Anda di halaman 1dari 3

Nama:Aufar Usama Tarigan

Npm:1906200616

Kelas:L1

Matkul: Hukum perdata internasional

a.Sebutkan sejarah HPI pada masa kekaisaran romawi abad ke 2-6 sesudah masehi, dan sebutkan asas-
asas HPI pada masa ini.

b.Sebutkan sejarah HPI pada masa pertumbuhan asas personal hukum perdata internasional abad ke-6
sampai 10, dan sebutkan asas-asas HPI pada masa ini.

c.Jelaskan teori statuta Italia yang dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang bernama
Accurcius.

d.Jelaskan pendapat Johannes Voet tentang ajaran comitas gentium dan pendapat Friedrich Carl V.
Savigny tentang teori Hukum Perdata Internasional Universal abad ke-19.

e.Jelaskan sejarah pendapat Friedrich Carl V. Savigny tentang teori Hukum Perdata Internasional di
Indonesia.

Jawab

1.Sejarah Hukum Perdata Internasional TAHAP PERTAMA (Masa Kekaisaran Romawi Abad Ke 2-6
Sesudah Masehi)

Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud nyatanya adalah
dengan tampaknya hubungan antara warga romawi dengan penduduk provinsi atau municipia, dan
penduduk provinsi atau orang asing dengan satu sama lain didalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam
hubungan hukum tersebut tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah
peradilan khusus yang disebut preator peregrines. Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu
hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar.
Asas Hukum Perdata Internasional pada masa ini adalah:

1.)Asas Lex Rei Sitae ( Lex Situs ) yang berarti perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak
bergerak tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu berada/terletak.

2.)Asas Lex Domicili yang berarti hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum dari tempat
seseorang berkediaman tetap.

3.)Asas Lex Loci Contractus yang berarti bahwa terhadap perjanjian-perjanjian (yang melibatkan para
pihak-pihak warga dari provinsi yang berbeda) berlaku hukum dari tempat pembuatan perjanjian.

2.Sejarah Hukum Perdata Internasional TAHAP KEDUA (Masa pertumbuhan asas personal hukum
perdata internasional abad ke-6 Sampai 10)

Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas provinsi-provinsi
jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi tidak berguna.

Pada masa ini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis, yaitu :

1.)Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian sengketa hukum, hukum yang
digunakan adalah hukum dari pihak tergugat.

2.)Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan
hukum personal dari masing-masing pihak.

3.)Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak pewaris.

4.)Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum personal pihak transferor.

5.)Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan berdasarkan hukum
personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.

6.)Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari piahak suami.

3.Dasar Teori Statuta:Lahirnya teori statuta Italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang
bernama Accurcius yaitu “Bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di Italia di gugat disebuah
kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia bukan subjek
hukum dari kota lain itu.”

4.Pandangan Friedrich Carl V. Savigny

Savigny mencoba menggunakan konsepsi “legal seat” itu dengan berasumsi bahwa “ untuk setiap jenis
hubungan hukum, dapat di tentukan legal seat/tempat kedudukan hukumnya”, dengan melihat pada
hakikat dari hubungan hukum tersebut. Jika orang hendak menentukan aturan hukum apa yang
seharusnya berlaku dalam suatu perkara yang terbit dari suatu hubungan hukum, hakim berkewajiban
menentukan tempat kedudukan hukum/legal seat dari hubungan hukum itu. Selain itu, Savigny juga
beranggapan bahwa legal seat itu harus di tetapkan terlebih dahulu dan caranya adalah dengan
melokalisasi tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum itu melalui bantuan titik-titik taut. Jika
tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah dapat ditentukan, system hukum dari
tempat itulah yangbakan digunakan sebagai lex causae.

-Johannes Voet berpandangan bahwa pemberlakuan hukum asing di suatu negara bukan merupakan
kewajiban hukum internasional publik atau karena sifat hubungan perdatanya. Negara asing tidak dapat
menuntut pengakuan atau pemberlakuan kaidah hukumnya di wilayah hukum negara lain dan oleh
karena itu pengakuan atau berlakunya suatu hukum asing hanya dilakukan demi sopan santun pergaulan
antarnegara (comitas gentium). Namun asas comitas gentium harus ditaati oleh setiap negara dan harus
dianggap sebagai bagian dari sistem hukum nasional negara tersebut.

5.Hukum Perdata Internasional merupakan bagian dari hukum perselisihan dan hal yang menjadi
pembeda utama HPI dibandingkan dengan subbidang hukum perselisihan lainnya adalah bahwa HPI ini
memiliki titik taut berupa adanya unsur asing di dalam persitiwa HPI. Pertumbuhan HPI di Indonesia
memiliki sejarah yang unik. Pada dasarnya pemikiran HPI di Indonesia berkembang dari konsep hukum
perdata kuasi internasional, sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Andre de la Porte, ketika Indonesia
masih merupakan negara jajahan Belanda (Hindia Belanda). Konsep ini di perkenalkan oleh pemerintah
Belanda dengan melalui sistem yang dikenal sebagai hukum antargolongan atau hukum antar komunitas
(Bayu Seto, 2013: 72).

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan menjadi sebuah negara yang berdaulat,
relevansi dari hukum antar golongan sebenarnya menjadi berakhirdan digantikan perannya olehHukum
Perdata Internasional dalam arti yang sempit (hanya mengatur hubungan-hubungan hukum yang
melibatkan Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing). Hubungan antarkelompok penduduk
di Indonesia bukan lagi dibedakan karena pembedaan golongan penduduk melainkan karena
pembedaan kewarganegaraan. Artinya, hubungan ini berubah menjadi hubungan yang bersifat
transnasional yang mengandung unsur asing (foreign element) (Bayu Seto, 2013: 72-73).

Anda mungkin juga menyukai