Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

NAMA : RESKI AMALIA ARIFIN


NIM : D1A 114 209
KELAS : C (Reguler Sore)
1. Jelaskan peranan Hukum Perdata Internasional (HPI) dalam penyelesaian
sengketa!
Jawab : Peranan Hukum Perdata Internasional memiliki Hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara yang tidak selamanya terjalin dengan baik
dan menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai
sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup
penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini
ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik
berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.

ada beberapa peran yang hukum internasional dapat mainkan dalam menyelesaikan
sengketa:
o   pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar
negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan;
o   hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
o   hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak
tentang cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk
menyelesaikan sengketanya; dan
o   hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian
secara damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan
subyek hukum internasional  lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama
sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau mekanisme penyelesaian sengketa yang
diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan untuk suatu
maksud utama, yakni memberi cara mengenai bagaimana seyogyanya senqketa
internasional diselesaikan secara damai. Peran hukum internasional dalam
penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum internasional tidak semata-mata
mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional ternyata pula memberi
kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan atau
memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat dalam
Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara yang
bersengketa telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan memperkuat
tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa ini yaitu
penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan
(militer).

2. Sebut dan jelaskan pola berfikir yuridis Hukum Perdata Internasional (HPI) !

Jawab : POLA BERFIKIR YURIDIS (TRADISIONAL) HPI

1.      Hakim menghadapi persoalan hukum dalam wujud sekumpulan fakta hukum
yang mengandung unsur-unsur asing (foreign elements) dan harus menentukan
apakah perkara merupakan persoalan HPI.
2.      Hakim harus menentukan ada tidaknya kewenagan yurisdiksional forum untuk
mengadili perkara yang bersangkutan.
3.      Menentukan titik taut sekunder di dalam kaedah, asas aturan HPI Lex Fori yang
dianggap tepat.
4.      Mencari dan menemukan kaedah HPI yang tepat melalui tindakan kualifikasi
Fakta dan kualifikasi hukum.
5.      Menentukan kaedah HPI Lex Fori yang relevan dalam rangka penunjukan ke
arah Lex Causae.
6.      Memeriksa kembali fakta-fakta dalam perkara dan mencari titik taut sekunder
yang harus digunakan untuk menunjuk ke arah Lex Causae.
7.      menyelesaikan perkara dengan menggunakan kaedah-kaedah hukum intern
dalam Lex Causae. 

3. Jelaskan doktrin titik taut dalam Hukum Perdata Internasional (HPI)!


Jawab:TITIKPERTALIAN
Titik pertalian adalah hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat menunjukkan adanya
kaitan antara-antara fakta-fakta yang ada di dalam suatu perkara dengan suatu tempat/
sistem hukum yang harus atau mungkin untuk dipergunakan.
Untuk mengetahui hukum apa yang harus diberlakukan di dalam menyelesaikan
perkara-perkara yang mengandung unsur asing, hakim harus mencari titik taut yang
ada atau berkaitan di dalam masalah HPI tersebut dengan melihat kepada titik-titik
pertalian yang ada.
Pengertian mengenai titik taut ini berbeda di beberapa negara, misalnya Belanda:
Connecting Factor, point of contact, test of factor. Perancis: Points de Rettachment.
Dan Jerman: Anknupfunspunkte. Hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya
stelsel hukum atau fakta di dalam suatu peristiwa HPI yang menunjukkan pertautan
antara perkara itu dengan suatu negara tertentu.

Titik taut terbagi menjadi dua yaitu:


1. Primer, merupakan alat perantara untuk mengetahui apakah sesuatu perselisihan
hukum merupakan soal HPI atau tidak.
2. Sekunder, merupakan faktor yang menentukan hukum yang dipilih dari stelsel
hukumyang dipertautkan.
Banyak sekali yang merupakan titik pertalian sekunder, berikut akan dilihat secara
keseluruhan titik pertalian sekunder (TPP) dan titik pertalian sekunder (TPS dan
Titik pertalian lain, sekaligus daapt dilihat bahwa ada faktor-faktor dan hal-hal
yang sekaligus dapat merupakan TPP dan TPS. Titik pertalian yang lain adalah
sebagai berikut:
1) Tempat letaknya benda
2) Tempat dilangsungkan perbuatan hukum (lex Loci Actus)
3) Tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis)
4) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum
5) Maksud para pihak
6) Tempat diajukan proses perkara
Titik pertalian primer merupakan alat pertama bagi hakim untuk mengetahui suatu
persoalan hukum merupakan suatu HATAH hal ini kita lihat dalam HAG TPP
disebut juga titik taut pembeda.
1) Kewarganegaraan, kewarganegaraan para pihak dapat, merupakan faktor yang
melahirkan HPI. Contoh: seorang warga negra indonesia menikah dengan warga
negara amerika serikat, adlam hal ini kewarganegaraan pihak yang bersangkutan
merupakan faktor bahwa stelsel Hukum negara tertentu dipertautkan.
2) Bendera kapal, dianggap sebagai kewarganegaraan pada seseorang. Dapat
menimbulkan persoalan HPI, contoh: sebuah kapal berbendera indonesia,
sedangkan nahkodanya berkewarganegaraan amerika seriakt, maka segala
tindakan hukum diatas kapal tersebut menggunakan hukum indonesia
3) Domisili/ tempat kejadian, dapat merupakan faktor yang menimbulkan
persoalan HPI. Contoh: warga negara inggris (a) berdomisili di negara x, menikah
dengan warga negara Inggris (b) berdomisili di negara y, karena domisilinya
berbeda maka menimbulkan masalah HPI
4) Tempat kedudukan, tempat kedudukan juga sangat penting untuk suatu badan
hukum karena tempat kedudukan badan hukum ini juga melahirkankaidah hukum
5) Pilihan Hukum, pilihan hukum dapat menciptakan hubungan HPI. Contoh:
seorang pedagang warga negara indonesia dan pedagang jepang menetapkan
dalam perjanjian mereka bahwa dalam perjanjian dagang, mereka bahwa Hukum
Indonesia yang akan berlaku.
Perincian titik pertalian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Titik pertalian kumulatif
a. Kumulatif hukum sendiri dan hukum asing
b. Kumulatif dari dua stelsel hukum yang kebetulan
2) Titik pertalian alternatif
3) Titik pertalian pengganti
4) Titik pertalian tambahan
5) Titik pertalian accesoir (lebih lanjut)
Pertama, titik pertalian Kumulasi, terdapat kumulasi (penumpukan) daripada titik
pertalian yaitu kumulasi adri pada hukum sendiri dan hukum asing, dan kumulasi
dari dua stelsel hukum yang kebetulan. Kedua, titik pertalian Alternatif, terdapat
lebih dari satu titik pertalian yang dapat menentukan hukum yang berlaku. Salah
satu daripada dua atau lebih faktor ini daapt merupakan faktor yang berlaku.
Karena itu disebut titik pertalian alternatif. Ketiga, titik pertalain pengganti, titik
taut yang digunakan bila titik taut yang sebenarnya tidak terdapat terkait dengan
titik pertalian alternatif. Keempat, titik pertalian accesoir, perincian lebih jauh
adalah yang dinamakan titik pertalian accesoir. Penempatan suatu hubungan
hukum dibawah satu stelsel hukum yang sudah berlaku yang lebih utama. Contoh:
perjanjian reasuransi ditentukan oleh hukum yang mengatur asuransi pokok.
4. Jelaskan tentang doktrin Nasionalitas dan Domisili beserta contoh kasusnya !

Jawab :

a. Nasionalitas di Indonesia yang Menganut Civil Law System

Prinsip Nasionalitas (Lex Patriae) menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah
aturan dari tempat seseorang berkewarganegaraan.Ada 2 asas dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang adalah :

- Asas tempat kelahiran (ius soli) yaitu kewarganegaraan seseorang


ditentukan oleh tempat kelahirannya.
- Asas Keturunan (ius sanguinis) yaitu kewarganegaraan seseorang
berdasarkan keturunannya. Alasan yang mendukung lex patriae, yaitu:
- Cocok untuk perasaan hukum seseorang
- Sifatnya lebih permanen
- Lebih membawa kepastian Sifatnya lebih permanen
- Lebih membawa kepastian

Sebagai contoh, apabila seorang pria WNA menikah dengan wanita Indonesia
dan perkawinan tersebut memiliki satu orang anak yang berkewarganegaraan
asing, kemudian si wanita meninggal, maka hak milik atas rumah dan tanah
milik si wanita tidak dapat diwariskan kepada si pria WNA dan anaknya,
karena peraturan perundangan di Indonesia membatasi bahwa hanya WNI saja
yang berhak atas hak milik atas tanah di Indonesia (Pasal 21 UU No 5/1960).

b. Prinsip Domisili di Inggris yang Menganut Common Law System


Prinsip Domisili (Lex Domicilii) menyatakan bahwa hukum yang mengatur
hak serta kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang
berkediaman tetap. Artinya, apabila persoalan hukum perdata internasional
yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status personal orang
tersebut harus diatur berdasarkan statuta personalia (aturan yang berkenaan
dengan kedudukan hukum atau status personal orang) dari tempat di mana
orang tersebut berkediaman tetap.
Alasan yang mendukung lex domicilii, yaitu :
a) Hukum dimana yang bersangkutan hidup
b) Prinsip kewarganegaraan memerlukan bantuan prinsip domisili (dalam
hal terdapat perbedaan kewarganegaraan)
c) Seringkali hukum domisili sama dengan hukum hakim
d) Cocok dalam negara pluralisme hukum
e) Menolong dimana prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan
f) Demi kepentingan adaptasi dari negara imigran

Sistem hukum Inggris mempunyai keistimewaan tersendiri, dengan 3 macam


domisili:

a) Domicile of origin, diperoleh seseorang pada waktu kelahirannya. Bagi


anak sah, domicile of origin-nya adalah negara dimana ayanhnya
berdomisili pada saat ia dilahirkan. Sedangkan bagi anak tidak sah,
domisili ibunyalah yang menjadi domicile of origin. Bila sang ayahnya
mempunyai domicile of choice maka yang merupakan domisili sang anak
adalah domicile of choice ayahnya ini.
b) Domicile of choice, sistem hukum di Inggris memerlukan 3 syarat bagi
seseorang untuk memilih domicile of choice yaitu kemampuan (capacity),
tempat kediaman (recidence), dan hasrat atau itikad (intention). Pribadi
yang tidak mampu bersikap tindak dalam hukum, tidak dapat memperoleh
domicile of choice sendiri. Juga pribadi tersebut harus mempunyai tempat
kediaman sehgari-hari pada suatu tempat tertentu. Disamping itu harus ada
hasrat untuk tetap tinggal pada tempat kediaman tersebut/permanent-
residence.
c) Domicile by operation of the law, ialah domisili yang dimiliki oleh
pribadi-pribadi yang domisilinya tergantung pada domisili orang
lain/dependent. Mereka ini adalah anak-anak yang belum dewasa, wanita
yang berada dalam perkawinan (khusus bagi Inggris, Domicile and
Matrimonial Proceedings Act 1973 telah menentukan bahwa wanita yang
menikah setelah tahun 1974 tidak akan dianggap berdomisili sama dengan
suaminya kecuali hal tersebut ditegaskan kemudian) dan orang-orang yang
berada di bawah pengampuan.
Sebagai contoh, apabila seorang wanita Indonesia menikah dengan pria
Inggris di Perancis kemudian tinggal di Inggris pada tahun 1972 dan
seiring dengan perjalanan waktu si warga negara Indonesia ingin
melakukan pemutusan 1974 tidak akan dianggap berdomisili sama dengan
suaminya kecuali hal tersebut ditegaskan kemudian) dan orang-orang yang
berada di bawah pengampuan.

Contoh Kasus antara Doktrin Nasionalitas & Domisili

Annesley Case

James Annesley adalah anak dari pasangan Arthur Annesley 5th Baron Altham dengan
Mary Sheffield yang lahir pada tahun 1715. Ayahnya membuangnya di jalanan kota Dublin.
Tidak lama setelah Arthur Annesley meninggal pada tahun 1728, atas prakarsa Richard
Annesley yang tidak lain adalah paman dari James Annesley sendiri, James diculik dan dijual
ke Amerika untuk menjadi budak. Akibat penculikan tersebut, James hilang dari garis
pewarisan dan Richard-lah yang berhak untuk mendapatkan gelar Eark of Anglesey.

Setelah bekerja selama 12 tahun sebagai budak, James beralih profesi menjadi pelaut
untuk kapal angkatan laut H.M.S Falmouth yang akan melancarkan invasi ke Cartagena
(Kolombia), tetapi kapal tersebut pada akhirnya tidak terlibat dalam pertempuran. Akhirnya
pada tahun 1741 James dibebastugaskan dan pulang ke Irlandia.

Setelah kepulangannya ke Irlandia, James berkehendak untuk menuntut kembali haknya


sebagai anak. Akibatnya, terjadi konflik, baik hukum maupun fisik, antara James dan
Richard. Richard melakukan berbagai upaya untuk membunuh James yang semuanya
berujung pada kegagalan.

Richard juga menggunakan kecelakaan penembakan yang dilakukan secara tidak sengaja oleh
James terhadap seorang pemburu liar dan bermaksud untuk menuntut James atas tindak
pidana pembunuhan, tetapi upaya Richard itu juga gagal karena pengadilan mendapat bukti
yang menguatkan bahwa James tidak sengaja menembak pemburu tersebut dan iapun
dibebaskan. Selain itu, Richard membuat pembelaan yang menyatakan bahwa James bukan
anak sah dari Mary Sheffield melainkan anak luar kawin dari Joan Landy, tetapi pada
akhirnya semua upaya itu gagal dan pengadilan membuat keputusan yang memihak pada
James. James memperoleh kembali rumah keluarganya, tetapi tidak memperoleh gelar Earl of
Anglesey dan gelar itu tetap berada di tangan Richard.
Apabila kita memperbandingkan kasus ini dengan prinsip lex patriae dan prinsip lex domicilii
yang dijelaskan pada bagian pertama makalah, maka tentunya kasus ini dapat dikategorikan
sebagai bentuk aplikasi lex domicilii. Penulis berpendapat demikian karena:

- Kasus ini terjadi di Inggris. Inggris merupakan negara yang menganut


common law system maka otomatis lex domicilii adalah prinsip yang
digunakan.
- Dalam kasus tersebut, penggugat (James Annesley) memperoleh haknya
sebagai anak dari Arthur Annesley dan Mary Sheffield. Arthur Annesley
dan Mary Sheffield keduanya adalah orang Inggris yang berdomisili di
Inggris, maka James pun dianggap sebagai orang yang berdomisili di
Inggris (sesuai dengan domicile of origin-nya) meskipun pada masa
remaja sampai dewasanya ia tinggal di Amerika. Status hukumnya sebagai
anak sah dari Arthur dan sebagai orang yang berdomisili di Inggris-lah
yang menyebabkan James bisa menuntut haknya atas gelar dan harta
warisan ayahnya menurut hukum Inggris.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/04/peranan-hukum-internasional-
dalam.html
2. http://iduladnan.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hukum-perdata.html
3. http://dogelblast.blogspot.co.id/2010/10/hukum-perdata-internasional.html
4. http://folorensus.blogspot.co.id/2008/07/definisi-titik-taut-primer-dan-titik.html
5. http://amuwahid.blogspot.co.id/2010/12/hpi.html
6. http://lumiannamanullang.blogspot.co.id/2014/12/normal-0-false-false-false-in-x-
none-x.html
7. Jerio HalleanAtma Jaya Catholic University of Indonesia, Law, Faculty Member
https://www.academia.edu/3894107/TUGAS_UJIAN_AKHIR_SEMESTER_HU
KUM_PERDATA_INTERNASIONAL_Perbandingan_Antara_Prinsip_Domisili_
dan_Prinsip_Nasionalitas_Prinsip_Domisili_di_Inggris_yang_Menganut_Commo
n_Law sistem

Anda mungkin juga menyukai