BAB I
- Sumber HPI bukanlah hokum yang bersifat supra nasional tetapi tiap
Negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai system hokum HPI
sendiri.
1. HPI dalam arti sempit hanya terbatas pada masalah hukum yang
diberlakukan. Hal-hal yang berkenaan kompetensi hakim, status
orang asing dan kewaranegaraan tidak termasuk bidang HPI.
2. HPI dalam arti yang lebih luas tidak terbatas pada persoalan choice
of law, tetapi termasuk persoalan yang bertalian dengan kompetensi
hakim.
3. yang lebih luas lagi HPI tidak hanya menyangkut pilihan hukum dan
pilihan forum tetapi juga mnyangkut status orang asing.
(1). Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), yang menyatakan bahwa hukum
yang harus diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dari
tempat dimana benda tersebut berada atau terletak.
(1). Asas yang menetapkan bahwa hukum yang berlaku dalam suatu
perkara adalah hukum personal dari pihak tergugat.
Misalnya :
1. Kewarganegaraan;
2. Bendera kapal dan pesawat udara;
3. Domisili (domicile);
4. Tempat kediaman (residence);
5. Tempat kedudukan badan hukum (legal seat); dan
6. Pilihan hukum dalam pilihan intern.
Titik-titik pertalian primer merupakan alat bagi untuk mengetahui
apakah suatu perkara atau perselisihan merupakan perkara HPI.
Ad. 1. Kewarganegaraan
1. Titik laut apa sajakah yang dipilih sistem HPI tertentu yang dapat
diterapkan pada sekumpulan fakta yang bersangkutan.
2. Berdasarkan sistem hukum manakah diantara pelbagai sistem
hukum yang relevan dengan perkara, titik-titik akan ditentukan.
Hal ini perlu diperhatikan karena factor-faktor ynag sama
mungkin secara teoritis diberi interprestasi yang berbeda dalam
pelbagai sistem hukum.
3. Setelah kedua masalah tadi ditetapkan barulah ditetapkan
bagaimana prtautan itu bibatasi oleh sistem hukum yang akan
diberlakukan (lex causae).
C.Prinsip Kewarganegaraan.
D.Prinsip Domisili
A. Pengertian Kualifikasi.
Kualifikasi dapat dikatakan sebagai penterjemahan dari fakta-
fakta sehari-hari kedalam kategori hukum tertentu, sehingga dapat
diketahui arti yuridisnya.
Contoh : Jika Penggugat merasa dirugikan oleh tindakan penguasa
yang mengingkari janjinya untuk memberikan fasilitas-fasilitas
tertentu sebagai pejabat Negara di kemudian hari sedangkan
penggugat telah memenuhi permintaanya untuk terlebih dahulu
menyerahkan sejumlah uang , tetapi penguasa tersebut mengingkari
janjinya. Apakah gugatan diatas dapat dikualifikasikan sebagai
masalah wan prestasi atau perbuatan melawan hukum.
B. Macam-macam kualifikasi di dalam HPI.
Di dalam HPI dikenal adanya 2 (dua) macam kualifikasi :
1. Kualifikasi fakta (Classification of facts) Kualifikasi fakta
adalah kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta
dalam suatu peristiwa hukum.
2. Kualifikasi hukum (Classification of law) Kualifikasi hukum
adalah penggolongan /pembagian seluruh kaidah hukum
kedalam pengelompokan /pembidangan kategori hukum
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Beberapa hal yang menyebabkan rumitnya persoalan kualifikasi HPI :
1. Pelbagai sistem hukum menggunakan terminology hukum
yang sama atau serupa, tetapi untuk menyatakan hal yang
berbeda.
Misalnya , Istilah Domisili berdasarkan hukum Indonesia yang
berarti tempat kediaman sehari-hari, dibandingkan dengan
pengertian domisili dalam hukum Inggris, yang dapat berarti
domicile of origin, domicile of dependence atau domicile of
Choice.
2. Pelbagai sistem hukum mengenai konsep/lembaga hukum
tertentu yang ternyata tidak dikenal di dalam sistem hukum
lain.
Misalnya, Lembaga Trust yang khas dikenal di dalam tradisi
common law, tidak dikenal di dalam hukum Indonesia.
3. Pelbagai sistem hukum menyelesaikan perkara-perkara
hukum yang secara factual sama tetapi dengan menetapkan
kategori yuridik yang berlainan.
Misalnya seorang janda yang menuntut sebagaian dari hasil
tanah peninggalan suaminya, menurut hukum waris dianggap
sebagai pewarisan, sedangkan menurut hukum Inggris
dikategorikan sebagai persoalan harta perkawinan.
4. Pelbagai sistem hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang
berbeda-beda , untuk menetapkan adanya suatu peristiwa
hukum yang pada dasarnya sama.
Misalnya, Untuk menetapkan terjadinya peralihan hak milik
dituntut adanya fakta yang berbeda-beda.
5. Pelbagai sistem hukum menempuh proses/prosedur yang
berbeda-beda untuk mewujudkan atau menentukan hasil
atau status hukum yang pada dasarnya sama.
Misalnya, Status hukum yang dikehendaki adalah sahnya
sebuah kontrak bilateral. Dalam hukum Inggris, harus
dipenuhi persyaratan consideration, sedangkan menurut
hukum Indonesia persyaratan kontrak cukup dipenuhi bila
para pihak sepakat mengenai barang, harga dan persyaratan
perjanjiannya.
Macam-macam teori kualifikasi kalu dilihat dari kemungkinan
melakukannya dalam kaitannya dengan peristiwa HPI adalah sebagai
berikut :
1. Teori kualifikasi lex fori.
2. Teori kualifikasi lex causae.
3. Teori kualifikasi bertahap.
4. Teori kualifikasi analitik/Otonomi.
5. Teori kualifikasi HPI.
(1). Teori kualifikasi lex fori.
Teori ini bertitik tolak pada anggapan bahwa kualifikasi harus
dilakukan berdasarkan hukum dan pengadilan yang mengadili perkara
HPI , karena sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern lex fori
tersebut.
Franz Kahn, mengatakan bahwa kualifikasi hars dilakukan
berdasarkan lex fori , karena alasan-alasan :
1. Kesederhanaan, karena bila kualifikasi dilakukan dengan
menggunakan lex fori, maka pengertian , batasan dan konsep-
konsep hukum yang digunkan dalam penyelesaian perkara
adalah pengertia-pengertian yang paling dikenal oleh hakim.
2. Kepastian , karena pihak-pihak yang berperkara telah
mengetahui terlebih dahulu sebagai peristiwa atau hubungan
hukum apakah perkara mereka akan dikualifikasikan beserta
segala konsekwensi yuridisnya.
(2). Teori Kualifikasi Lex Causae.
Teori ini beranggapan bahwa proses kualifikasi dalam perkara
dijalankan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari
keseluruhan sisitem hukum yang berkaitan dengan perkara.
Tindakan kualifikasi ini dimaksudkan untuk menentukan kaidah
HPI mana dari lex fori yang paling erat kaitannya dengan kaidah-
kaidah asing yang mungkin diberlakukan.
Penentuan ini harus dilakukan dengan mendasarkan diri dari hasil
kualifikasi yang dilakukan dengan memperhatikan sisitem hukum
asing yang bersangkutan.
Setelah kategori yuridis dari suatu peristiwa hukum ditetapkan,
dengan cara itu barulah dapat ditetapkan kaidah HPI yang mana dari
lex fori yang akan digunakan untuk menunjuk kearah lex causae.
BAB VI
DOKTRIN TENTANG PENUNJUKAN KEMBALI
( RENVOI )
Fakta Hukum :
a. Hukum Perdata intern Jerman menetapkan bahwa Saudara-
saudara kandung dari seorang anak luar kawin tetap berhak
untuk menerima harta peninggalan dari anak luar kawin yang
bersangkutan;
b. Hukum Perdata intern Prancis menetapkan bahwa Harta
peninggalan dari seorang anak luar kawin jatuh ke tangan
Negara;
c. Kaidah HPI Jerman menetapkan bahwa Pewarisan benda-
benda bergerak harus tunduk pada hukum dari tempat
dimana pewaris bertempat tinggal sehari-sehari (habitual
residence);
d. Kaidah HPI Prancis menetapkan bahwa Persoalan pewarisan
benda-benda bergerak harus diatur berdasarkan hukum dari
tempat dimana Pewaris menjadi warga Negara.
Masalah Hukum :
Berdasarkan hukum manakah ( Prancis atau Jerman ) status
harta peninggalan benda-benda bergerak milik Forgo harus
diatur ?
Catatan :
- Perbedaan yang terjadi antara pemberlakuan hukum Prancis
dan hukum Jerman untuk memutus perkara bukanlah
sekedar merupakan masalah teoritik saja, melainkan juga
dapat menghasilkan keputusan perkara yang berbeda.
- Bila hukum intern Prancis diberlakukan (akibat renvoi), maka
harta peninggalan forgo jatuh ke tangan Negara Prancis,
sedangkan bila hukum intern Jerman yang diberlakukan
( seandainya hakim tidak menjalankan renvoi) maka harta
peninggalan Forgo jatuh ke tangan saudara-saudara kandung
Forgo.
- Kasus Forgo diatas menggambarkan proses Renvoi dalam
arti Remission atau Penunjukan Kembali.
Fakta-fakta Hukum :
a. Hukum intern Swiss mengkualifikasikan perkara sebagai
perkara tentang kedudukan ahli waris menurut undang-
undang dalam pewarisan testamenter ;
b. Hukum intern New York mengkualifikasikan perkara
sebagai perkara pewarisan tanah melalui testamen;
c. Kaidah HPI New York menetapkan bahwa untuk perkara-
perkara pewarisan benda-benda tetap, maka hukum yang
diberlakukan adalah hukum dari tempat dimana benda
berada;
d. Kaidah HPI Swiss menetapkan bahwa status dan
kedudukan ahli waris dalam proses Pewarisan
testamenter harus tunduk pada hukum dari tempat
dimana Pewaris memiliki kewarganegaraannya yang
terakhir;
e. Kaidah hukum Intern Negara Bagian New York
menetapkan bahwa seorang pewaris testamenter dapat
dengan sah mewariskan kekayaanya kepada pihak-pihak
ketiga (beneficiaries), bahkan juga bila ia mengabaikan
kedudukan ahli-ahli warisanya (heirs);
f. Kaidah hukum intern Swiss menetapkan bahwa seorang
pewaris tidak dapat mewariskan kekayaannya melalui
tetamen dengan mengabaikan bagian bagian dari para
ahli waris menurut undang-undang (legitieme portie).
PERSOALAN PENDAHULUAN
Contoh:
1. Dalam perkara waris (persoalan pokok), maka sebelumnya
ditentukan dulu apakah perkawinan dari si pewaris sah.
2. Dalam perkawinan yang kedua seorang harus diselidiki apakah
perkawinan yang sebelumnya itu sah
Persyaratan Pendahuluan.
1. Masalah utama berdasarkan kaidah HPI lex fori seharusnya diatur
berdasarkan hukum asing.
2. Dalam perkara harus ada masalah pendahuluan atau susider yang
menyangkt suatu unsure asing yang dapat timbul secara terpisah
dan dapat diatur oleh kaidah HPI lain secara independen.
3. Kaidah HPI yang diperuntukan bagi masalah pendahuluan akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan masalah utama.
Cara-cara peenyelesaian pendahuluan.
1. Setelah lex causae untuk penyelesaian pokok ditetapkan
berdasarkan kaidah HPI lex fori , masalah pendahuluan ditentukan
berdasarkan hukum yang sama dengan lex causae tadi.
2. Terlepas dari system hukum apa yang merupakan lex causae
hakim menggunakan lex fori untuk menentukan persoalan
pendahuluan.
3. Ada pendapat lain , bahwa penetapan hukum seharusnya
persoalan pendahuluan harus ditetapkan secara kasuistik dengan
memperhatikan hakekat perkara.