PERBEDAAN COMMON LAW DAN CIVIL LAW SERTA CONTOH KASUS HUKUM
PERDATA DAN PIDANA
Diusulkan Oleh
Kiki Wardiman Jayanegara 165264016 Angkatan 2016
Sumber asli sistem common law dapat ditelusuri kembali ke monarki Inggris, yang
digunakan untuk mengeluarkan perintah formal yang disebut "surat perintah" ketika keadilan
perlu dilakukan. Karena surat perintah tidak cukup untuk mencakup semua situasi, pengadilan
keadilan akhirnya dibentuk untuk mendengarkan pengaduan dan menyusun penyelesaian yang
tepat berdasarkan prinsip-prinsip yang adil yang diambil dari banyak sumber otoritas (seperti
hukum Romawi dan hukum "alami"). Ketika keputusan-keputusan ini dikumpulkan dan
diterbitkan, menjadi mungkin bagi pengadilan untuk mencari pendapat yang mendahului dan
menerapkannya pada kasus-kasus saat ini. Dan dengan demikian hukum umum dikembangkan.
Hukum perdata di negara-negara Eropa lainnya, di sisi lain, pada umumnya ditelusuri kembali
ke kode hukum yang disusun oleh Kaisar Romawi Justinianus sekitar 600 M. Kode hukum
resmi dengan akar dalam hukum ini (atau yang lain) kemudian dikembangkan selama berabad-
abad di berbagai negara , yang mengarah ke sistem hukum serupa, masing-masing dengan
perangkat hukum mereka sendiri.
Jika Anda seorang profesional yang bekerja yang ingin memperluas pendidikan hukum Anda,
pelajari lebih lanjut tentang gelar Magister Studi Hukum @ WashULaw.
Peran Pengacara dan Hakim di Setiap Sistem
Pengacara masih mewakili kepentingan klien mereka dalam proses sipil, tetapi memiliki peran
yang kurang sentral. Namun, seperti dalam sistem common law, tugas mereka biasanya
mencakup memberi nasihat kepada klien tentang poin-poin hukum dan menyiapkan pembelaan
hukum untuk diajukan ke pengadilan. Tetapi pentingnya argumen lisan, presentasi di
pengadilan dan pengacara aktif di pengadilan berkurang jika dibandingkan dengan sistem
hukum umum. Selain itu, tugas hukum non-litigasi, seperti persiapan dan penyusunan kontrak,
dapat diserahkan kepada profesional kuasi-hukum yang melayani bisnis dan perorangan, dan
yang mungkin tidak memiliki pendidikan hukum pasca-universitas atau dilisensikan untuk
berlatih di pengadilan .
Sebaliknya, di negara hukum biasa, pengacara membuat presentasi kepada hakim (dan
terkadang juri) dan memeriksa saksi sendiri. Prosesnya adalah
kemudian "disokong" oleh hakim, yang memiliki fleksibilitas agak lebih besar daripada dalam
sistem hukum perdata untuk membuat penyelesaian yang tepat pada akhir kasus. Dalam kasus-
kasus ini, pengacara berdiri di depan pengadilan dan berusaha membujuk orang lain tentang
poin-poin hukum dan fakta, dan mempertahankan peran yang sangat aktif dalam proses hukum.
Dan tidak seperti yurisdiksi hukum perdata tertentu, di negara-negara common law seperti
Amerika Serikat, dilarang bagi siapa pun selain pengacara berlisensi penuh untuk menyiapkan
dokumen hukum apa pun untuk orang atau badan lain. Ini adalah provinsi pengacara saja.
Seperti yang ditunjukkan oleh uraian ini, pengacara hampir selalu memiliki peran penting
dalam penyelesaian sengketa formal, tidak peduli di negara mana mereka berpraktik. Tetapi
tugas khusus yang diberikan kepada mereka cenderung sedikit bervariasi. Dan di luar ruang
sidang, tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh pengacara di satu negara dapat dilakukan
oleh orang awam yang terampil di negara lain.
2. Sistem Hukum
Civil Law dan Common Law keduanya merupakan dua sistem hukum yang
berbeda. Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum (hal. 235) berpendapat bahwa
di dunia ini kita tidak jumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu. Adapun
sistem hukum yang dimaksud di sini meliputi unsur-unsur seperti: struktur, kategori, dan
konsep. Perbedaan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan perbedaan dalam sistem
hukum yang dipakai.
Lebih lanjut Satjipto mengatakan bahwa kita mengenal dua sistem hukum yang berbeda,
yaitu Sistem Hukum Eropa Benua dan Sistem Hukum Inggris. Orang juga lazim
menggunakan sebutan Sistem Hukum Romawi-Jerman atau Civil Law System untuk yang
pertama, dan Common Law System untuk yang kedua.
Ciri pokok Civil Law adalah sistem ini menggunakan pembagian dasar ke dalam hukum
perdata dan hukum publik. Kategori seperti itu tidak dikenal dalam sistem Common Law.
Menurut Nurul Qamar dalam bukunya Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil
Law System dan Common Law System (hal. 40):
adalah:
2. Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-
undang menjadi rujukan hukumnya yang utama.
Alasan mengapa sistem Civil Law menganut paham kodifikasi adalah antara lain karena
demi kepentingan politik Imperium Romawi, di samping kepentingan-kepentingan lainnya
di luar itu. Kodifikasi diperlukan untuk menciptakan keseragaman hukum dalam dan di
tengah-tengah keberagaman hukum. Agar kebiasaan-kebiasaan yang telah ditetapkan
sebagai peraturan raja supaya ditetapkan menjadi hukum yang berlaku secara umum,
perlu dipikirkan kesatuan hukum yang berkepastian. Pemikiran itu, solusinya adalah
diperlukannya suatu kodifikasi hukum.
Dalam sistem ini hakim mempunyai peranan yang besar dalam mengarahkan dan
memutus suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat
dalam menilai bukti.
Hakim di dalam sistem Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari
peristiwa yang dihadapainya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme dan
kejujuran hakim.
Ada 2 (dua) alasan mengapa yurisprudensi dianut dalam sistem Common Law, yaitu:
a. Alasan psikologis
Alasannya adalah karena setiap orang yang ditugasi untuk menyelesaikan perkara, ia
cenderung sedapat-dapatnya mencari alasan pembenar atas putusannya dengan merujuk
kepada putusan yang telah ada sebelumnya dari pada memikul tanggungjawab atas
putusan yang dibuatnya sendiri.
b. Alasan praktis
Diharapkan adanya putusan yang seragam karena sering diungkapkan bahwa hukum
harus mempunyai kepastian daripada menonjolkan keadilan pada setiap kasus konkrit.
Selain itu menurut sistem Common Law, menempatkan undang-undang sebagai acuan
utama merupakan suatu perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu
merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin berbeda dengan
kenyataan dan tidak sinkron dengan kebutuhan. Lagi pula dengan berjalannya waktu,
undang-undang itu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang ada, sehingga
memerlukan intrepretasi pengadilan.
Maskipun dalam sistem Common Law, dikatakan berlaku doktrin Stare Decisis, akan tetapi
bukan berarti tidak dimungkinkan adanya penyimpangan oleh pengadlan, dengan
melakukan distinguishing, asalkan saja pengadilan dapat membuktikan bahwa fakta yang
dihadapi berlainan dengan fakta yang telah diputus oleh pengadilan terdahulu. Artinya,
fakta yang baru itu dinyatakan tidak serupa dengan fakta yang telah mempunyai
preseden.
"Menurut kami gugatan yang dilakukan anak kandung dan menantu terhadap ibunya
itu merupakan bentuk kekerasan terhadap lansia," kata Ketua Bidang Advokasi P2TP2A
Kabupaten Garut Nitta Kusnia Widjaja kepada wartawan di Garut, Jumat (24/3).
Ibu yang menjadi tergugat itu, kata Nitta merupakan persoalan yang perlu dilakukan
pendampingan hukum selama persidangan. "Atas kasus itulah kami P2TP2A Garut akan
mendampingi Ibu Siti Rokayah selaku tergugat," katanya.