PKP = Rp778.880.000
d. Hutang PPH (Tarif Progresif) untuk PKP Rp778.880.000:
- Lapisan 1: Penghasilan s/d 50 Juta = 5% : Rp.50 juta x 5 % = Rp2.500.000
- Lapisan 2: Penghasilan 50 Juta – 250 Juta = 15% : Rp200 Juta x 15% = Rp30.000.000
- Lapisan 3: Penghasilan 250Juta – Rp500 Juta = 25% : Rp250 Juta x 25% = Rp62.500.000
- Lapisan 4: Penghasilan >Rp500Juta = 30% : Rp278.880.000 x 30% = Rp83.664.000
TOTAL HUTANG PPH = Rp178.664.000
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
25
57. PENGHITUNGAN PBB
1) OBJEK PAJAK:
2) SUBJEK PAJAK: Subjek pajak untuk PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki atau
memperoleh manfaat dari objek tersebut. Sehingga, meski seseorang bukan pemilik dari objek tapi
memanfaatkannya seperti menyewa atau mengontrak, maka seseorang tersebut wajib membayar PBB ini
3) RUMUS DASAR: Rumus dasar penghitungan Hutang PBB adalah NJOPKP Kena Pajak (“NJOPKP”)
dikalikan dengan Tariff. Dan ada beberapa Perhitungan yang dilakukan sebelum mendapatkan nilai
NJOPKP ini.
4) NILAI JUAL OBJEK PAJAK (“NJOP”) GABUNGAN BUMI & BANGUNAN: Langkah pertama
adalah menjumlahkan NJOP dari bumi danNJOP bangunan.
5) NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (“NJOPTKP”): Setelah mendapatkan NJOP,
selanjutnya menentukan nilai dari NJOPTKP-nya sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.
Contoh dari NJOPTKP daerah berbagai daerah
- Depok: Rp.10 Juta, sesuai dengan Pasal 58(4) Perda 7/2010 Depok.
- Jakarta: Rp.15 Juta
6) NJOPKP: Setelah mendapatkan nilai NJOP dan NJOPTKP, maka kedua nilai tersebut diselisihkan untuk
mendapat nilai NJOPKP ini
NJOPKP = NJOP – NJOPTKP
7) TARIFF & HUTANG PBB: Setelah nilai NJOPKP didapatkan, barulah kita menentukan Tarifnya
sebagaimana yang telah diatur dalam berbagai macam peraturan daerah, yaitu:
a. Depok (Pasal 61 Perda 7/2010 Depok):
- 0,125%, untuk NJOP < Rp.1 Milyar
- 0,25%, untuk NJOP > Rp.1 Milyar
b. Jakarta (Pasal 6 Perda 16/2011 DKI)
- 0,01%, untuk NJOP < Rp.200juta
- 0,1%, untuk Rp.200Juta<NJOP<Rp.2Milyar
- 0,2%, untuk Rp.200Juta<NJOP<Rp.10Milyar
- 0,3%, untuk NJOP > Rp.10 Milyar
8) CONTOH PERHITUNGAN
Pak Daya mempunyai tanah di Jakarta seluas 200m2 dengan harga jual Rp.500rb/m2 dan bangunan seluas
100m2 dengan harga jual Rp.400rb/m2. Berapa PBB Terhutang?
Jawab:
- NJOP Tanah : 200 x Rp.500rb = Rp.100.000.000
- NJOP Bangungan: 100xRp900rb = Rp. 90.000.000
TOTAL NJOP = Rp.190.000.000
- NJOTKP Jakarta = Rp. 15.000.000
NJOPKP (Selisih NJOP – NJOPTKP) = Rp.175.000.000
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
26
58. MENGHITUNG BPHTB (PAJAK PEMBELI ATAU PAJAK MEMPEROLEH)
1) OBJEK PAJAK:
2) SUBJEK PAJAK: Subjek pajak untuk PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki atau
memperoleh manfaat dari objek tersebut. Sehingga, meski seseorang bukan pemilik dari objek tapi
memanfaatkannya seperti menyewa atau mengontrak, maka seseorang tersebut wajib membayar PBB ini
3) RUMUS DASAR: Rumus dasar penghitungan Hutang BHTPB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
Kena Pajak (“NPOPKP”) dikalikan dengan Tariff. Dan ada beberapa Perhitungan yang dilakukan
sebelum mendapatkan nilai NPOPKP ini.
4) NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (“NPOPTKP”): NPOTKP ini adalah
nilai yang besarannya sudah ditetapkan oleh masing-masing daerah melalui Peraturan Daerahnya.
NPOTKP ini digunakan untuk mencari nilai NPOKP, yaitu dengan cara menguranginya NPOPKP dengan
NPOPTKP.
Contoh dari NPOPTKP daerah berbagai daerah
- Depok: Rp.60 Juta, sesuai dengan Pasal 69(4) Perda 7/2010 Depok.
- Jakarta: Rp.80 Juta
5) NPOPKP: Setelah mengetahui NPOPTKP yang berlaku di daerah tertentu, barulah mencari nilai
NPOPKP dengan cara mengurangi nilai Nilai Transaksi atauu Nilai Perolehan atas suatu objek (“NPOP”)
yang dikurangi dengan nilai NPOPTKP
NPOPKP = NPOP – NPOPTKP
6) TARIFF & HUTANG BPHTB: Setelah nilai NPOPKP didapatkan, barulah kita menentukan Tarifnya
sebagaimana yang telah diatur dalam berbagai macam peraturan daerah, yaitu:
a. Depok (Pasal 70 Perda 7/2010 Depok): 5%
b. Jakarta (Pasal 6 Perda 16/2011 DKI): 5%
7) CONTOH PERHITUNGAN
Pak Daya menjual tanah beserta bangunannya didaerah Depok kepada Pak Udin seharga Rp.1 Milyar.
Pajak-pajak apa saja yang harus dibayarkan pada transaksi tersebut?
Jawab:
Pajak yang akan dikenakan pada transaksi tersebut adalah PPH Final (Pajak Penjual) yang akan
ditanggung oleh Pak Daya dan BPHTB (Pajak Pembeli) yang akan ditanggung oleh Pak Udin.
a. PPH FINAL = Harga Transaksi x 5%
= Rp.1 Milyar x 5%
= Rp50 Juta
b. BPHTB
- NPOP = Rp.1.000.000.000
- NPOPTKP = Rp. 60.000.000
NPOPKP = Rp. 940.000.000
- Tarif BPHTB: 5%
Maka, besarnya Pajak BPHTB :
5 % x Rp.940.000.000 = Rp.47.000.000
Rangkuman Materi Hukum Pajak you’re never too old to set another goal or to dream a new dream
Daya Perwira Dalimi – 3010 215 021 (Kelas Karyawan)
27