KELAS : B
NPM : 5619220027
1. Apa beda orang Eropa Kontinental, Amerika dan Indoneisa dalam menciptakan realitas,
dari mana sumber pengetahuan menurut ketiga kelompok tersebut ?
Penjelasan :
Suatu realitas bahwa sistem hukum di dunia dihadapkan kepada sebuah keberbedaan.
Keberbedaan ini disebabkan faktor sejarah negara penjajah terhadap daerah-daerah bekas
jajahannya. Di dalam garis besarnya terdapat dua sistem hukum. Pertama, sistem
Common Law (Anglo Saxon) adalah sistem yang berlaku di Inggris dan negara-negara
bekas daerah jajahannya. Di dalam sistem hukum ini terdapat tiga karakteristik yaitu
yurisprudensi sebagai sumber hukum utama, dianutnya sistem preseden (doktrin stare
decicis) dan terdapatnya adversary systemdalam peradilannya. Dengan sistem ini, maka
hukum yang berlaku adalah hukum tidak tertulisatau hukum kebiasaan yang berkembang
hakim terdahulu untuk perkara yang sejenis sebagai dasar pembenaran keputusan.
Kedudukan hakim terbatas memeriksa dan memutuskan hukumnya, sementara juri yang
memeriksa kasus untuk dapat menentukan dan memutuskan bersalah dan tidaknya
terdakwa atau pihak yang berpekara. Keterlibatan juri menunjukkan bahwa keadilan tidak
maka berdasar asas konkordansi berlakulah Civil Law. Di dalam sistem ini terdapat tiga
ciri khas sistem hukum yaitu hukum itu adalah yang dikofikasikan, hakim tidak
terikatsistem preseden (doktrin stare decicis) dan hakim berpengaruh besar mengarahkan
dan memutuskan perkara (inkuisitorial). Dalam sistem inilah, hakim terikat undang-
undang dalam memutuskan perkara yang ditanganinya. Hal ini berarti kepastian hukum
hanya ada itu bentuk dan sifatnya tertulis.Kedudukan hakim sangatlah sentral, karena
hukumannya. Untuk itu, maka tidak dikenal juri di dalam sistem ini. Hal ini menjadikan
tanggung jawab hakim lebih berat, karena hakim harus memeriksa fakta-fakta hukum,
kelenturan penerapan hukum terjadi, karena hakim tidak harus selalu berpegang teguh
Berpegang yurisprudensi hakim, maka terbentuk aturan yang tidaklah harus bergantung
dijadikan sumbernya hukum. Yurisprudensinya keputusan itu tidak berdiri sendiri, tetapi
dengan mendengarkan rasa keadilan menurut juri. Hakim tetap berpegang kepada
ketentuan dan menilai apa yang dilanggarnya, tetapi keputusan salah dan tidak tetap
berada di tangan para juri, sehingga yang terjadi adalah kombinasi hakim dan juri yang
berbeda latar belakangnya membuat keputusannya. Hakim tidak lagi menjadi tunggal
menjadikan hitam dan putihnya dalam menjatuhkan putusan di dalam sisten hukum ini.
Doktrin stare decicismengandung arti bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang
hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada dalam
putusan hakim lain dari perkara sejenis yang sebelumnya (preseden). Selain itu, prinsip
ini dapat menciptakan hukum baru yang dapat menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain
untuk menyelesaikan perkara sejenis. Artinya, dalam hal ini hakim berfungsi tidak hanya
sebagai yang menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Dalam hal
ini, hakim sangat berperan besar membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim
mempunyai wewenang yang sangat luas untuk dapat menafsirkan peraturan hukum yang
berlaku. Hakim dapat menjatuhkan putusan sesuai kebiasaan atau melaksanakan asas ini
dengan sepenuhnya. Dengan kekuasaan hakim yang luas, maka hakim dapat membentuk
hukum baru melalui penafsirannya. Hakim dapat membuat norma atau aturan
Kedudukan juri dalam sistem ini menjadi sentral di dalam menegakan keadilan. Hal ini,
karena keadilan yang sesungguhnya ada dan hidup itu berada di masyarakat. Sistem juri
mempunyai kelebihan dibanding dengan sistem peradilan di Indonesia, dimana sistem ini
lebih mengutamakan keterlibatan masyarakat sebagai unsur sosial yang berdaulat, serta
maupun perdata. Juri dipilih dari komunitas warga masyarakat (tokoh-tokoh masyarakat
setempat) dan bukan ahli hukum diharapkan originalitas dalam menjatuhkan putusan
menjadi berlaku obyektif. Untuk itu, juri akan mempertimbangkan bukti dan kesaksian