Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS YURIDIS NORMATIF TINDAK PIDANA PENCEMARAN SUNGAI

DELI KOTA MEDAN

Dosen Pengampu : Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum

Disusun Oleh :

FARID MUZHAFFAR (190200506)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
A. LATAR BELAKANG

Pencemaran sungai merupakan salah satu bentuk dari pencemaran

air yang membuat sungai menjadi terkontaminasi dan kehilangan

fungsinya. Pencemaran bisa terjadi karena kurangnya rasa tanggung jawab

dari manusia dengan membuang berbagai bentuk limbah ke dalam sungai

dan mengakibatkan kondisi sungai terus mengalami penurunan. Sungai

yang tercemar bisa memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan, salah

satunya adalah bisa terjadi banjir. Meskipun telah ada peraturan pelarangan

sampah, tampaknya kesadaran masyarakat sangat menurun. Peraturan

perlindungan kualitas airpun diabaikan secara sengaja. Sungai yang terletak

pada daerah yang rendah, menyebabkan sampah mengalir secara gravitasi

menuju sungai.

Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada

di Kota Medan, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Pencemaran Sungai

Deli, 70 persen di antaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Limbah

domestik padat atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan 1.235 ton/hari.

Sampah dengan sengaja dibuang ke Sungai Deli seperti ban, wadah plastik,

barang rongsokan lainnya dan bahkan puing bangunan dengan maksud

menyediakan habitat bagi organisme akuatik. Namun demikian,

materialsampah yang tak sedap dipandang dan merupakan tanda

kelalaian manusia yangmengabaikan nilai-nilai estetika dan ekosistem

alam. Walaupun upaya untuk meningkatkan kesadaran lingkungan terus

dilakukan, beberapa orang masih menggunakan sungai sebagai tempat

pembuanganuntuk barang-barang yang sudah tidak diinginkan, termasuk


sofa dan kasur, suku cadang kendaraan, sepeda, keranjang belanja, tas,

wadah bahan bakar, dan kaleng cat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS YURIDIS NORMATIF

TINDAK PIDANA PENCEMARAN SUNGAI DELI KOTA MEDAN”.

B. PERMASALAHAN

Sungai merupakan sumber air bagi banyak makhluk hidup,

walaupun demikian sungai juga dapat menjadi sumber bencana bagi

makhluk hidup itu sendiri. Barangkali hal ini merupakan ungkapan yang

sering kita bicarakan ketika diskusi tentang sungai. Namun, belakangan ini

perkembangan industri semakin pesat baik dari jumlah, teknologi, tingkat

produksi maupun limbah yang dihasilkan.

Salah satu sungai yang sudah mulai tercemar saat ini ialah Sungai

Deli. Sungai Deli merupakan satu dari delapan sungai yang ada di Kota

Medan. Sungai tersebut memiliki luas areal DAS mencapai 48.162 ha.

Sungai Deli merupakan penyumbang sumber air terbesar bagi penduduk

kota Medan. Hulu sungai Deli terletak di dataran tinggi yang berada diantara

Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Luas hutan di hulu Sungai

Deli hanya tinggal 3.655 hektar, atau tinggal 7,59 persen dari 48.162 hektar

areal DAS Deli.Perkembangan industri dan pemukiman di sepanjang aliran

sungai deli telah mempengaruhi kualitas air sungai. Penurunan kualitas air

ditandai dengan perubahan warna air dan bau padahal, sebahagian

masyarakat di pinggiran sungai masih memanfaatkan air Sungai Deli untuk


kebutuhan sehari-hari dan untuk kegiatan memancing. Berdasarkan UU No.

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup,pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan

hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan

hidup yang telah ditetapkan. Penilaian terhadap kualitas badan air untuk

suatu peruntukan didasarkan kepada Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Penentuan Indeks

Pencemaran (IP).

Menurut laporan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera

Utara, di sepanjang aliran Sungai Deli saat ini terdapat kurang lebih 54

industri dan 27 saluran limbah domestik. Industri-industri disepanjang

aliran Sungai Deli terdiri dari industri cat, elektroplanting, industri lapas

baja, dan industri makanan. Garam-garam kromium digunakan dalam

industri besi baja, cat, bahan celupan (dyes), bahan peledak, tekstil,

keramik, gelas, fotografi, sebagai bahan penghambat korosi dan campuran

lumpur pengeboran (drilling mud). Penelitian Adi (2002) menunjukkan

bahwa konsentrasi kromium di Sungai Deli sudah melebihi baku mutu.

Menurut ATSDR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry)

mengkonsumsi air yang mengandung Cr dengan konsentrasi yang jauh lebih

tinggi dari kebutuhan normal akan mengakibatkan anemia, masalah

lambung dan usus kecil, gangguan pada sistem reproduksi dan kanker.

Pencemaran sungai terjadi apabila kualitas air sungai turun sampai

tingkat tertentu sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Tolok


ukur yang digunakan untuk menentukan telah terjadi pencemaran air adalah

baku mutu kualitas air sesuai dengan kelas sungai tersebut. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk menjaga kualitas air agar tetap

pada kondisi alamiahnya perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian

pencemaran air secara bijaksana. Agar sungai dapat bermanfaat secara

berkelanjutan sesuai dengan peruntukaannya, yang perlu dilakukan adalah

mengkaji kondisi kualitas air Sungai Deli Kota Medan, kemudian

menemukan upaya pengendaliannya sebagai salah satu segi pengelolaan

lingkungan hidup.

Dari hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa air Sungai Deli telah tercemar ringan untuk peruntukkan air kelas II

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Hal ini dapat disebabkan karena

adanya aktifitas warga yang menggunakan air Sungai Deli dengan

memberikan masukan beban pencemar yang cukup tinggi. Serta adanya

juga aktifitas industri yang memberikan masuknya beban pencemar ke

Sungai Deli. Pencemaran Sungai Deli di wilayah Kabupaten Deli Serdang

diduga berasal dari limbah domestik permukiman penduduk berupa tinja

dan limbah deterjen, limbah pertanian yang menggunakan pupuk dan

pestisida, serta limbah industri.

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) mengatur

bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama atas ling-kungan hidup
yang baik dan sehat”.1 Di samping itu, Pasal 6 ayat (1) UUPLH mengatur

kewajiban setiap orang untuk “memelihara kelestarian fungsi ling-

kungan hidup serta mencegah dan me-nanggulangi pencemaran dan

perusakan lingkungan hidup”.2 Berdasarkan Pasal 65 ayat (1) sampai

dengan ayat (5) UUP-LH,25 dapat ditemukan hak-hak yang terdapat dalam

bidang lingkungan hidup.

Perizinan untuk pembuangan air limbah ke sumber air sendiri

merupa-kan suatu bentuk instrumen pencegahan pencemaran dan/ atau

kerusakan ling-kungan hidup yang diatur di dalam Pasal 14 UUPPLH.3

Berdasarkan Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2012 tentang Izin Lingkungan, di-katakan bahwa pemrakarsa wajib untuk

memiliki izin Pembuangan Limbah Cair atau yang selanjutnya disebut

dengan IPLC.4 Pengertian IPLC jika dikaitkan dengan Pasal 20 ayat

(3) UUPLH meru-pakan izin dari pemerintah kepada per-usahaan untuk

melakukan pembuangan limbah ke sumber air yang telah disedia-kan

sebelumnya oleh pemerintah daerah atau sumber air yang berada di

bawah pengawasan pemerintah daerah.5 Secara spesifik, izin IPLC diatur

pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (PP No. 82

Tahun 2001) yang menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha

1
Indonesia (c), Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU
No. 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059, ps. 5 ayat (2).
2
Ibid., Ps. 6 ayat (1).
3
Lihat Indonesia (c), Op.Cit., Ps. 14.
4
Indonesia (f), Pemerintah Pusat, Peraturan Pemerintah tentang Izin Lingkungan, PP No. 27 Ta-
hun 2012, LN. 2012 No.48, TLN No. 5285, Ps. 48 ayat (2).
5
Indonesia (c), Op.Cit., Ps. 20 ayat (3). Lihat juga Agus Rasyid C.W., Op.Cit., hlm. 27.
dan/atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air

wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air dan setiap

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang air limbah

ke air atau sumber air wajib menaati persyaratan yang ditetapkan dalam

izin.6 Jangka waktu berlakunya IPLC adalah selama 5 tahun dan

pemegang izin harus melakukan daftar ulang per 1 tahun sekali7. Adapun

persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dalam permohonan izin

pembuangan air limbah berkaitan dengan syarat jenis dan prosedur

pembuangan air limbah ke media lingkung-an, kewajiban untuk

mengolah limbah dan memantau dan melaporkan kewajiban, serta larangan

yang dapat menyebabkan tercemarnya lingkungan berdasarkan standar

yang ditetapkan, seperti dari baku mutu lingkungan.8 Pasal 1 ayat 9 PP

No. 82 Tahun 2001 mendefinisikan baku mutu lingkungan sebagai

“ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang

ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam air”.9 Baku mutu merupakan instrumen teknis untuk

menentukan terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat pelaksanaan

suatu izin usaha dan/ atau kegiatan sehingga sangat penting dalam

kegiatan industri yang menghasilkan limbah.

Selain itu, dalam Pasal 37 PP No. 82 Tahun 2001, dikatakan

bahwa penang-gung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air

6
Indonesia (g), Pemerintah Pusat, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pe-
ngendalian Pencemaran Air, PP No. 82 Tahun 2001, LN. 2001 No. 153, TLN No. 4161, ps. 37.
Lihat juga Agus Rasyid C.W., Op.Cit., hlm. 21.
7
Nadia Astriani, Op.Cit., hlm. 124.
8
Ibid., hlm. 118.
9
Indonesia (g), Op.Cit., Ps. 1 ayat (9).
limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menanggulangi

terjadinya pencemaran air.10 Pasal 40 PP tersebut juga menjelaskan bahwa

untuk melakukan pembuangan air limbah ke air atau sumber air harus

mendapatkan izin tertulis dari Bupati atau Walikota.Untuk mendapatkan

izin ini, pemrakarsa harus terlebih dahulu melakukan kajian pembuangan

air limbah ke air terkait dengan data hasil pengaruh pembuang-an limbah

terhadap hewan dan tanaman, kualitas tanah dan air, serta kesehatan

masyarakat.Dalam memastikan penaatan setelah diberikannya izin, Bupati

atau Walikota juga diwajibkan pada Pasal 44 ayat (1) PP No. 82 Tahun

2001 untuk melakukan pengawasan untuk memastikan ditaati-nya

persyaratan yang dicantumkan dalam izin yang diberikan ke perusahaan

terkait. Hal ini dapat dilaksanakan oleh pejabat pengawas lingkungan

daerah.11 Adapun sanksi apabila melanggar ketentuan-ketentuan di dalam

PP tersebut di-atur pada Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 yang terdiri dari

sanksi administrasi, ganti kerugian, dan sanksi pidana.

Sesuai dengan aturan dalam Pasal 63 ayat (3) huruf p Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, yaitu “melakukan penegakan hukum lingkungan hidup

pada tingkat kabupaten/ kota”. Ketentuan pidana yang mengatur mengenai

tindak pidana pencemaran air, terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009, sebagai berikut:

Pasal 97

10
Ibid., ps. 37.
11
Ibid., Ps. 44 ayat (2).
Tindak Pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan.

Pasal 98

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang

mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku

mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10

(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar

rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan orang luka dan/ atau bahaya kesehatan manusia, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12

(dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat

miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar

rupiah).

(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling

banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 104

Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke

media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60


dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling

banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 105

Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat

(1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit

Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak

Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 106

Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal

69 ayat (1) huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)

tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak

Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pada pasal-pasal tersebut

jelas tertulis ketentuan pidana yang akan diberikan kepada setiap orang yang

terbukti melakukan pencemaran air. Belum adanya pelaku usaha yang

menerima sanksi pidana tersebut membuktikan pula bahwa belum adanya

penyidikan, penyelidikan dan penegakan hukum dari aparat kepolisian

Saran yang dapat diberikan yaitu memberlakukan strategi

pengendalian pencemaran dalam menjaga kualitas air. Hal difokuskan pada

peningkatan sarana dan prasarana yang bertujuan untuk mengoptimalkan


dalam memantau kualitas air sungai secara lebih rutin lagi diikuti dengan

meningkatkan program pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait

agar dapat meminimalisir pencemaran air sungai dimana hasil pelaksanaan

pengawasan dapat digunakan sebagai acuan dalam penegakan hukum.

Strategi pengendalian pencemaran air juga dapat tercapai dengan

pengaplikasian program-program pengendalian pencemaran yang

diwujudkan secara nyata dan meningkatkan kesadaran masyarakat melalui

program sosialisasi dan pelatihan untuk dapat menjaga kebersihan dan

kelestarian sungai.

C. TUJUAN PENELITIAN

Dari latar belakang dan permasalahan diatas, maka penulis dapat

memberitahukan tujusan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis peraturan tentang tindak pidana pencemaran

Sungai Deli Kota Medan

2. Memberi edukasi agar masyarakat tidak melakukan

pencemaran air

D. MANFAAT PENELITIAN

1) Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai sanksi-sanksi dan akibat yang didapatkan

dari perbuatan tindak pidana pencemaran air atau Sungai Deli Kota

Medan

2) Manfaat praktis
a. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sarana yang bermanfaat dalam mengimplementasikan pengetahuan

penulis tindak pidana pencemaran Sungai Deli Kota Medan.

b. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi dalam pengembangan teori mengenai

sanksi-sanksi yang didapat dari perbuatan tindak pidana pencemaran

air.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelusuran Penulis di Web dan Perpustakan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada penulisan yang

serupa baik dari judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, maupun hasil

penelitian. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa penulisan penelitian

hukum ini belum pernah dilakukan sebelumnya dan merupakan hasil karya

asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya

penulis lain.

F. TINJAUAN PUSTAKA

Penulisan penelitian ini akan coba penulis kaitkan dengan beberapa

karya ilmiah terdahulu, sehingga akan didapatkan keterkaitan dengan karya

ilmiah diatas. Adapun karya ilmiah yang penulis maksud adalah sebagai

berikut:

Jurnal Mona Tiur Asihwati Tambunan, Hartiwiningsih, Riska Andi

Fitriono, dengan judul ; Tindak Pidana Pencemaran Air Yang dilakukan


Oleh Pelaku Usaha di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Jurnal ini

membahas tentang optimalisasi hukum pidana dalam menanggulangi tindak

pidana pencemaran air yang dilakukan oleh pelaku usaha batik di

Kampoeng Batik Laweyan Surakarta dan upaya apa yang seharusnya

dilakukan agar hukum pidana dapat menanggulangi tindak pidana tersebut

Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia oleh Agung Kurniawan

Sihombing, dengan judul : Penegakan Hukum terhadap Pencemaran

Lingkungan di Sungai Cikijing, Jawa Barat Akibat Aktivitas Industri Tekstil

PT. Kahatex. Jurnal ini membahas tentang penegakan hukum terhadap

pelaku pencemaran lingkungan sungai .

G. METODE PENELITIAN

Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan,

termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang

dimaksud adalah cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi

kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,merumuskan, menganalisis sampai

menyusun laporan) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.

Dalam menyusun proposal penelitian ini, penyusun menggunakan

penelitian sebagai berikut:

1. Jenis dan sifat penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah

diuraikan diatas, maka jenis penelitian ini masuk dalam kategori

penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian normatif

terutama menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber


data penelitian. atau disebut juga dengan (Library research),

metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagai

literatur.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis artinya bahwa penelitian ini

lermasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah,

menjelaskan secara tepat seta menganalisis peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Data Penelitian

Sumber data dari penelitian normatif ini adalah

menggunakan data penelitian sekunder. Data sekunder dalam

penelitian normatif terdiri dari bahan hukum primer serta bahan

hukum sekunder.

1. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat dan terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar yaitu

Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap. MPR RI),

peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak

dikodifikasi dan yurisprudensi (Soerjono Soekanto dan Sri

Mamudji, 2010:13). Berkaitan dengan bahan hukum primer ini

penulis memfokuskan penelitian pada UUD RI 1945. Selain itu

penulis juga akan menggunakan undang-undang yang mempunyai

kaitan dengan obyek penelitian, antara lain: UU Nomor 32 Tahun


2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

; dan PP No. 82 Tahun 2001.

2. Bahan hukum sekuder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang

memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti rancangan

undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan

hukum, dan pendapat para sarjana hukum (Soerjono Soekanto dan

Sri Mamudji, 2010:13). Dalam penelitian ini, bahan-bahan hukum

sekunder diperoleh dari buku-buku dan pendapat para sarjana

hukum yang berkaitan dengan obyek penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi

kepustakaan guna memperoleh bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-

buku, artikel dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan objek

penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini, dengan mengolah

secara sistematis bahan-bahan penelitian untuk dikaji secara

komprehensif. Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah

metode destruktif sekaligus kualitatif. Deskriptif adalah

menganalisis data dengan cara memaparkan secara terperinci dan

tepat perihal fenomena tertentu terkait dengan penulisan hukum ini.


Kualitatif adalah menganalisis pemaparan hasil-hasil penulisan yang

sudah disistematisasikan tersebut dengan kajian dari teori-teori

hukum dan hukum positif. Hal ini guna menjelaskan permasalahan

penelitian hukum dengan kalimat yang logis, bersifat ilmiah dan

mudah dipahami.

H. SISTEMATIKA PENELITIAN

Penelitian in Berisikan Proposal Penelitian guna memenuhi Ujian

Tengah Semester antara Fakultas Hukum, Universitas Sumatra Utara.

Proposal berisikan Pendahuluan, pada bab ini berisikan mengenai latar

belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan,

I. DAFTAR PUSTAKA

Buku

H. B. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press

Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

_______________. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Syahrul Machmud. 2011. Penegakan Hukum Lingkungan

Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Darsono, Valentinus. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Universitas

Atma Jaya Yogyakarta, 1995.

Internet
Kedaulatan Rakyat. 2013. http://krjogja.com/read/177428/walikota-

panggil-pengusaha-batik.kr, diakses

10/12/2015 pukul 21.54 WIB.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air. PP No. 82 Tahun 2001. LN. 2001 No. 153, TLN No. 4161

Anda mungkin juga menyukai