Anda di halaman 1dari 7

NAMA: PUTRI WIDYA PRATAMA

KELAS : IH-C
NIM : 10400121082

RESUME :

Aliran-aliran penemuan hukum oleh hakim


( aliran-aliran praktek hukum)

A. Aliran Hukum Begriff-yurisprudenz


Pada pertengahan abad 19 lahirlah aliran yang dipelopori oleh
Rudolf von Jhering (1818-1890) yang menekankan pada sistematik
hukum. Setiap putusan baru dari hakim harus sesuai dengan sistem
hukum. Berdasarkan ketentuan yang dibentuk oleh sistem hukum, maka
setiap ketentuan undang-undang harus dijelaskan dalam hubungannya
dengan ketentuan undang-undang yang lain, sehingga ketentuan-
ketentuan undang-undang itu mrupakan satu kesatuan yang utuh.
Menurut aliran ini yang ideal adalah apabila sistem yang ada itu
berbentuk suatu suatu piramida dengan pada puncaknya suatu asas
utama, dari situ dapat dibuat pengertian-pengertian baru
(Begriff).

Khas bagi aliran Begriffsjurisprudenz ini ialah hukum dilihat sebagai


satu sistem tertutup mencakup segala-galanya yang mengatur semua
perbuatan sosial. Pendekatan hukum secara ilmiah dengan sarana
pengerian-pengertian yang diperhalus ini merupakan dorongan
timbulnya postivisme hukum, tetapi juga memberi argumentasi-
argumentasi yang berasal dari ilmu hukum, dan dengan demikian
obyektif, sebagai dasar putusan-putusan. Pasal-pasal yang tidak sesuai
dengan sistem dikembangkan secara “ilmiah” dan diterapkan
inttepretasi restriktif.

B. Aliran freie-rechtschule

Aliran Freie Rechtslehre juga menjalar ke negeri-negeri lain antara


lain Negeri Belanda yang
dianut oleh HJ Hamaker JP Fockema Andre dan JH Heymans.

Adapun tujuan daripada Freie Rechtslehre, ialah :

1. Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara


memberi kebebasan kepada hakim tanpa terikat pada undang-
undang, tetapi menghayati tata kehidupan sehari-hari.
2. Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat
kekurangan-kekurangan dan kekurangan itu perlu dilengkapi.
3. Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara
didasarkan kepada rechside (cita keadilan)

Aliran Freie Rechtslehre merupakan aliran bebas yang hukumnya


tidak dibuat oleh badan legislatif, dan menyatakan hukum terdapat
diluar undang-undang.
Menurut aliran Freie Rechtslehre hakim didalam melaksanakan
tugasnya bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak.
Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan
penciptaan hukum. Akibatnya adalah bahwa memahami yurisprudensi
merupakan hal yang primer didalam mempelajari hukum, sedangkan
undang-undang merupakan hal yang sekunder , pada aliran ini hakim
benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) , karena putusan
yang berdasar keyakinannya merupakan hukum. Dan keputusannya ini
lebih bersifat dinamis dan up to date karena senantiasa memperhatikan
keadaan dan perkembangan masyarakat.

C. Aliran soziologische-rechtschule;
Aliran ini lahir akibat aliran Freirechtbewegung, aliran ini juga
disebut aliran sosiologi hukum. Penganutnya Hamaker dan Hymans dari
Negeri Belanda dan dari Amerika misalnya : Roscoe Pound. Pokok pikiran
dari aliran ini ialah terutama hendak menahan dan menolak
kemungkinan kesewenang-wenangan dari hakim, berhubungan dengan
adanya “freies Ermessen” dari aliran hukum bebas di atas. Mereka pada
dasarnya tidak setuju dengan kebebasan bagi para pejabat hukum untuk
menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaannya.

Undang-undang harus tetap dihormati, tetapi sebaliknya memang


benar hakim mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, akan
tetapi kebebasan tersebut terbatas dalam rangka undang-undang.
Menurut penganut aliran ini, hakim hendaknya mendasarkan
putusanputusannya pada peraturan undang-undang, tapi tidak kurang
pentingnya, supaya putusanputusan tersebut dapat dipertanggung
jawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum
yang sedang hidup dalam masyarakat.
D. Aliran sistem hukum terbuka;
Aliran Sistem Hukum Terbuka (Open System Van Het Recht)
merupakan satu sistem yang berarti semua aturan saling berkaitan
aturan-aturan dapat di susun. Sistem hukum membutuhkan putusan-
putusan atau penetapan-penetapan yang senantiasa menambah luasnya
system hukum tersebut. Karena sistem hukum bersifat terbuka. Aliran
sistem hukum terbuka meletakkan persoalan Undang–undang Hakim-
Hukum secara lebih tepat. Karena pandangan dan pendapat dari semua
aliran-aliran terdahulu adalah berat sebelah; kadang-kadang cerderung
mengutamakan dogma, kepastian hukum, dengan mendudukkan Hakim
sebagai alatnya saja, dan kadang-kadang sebaliknya terlalu
mementingkan peranan Hakim atau kenyataan-kenyataan sosial. Paul
Scholten (dalam Achmad Sanusi, 1984: 96) berpandangan bahwa:
Hukum itu merupakan suatu sistim, yang semua peraturan-peraturannya
saling berhubungan, yang satu ditetapkan oleh yang lain, dapat disusun
secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicarikan aturan-
aturan umumnya, sehingga sampailah pada azas-azasnya. Sistem hukum
itu bersifat logis, akan tetapi karena sifatnya sendiri, hukum tidak
tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan atau
penetapan-penetapan yang akan menambah luasnya sistem hukum.

Oleh karenanya, lebih tepat apabila hukum dikatakan sistem


terbuka. Pandangan Paul Scholten diatas, mengisyaratkan kepada kita
bahwa sistem hukum itu sebenarnya dinamis, bukan saja karena
pembentukan baru secara sadar oleh badan perundang-undangan,
tetapi juga karena pelaksanaannya di dalam masyarakat tidak boleh
berpandangan bahwa badan perundangundangan pekerjaannya
membentuk hukum dan hakim hanya mempertahankannya
sematamata, atau bahwa badan perundang-undangan merupakan
kebebasan yang lebih primair, sedangkan hakim adalah kebebasan
terikat.
E. Alira penemuan hukum heteronom dan otonom

1. Penemuan Hukum Heteronom

Penemuan hukum disini dianggap sebagai kejadian yang


teknis dan kognitif, yang mengutamakan undang-undang.
Sedangkan hakim tidak diberi kesempatan untuk berkreasi atau
melakukan penilaian. Dalam hal ini hakim tidak bersikap
mandiri,karena harus tunduk pada undang-undang. Penemuan
hukum heteronom adalah penemaun hukum yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar penemuan hukum itu sendiri,
khususnya pengaruh undang-undang, termasuk juga pengaruh dari
sistem pemerintahan,ekonomi,politik,dsb.

Penemuan hukum heteronom sesuai dengan pandangan


klasik, yang dikemukakan oleh Montesqueu dan Emmanuel
Kant,bahwa hakim dalam menerapkan undang-undang terhadap
peristiwanya sesungguhnya tidak menjalankan perannya secara
mandiri. Hakim hanyalah sebagai penyambung lidah atau corong
dari undng-undang,sehingga ia tidak dapat mengubah kekuatan
hukum undang-undang,tidak dapat menambah dan mengurangi
apa yang sudah ditentukan dalam undang-undang.[3] Undang-
undang adalah satu-satunya sumber hukum positif. Oleh karena itu
demi kepastian hukum dan kesatuan hukum,hakim harus ada
dibawah undang-undang. Peradilan tidak lain hanyalah bentuk
sillogisme, yaitu bentuk berfikir logis dengan mengambil
kesimpulan dari hal yang umum (premis mayor) dan hal yang
khusus (premis minor). Premis mayor telah ditentukan dalam
perundang-undangan, misalnya barang siapa mencuri dihukum.
Premis minor adalah peristiwanya atau kasusnya, misalnya, Toni
mencuri burung,sedangkan putusannya merupakan kesimpulan
yang logis yaitu karena toni mencuri maka harus dihukum.

2. Penemuan Hukum Otonom


Dalam penemuan hukum otonom, hakim tidak lagi
dipandang sebagai corong atau terompetnya undang-undang,
tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi
bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan
kebutuhan atau perkembangan masyarakat. Penemuan hukum
otonom bersumber dari hati nurani sendiri, hakim tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar dirinya.

Pandangan penemuan hukum otonom muncul pada sekitar


tahun 1850, karena aliran heteronom dari peradilan tidak dapat
lagi dipertahankan. Tokoh-tokohnya antara lain Oscar Bullow,
Eugen Ehrlich, Franscois Geny, Oliver Wonder Holmes, Jerome
frank, dan Paul scholten. Dalam perkembangannya, dua sistem
penemuan hukum (otonom dan heteronom) itu saling
mempengaruhi dan tidak ada batas yang tajam satu sama lain.
Sehingga dalam praktik penemuan hukum, dijumpai pula
penemuan hukum campuran antara kedua sistem tersebut

Anda mungkin juga menyukai