Anda di halaman 1dari 5

Nama : Novia Ananda

NIM : E041201058

ANALISIS KETERKAITAN MASALAH DENGAN TEORI YANG DIGUNAKAN


a. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting
untuk dikuasai oleh peserta didik. Bahkan sering kali muncul anggapan dari kebanyakan orang
tua dan guru bahwa keberhasilan seseorang dalam proses belajar sedikit banyak dapat dilihat
dari keberhasilannya dalam belajar matematika. Dengan kata lain, jika seorang peserta didik
pandai dalam matematika, maka ia diprediksikan akan mudah menguasai mata pelajaran
yanglain. Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting bagi kehidupan sehari-
hari. Hal ini sejalan dengan National Research Council (NRC, 1981) dari Amerika Serikat
telah menyatakan: “Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci ke arah
peluang-peluang. Bagi seorang siswa,keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karir
yang cemerlang. Hal inidapat dipahami bahwa hampir semua pekerjaan sekarang ini pasti
akan melibatkan Matematika. Bagi seorang ekonom dan manager sekalipun,
ketikamerumuskan kebijakan ekonomi selalu berdasarkan pada perhitungan matematika.
Bahkan bagi seorang imam sholat pun ketika tidak tahu matematika, maka ia tidak akan tahu
hitungan rakaat sholat sehingga pasti akan merepotkan makmumnya. Hal yang lebih aneh lagi
adalah kejadian pada orang yang huta huruf, mereka tidak bisa membaca, namun dalam
masalah perhitungan ia pasti bisa. Inilah beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
Matematika merupakan pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh seseorang untuk
menunjang kehidupannya nanti. Maka benar jika Cockcoft dalam Shadiq (2007: 3)
mengatakan “Akan sangat sulitatau tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup di bagian
bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikit pun memanfaatkan matematika.”
Kenyataan yang terjadi di kelas-kelas, Matematika sekarang ini masih dianggap sebagai
mata pelajaran yang sulit. Dalam pelaksanaan Ujian Nasional, matematika selalu menjadi
mata pelajaran dengan nilai rata-rata terendah dibanding dengan mata pelajaran lainnya.
Kasus ketidak lulusan seorang siswa juga banyak disebabkan karena nilai matematika yang
jauh dari nilai minimal kelulusan. Oleh karena itu menjadi tugas bagi semua guru matematika
untuk menyajikan matematika dengan lebih menarik dan memudahkan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) menyatakan bahwa SKL matematika bagi SD/ MI diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif.
2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan
guru/pendidik.
3. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya.
4. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Berkomunikasi secara jelas dan santun.
6. Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya.
7. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis.
8. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
Ditegaskan lagi dalam Depdiknas (2006) melalui Permendiknas No 22tentang Standar Isi
telah menyatakan bahwa tujuan pertama pelajaran matematikadi SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, dan SMK/MAK adalah agar peserta didik:“Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat,dalam pemecahan masalah”. Dengan adanya perkembangan
zaman, tentunya juga akan terjadi perubahan dalam hal tujuan pembelajaran matematika.
Kecenderungan di zaman ini mengarahkan bahwa tujuan matematika lebih dikaitkan dengan
kemampuan berpikir yang digunakan para matematikawan. Karenanya para siswa harus
belajar bernalar, memecahkan masalah dan berkomunikasi. Karena kemampuan seperti itu
jauh lebih dibutuhkan pada masa kini.
Jadi, untuk masa kini dan untuk masa-masa yang akan datang,kemampuan berpikir dan
bernalar jauh lebih dibutuhkan sebagaimana dinyatakan NRC (1989:1) berikut:
“Communication has created a world economy in whichworking smarter is more important
…. Jobs that contribute to this world economy require workers who are mentally fit—workers
who are prepared to absorb newideas, to adapt to change, to cope with ambiguity, to perceive
patterns, and to solve unconventional problems”. Di masa kini dan di masa yang akan datang,
diera komunikasi dan teknologi canggih, dibutuhkan para pekerja yang lebih cerdas (smarter)
daripada pekerja yang lebih keras (harder). Dibutuhkkan para pekerja yang telah disiapkan
untuk mampu mencerna ide-ide baru (absorb new ideas), mampu menyesuaikan terhadap
perubahan (to adapt to change), mampu menangani ketidakpastian (cope with ambiguity),
mampu menemukan keteraturan (perceive patterns), dan mampu memecahkan masalah yang
tidak lazim (solve unconventional problems).
Dari tujuan pembelajaran matematika di atas dapat digaris bawahi bahwa hal yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh guru dalam penyajian pembelajaran matematika adalah
meningkatkan kemampuan bernalar, pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi.
Namun, ketiga komponen di atas sangat jarang direalisasikan oleh para guru. Guru lebih
banyak mendominasi pembelajaran sehingga kemampuan siswa dalam mengkonstruksi dan
memecahkan masalah tidak terjadi di kelas. Bahkan seringkali muncul kejadian, ketika
seorang anak meminta bantuan kepada kepada orang yang bukan gurunya, jawaban yang
diberikan oleh orang tersebut sudah benar, namun karena caranya tidak sesuai dengan cara
yang diberikan oleh guru maka si anak tersebut akan menangis atau marah-marah. Hal yang
lebih parah lagi adalah ketika jawaban yang benar tersebut disalahkan oleh gurunya juga.
Kejadian ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip konstruktivisme dan pemecahan masalah.
Pembelajaran matematika di kelas banyak bertumpu pada Buku Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) dan buku Diktat yang jarang sekali memunculkan soal-soal mengenai pemecahan
masalah. Kebiasaan mengerjakan soal-soal yang hanyatinggal memasukkan angka-angka ke
dalam rumus saja, hanya akan membuatsiswa tidak dapat berpikir kritis, logis, dan kreatif.
Jika siswa dihadapkan padasoal (masalah) yang tidak biasa dihadapi, maka siswa akan
mengalami kesulitan.
Oleh karena itu penting kiranya bagi guru untuk lebih mendalamikembali ketiga komponen
di atas dalam penyajian pembelajaran matematika dikelas. Selain itu guru wajib melaksanakan
pembelajaran dengan mengedepankan konteks kehidupan nyata dalam penyajian
pembelajaran.

b. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.
1. Siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Hal ini
terbukti dengan masih rendahnya nilai rata-rata matematika dibandingkan dengan mata
pelajaran lain dalam Ujian Nasional.
2. Tidak dilakukannnya pembelajaran yang mengacu pada Tujuan Pembelajaran Matematika
sebagaimana telah digariskan dalam Permendiknas, yaitu: meningkatkan kemampuan
bernalar, berpikir logis dan kreatif, serta pemecahan masalah.
3. Kebanyakan siswa belajar sesuai dengan instruksi guru dan tidak difasilitasi untuk
mencapai tujuan pembelajaran matematika.

c. Pembatasan Masalah
Agar penelitian berjalan dengan lebih terarah, maka perlu dilakukan pembatasan sebagai
berikut.
1. Mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru terkait dengan
tujuan pembelajaran matematika sesuai dengan Permendiknas.
2. Penelitian melibatkan guru Sekolah Dasar (SD) se-gugus di Kecamatan Purworejo
Kabupaten Purworejo.
3. Penelitian dilakukan pada Tahun Ajaran 2012/2013.

d. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD dalam
mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yang berkaitan dengan
penalaran?
2. Bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD dalam
mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yang berkaitan dengan
pemecahan masalah?
3. Bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD dalam
mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yang berkaitan dengan
komunikasi?
4. Bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD dalam
mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yang berkaitan dengan
pendekatan kontekstual?

e. Fungsi Penelitian
Fungsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD
dalam mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun2006 yang berkait dengan
penalaran.
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD
dalam mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun2006 yang berkait dengan
pemecahan masalah.
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD
dalam mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun2006 yang berkait dengan
komunikasi.
4. Untuk mengetahui bagaimana tingkat pemahaman dan kesulitan guru matematika SD
dalam mengimplementasikan Permendiknas nomor 22 tahun2006 yang berkait dengan
pendekatan kontekstual.

f. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk lebih memberikan pemahaman kepada para guru Sekolah Dasarmengenai tujuan
pembelajaran Matematika berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006.
2. Membantu Guru untuk dapat mengimplementasikan tujuan pembelajaran matematika
dalam proses pembelajaran di kelas.
3. Meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar.

KAJIAN TEORI
a. Tujuan Pembelajaran
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh
perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan
matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Visi dan tujuan dari dokumen The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM),
yaitu Princples and Standards for School Mathematics, semua siswa harus mendapatkan
kesempatan untuk mempelajari, mengapresiasi, dan menerapkan skill-skil, konsep-konsep,
dan prinsip-prinsip matematika baikdidalam ataupun diluar sekolah (Wahyudin, 2008:4).
Standar NCTM (Van deWalle, 2008:4) sebagai standar utama dalam pembelajaran
matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan
komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran
(reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar tersebut
mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang
mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat
model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep
matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media
lainnya.

b. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran matematika dengan pendekatan kotekstual atau realistic memberikan
peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam
menyelesaikan suatu masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan
oleh siswa, siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan
guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal melalui
matematisasi horisontal dan vertikal.
Ada istilah kontekstual dan juga ada istilah realistik. Pada pembelajaran matematika istilah
kontekstual dikenal sebagai pendekatan Contextual Teachingand Learning atau yang lebih
dikenal dengan pendekatan CTL dan realistic dikenal sebagai pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) dan di Indonesia dikenal dengan istilah Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI).
Menurut pandangan konstruktivistik bahwa perolehan pengalaman seseorang itu dari
proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan
tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang. Skemata itu tersusun
dengan upaya dari individu siswa yang telah bergantung kepada skemata yang telah dimiliki
seseorang (Ernest dalam Hudoyo,1998: 4-5).

Anda mungkin juga menyukai