Anda di halaman 1dari 17

SISTEM PENEMUAN HUKUM

PROF. DR.HM.FAHMI AL
AMRUZI,M.HUM
 Pada dasarnya penemuan hukum tetap harus
mendasarkan pada sistem hukum yang ada
 Penemun hukum yang semata-mata mendasarkan
pada undang-undang saja disebut sistem oriented
 Apabila sistem ini tidak memberikan solusi maka
harus ditinggalkan dan menuju problem oriented
 Latar belakang timbulnya problem oriented: adanya
kecenderungan masyarakat yang membuat undang-
undang lebih umum, sehingga dengan sifat umum
itu hakim mendapat kebebasan lebih.
Wierda
dalam buku “Drie Typen van Rechtvindding”

Membedakan:
a. Sistem Penemuan Hukum Heteronom
adalah penemaun hukum yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar penemuan hukum itu
sendiri, khususnya pengaruh undang-undang,
termasuk juga pengaruh dari sistem pemerintahan,
ekonomi, politik, dsb
 Sistem penemuan hukum heteronom sesuai dengan
pandangan klasik, yang dikemukakan oleh Montesqueu
dan Emmanuel Kant, bahwa hakim dalam menerapkan
undang-undang terhadap peristiwanya sesungguhnya
tidak menjalankan perannya secara mandiri.
 Hakim hanyalah sebagai penyambung lidah atau corong
dari undng-undang, sehingga ia tidak dapat mengubah
kekuatan hukum undang-undang, tidak dapat menambah
dan mengurangi apa yang sudah ditentukan dalam
undang-undang
 Undang-undang adalah satu-satunya sumber
hukum positif. Oleh karena itu demi kepastian
hukum dan kesatuan hukum, hakim harus ada
dibawah undang-undang.
 Peradilan tidak lain hanyalah bentuk sillogisme,
yaitu bentuk berfikir logis dengan mengambil
kesimpulan dari hal yang umum (premis mayor)
dan hal yang khusus (premis minor)
b. Sistem Penemuan Hukum Otonom

Dalam sistem penemuan hukum otonom, hakim


tidak lagi dipandang sebagai corong atau
terompetnya undang-undang, tetapi sebagai
pembentuk hukum yang secara mandiri memberi
bentuk pada isi undang-undang dan
menyesuaikannya dengan kebutuhan atau
perkembang an masyarakat. Penemuan hukum
otonom bersumber dari hati nurani sendiri, hakim
tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya.
 Pandangan penemuan hukum otonom muncul
pada sekitar tahun 1850, karena aliran
heteronom dari peradilan tidak dapat lagi
dipertahankan. Tokoh-tokohnya antara lain
Oscar Bullow, Eugen Ehrlich, Franscois Geny,
Oliver Wonder Holmes, Jerome frank, dan
Paul scholten
c. Sistem penemuan hukum campuran
Dinegara-negara Eropa Kontenental
semula menganut sistem penemuan
hukum heteronom, tetapi dalam
perkembangan nya telah bergeser kearah
otonom.
Implikasinya di Eropa cenderung
mengan-dung unsur heteronom dan
otonom
 Dalam perkembangannya, dua sistem penemuan
hukum (otonom dan heteronom) itu saling
mempenga ruhi dan tidak ada batas yang tajam satu
sama lain. Sehingga dalam praktik penemuan
hukum, dijumpai pula penemuan hukum campuran
antara kedua sistem tersebut
 Asas yang dianut adalah “The persuacive force of
precedent”, yaitu hakim tidak terikat pada putusan
hakim lain dalam perkara yang sejenis
 Sedangkan di Inggris, stereotif (tipe awal) hakim
melakukan penemuan hukum secara otonom, tidak
dipengaruhi undang-undang, tetapi didorong oleh
hati nuraninya
 Dalam perkembangannya ada asas bahwa hakim
terikat pada putusan-putusan mengenai perkara
sejenis yang telah diputuskan hakim lain (Stare
decisis et quita non movere / The binding force of
precedent)
 Penemuan hukum di negara Anglo Saxon (Inggris)
mengalami pergeseran dari penemuan hukum
otonom ke arah penemuan hukum heteronom
 Di Indonesia menganut penemuan hukum
heteronom, sepanjang hakim terikat pada undang-
undang. Tetapi dalam penemuan hukum itu juga
mempunyai unsur otonom yang kuat, karena hakim
seringkali harus menjelaskan atau melengkapi
undang-undang menurut pandangannya sendiri.
 Contoh, ada hakim Pengadilan Negeri yag mengacu
kepada putusan hakim di atasnya (PT atau MA),
tetapi asasnya tetap bahwa hakim tidak terikat pada
putusan hakim lain. Hal ini merupakan sifat otonom
 Mengacunya hakim pada putusan hakim lain, tidak
berarti menganut asas The binding force of precedent,
seperti dianut oleh negara-negara Anglo Saxon, tetapi
karena adanya keyakinan bahwa putusan yang
dianutnya itu memang tepat (the persuacive force of
precedent)
Peter Mahmud Marzuki:
 Hakim bukan sekedar menerapkan undang-undang.
Melalui putusannya yang menjadi yurisprudensi
yang kuat dan hakim juga membuat hukum.
 Dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim selalu
melakukan pembentukan hukum (rechtsvorming),
analogi (rechtsanalogie), penghalusan hukum
(rechtsverfijning) atau penafsiran (interpretatie)
 Dalam sistem hukum kontinental disebut sebagai
penemuan hukum (rechtsvinding). Penemuan hukum
(rechtsvinding) sebenarnya merupakan masalah yang
khas sistem civil law.
Menurut Sudikno Mertokusumo
 Penemuan Hukum (Rechtsvinding) merupakan
proses pembentukan hukum oleh subyek atau
pelaku penemuan hukum dalam upaya menerapkan
peraturan hukum umum terhadap peristiwanya
berdasarkan kaidah-kaidah atau metode-metode
tertentu yang dapat dibenarkan dalam ilmu hukum,
seperti interpretasi, penalaran (redenering),
eksposisi ( konstruksi hukum) dan lain-lain
Bagir Manan
 Pentingnya rechtsvinding law oleh hakim, dalam
khazanah ilmu hukum memiliki tiga fungsi utama,
yakni; yang menerapkan hukum (bouche de la
loi), menemukan hukum (rechtsvinding), dan
mencipta kan hukum (rechtschepping).

Anda mungkin juga menyukai