Sejarah Perkembangan Hukum Perdata Internasional dibagi menjadi lima tahapan yang
akan dijelaskan sebagai berikut :
B. Tahap Kedua ( Masa Pertumbuhan Asas Personal Hukum Perdata Internasional Abad
ke-6 sampai 10)
Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas
provinsi-provinsi jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi tidak
berguna.
Pada masa iini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis, yaitu :
1. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian sengketa hukum,
hukum yang digunakan adalah hukum dari pihak tergugat.
2. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan
hukum perssonal dari masing-masing pihak.
3. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak pewaris.
4. Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum personal pihak
transferor.
5. Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan berdasarkan
hukum personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.
6. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari piahak suami.
Perkembangan Teori Statuta di Prancis terjadi pada abad ke-16 Masehi. Situasi
Kenegaran di Prancis Abad ke-16
Struktur kenegaraan Prancis pada abad ini, mendorong untuk mempelajari hubuungan
perselisihan secara intensif. Para ahli hukum Prancis berusaha menjalani dan
memodifikasi teori Statuta Italia dan menerapkannya dalam konflik antar propinsi di
Prancis.
Cara Penyelesaian
Para ahli hukum mendalami dan memodifikasi teori statuta dan menerapkannnya di
provinsi italia, beberapa tokoh teori statuta diprancis yang dikenal yaitu Dumoulin (1500-
1566) dan D’Argentre (1523-1603).
Tokoh dalam Teori Statuta Belanda adalah Ulrik Huber (1636-1694), dan
Johannes Voet (1647-1714)
Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori statuta belanda ini adalah
kedaulatan ekslusif negara yang berlaku didalam teritorial suatu negara.
Menurut Ulrik, untuk menyelesaikan perkara hukum perdata internasional, ulrik
berpendapat bahwa orang harus bertitik tolak dari 3 prinsip dasar, yaitu :
a. Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara itu
b. Semua orang atau subjek hukum secara tetap atau sementara berada didalam
teritorial wilayah suatu negara berdaulat.
c. Berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara, hukum yang belaku dinegara
asalnya tetap memilikikekuatan berlaku dimana-mana, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberin pengakuan.
1. Savigny mencoba menggunakan konsepsi “legal seat” itu dengan berasumsi bahwa
“untuk setiap jenis hubungan hukum, dapat ditentukan legal seat/tempat kedudukan
hukumnya” dengan melihat hakikat dari hubungan tersebut.
2. Jika orang hendak menetukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku dalam suatu
perkara yang terbit dari suatu hubungan hukum
3. Savigny beranggapan bahwa legal seat itu harus ditetapkan terlebih dahulu dan caranya
adalah dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum itu melalui
bantuanm titik-titik taut.
4. Jika tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah dapat ditentukan,
sistem hukum dari tempat itulah yang akan digunakan sebagai lex causae.
5. Setelah tempat kedudukan hukum itu dapat selalu dilokalisasi, melalui penerapan titik-
titik taut yang sama pada hubungan hukum yang sejenis.
6. Asas hukum itulah yang menjadi asas Hukum Perdata Internasional yang menurut
pendekatan tradisional mengandung titik taut penentu yang harus digunakan dalam
rangka menentukan lex causae.
7. Menggunakan sebuah asas HPI yang bersifat tetap untuk menyelesaikan berbagai perkara
HPI .