Anda di halaman 1dari 4

TUTORIAL 2

Nama : Alya Dhaviya Leviza


NIM : 200200131
Grup :B
Mata Kuliah : Hukum Perdata Internasional
Dosen : Dr. Rosmalinda SH., LLM

1.Sejarah Perkembangan HPI :


I. MASA KEKAISARAN ROMAWI (Abad ke 2-6 sesudah Masehi)
Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud nyatanya adalah dengan
tampaknya hubungan antara warga romawi dengan penduduk provinsi atau municipia, dan penduduk
provinsi atau orang asing dengan satu sama lain didalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan
hukum tersebut tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan khusus
yang disebut preator peregrines.
II. MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (ABAD
KE-6 SAMPAI 10)
Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas provinsi-provinsi
jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi tidak berguna.
Pada masa ini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis, yaitu :
1. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian sengketa hokum menggunakan
hukum dari pihak tergugat.
2. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan hukum
personal dari masing-masing pihak.
3. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak pewaris.
4. Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum personal pihak transferor
(pihak yang mengalihkan).
5. Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan berdasarkan hukum
personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.
6. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari piahak suami.
III. PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL (ABAD KE 11-12 DI ITALIA)
Pertumbuhan asas genealogis sulit untuk dipertahankan diakibatkan struktur masyarakat yang semakin
condong ke arah masyarakat teritorialistik di seluruh wilayah eropa.Keanekaragaman sistem-sistem
hukum lokal kota-kota ini didukung dengan intensitas perdagangan antar kota yang tinggi yang sering
menimbulkan persoalan mengenai pengakuan terhadap hak asing diwilayah suatu kota. Dalam hal
menyelesaikan masalah inilah untuk menjawab perselisihan tersebut dapat dianggap sebagai pemicu
tumbuhnya teori Hukum Perdata Internasional yang dikenal dengan sebutan teori statuta diabad ke 13
sampai abad 15.
IV.TAHAP KEEMPAT PERKEMBANGAN TEORI STATUTA
1. Perkembangan Teori Statuta di Prancis ( Abad ke-16)
2. Perkembangan Teori Statuta di Italia (Abad ke 13-15)
3. Perkembangan Teori Statuta di Belanda (Abad ke 17-18)
V. TEORI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL UNIVERSAL (ABAD KE-19)
Tokoh yang mencetuskan teori ini adalah Friedrich Carl V. Savigny yang berasal dari Jerman. Pemikiran
Savigny ini juga berkembang setelah didahului oleh pemikiran tokoh lain yang juga berasal dari Jerman
yaitu C.G. Von Wacher yang mengkritik bahwa teori statuta italia dianggap menimbulkan ketidakpastian
hukum.
Watcher berasumsi bahwa Hukum intern forum hanya dibuat untuk dan hanya diterapkan pada kasus-
kasus hukum lokal saja. Karena itu kaidah perkara Hukum perdata internasional, forumlah yang harus
menyediakan kaidah hukum perdata internasional
Pandangan F.C Von Savigny adalah bahwa :
· Jika orang hendak menetukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku dalam suatu perkara yang
terbit dari suatu hubungan hukum
· Savigny beranggapan bahwa legal seat itu harus ditetapkan terlebih dahulu dan caranya adalah
dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum itu melalui bantuanm titik-titik taut.
· Jika tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah dapat ditentukan, sistem
hukum dari tempat itulah yang akan digunakan sebagai lex causae.
· Setelah tempat kedudukan hukum itu dapat selalu dilokalisasi, melalui penerapan titik-titik taut
yang sama pada hubungan hukum yang sejenis.
· Asas hukum itulah yang menjadi asas Hukum Perdata Internasional yang menurut pendekatan
tradisional mengandung titik taut penentu yang harus digunakan dalam rangka menentukan lex causae.
· Menggunakan sebuah asas HPI yang bersifat tetap untuk menyelesaikan berbagai perkara HPI .

2. Asas asas HPI yang berkembang :


Asas HPI tentang hukum orang dan keluarga
Asas-asas utama yang berkembang dalam HPI tentang hukum yang harus digunakan untuk mengatur
validitas material suatu perkawinan adalah :
- Asas lex loci celebrationis yang bermakna bahwa validitas material perkawinan harus ditetapkan
berdasarkan kaidah hukum dari tempat di mana perkawinan diresmikan/dilangsungkan;
- Asas yang menyatakan bahwa validitas material suatu perkawinan ditentukan berdasarkan sistem
hukum dari tempat masing-masing pihak menjadi warga negara sebelum perkawinan dilangsungkan;
- Asas yang menyatakan bahwa validitas material perkawinan harus ditentukan berdasarkan sistem
hukum dari tempat masing-masing pihak ber-domicilie sebelum perkawinan dilangsungkan;
- Asas yang menyatakan bahwa validitas material perkawinan harus ditentukan berdasarkan sistem
hukum dari tempat dilangsungkannya perkawinan (locus celebrationis), tanpa mengabaikan persyaratan
perkawinan yang berlaku di dalam sistem hukum para pihak sebelum perkawinan dilangsungkan
Asas tentang hukum benda
Dalam kaitan ini, di dalam HPI dikenal dua asas utama yang menetapkan bahwa klasifikasi semacam itu
harus dilakukan berdasarkan :
a. Hukum tempat gugatan atas benda diajukan (lex fori);
b. Hukum tempat benda berada/terletak (lex situs atau lex rei sitae)
Asas-Asas HPI Dalam Hukum Perjanjian
- Asas Kebebasan Para Pihak (Party Autonomy)
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak maka para pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak bebas
menentukan isi dan bentuk suatu perjanjian, termasuk untuk menentukan pilihan hukum. Kemudian apa
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tadi berlaku sebagai undang-undang bagi keduabelah pihak
dalam suatu kontrak.
- Asas ini merupakan asas tertua yang dilandasi prinsip locus regit actum. Berdasarkan asas ini “the
proper law of contract” adalah hukum dari tempat pembuatan kontrak. Yang dimaksud dengan “tempat
pembuatan kontrak” dalam konteks HPI adalah tempat dilaksanakannya “tindakan terakhir” (last act)
yang dibutuhkan untuk terbentuknya kesepakatan (agreement).
- Sebagai variasi terhadap teori lex loci contractus dikemukakan pula adanya teori lex loci
solutionis. Menurut teori ini hukum yang berlaku bagi suatu kontrak adalah tempat dimana kontrak
tersebut dilaksanakan. Menurut Sudargo Gautama dalam praktek hukum internasional umumnya diakui
bahwa berbagai peristiwa tertentu dipastikan oleh hukumyang berlaku pada tempat pelaksanaan kontrak
- The proper law suatu kontrak adalah sistem hukum yang dikehendaki oleh para pihak, atau jika
kehendak itu tidak dinyatakan dengan tegas atau tidak dapat diketahui dari keadaan sekitarnya, maka
proper law bagi kontrak tersebut adalah sistem hukum yang mempunyai kaitan yang paling erat dan nyata
dengan transaksi yang terjadi (Morris)
Asas-Asas HPI Untuk Penentuan Status Badan Hukum
- Asas Kewarganegaraan atau Domisili Pemegang Saham
Asas ini beranggapan bahwa status badan hukum ditentukan berdasarkan hukum dari tempat di mana
mayoritas pemegang sahamnya menjadi warga negara (lex patriae) atau berdomisili (lex domicile). Asas
atau doktrin ini dianggap sudah kurang menguntungkan karena kesulitan untuk menetapkan
kewarganegaraan atau domisili dari mayoritas pemegang saham, terutama bila komposisi
kewarganegaraan atau domisili yang beraneka ragam (beberapa negara).
- Asas Centre of Administration / Business
Asas ini beranggapan bahwa status dan kewenangan yuridik suatu badan hukum harus tunduk pada
kaidah-kaidah hukum dari tempat yang merupakan pusat kegiatan administrasi badan hukum tersebut.
Teori ini menghendaki agar hukum dari tempat dimana suatu badan hukum memusatkan kegiatan bisnis
atau manajemennya harus digunakan untuk mengatur status yuridik badan hukum yang bersangkutan.
- Asas Place of Incorporation
Asas ini beranggapan bahwa status dan kewenangan badan hukum sebaiknya ditetapkan berdasarkan
hukum dari tempat badan hukum itu didirikan / dibentuk
- Asas Centre of Exploitation
Asas ini beranggapan bahwa status dan kedudukan badan hukum harus diatur berdasarkan hukum dari
tempat perusahaan itu memusatkan kegiatan operasional, eksploitasi, atau kegiatan produksi barang
maupun jasa.

3. a. Perbedaan sumber hukum Hukum Perdata Internasional, Hukum Perdata, dan Hukum Internasional :
SUMBER HUKUM PERDATA SUMBER HUKUM SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL PERDATA INTERNASIONAL
1.) Undang-undang; Volmar membagi sumber Piagam Mahkamah Internasional
2.) Traktat (Perjanjian); Hukum Perdata menjadi 4 menyebutkan empat sumber
3.) Asas-Asas Hukum Umum; (empat) macam, yaitu: hukum internasional, yaitu:
4.) Hukum Kebiasaan; 1. KUH Perdata 1. Perjanjian internasional.
5.) Yurisprudensi Nasional 2. Traktat 2. Kebiasaan internasional.
maupun Internasional; 3. Yurisprudensi dan 3. Asas umum dari hukum yang
6.) Doktrin Hukum (ajaran 4. Kebiasaan. diakui oleh bangsa yang beradab.
hukum umum). 4. Putusan hakim dan ajaran para
sarjana hukum internasional yang
ternama mengenai peristiwa
tertentu dalam hubungan
internasional.

b. Regulasi yang ada didalam putusan Pengadilan yang telah saya kumpul di tutorial 1 adalah termasuk
kelompok Sumber Hukum Perdata Internasional, karena sumber hukum dari putusan tersebut
merupakan hukum nasional namun hubungannya, fakta-faktanya, dan materinya bersifat Internasional.

Anda mungkin juga menyukai