Anda di halaman 1dari 63

ANALISIS AIR DANAU SITU GEDE DAERAH CIFOR BOGOR

Proposal ini diajukan sebagai syarat untuk ketuntasan nilai PKT Kelas XIII
Sekolah Menengah Kejuruan-SMAK Bogor Tahun Pelajaran 2021/2022

Disusun Oleh Kelompok 12, Kelas XIII-2:


Maharani Rizkyanda (18.64.08977)
Imelda Mahendro Putri (18.64.08948)
Noreencia Beatrice (18.64.09037)
Renanda Wafi Fakhri (18.64.09075)

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN –SMAK BOGOR
2021
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

PROPOSAL PKT-2

ANALISIS AIR DANAU SITU GEDE DAERAH CIFOR BOGOR

Disusun oleh Kelompok 12, Kelas XIII-2:


Maharani Rizkyanda (18.64.08977)
Imelda Mahendro Putri (18.64.08948)
Noreencia Beatrice (18.64.09037)
Renanda Wafi Fakhri (18.64.09075)

Telah memenuhi syarat dan disetujui Guru Pembimbing untuk digunakan

sebagai syarat memenuhi tugas akhir Praktik Kimia Terpadu 2 Sekolah

Menengah Kejuruan SMAK Bogor Tahun Pelajaran 2020/2021

Bogor, ……… 2021

Mengetahui, Disetujui,
Kepala Laboratorium, Pembimbing Sekolah,

Ir. Tin Kartini, M. Si Rahman Arief, S. TP


NIP 196404161994032003 NIP 196604171994031006
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu zat terpenting bagi keberlangsungan kehidupan


di muka bumi yang mana fungsi air ini tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Air mutlak diperlukan bagi seluruh makhluk hidup tidak terkecuali manusia.
Dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia
mempergunakan air untuk keperluan rumah tangga seperti minum, memasak,
mencuci, mandi, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Selain itu, air juga diperlukan
untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi,
transportasi, dan lain-lain (Chandra, 2007).
Meningkatnya populasi manusia juga mengiringi peningkatan kebutuhan
sehari-hari akan air. Air yang digunakan berasal dari sumber-sumber tertentu
seperti mata air, sungai, ataupun danau. Di sisi lain, penggunaan air berbanding
lurus dengan risiko pencemaran yang terjadi. Sebagai contoh, pada saat populasi
manusia belum sebanyak masa kini sumber air yang tercemar jumlahnya masih
sedikit dan jarang dijumpai di lingkungan sekitar. Namun, pada masa kini jumlah
sumber air yang tercemar dapat dijumpai dengan mudah pada lingkungan
sekitar. Hal tersebut ditandai dengan hampir tidak adanya masyarakat yang
menggunakan sumber air seperti sungai maupun danau.
Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta
terbentuk secara alami (Tancung dan Ghufran, 2007). Proses alami danau
terbentuk, berevolusi, dan menghilang membutuhkan waktu ribuan tahun.
Namun, aktivitas manusia dapat mengubah danau menjadi lebih baik atau lebih
buruk dalam waktu kurang dari satu generasi (Gray, 2004).
Danau Situ Gede merupakan salah satu situ atau telaga yang terletak di
Kota Bogor, lebih tepatnya di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat.
Letaknya tidak jauh dari kawasan konservasi hutan pemerintah Cifor. Danau
tersebut memiliki luas sekitar 6 hektar, kedalaman mencapai 6 meter, dan
terdapat pemukiman warga di sekitarnya. Kawasan ini adalah kawasan lindung
yang dikelola oleh Kementerian PUPR yang di sekitarnya terdapat Hutan
Penelitian Dramaga milik Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Sebagai kawasan strategis lingkungan yang berada di Kota Bogor Barat, Situ
Gede merupakan danau atau situ alami yang memiliki daya tarik bagi wisatawan
apabila ingin mengunjungi tempat wisata dengan nuansa alam. Lokasi ini
seringkali dimanfaatkan warga untuk sarana rekreasi, tempat memancing,
maupun sekadar berjalan-jalan di tepi danau.
Sumber air Situ Gede berasal dari mata air yang diperkirakan terdapat di
sebelah selatan dari pemukiman penduduk dan dari saluran irigasi sawah.
Secara ekonomis Situ Gede memberikan dampak yang positif bagi pemerintah
kelurahan dan secara tidak langsung bagi masyarakat sekitar. Namun, karena
terjadi pembuangan air limbah rumah tangga ke danau tersebut, maka
dikhawatirkan akan terjadi pencemaran sehingga secara ekologis Situ Gede tidak
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, melihat banyaknya
penggunaan terhadap air danau situ gede terutama untuk sarana rekreasi serta
kondisi air danau yang semakin hari semakin tercemar, penulis memutuskan
untuk melakukan analisis yang berjudul “Analisis Air Danau Situ Gede Daerah
Cifor Bogor”.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Air
Danau Situ Gede digolongkan sebagai air dengan peruntukkan kelas II yaitu air
yang peruntukannya digunakan sebagai sarana/prasarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut. Oleh karena itu, penulis akan melakukan analisis terhadap
Air Danau Situ Gede sesuai dengan parameter dan kemudian
membandingkannya dengan baku mutu standar yang ada.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang analisis Air Danau Situ Gede daerah Cifor
Bogor, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apakah kualitas Air Danau Situ Gede sesuai dengan peruntukan air kelas
II?
2. Apa saja zat-zat polutan yang terkandung di dalam Air Danau Situ Gede?
3. Seberapa banyak jumlah tiap zat-zat polutan di dalam Air Danau Situ
Gede?
4. Apa tujuan dilakukannya analisis Air Danau Situ Gede Daerah Cifor
Bogor?
5. Apa langkah yang dapat dilakukan selanjutnya terhadap hasil analisis
yang diperoleh?

C. Tujuan Penelitian

Dilakukannya analisis Air Danau Situ Gede Daerah Cifor Bogor oleh
kelompok PKT-12 bertujuan untuk:
1. Mengetahui kualitas Air Danau Situ Gede yang disesuaikan dengan
peruntukannya sebagai prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan atau
peruntukan lain.
2. Mengetahui jenis zat-zat polutan yang terkandung di dalam Air Danau
Situ Gede.
3. Mengetahui seberapa banyak jumlah tiap zat-zat polutan di dalam Air
Danau Situ Gede.
4. Memenuhi tugas Project Work Praktikum Kimia Terpadu 2 yaitu
melakukan analisis yang berhubungan dengan rubrik lingkungan.
5. Menyusun saran/solusi yang tepat sesuai dengan kondisi air hasil
analisis.

D. Manfaat Penelitian

Berikut merupakan manfaat penelitian dari pengajuan proposal “Analisis


Air Danau Situ Gede Daerah Cifor Bogor”:
1. Bagi pemerintah daerah, hasil analisis ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan atau acuan dalam menyusun kebijakan pengendalian
pencemaran yang terjadi di perairan Danau Situ Gede.
2. Sebagai masukan bagi dinas yang terkait untuk meningkatkan
pengawasan dan melakukan pemeriksaan/pengujian secara berkala
terhadap kualitas air danau yang digunakan masyarakat sebagai sarana
rekreasi.
3. Bagi masyarakat, sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya perairan Danau Situ Gede, serta menjaga ekosistem danau
agar danau dapat dimanfaatkan sesuai peruntukannya secara
berkelanjutan.
4. Bagi analis, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan analis dalam
menyusun metode analisis yang berkaitan dengan rubrik lingkungan serta
meningkatkan kepedulian analis terhadap lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Air

Air adalah senyawa dengan rumus kimia H₂O yang dapat diartikan
sebagai satu molekul. Air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen pada satu atom oksigen. Air adalah salah satu zat terpenting bagi
seluruh kehidupan di muka bumi yang fungsinya tidak dapat digantikan oleh
senyawa lain. Bagi manusia sendiri, air merupakan penyusun dari tiga per empat
bagian tubuh manusia. Oleh karena itu, tidak seorang pun dapat bertahan hidup
lebih dari 4–5 hari tanpa minum air. Air sendiri berbentuk cairan yang tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Air mempunyai titik beku 0°C
pada tekanan 1 atm, titik didih 100°C dan kerapatan 1,0 g/cm3 pada suhu 4°C
(Schroeder, 1977). Ukuran satu molekul air sangat kecil dan umumnya bergaris
tengah sekitar 3 A (0,3 nm atau 3x10 -8 cm).
Komposisi air dapat terbilang sederhana. Meskipun begitu, air juga
memiliki sifat-sifat kimia yang tergolong unik. Keunikan tersebut terjadi sebagai
bentuk akibat adanya ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul-molekul air.
Ikatan hidrogen dalam molekul air terjadi karena adanya sifat polar dalam air,
sehingga tempat kedudukan atom hidrogen yang positif akan menarik tempat
kedudukan oksigen yang negatif dari molekul air lainnya. Ikatan hidrogen terjadi
dalam beberapa senyawa hidrogen, dimana atom hidrogen menjembatani dua
atom yang cenderung menarik elektron lebih besar (keelektronegatifan). Ikatan
hidrogen ini sifatnya lebih lemah dibandingkan dengan ikatan kovalen (Susana,
2003). Namun demikian, ikatan hidrogen antara dua molekul air yang berdekatan
dan sifat polaritas molekul air inilah yang berperan terhadap sifat-sifat kimia dan
fisik air yang unik itu terjadi (Whitfield, 1975).
Selain itu, air juga memiliki sifat-sifat fisika yang tergolong unik, seperti
dalam hal:
1. Tegangan permukaan, yaitu air memiliki tegangan permukaan yang paling
tinggi dibanding dengan zat cair lainnya.
2. Kalor penguapan, yaitu kalor penguapan air dapat dikatakan relatif tinggi
dimana hal tersebut menyebabkan air memiliki titik didih yang tinggi
(100℃).
3. Kerapatan suhu, yaitu air dapat dikatakan memiliki kerapatan suhu yang
unik. Air akan menjadi semakin rapat bila didinginkan sampai pada suhu
4°C dan dalam proses pendinginan selanjutnya, maka kerapatan air
semakin menurun (Susana, 2003)
4. Kapasitas melarutkan, yaitu air memiliki kemampuan untuk melarutkan
zat - zat kimia serta dapat digunakan sebagai medium berlangsungnya
berbagai reaksi kimia.
Menurut Indarto (2010), secara alamiah air terdapat di alam dalam wujud
padatan (es), cair (air), dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang
secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut.
Meskipun sumber daya air secara teoritis dikatakan melimpah, hanya sebagian
kecil saja yang bisa dimanfaatkan manusia secara langsung.
Berdasarkan sifatnya, air dikelompokkan menjadi air asin (96.5%) dan air
tawar (3.5%). Air tawar merupakan air dengan kandungan garam dan mineral
yang rendah di dalamnya. Saat mendengar air tawar orang biasanya merujuk ke
air dari sumur, danau, sungai, salju, atau es. Meskipun jumlahnya sedikit air
tawar inilah yang menopang seluruh kebutuhan manusia. Sebelum peradaban
semaju sekarang, manusia lebih dulu menggunakan air pada sumber yang
tersedia seperti sungai dan danau. Seiring berkembangnya zaman dan
meningkatnya populasi manusia, manusia beralih ke sumber air lainnya.
Sumber-sumber air tawar lain yang sering dimanfaatkan adalah mata air
pegunungan dan air tanah. Selain karena alasan kepraktisan, pergeseran
sumber air yang digunakan manusia juga dipengaruhi oleh kualitas air sungai
maupun danau yang semakin tercemar.
Penentuan kelas air dilakukan dengan membandingkan konsentrasi
semua parameter kualitas air seperti yang tercantum dalam PP Nomor 22 Tahun
2021 dibandingkan dengan baku mutu air Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV
untuk setiap parameter tersebut. Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas:
a. Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanian, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
d. Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanian dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.

B. Sumber-sumber Air

Menurut Ryadi (1984), sumber air yang terdapat di bumi ini dapat berasal
dari berbagai sumber yang berbeda dan dapat dibagi menjadi:

1. Air laut
Mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam
NaCl dalam air laut mencapai 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak
memenuhi syarat sebagai air minum.

2. Air atmosfer, air meteriologik


Keadaannya murni dan sangat bersih karena dengan tidak adanya
pengotor udara yang disebabkan oleh kotoran–kotoran industri/debu dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air
minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat
hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air
hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa–pipa penyalur maupun
bak–bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi. Juga air
hujan mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
3. Air permukaan
Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air
permukaan ini akan mendapatkan pengotoran selama pengalirannya, misalnya
oleh lumpur, batang-batang kayu, daun–daun, kotoran industri kota dan
sebagainya. Air permukaan ada 2 macam yakni:

a. Air sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi sekali. Debit yang tersedia
untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi.
b. Air rawa/danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat–zat
organis yang telah membusuk, misalnya humus yang larut dalam air, yang
menyebabkan warna kuning coklat. Pada permukaaan akan tumbuh alga atau
lumut karena adanya sinar matahari dan O2.Selain pembusukan zat organik,
kadar Fe dan Mn akan semakin tinggi jika kelarutan O2 kurang sekali (anaerob).

4. Air tanah
Air tanah adalah air yang berada di dalam tanah. Menurut Kumalasari &
Satoto (2011), air tanah dapat dibagi menjadi:

a. Air tanah dangkal


Terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah, yang
lapisan tanahnya berfungsi sebagai saringan. Selain penyaringan, pengotoran
juga masih terus berlangsung, terutama pada permukaan air yang dekat dengan
permukaan tanah.

b. Air tanah dalam


Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama, kualitas dari air tanah
dalam pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringannya
lebih sempurna dan bebas dari bakteri, susunan unsur–unsur kimia tergantung
pada lapis–lapis tanah yang dilalui. Kualitas air tanah pada umumnya baik
(tergantung pada lapisan keadaan tanah) dan sedikit pengaruh oleh perubahan
musim.

c. Mata air
Adanya air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah,
mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim,
dimana kualitasnya sama dengan air tanah dalam.

C. Air Danau

Air danau dapat didefinisikan sebagai air yang berada pada suatu wadah
alam yang dapat menahan kelebihan air pada masa aliran air tinggi untuk
digunakan pada masa kekeringan (Gumilar et al, 2013). Danau sendiri dapat
didefinisikan sebagai badan air yang dikelilingi daratan dan tertutup/tergenang air
atau mengalir secara tetap atau sementara. Danau/situ digolongkan ke dalam
lahan basah alami bersama hutan mangrove, rawa gambut, rawa air tawar,
padang lamun, dan terumbu karang. Danau merupakan salah satu sumber air
tawar yang menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup. Kondisi perairan
danau cenderung diam, karena itu dinamakan pula perairan lentik, lawan dari
perairan lotik atau mengalir (sungai) (Pamudjianto & Sutiono, 2018).

D. Pencemaran Air

Pencemaran air merupakan proses masuknya zat polutan ke dalam air


yang mengakibatkan kualitas air tersebut menurun. Beberapa ciri air yang telah
tercemar adalah perubahan warna air, kekeruhan air, perubahan bau dan rasa
air. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa kualitas air telah memburuk
sehingga tidak layak digunakan. Air juga dinyatakan tercemar bila mengandung
bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia berbahaya, dan sampah atau limbah
industri. Polutan yang menyebabkan pencemaran dapat berasal dari perilaku
masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan yaitu membuang limbah cair
maupun padat ke dalam sumber perairan alam. Dengan adanya perilaku
tersebut, tingkat pencemaran dapat meningkat dan mengakibatkan tekanan
terhadap ekosistem.
Menurut Chandra (2012), air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia
harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air
yang bersih dan aman tersebut, antara lain:
a. Bebas dari kontaminan atau bibit penyakit;
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun;
c. Tidak berasa dan berbau;
d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan
rumah tangga;
e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau
Departemen Kesehatan RI.
Belakangan sulit mendapatkan air bersih yang aman. Penyebabnya
adalah adanya pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industri, rumah
tangga, limbah pertanian, dan masih banyak lagi. Selain itu, adanya
pembangunan dan penjarahan hutan merupakan penyebab menurunnya kualitas
mata air dari pegunungan karena air disana bercampur dengan lumpur yang
terkikis terbawa aliran air sungai. Akibatnya, air bersih terkadang menjadi barang
langka (Asmadi, Khayan dan Kasjono, 2011).
Kebutuhan air bersih yaitu banyaknya air yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan air dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, mencuci,
memasak, menyiram tanaman dan lain sebagainya. Sumber air bersih untuk
kebutuhan hidup sehari-hari secara umum harus memenuhi standar kuantitas
dan kualitas (Asmadi, Khayan dan Kasjono, 2011). Ditinjau dari sudut ilmu
kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat karena penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan
timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu
per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut
bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan
kebiasaan masyarakat (Chandra, 2012).
BAB III

METODE ANALISIS

A. Parameter Fisika

1. Pengukuran Suhu Air

Standar: SNI 06-6989.23-2005


Metode:
Prinsip: Air raksa dalam termometer akan memuai atau menyusut sesuai
dengan panas air yang diperiksa, sehingga suhu air dapat dibaca pada skala
termometer (°C).
Reaksi: -
Cara Kerja:
Pada air permukaan:
1. Termometer langsung dicelupkan ke dalam contoh uji dan dibiarkan
selama 2 menit sampai dengan 5 menit hingga termometer menunjukkan
nilai yang stabil.
2. Pembacaan nilai pada skala termometer dicatat tanpa mengangkat lebih
dahulu termometer dari air.
Pada air kedalaman tertentu:
1. Termometer dipasang pada alat pengambil contoh uji.
2. Alat pengambil contoh uji dimasukkan ke dalam air pada kedalaman
tertentu untuk mengambil contoh uji.
3. Alat pengambil contoh uji ditarik naik sampai ke permukaan.
4. Pembacaan nilai pada skala yang ditunjukkan termometer dicatat
sebelum contoh air dikeluarkan dari alat pengambil contoh.
Perhitungan: -

2. Penetapan Kadar Total Suspended Solid (TSS)

Standar: SNI 6989.3:2019


Metode: Gravimetri
Prinsip: Contoh uji yang telah homogen disaring dengan cawan kaca masir
berukuran porositas 0,7-1,5µm yang telah ditimbang. Penyaringan dilakukan
dengan bantuan vakum untuk mempermudah. Residu yang tertahan pada media
penyaring dikeringkan pada suhu 103℃-105℃ hingga mencapai bobot tetap.
Kenaikan berat cawan mewakili Padatan Tersuspensi Total (TSS).
Reaksi: -
Prosedur:
1. Persiapan Penyaring Cawan Kaca Masir
a. Diletakkan cawan kaca masir pada peralatan filtrasi. Dipasang sistem
vakum, dihidupkan pompa vakum kemudian dibilas cawan dengan air
bebas mineral 20 ml. Dilanjutkan penghisapan hingga tiris, dimatikan
pompa vakum.
b. Dikeringkan cawan kaca masir dalam oven pada suhu 103-105 °C selama
1 jam.(Selama pengerjaan pengeringan, oven tidak boleh dibuka tutup).
c. Didinginkan cawan kaca masir dalam desikator kemudian ditimbang.
d. Diulangi langkah pada butir (b) dan (c) hingga diperoleh berat tetap.

2. Prosedur Analisis
a. Diletakkan cawan kaca masir pada peralatan filtrasi. Dipasang sistem
vakum, dihidupkan pompa vakum kemudian dibilas cawan dengan sedikit
air bebas mineral.
b. Diaduk contoh uji hingga homogen.
c. Diambil contoh secara kuantitatif sebanyak 50 mL dan dimasukkan ke
dalam media penyaring. Dinyalakan sistem vakum. Jika proses
penyaringan membutuhkan waktu lebih dari 10 menit, maka volume
contoh uji dikurangi.
d. Dibilas cawan kaca masir 3x10 ml air bebas mineral, dilanjutkan
penyaringan dengan sistem vakum.
e. Dipindahkan cawan kaca masir dari peralatan penyaringan dengan
penjepit gegep.
f. Dikeringkan cawan kaca masir dalam oven minimal selama 1 jam pada
kisaran suhu 103℃-105℃, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
(Selama pengerjaan pengeringan, oven tidak boleh dibuka tutup).
g. Diulang langkah (f) sampai diperoleh berat tetap.
Perhitungan:
(𝑊1−𝑊0)
𝑇𝑆𝑆 = 𝑉
𝑥 1000

Keterangan:
TSS: padatan Terlarut Total (mg/l);
W1: berat media penimbang berisi residu kering (mg);
W2: berat media penimbang kosong (mg);
V: volume uji contoh (ml);
1000: konversi dari mililiter menjadi liter.

3. Penetapan Kadar Total Dissolved Solid (TDS)

Standar: SNI 6989.27:2019


Metode: Gravimetri
Prinsip: Contoh uji yang telah homogen disaring dengan cawan kaca masir
berukuran porositas 0,45µm yang telah ditimbang. Penyaringan dilakukan
dengan bantuan vakum untuk mempermudah. Residu yang tertahan pada media
penyaring dikeringkan pada suhu 180ºC ± 2 ºC hingga mencapai bobot tetap.
Kenaikan berat cawan mewakili Padatan Terlarut Total (TSS).
Reaksi: -
Cara Kerja:
1. Persiapan Penyaringan Cawan Kaca Masir
a. Cawan kaca masir diletakan pada peralatan filtrasi, sistem vakum
dipasang, dan pompa dihidupkan kemudian media penyaring dibilas
dengan air bebas mineral 20 ml. Penghisapan dilanjutkan hingga tiris
kemudian pompa vakum dimatikan.
b. Air tampungan hasil pembilasan dibuang.
c. Cawan yang telah bersih dipanaskan pada suhu 180ºC ± 2 ºC selama 1
jam di dalam oven.
d. Cawan dari oven dipindahkan dengan penjepit dan didinginkan dalam
desikator kemudian ditimbang.
e. Langkah c) dan d) diulangi hingga diperoleh berat tetap (catat sebagai Wo
mg).
2. Prosedur Analisis
a. Contoh uji diaduk hingga homogen.
b. Contoh uji diambil secara kuantitatif sebanyak 50 ml kemudian dimasukan
ke dalam alat penyaring yang telah dilengkapi dengan alat pompa
penghisap dan cawan kaca masir.
c. Alat penyaring dioperasikan.
d. Media penyaring dibilas 3 kali dengan masing-masing 10 ml air bebas
mineral, penyaringan dilanjutkan dengan sistem vakum hingga tiris.
e. Filtrat dipindahkan ke dalam cawan penguap yang telah mempunyai berat
tetap.
f. Filtrat yang ada diuapkan ke dalam cawan penguap dengan penangas air
hingga kisat.
Catatan: Penguapan dapat dilakukan menggunakan oven atau hot plate
dengan suhu di bawah titik didih air agar filtrat dalam cawan tidak
terpercik ke luar.
g. Cawan kaca masir yang berisi padatan terlarut yang sudah kisat
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 180ºC ± 2℃.
h. Cawan kaca masir dipindahkan dari oven dengan penjepit dan
didinginkan dalam desikator.
i. Setelah dingin, cawan segera ditimbang dengan neraca analitik.
j. Langkah g) sampai i) diulangi hingga diperoleh bobot tetap (catat sebagai
W1 mg).
k. Nilai TDS dihitung dan hasil pengujian dibandingkan dengan standar yang
ada.

Perhitungan:
𝑊1−𝑊0 𝑥 1000
𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚𝑔/𝑙) = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Keterangan:
W0: adalah berat tetap cawan kosong setelah pemanasan 180ºC ± 2℃, (mg);
W1: adalah berat tetap cawan berisi padatan terlarut total setelah pemanasan
180ºC ± 2 ºC, (mg);
V: adalah volume contoh uji dalam satuan ml;
1000: adalah konversi dari mililiter ke liter.
B. Parameter Kimia

1. Penetapan Derajat Keasaman (pH)

Standar: SNI 6989.11:2019


Metode: Potensiometri
Prinsip: Pengukuran pH dilakukan berdasarkan aktivitas ion-ion Hidrogen secara
potensiometri menggunakan pH meter.
Reaksi: -
Prosedur:
1. Dilakukan kalibrasi internal pH-meter dengan minimal 2 larutan
penyangga disesuaikan dengan rentang pengukuran setiap kali akan
melakukan pengukuran.
2. Dibilas elektroda dengan air bebas mineral, selanjutnya dikeringkan
dengan kertas tisu halus.
3. Dicelupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan
pembacaan yang stabil.
4. Dicatat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter.
5. Dicatat suhu pada saat pengukuran pH*.
6. Dibilas kembali elektroda dengan air bebas mineral setelah pengukuran.
*Catatan: Pengukuran pH contoh uji di lapangan dilakukan pada suhu yang
disesuaikan berdasarkan batasan kemampuan alat.
Perhitungan: -

2. Penetapan Kadar DO (Dissolved Oxygen)

Standar: SNI 06-6989.14-2004


Metode: Volumetri
Prinsip:
Oksigen terlarut bereaksi dengan ion mangan (II) dalam suasana basa menjadi
hidroksida mangan dengan valensi yang lebih tinggi (Mn IV). Dengan adanya ion
iodida dalam suasana asam, ion mangan (IV) akan kembali menjadi ion mangan
(II) dengan membebaskan I2 yang setara dengan kandungan oksigen terlarut.
Iodin yang terbentuk kemudian dititrasi dengan sodium thiosulfat dengan
indikator amilum.
Reaksi:
MnSO4 + 2KOH → Mn(OH)2 + K2SO4
Mn(OH)2 + 1/2O2 → 2MnO2 + H2O
MnO2 + 2KI + H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6
Cara kerja:
1. Botol winkler 250 mL disiapkan.
2. Contoh uji dimasukkan ke dalam botol winkler sampai meluap, dipastikan
tidak ada gelembung udara, kemudian ditutup rapat jangan sampai ada
gelembung udara di dalam botolnya.
Catatan: lakukan pengujian contoh uji setelah contoh uji diambil.
3. Lakukan pengujian contoh uji dan blanko.
4. Sampel dan blanko dalam botol winkler ditambahkan MnSO4 1 mL dan
alkali iodide azida 1 mL.
5. Ditutup segera dan dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna.
6. Biarkan gumpalan mengendap 5 menit sampai dengan 10 menit.
7. Dimasukan larutan jernih ke dalam erlenmeyer asah.
8. Bila terbentuk endapan, ditambahkan 1 mL H 2SO4 pekat atau hingga
endapan larut sempurna.
9. Dipipet 50 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah 250 mL.
10. Dititar dengan Na2S2O3 0,025 N sampai dengan kuning muda seulas.
11. Ditambahkan indikator kanji.
12. Dititar kembali dengan Na2S2O3 0,025 N hingga titik akhir tak berwarna.
Perhitungan:
𝑉𝑃 𝑋 𝑁𝑃 𝑋 8000 𝑥 𝐹
𝐷𝑂 = 50

Keterangan:
V: adalah mL Na 2S2O3;
N: adalah normalitas Na2S2O3;
F: adalah faktor volume botol dibagi volume botol dikurangi volume pereaksi;
MnSO4 dan alkali iodida azida.

3. Penetapan Kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Standar: SNI 6989.72:2009


Metode: Titrimetri
Prinsip: Sejumlah contoh uji ditambahkan ke dalam larutan pengencer jenuh
oksigen yang telah ditambahkan larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian
diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 20 °C ± 1 °C selama 5 hari. Nilai BOD
dihitung berdasarkan selisih konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima)
hari. Sebagai bahan kontrol standar dalam uji BOD ini, digunakan larutan
glukosa-asam glutamat.
Cara Kerja:
1. Disiapkan 2 buah botol DO, masing-masing botol ditandai dengan notasi
A1 dan A2.
2. Larutan contoh uji dimasukkan ke dalam masing-masing botol DO A1 dan
A2 sampai meluap, kemudian botol ditutup secara hati-hati untuk
menghindari terbentuknya gelembung udara.
3. Dilakukan pengocokan beberapa kali, kemudian air bebas mineral
ditambahkan pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup.
4. Botol A2 disimpan dalam lemari inkubator 20°C ± 1°C selama 5 hari.
5. Dilakukan pengukuran oksigen terlarut terhadap larutan botol A1 dengan
alat DO meter yang terkalibrasi. Hasil pengukuran merupakan nilai
oksigen terlarut nol hari (A1). Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari
harus dilakukan paling lama 30 menit setelah pengenceran.
6. Langkah 5 diulangi untuk botol A2 yang telah diinkubasi 5 hari ± 6 jam.
Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari
(A2).
7. Dilakukan penetapan blanko dengan mengulangi langkah 1 sampai 6
menggunakan larutan pengencer tanpa contoh uji. Hasil pengukuran yang
diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (B1) dan nilai oksigen
terlarut 5 hari (B2).
8. DIlakukan penetapan kontrol standar dengan mengulangi langkah 1
sampai 6 menggunakan larutan glukosa-asam glutamat. Hasil
pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (C1)
dan nilai oksigen terlarut 5 hari (C2).
Perhitungan:
(𝐵1−𝐵2)
(𝐴1 − 𝐴2) − ( 𝑉𝑏
)𝑉𝑐
𝐵𝑂𝐷5 = 𝑃

Keterangan:
BOD5: adalah nilai BOD hari ke-5 contoh uji (mg/L);
A1: adalah kadar oksigen terlarut contoh uji sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L);
A2: adalah kadar oksigen terlarut contoh uji setelah inkubasi (5 hari) (mg/L);
B1: adalah kadar oksigen terlarut blanko sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L);
B2: adalah kadar oksigen terlarut blanko setelah inkubasi (5 hari) (mg/L);
Vb: adalah volume suspensi mikroba dalam botol DO blanko (mL);
Vc: adalah volume suspensi mikroba dalam botol DO contoh uji (mL);
P: adalah perbandingan volume contoh uji (V1) per volume total (V2).

4. Penetapan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand)

Standar: SNI 6989.2:2009


Metode: Spektrofotometri
Prinsip:
Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi
oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang
dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L) diukur secara
spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat mengabsorpsi pada panjang
gelombang 420 nm dan Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang 600
nm.
Untuk nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L kenaikan Cr3+ ditentukan
pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih
tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai
COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L penurunan konsentrasi Cr2O72-
ditentukan pada panjang gelombang 420 nm.
Cara Kerja:
Persiapan contoh uji
a. Contoh uji dihomogenkan.
b. Digestion vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20% dicuci sebelum
digunakan.

Pengawetan contoh uji


Bila contoh uji tidak dapat segera diuji, maka contoh uji diawetkan dengan
menambahkan H2SO4 pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam
pendingin pada temperatur 4 °C ± 2 °C dengan waktu simpan maksimum yang
direkomendasikan 7 hari.

Pembuatan larutan kerja


Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1 (satu) blanko dan
minimal 3 kadar yang berbeda secara proporsional yang berada pada rentang
pengukuran.

Proses digestion
a. Contoh uji atau larutan kerja dipipet volume, ditambahkan digestion
solution dan larutan pereaksi asam sulfat yang memadai ke dalam tabung
atau ampul, seperti yang dinyatakan dalam tabel berikut:

Contoh uji Digestion Larutan pereaksi Total volume


Digestion Vessel
(mL) solution (mL) asam sulfat (mL) (mL)

Tabung kultur

16 x 100 mm 2,50 1,50 3,5 7,5

20 x 150 mm 5,00 3,00 7,0 15,0

25 x 150 mm 10,00 6,00 14,0 30,0

Standar ampul:

10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5

b. Tabung ditutup dan dikocok perlahan sampai homogen.


c. Tabung diletakkan pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu
150℃, dilakukan refluks selama 2 jam.
Pembuatan kurva kalibrasi
a. Alat dihidupkan dan dioptimalkan alat uji spektrofotometer sesuai petunjuk
penggunaan alat untuk pengujian COD. Diatur panjang gelombangnya
pada 600 nm atau 420 nm.
b. Diukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian dicatat dan
diplotkan terhadap kadar COD.
c. Dibuat kurva kalibrasi dari data nilai COD (hasil pembacaan kadar contoh
uji dari kurva kalibrasi) dan ditentukan persamaan garis lurusnya.
d. Jika koefisien korelasi regresi linier (r) < 0,995, periksa kondisi alat dan
ulangi langkah pada perhitungan hingga diperoleh nilai koefisien r ≥
0,995.

Pengukuran contoh uji (contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L)
a. Didinginkan perlahan - lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu
ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat
pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya
tekanan gas.
b. Dibiarkan suspensi mengendap dan dipastikan bagian yang akan diukur
benar-benar jernih.
c. Diukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan
(600 nm).
d. Dihitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi.
e. Dilakukan analisis duplo.

Pengukuran contoh uji (contoh uji COD lebih kecil dari 90 mg/L)
a. Didinginkan perlahan - lahan contoh yang sudah direfluks sampai suhu
ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu, saat
pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah adanya
tekanan gas.
b. Dibiarkan suspensi mengendap dan dipastikan bagian yang akan diukur
benar - benar jernih.
c. Diukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah ditentukan
(420 nm).
d. Dihitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva kalibrasi.
e. Dilakukan analisis duplo.
Perhitungan
Nilai COD sebagai mg O2/L:
Kadar COD (mg O2/L) = C x f
Keterangan:
C adalah nilai COD contoh uji, dinyatakan dalam miligram per liter (mg/L);
f adalah faktor pengenceran
a. Dimasukkan hasil pembacaan serapan contoh uji ke dalam regresi linier
yang diperoleh dari kurva kalibrasi.
b. Nilai COD adalah hasil pembacaan kadar contoh uji dari kurva kalibrasi.

5. Penetapan Konsentrasi Cemaran Logam Cu

Standar: SNI 6989.66:2009 (Cara Uji Cu)


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip: Larutan dijadikan atom bebas dalam nyala pembakar dengan bantuan
Atomizer. Atom yang dihasilkan memberikan serapan terhadap spektrum garis
yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dengan nilai serapan
sebanding dengan konsentrasi logam yang dibaca.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji
a. Contoh uji dihomogenkan terlebih dahulu, dipipet 50 ml contoh uji dan
dimasukan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan batu didih kemudian ditutup dengan
menggunakan kaca alas datar.
c. Dilakukan destruksi dengan dipanaskan di ruang asam pada suhu 150ᴼC
s/d sisa setengah volume awal.
d. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan kembali. Destruksi dilakukan
hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Larutan didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur mL dan
dihimpitkan dengan aquabidest.
f. Kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan ke dalam piala gelas.
g. Contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml (saring bila perlu) dan
ditambahkan aquabidest sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur absorbansinya di AAS.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk Cu 1000 ppm, dilakukan pengenceran
sehingga mendapatkan konsentrasi deret antara sebesar 500 ppm
dalam labu ukur 50 mL.
b. Dibuat deret standar logam Cu (0 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ppm ) deret standar
mengacu pada Metode standar, tabel AA Periodic Table of The Element,
atau manual book alat dari standar induk Logam 1000 ppm ke dalam
labu ukur 100 mL.
c. Ditambahkan 5% HNO3 4N dari volume labu ke dalam blangko dan deret
standar/
d. Diencerkan blanko dan deret standar dengan air suling, diimpitkan
sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Buat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10 x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Baca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Hitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Hitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan disiapkan untuk
pengukuran.
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar, dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam (%b/b) dalam sampel mie instan.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.
Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

6. Penetapan Konsentrasi Cemaran Logam Pb

Standar: SNI 6989.46:2009 (Cara Uji Pb)


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip: Larutan dijadikan atom bebas dalam nyala pembakar dengan bantuan
Atomizer. Atom yang dihasilkan memberikan serapan terhadap spektrum garis
yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dengan nilai serapan
sebanding dengan konsentrasi logam yang dibaca.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji
a. Contoh uji dihomogenkan terlebih dahulu, dipipet 50 ml contoh uji dan
dimasukan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan batu didih kemudian ditutup dengan
menggunakan kaca alas datar.
c. Dilakukan destruksi dengan dipanaskan di ruang asam pada suhu 150ᴼC
s/d sisa setengah volume awal.
d. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan kembali. Destruksi dilakukan
hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Larutan didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan
dihimpitkan dengan aquabidest.
f. Kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan ke dalam piala gelas.
g. Contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml (saring bila perlu) dan
ditambahkan aquabidest sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur absorbansinya di AAS.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk Pb 1000 ppm, dilakukan pengenceran
sehingga mendapatkan konsentrasi deret antara sebesar 100 ppm
dalam labu ukur 50 mL.
b. Dibuat deret standar logam Pb (0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ppm) deret
standar mengacu pada Metode standar, tabel AA Periodic Table of The
Element, atau manual book alat dari standar induk Logam 1000 ppm ke
dalam labu ukur 100 mL.
c. Ditambahkan 5% HNO3 4N dari volume labu ke dalam blanko dan deret
standar.
d. Diencerkan blanko dan deret standar dengan air suling, diimpitkan
sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Buat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10 x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Baca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Hitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Hitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan disiapkan untuk
pengukuran.
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar, dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam (%b/b) dalam sampel mie instan.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.
Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

7. Penetapan Konsentrasi Cemaran Logam Zn

Standar: SNI 06-6989.44-2005 (Cara Uji Zn)


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip: Larutan dijadikan atom bebas dalam nyala pembakar dengan bantuan
Atomizer. Atom yang dihasilkan memberikan serapan terhadap spektrum garis
yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dengan nilai serapan
sebanding dengan konsentrasi logam yang dibaca.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji:
a. Contoh uji dihomogenkan terlebih dahulu, dipipet 50 ml contoh uji dan
dimasukan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan batu didih kemudian ditutup dengan
menggunakan kaca alas datar.
c. Dilakukan destruksi dengan dipanaskan di ruang asam pada suhu 150ᴼC
s/d sisa setengah volume awal.
d. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan kembali. Destruksi dilakukan
hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Larutan didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan
dihimpitkan dengan aquabidest.
f. Kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan ke dalam piala gelas.
g. Contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml (saring bila perlu) dan
ditambahkan aquabidest sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur absorbansinya di AAS.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk Zn 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat. Pengenceran pertama dengan konsentrasi 100 ppm dan
yang kedua 10 ppm pada labu ukur 50 mL.
b. Dibuat deret standar logam Zn (0; 0,2; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6 ppm) deret
standar mengacu pada Metode standar, tabel AA Periodic Table of The
Element, atau manual book alat dari standar induk Logam 1000 ppm ke
dalam labu ukur 100 mL.
c. Ditambahkan 5% HNO3 4N dari volume labu ke dalam blanko dan deret
standar.
d. Diencerkan blanko dan deret standar dengan air suling, diimpitkan
sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Buat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10 x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Baca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Hitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Hitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan disiapkan untuk
pengukuran.
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar, dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam (%b/b) dalam sampel mie instan.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.
Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

8. Penetapan Konsentrasi Cemaran Logam Cd

Standar: SNI 06-6989.38-2005 (Cara Uji Cd)


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip: Larutan dijadikan atom bebas dalam nyala pembakar dengan bantuan
Atomizer. Atom yang dihasilkan memberikan serapan terhadap spektrum garis
yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dengan nilai serapan
sebanding dengan konsentrasi logam yang dibaca.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji
a. Contoh uji dihomogenkan terlebih dahulu, dipipet 50 ml contoh uji dan
dimasukan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan batu didih kemudian ditutup dengan
menggunakan kaca alas datar.
c. Dilakukan destruksi dengan dipanaskan di ruang asam pada suhu 150ᴼC
s/d sisa setengah volume awal.
d. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan kembali. Destruksi dilakukan
hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Larutan didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan
dihimpitkan dengan aquabidest.
f. Kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan ke dalam piala gelas.
g. Contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml (saring bila perlu) dan
ditambahkan aquabidest sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur absorbansinya di AAS.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk Cd 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat. Pengenceran pertama dengan konsentrasi 100 ppm dan
yang kedua 10 ppm pada labu ukur 50 mL.
b. Dibuat deret standar logam Cd (0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,8; 1,4; 1,8 ppm) deret
standar mengacu pada Metode standar, tabel AA Periodic Table of The
Element, atau manual book alat dari standar induk Logam 1000 ppm ke
dalam labu ukur 100 mL.
c. Ditambahkan 5% HNO3 4N dari volume labu ke dalam blanko dan deret
standar.
d. Diencerkan blanko dan deret standar dengan air suling, diimpitkan
sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Buat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10 x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Baca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Hitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Hitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan disiapkan untuk
pengukuran.
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar, dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam (%b/b) dalam sampel mie instan.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.
Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

9. Penetapan Konsentrasi Cemaran Logam Co

Standar: SNI 6989.68:2009 (Cara Uji Co)


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip: Larutan dijadikan atom bebas dalam nyala pembakar dengan bantuan
Atomizer. Atom yang dihasilkan memberikan serapan terhadap spektrum garis
yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) dengan nilai serapan
sebanding dengan konsentrasi logam yang dibaca.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji
a. Contoh uji dihomogenkan terlebih dahulu, dipipet 50 ml contoh uji dan
dimasukan ke dalam piala gelas 100 ml.
b. Ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan batu didih kemudian ditutup dengan
menggunakan kaca alas datar.
c. Dilakukan destruksi dengan dipanaskan di ruang asam pada suhu 150ᴼC
s/d sisa setengah volume awal.
d. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 ml
HNO3 pekat dan dilakukan pemanasan kembali. Destruksi dilakukan
hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Larutan didinginkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan
dihimpitkan dengan aquabidest.
f. Kaca arloji dibilas dan air bilasannya dimasukan ke dalam piala gelas.
g. Contoh uji dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml (saring bila perlu) dan
ditambahkan aquabidest sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur absorbansinya di AAS.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk Co 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat. Pengenceran pertama dengan konsentrasi 20 ppm dan yang
kedua 1 ppm pada labu ukur 100 mL.
b. Dibuat deret standar logam Co (0; 40; 80; 120; 180; 200 ppb) deret
standar mengacu pada Metode standar, tabel AA Periodic Table of The
Element, atau manual book alat dari standar induk Logam 1000 ppm ke
dalam labu ukur 100 mL.
c. Ditambahkan 5% HNO3 4N dari volume labu ke dalam blanko dan deret
standar.
d. Diencerkan blanko dan deret standar dengan air suling, diimpitkan
sampai tanda tera dan dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Buat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10 x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Baca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Hitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Hitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan disiapkan untuk
pengukuran.
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar, dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam (%b/b) dalam sampel mie instan.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.
Perhitungan:
𝐴𝑏𝑠−𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒

10. Penentuan Kadar Deterjen Total

Standar: SNI 06-6989.51-2005


Metode: MBAS (Methylene Blue Alkyl Sulfonate)
Prinsip: Surfaktan anionik bereaksi dengan metilena biru dalam pelarut organik
membentuk pasangan ion berwarna biru yang akan diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara
dengan kadar surfaktan anionik.
Reaksi: -
Cara Kerja:
Pembuatan Larutan Pencuci
Ditambahkan 4,1 mL H2SO4 6N ke dalam labu ukur 100 mL yang telah berisi 50
mL air suling. Kemudian ditambahkan 5 gram Natrium Hidrogen Fosfat
Monohidrat (Na2HPO4.H2O), diencerkan dengan air suling hingga mencapai
tanda tera, kemudian dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Biru Metilen


Larutkan 10 miligram biru metilen dengan 10 mL air suling dan dihomogenkan. 3
mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Kemudian ditambahkan 50 mL air suling, 4,1 mL H2SO4 6N, dan 5 gram Natrium
Hidrogen Fosfat Monohidrat (Na2HPO4.H2O), diencerkan dengan air suling
hingga mencapai tanda tera, kemudian dihomogenkan.
Persiapan contoh
a. Dipipet 50 mL contoh uji (duplo) dan dimasukkan ke dalam corong
pemisah 250 mL.
b. Ditambahkan 3-5 tetes indikator PP.
c. Diteteskan larutan NaOH 1N perlahan hingga timbul warna merah
muda, kemudian dihilangkan dengan diteteskan H2SO4 1N
(dilakukan dengan hati-hati).
d. Dipipet 25 mL larutan biru metilen dan 10 mL kloroform (CHCl3)
e. Diekstrak (kocok kuat) selama 30 detik.
f. Ditambahkan 10 mL isopropil alkohol ke dalam corong pemisah
hingga emulsi hilang.
g. Dibiarkan hingga terpisah, fase kloroform dipisahkan lalu
ditampung.
h. Diekstraksi kembali fase air dengan 2x10 mL kloroform (CHCl3),
lalu disatukan dengan fase kloroform ekstraksi pertama.
i. Dimasukkan fase kloroform ke dalam corong pemisah, dicuci
dengan 50 mL larutan pencuci, kemudian dikocok 30 detik.
j. Didiamkan hingga memisah, fase kloroform dipisahkan ke dalam
labu ukur 50 mL.
k. Diekstrak kembali corong pemisah fase air dengan 2x10mL
kloroform dan fase kloroform dipisahkan ke dalam labu ukur
langkah (j).
l. Diencerkan labu ukur 50 mL (j) dengan kloroform hingga tera.
m. Diukur dengan spektrofotometer (bersamaan dengan deret
standar) pada panjang gelombang maksimum kemudian dicatat
serapannya.

Pembuatan larutan Induk deterjen 1000 ppm


a. Ditimbang 0,1000 g Natrium Lauril Sulfat (C12H25OSO3Na).
b. Dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur 100 mL kemudian
diencerkan hingga mencapai tanda tera.

Pembuatan larutan deret standar deterjen


a. Dibuat larutan standar antara 40 ppm dengan memipet 10 mL larutan
induk deterjen 1000 ppm ke dalam labu ukur 250 mL, kemudian
diencerkan dengan air suling hingga mencapai tanda tera.
b. Dibuat larutan deret standar dengan dengan konsentrasi 0; 0,4; 0,8; 1,2;
2,0 ppm dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan air suling hingga
mencapai tanda tera.
c. Dilakukan pengukuran absorbansi tiap deret standar (bersamaan dengan
contoh uji) pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer
UV-Vis, hasil analisis dicatat.
Perhitungan:
𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑥 𝐹𝑝

11. Penetapan Konsentrasi As secara SSA Hidrida

Standar: SNI 6989-81:2018


Metode: Hidrida
Prinsip:
Sejumlah unsur seperti As, Sb, Bi, Ge, Se, Te dan Sn dapat membentuk gas
hidridanya dengan Natrium tetraborohidrida (NaBH4) dalam suasana asam,
hidrida ini dapat diuapkan dari larutannya dengan gas inert (Ar) dan
membawanya ke tabung kuarsa panas dan memecah membentuk atom bebas.
Sedangkan Hg2+ direduksi oleh NaBH4 menjadi uap Hg, gas inert (Ar)
membawa atom bebas Hg ke tabung kuarsa tertutup. Serapan dari atom bebas
terhadap Lampu Katoda sebanding dengan konsentrasi logam dalam sampel.
Reaksi:
BH4- + 3H2O + H+ → H3BO3 + 8H
2As3+ + 12 H → 2AsH3(g) + 6H+
2AsH3(g) → 2As(g) + 3H2(g)
Cara Kerja:
Persiapan contoh uji
a. Dihomogenkan contoh uji.
b. Contoh uji dipipet 50 mL dan dimasukkan ke dalam piala gelas 100 mL.
c. Ditambahkan 5 mL HNO 3 pekat dan batu didih, piala gelas ditutup dengan
kaca arloji (blanko).
d. Larutan didestruksi dengan cara dipanaskan di ruang asam pada suhu
150℃ hingga contoh uji menjadi jernih.
e. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 mL
HNO3 pekat dan didestruksi kembali.
f. Kaca arloji dibilas dengan aquabidest dan air bilasannya dimasukkan ke
piala gelas.
g. Larutan contoh dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu),
kemudian larutan sampel dan blanko diencerkan dengan HCl 0,1N hingga
mencapai tanda tera, dan dihomogenkan.
h. Contoh uji siap diukur.

Persiapan Deret Standar


a. Disiapkan larutan standar induk As 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat (sesuai kebutuhan) ke dalam labu ukur 100 mL diencerkan
dengan air suling dan dihomogenkan.
b. Dibuat deret standar logam As (0; 50; 75; 100; 150 ppb) mengacu pada
Metode standar, tabel AA periodic Table of The Element, atau Manual
book alat dari standar induk logam As 1000 ppm ke dalam labu ukur 50
mL.
c. Ditambahkan 20 mL HCl 1,2M ke dalam blanko dan deret standar.
d. Diencerkan blanko, deret standar dengan air suling, dihimpitkan sampai
tanda tera, dihomogenkan.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


a. Dibuat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
b. Dibaca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
c. Dihitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
d. Dihitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.

Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom


a. Disiapkan spektrofotometer Serapan Atom yang akan digunakan untuk
pengukuran
b. Dilakukan pengukuran blanko, deret standar dan sampel sesuai dengan
instruksi kerja instrumen yang digunakan.
c. Dicatat data pembacaan Abs dari deret standar dan sampel.
d. Dihitung kadar Logam As dalam sampel air danau.
e. Dilaporkan hasilnya dalam format yang tersedia dan dilengkapi dengan
grafik.

Perhitungan:
𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑥 𝐹𝑝

12. Penetapan Konsentrasi Krom (VI) secara Spektrofotometri UV-VIS


metode Difenilkarbazida

Standar: SNI 6989.71:2009


Metode: Spektrofotometri UV-VIS
Prinsip: Ion krom heksavalen (Cr (VI)) bereaksi dengan difenilkarbazida dalam
suasana asam membentuk senyawa kompleks berwarna merah-ungu yang
menyerap cahaya tampak pada panjang gelombang 540 nm. Serapannya yang
diukur pada panjang gelombang tersebut sebanding dengan kadar ion krom
heksavalen.

Reaksi:
6+ 6+
𝐶𝑟 + → [𝐶𝑟(𝐷𝑖𝑃𝐶)3]

difenilkarbazida (DiPC)

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji:
1. Contoh uji disaring (bila perlu) dan dihomogenkan
2. Contoh uji dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam piala gelas
100 mL, ditambahkan 5 tetes (0,25 mL) H₃PO₄
3. Larutan ditambahkan H₂SO₄ 0,2 N hingga mencapai pH 2,0
4. Larutan dipindahkan ke labu ukur 50 mL dan ditepatkan hingga tanda tera
dengan menambahkan air bebas mineral
5. Ditambahkan 2,0 mL larutan difenilkarbazida
6. Larutan dikocok dan didiamkan 5 hingga 10 menit
7. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 540 nm, hasil pengukuran dicatat.

Pembuatan larutan deret standar logam Cr(VI):


1. Disiapkan larutan standar induk Cr 100 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat (sesuai kebutuhan) ke dalam labu ukur 50 mL. Diencerkan
dengan air suling dan dihomogenkan.
2. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 ppm ke
dalam labu ukur 50 mL.
3. Masing-masing labu ditambahkan 5 tetes (0,25 mL) H₃PO₄ dan
ditambahkan H₂SO₄ 0,2 N hingga mencapai pH 2,0
4. Ditepatkan hingga tanda tera dengan menambahkan air bebas mineral
5. Ditambahkan 2,0 mL larutan difenilkarbazida
6. Larutan dikocok dan didiamkan 5 hingga 10 menit
7. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 540 nm, hasil pengukuran dicatat

Perhitungan:
𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 52
𝑝𝑝𝑚 = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
× 𝑉
× 𝐹𝑝

Keterangan:
52: adalah volume akhir, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V: adalah volume contoh uji yaitu 50, dinyatakan dalam mililiter (mL);
Fp: adalah faktor pengenceran.
13. Penetapan Konsentrasi Besi (Fe) secara Spektrofotometri UV-VIS
metode Tiosianat

Standar: SNI 06-6854-2002


Metode: Spektrofotometri UV-VIS
Prinsip: Dalam suasana asam, ion Fe³⁺ dapat bereaksi dengan CNS⁻ berlebih
membentuk [Fe(CNS)₆]³⁻ yang berwarna merah. Senyawa ini dapat diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
maksimum 476 nm, dimana serapannya sebanding dengan konsentrasi
senyawanya.
3+ − 3−
Reaksi: 𝐹𝑒 + 6 𝐶𝑁𝑆 → 𝐹𝑒(𝐶𝑁𝑆)6

merah darah
Cara Kerja
Persiapan Contoh Uji:
1. Contoh uji disaring (bila perlu) dan dihomogenkan
2. Contoh uji dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam piala gelas
100 mL
3. Larutan ditambahkan 3 mL HNO₃ 4 N dan 5 mL KCNS 2 M
4. Larutan dipindahkan ke labu ukur 50 mL dan ditepatkan hingga tanda tera
dengan menambahkan air bebas mineral
5. Larutan dikocok dan didiamkan 5 hingga 10 menit sampai warna larutan
stabil
6. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 476 nm, hasil pengukuran dicatat.

Pembuatan larutan deret standar logam Fe:


1. Disiapkan larutan standar induk Fe 100 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat (sesuai kebutuhan) ke dalam labu ukur 50 mL. Diencerkan
dengan air suling dan dihomogenkan.
2. Dibuat deret standar dengan konsentrasi 0; 1; 2; 3; 4; 5 ppm ke dalam
labu ukur 50 mL.
3. Masing-masing labu ditambahkan 3 mL HNO₃ 4 N dan 5 mL KCNS 2 M
4. Ditepatkan hingga tanda tera dengan menambahkan air bebas mineral
5. Larutan dikocok dan didiamkan 5 hingga 10 menit sampai warna larutan
stabil
6. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang
gelombang 476 nm, hasil pengukuran dicatat.

Perhitungan:

𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝


𝑝𝑝𝑚 = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
× 𝐹𝑝

14. Penetapan Konsentrasi Mangan (Mn) secara SSA

Standar: SNI 6989:5-2009


Metode: Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Prinsip: Larutan sampel ditambahkan asam kuat, kemudian dijadikan atom
bebas dengan bantuan nyala pembakar dan atomizer. Atom bebas yang
dihasilkan akan memberikan serapan terhadap spektrum garis yang ditembakkan
dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp). NIlai serapan yang dibaca sebanding
dengan konsentrasi logam dalam sampel.
Reaksi:

Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji:
1. Dihomogenkan contoh uji.
2. Contoh uji dipipet 50 mL dan dimasukkan ke dalam piala gelas 100 mL.
3. Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan batu didih, piala gelas ditutup
dengan kaca arloji. (blanko)
4. Larutan didestruksi dengan cara dipanaskan di ruang asam pada suhu
150℃ hingga volume tersisa 15 mL.
5. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 mL
HNO3 pekat dan dipanaskan kembali.
6. Kaca arloji dibilas dengan air suling dan air bilasannya dimasukkan ke
piala gelas.
7. Larutan contoh dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu),
kemudian ditambahkan 5% HNO3 4N pada larutan sampel dan blanko,
diencerkan dengan air suling hingga mencapai tanda tera, dan
dihomogenkan.
8. Dilakukan pengukuran absorbansi (bersamaan dengan larutan standar)
dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan lampu katoda Mn,
dicatat hasil analisis.

Pembuatan larutan deret standar logam Mn


1. Disiapkan larutan standar induk Mn 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat (sesuai kebutuhan) ke dalam labu ukur 100 mL diencerkan
dengan air suling dan dihomogenkan.
2. Dibuat deret standar dengan konsentrasi: 0;25;50;75;100; ppb (Deret
standar dibuat mengacu pada Metode standar, tabel AA periodic Table of
The Element, atau Manual book alat), dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL
3. Masing-masing labu ditambahkan 5% HNO3 4N , kemudian diencerkan
dengan air suling hingga mencapai tanda tera dan dihomogenkan.
4. Dilakukan pengukuran absorbansi tiap deret standar (bersamaan dengan
contoh uji) dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan lampu
katoda Mn, dicatat hasil analisis.

Perhitungan:
𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑥 𝐹𝑝
15. Penetapan Konsentrasi Raksa (Hg) secara SSA

Standar: SNI 6989.78:2011


Metode: Spektrofotometri serapan atom (SSA)
Prinsip: Ion Raksa (Hg 2+) direduksi dengan Natrium Boron Tetrahidrida
(NaBH4) dengan bantuan panas membentuk uap Raksa. Kemudian dijadikan
atom bebas Raksa dengan bantuan panas dan diukur serapannya. Nilai serapan
atom bebas terhadap lampu katoda sebanding dengan konsentrasi logam dalam
sampel.
Reaksi:
BH4- + 3H2O + H+ → H3BO3 + 8H
2Hg2+ + 2H → 2Hg3(g) + 2H+
Cara Kerja:
Persiapan Contoh Uji:
1. Dihomogenkan contoh uji.
2. Contoh uji dipipet 50 mL dan dimasukkan ke dalam piala gelas 100 mL.
3. Ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan batu didih, piala gelas ditutup
dengan kaca arloji. (blanko)
4. Larutan didestruksi dengan cara dipanaskan di ruang asam pada suhu
150℃ hingga contoh uji menjadi jernih.
5. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka ditambahkan 5 mL
HNO3 pekat dan didestruksi kembali.
6. Kaca arloji dibilas dengan air suling dan air bilasannya dimasukkan ke
piala gelas.
7. Larutan contoh dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila perlu),
kemudian larutan sampel dan blanko diencerkan dengan HCl 0,1N
hingga mencapai tanda tera, dan dihomogenkan.
8. Dilakukan pengukuran absorbansi (bersamaan dengan larutan standar)
dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan lampu katoda Hg,
dicatat hasil analisis.

Persiapan larutan deret standar Hg


1. Disiapkan larutan standar induk Hg 1000 ppm, dilakukan pengenceran
bertingkat (sesuai kebutuhan) ke dalam labu ukur 100 mL diencerkan
dengan air suling dan dihomogenkan.
2. Dibuat deret standar Hg dengan konsentrasi: 0;50;75;100;150 ppb (Deret
standar dibuat mengacu pada Metode standar, tabel AA periodic Table of
The Element, atau Manual book alat), dimasukkan ke dalam labu ukur 50
mL.
3. Masing-masing labu ditambahkan HCl 1,2 M 20 ml, lalu diencerkan
dengan air suling hingga mencapai tanda tera dan dihomogenkan.
4. Dilakukan pengukuran absorbansi tiap deret standar (bersamaan dengan
contoh uji) dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan lampu
katoda Hg, dicatat hasil analisis.

Persiapan Larutan Limit Deteksi


1. Dibuat larutan limit deteksi dengan melakukan pengenceran 10x dari
konsentrasi deret standar terendah (hanya 1 larutan).
2. Dibaca serapannya pada AAS min 7 kali pembacaan.
3. Dihitung Standar Deviasi pembacaan serapan.
4. Dihitung nilai limit deteksi metode dengan rumus MDL = 6 SD/Slope.
Perhitungan:
𝑎𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ −𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑝𝑝𝑚 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑥 𝐹𝑝

C. Parameter Biologi

1. Analisis Fecal Coliform (E. Coli)

Metode: Test Kit Analytical Profile Index 20E (Test Kit API 20E)
Prinsip:
Uji Fecal Coliform dilakukan untuk mengetahui jumlah bakteri E. coli. Uji ini
dilakukan bila hasil total coliform positif yang dilanjutkan dengan melakukan
pewarnaan Gram. Apabila hasil dari pewarnaan Gram terdapat bakteri Gram
Negatif, maka hasil total coliform pengenceran 10-3 diinokulasikan pada media
MacConkey Agar. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Test Kit metode
IMVIC untuk memastikan bakteri Gram Negatif tersebut merupakan E. coli.
Reaksi: -
Cara Kerja:
a. Disiapkan erlenmeyer yang sudah berisi media MCA steril dengan suhu
400ºC.
b. media dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL (sepertiga tinggi
cawan petri) secara merata dan ditunggu hingga media membeku.
c. diambil satu mata ose hasil pengujian yang positif dari pengerjaan
sebelumnya kemudian gores.
d. dibentuk goresan zig zag secara aseptik pada cawan petri
e. cawan petri dimasukan ke dalam inkubator pada suhu 30-35ºC selama 24
jam (posisi terbalik).
f. apabila E. coli positif (koloni berwarna merah gelap atau kilap logam)
inokulasi kan pada Nutrient Agar miring dalam tabung reaksi, lalu
diinkubasikan pada suhu 30-35ºC selama 24 jam. Kemudian dilakukan
pewarnaan Gram.
Teknik pewarnaan Gram:
- sediaan dibuat di atas kaca alas;
- dikeringkan di udara dan difiksasikan dengan panas;
- sediaan diwarnai dengan larutan kristal violet ammonium oxalate
selama 1 menit;
- dicuci dengan air dan tiriskan;
- dibubuhkan larutan Lugol (gram’s iodine) selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kran dan ditiriskan;
- dicuci (hilangkan warna) dengan alcohol 95% selama 30 detik
kemudian dicuci dengan air kran;
- ditiriskan dan dibubuhkan Hucker’s counterstain (larutan safranin)
selama 10-30 detik;
- dicuci dengan air kran, ditiriskan, diserap dengan kertas saring,
dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop.
g. jika didapatkan hasil Gram Negatif, maka dilakukan pengujian lanjut
dengan Test Kit API 20E.
Teknik Test Kit API 20E:
- diambil satu mata ose hasil isolasi;
- dilarutkan dalam LF 5 mL;
- dipipet LF dengan pipet tetes, kemudian diisi ke dalam
tabung-tabung pada Test Kit API 20E;
- diinkubasi selama 24 jam, 370C;
- dibandingkan dengan standar.

2. Analisis Total Coliform (E. Coli)

Metode: APM
Prinsip:
Perhitungan jumlah coliform cara APM dilakukan dengan pengenceran sampel
10-1 s/d 10-3 dan blanko, kemudian dari masing-masing pengenceran dipipet
sebanyak 1 mL ke dalam tabung ulir berdurham yang berisi media BGBB steril
lalu diinkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam. Hitung jumlah tabung yang
bergas pada masing-masing pengenceran kemudian dihitung dengan
menggunakan bantuan tabel indeks APM.
Reaksi: -
Cara Kerja:
1. Dipipet 9 mL BPW (Buffered Peptone Water) kedalam masing - masing
tabung (blanko, 10-1, 10-2, dan 10-3).
2. Dipipet 1 mL BPW dari tabung blanko ke tabung ulir yang berisi BGBB
steril (blanko).
3. Dipipet 1 mL contoh ke dalam tabung pengenceran 10-1, lalu dilakukan
dihomogenkan 3 kali pembilasan pipet serologi, kemudian dimasukkan
kedalam 5 tabung ulir yang berisi BGBB steril yang berlabel 10-1.
4. Dipipet 1 mL contoh dari tabung pengenceran 10-1 kedalam 10-2, lalu
dilakukan dihomogenkan 3 kali pembilasan pipet serologi, kemudian
dimasukkan ke dalam 5 tabung ulir yang berisi BGBB steril yang berlabel
10-2.
5. Dipipet 1 mL contoh dari tabung pengenceran 10-2 kedalam 10-3, lalu
dilakukan dihomogenkan 3 kali pembilasan pipet serologi, kemudian
dimasukkan ke dalam 5 tabung ulir yang berisi BGBB steril yang berlabel
10-3.
6. Dipipet 1 mL suspensi bakteri ke dalam tabung ulir yang berisi BGBB
steril (Uji Efektifitas), lalu semua tabung ulir berdurham dimasukkan ke
dalam piala gelas beralas koran.
7. Diinkubasi pada suhu 37℃ selama 24 jam.
8. Dihitung jumlah tabung yang keruh dan atau bergas pada masing-masing
pengenceran, kemudian dihitung dengan bantuan tabel indeks APM.

D. Pelaksana

Pelaksana dalam analisis air danau Situ Gede daerah Cifor Bogor sebagai tugas
akhir dalam Project Work Praktik Kimia Terpadu 2 ini dilakukan oleh kelompok
PKT-12 kelas XIII.2 yang terdiri dari:
Ketua : Maharani Rizkyanda (18.64.08977)
Anggota : 1. Noreencia Beatrice (18.64.09037)
2. Imelda Mahendro Putri (18.64.08948)
3. Renanda Wafi Fakhri (18.64.09075)

E. Tempat Pelaksanaan

Analisis Air Danau Situ Gede Daerah Cifor Bogor yang dilakukan oleh kelompok
PKT-12 kelas XIII.2 dilaksanakan di SMK-SMAK Bogor yang beralamat di Jalan
Binamarga I, Ciheuleut, Baranangsiang, Nomor Telepon (0251) 8323138 Bogor
16143. Fasilitas-fasilitas atau laboratorium yang digunakan antara lain:
1. Laboratorium Gravimetri
2. Laboratorium Praktik Kimia Terpadu
3. Laboratorium Analisis Parameter Lingkungan
4. Laboratorium Analisis Instrumen 1
5. Laboratorium Analisis Instrumen 2
6. Laboratorium Mikrobiologi
7. Laboratorium Volumetri
F. Waktu Pelaksanaan

Kegiatan
Pembentukan
& pembagian
Pengumpulan Pelaksanaan
rubrik Konsultasi Penyusunan
Bulan makalah dan seminar dan
kelompok judul Pengumpulan proposal Pengumpulan Pelaksanaan Pengumpulan
persiapan penilaian
serta dengan judul proposal project work Laporan akhir
seminar seminar oleh
pembimbing pembimbing
PKT-2 pengamat.

2
Juli
3

2
Agt
3

2
Sept
3

4
1

2
Okt
3

2
Nov
3

Keterangan:

● Biru = sudah terlaksana


● Kuning = sedang terlaksana
● Hitam = Belum terlaksana
Kegiatan
Hari
Deterjen Fecal Total
Suhu pH TDS TSS BOD COD DO Hg As Fe Cd Co Mn Zn Cu Pb Cr (VI)
Total Coliform Coliform

*Keterangan = Jumlah hari adalah perkiraan waktu analisis


G. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang diperlukan untuk Analisis Air Danau Situ Gede Daerah Cifor
Bogor adalah sebagai berikut:

Metode
No Parameter Nama Alat Spesifikasi Jumlah
Analisis

1. Termometer air
1. - Temperatur 110°C 1 buah
raksa

1. pH meter 1 buah
2. Piala gelas 100 mL 1 buah
2. Potensiometri pH 3. Piala gelas 400 mL 2 buah
4. Termometer 1 buah
5. Labu semprot 1 buah

1. Oven 1 buah
2. Desikator 1 buah
3. Neraca analitik 1 buah
digital
4. Cawan Kaca Masir 50 mL 1 buah
3. Gravimetri TSS
5. Pompa Vakum 1 buah
6. Erlenmeyer 800 mL 1 buah
7. Piala gelas 400 mL 1 buah
8. Pipet Volumetri 50 mL 1 buah
9. Penjepit gegep 1 buah

1. Desikator 1 buah
2. Oven 1 buah
3. Neraca Analitik 1 buah
4. Gelas Ukur 1 buah
4. Gravimetri TDS 5. Cawan Kaca Masir 1 buah
Dengan Porositas
50 mL
0,45µm
6. Penangas Air 1 buah
7. Penjepit (gegep) 1 buah

1. Botol DO 6 buah
5. Titrimetri BOD 2. Lemari inkubasi 1 buah
3. Pipet volumetri 1 mL 1 buah
10 mL 1 buah
4. Labu ukur 100 mL 1 buah
200 mL 1 buah
1000 mL 1 buah
5. pH meter 1 buah
6. DO meter 1 buah
7. Oven 1 buah
8. Timbangan analitik 1 buah

1. Spektrofotometer 1 buah
UV - Vis
2. Digestion Vessel: 8 buah
Tabung Kultur 16
mm x 10 mm
3. COD Reactor 1 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Labu Ukur 50 mL 5 buah
6. Labu Ukur 100 mL 2 buah
7. Labu Ukur 1000 mL 1 buah
6. Spektrofotometri COD
8. Piala Gelas 100 mL 2 buah
9. Timbangan Digital 1 buah
10. Magnetic Stirrer 1 buah
11. Pipet Volumetrik 50 mL 1 buah
12. Pipet Serologi 10 mL 3 buah
13. Bulb 1 buah
14. Labu Semprot 1 buah
15. Klem dan Statif 1 buah
16. Piala Gelas 800 mL 1 buah
17. Corong 1 buah

1. Botol Winkler 250 mL 2 buah


2. Pipet Volumetri 50 mL 1 buah
3. Erlenmeyer Asah 250 mL 4 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Piala Gelas 50 mL 4 buah
6. Gelas Ukur 5 mL 1 buah
7. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
8. Pipet Volumetri 10 mL 1 buah
7. Volumetri DO
9. Labu Ukur 100 mL 1 buah
10. Pipet Tetes 1 buah
11. Ember 1 buah
12. Labu Semprot 1 buah
13. Corong 1 buah
14. Tutup Kaca 3 buah
15. Penyangga Buret 1 buah
16. Alas Titar 1 buah

1. Spektrofotometer 1 buah
8. AAS Hg
Serapan Atom
2. Hot Plate 1 buah
3. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
4. Gelas Ukur 25 mL 1 buah
5. Labu Ukur 50 mL 9 buah
6. Labu Ukur 100 mL 2 buah
7. Buret 50 mL 1 buah
8. Pipet Volumetrik 5 mL 2 buah
9. Pipet Volumetrik 50 mL 1 buah
10. Piala Gelas 100 mL 3 buah
11. Piala Gelas 400 mL 4 buah
12. Piala Gelas 800 mL 1 buah
13. Bulb 1 buah
14. Pipet Tetes 1 buah
15. Labu Semprot 1 buah
16. Corong 1 buah
17. Kaca Arloji 1 buah
18. Lampu Katoda 1 buah
Merkuri (Hg)

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Labu ukur 100 mL 2 buah
3. Labu ukur 50 mL 9 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Pipet Volumetrik 5 mL 2 buah
6. Pipet Volumetrik 50 mL 1 buah
7. Piala Gelas 100 mL 3 buah
8. Piala Gelas 400 mL 2 buah
9. Piala Gelas 800 mL 1 buah
9. AAS As 10. Bulb 1 buah
11. Pipet tetes 1 buah
12. Labu Semprot 500 mL 1 buah
13. Corong 1 buah
14. Kaca Arloji 1 buah
15. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
16. Gelas Ukur 25 mL 1 buah
17. Hotplate 1 buah
18. Lampu Katoda 1 buah
Arsen (As)
19. Klem dan Statif 1 buah

1. Spektrofotometer 1 buah
UV-VIS
2. Kuvet 8 buah
3. Labu Ukur 50 mL 8 buah
10. Spektrofotometri Fe
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
6. Pipet Serologi 20 mL 1 buah
7. Pipet Volumetri 5 mL 1 buah
8. Pipet Volumetri 10 mL 1 buah
9. Piala Gelas 100 mL 4 buah
10. Piala Gelas 400 mL 2 buah
11. Bulb 1 buah
12. Pipet Tetes 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Labu Ukur 100 mL 10 buah
3. Labu Ukur 50 mL 2 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
6. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
7. Pipet Volumetri 5 mL 1 buah
8. Piala Gelas 100 mL 1 buah
11. AAS Cd 9. Piala Gelas 400 mL 1 buah
10. Bulb 1 buah
11. Pipet Tetes 1 buah
12. Kaca Alas Datar 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah
15. Pipet Tetes 1 buah
16. Penyangga Buret 1 buah
17. Lampu Katoda 1 buah
Timbal (Cd)

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Labu Ukur 100 mL 12 buah
3. Buret 50 mL 1 buah
4. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
5. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
6. Piala Gelas 100 mL 1 buah
7. Piala Gelas 400 mL 1 buah
8. Pipet Volumetri 2 mL 1 buah
12. AAS Co 9. Pipet Volumetri 5 mL 1 buah
10. Bulb 1 buah
11. Pipet Tetes 1 buah
12. Kaca Alas Datar 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah
15. Pipet Tetes 1 buah
16. Penyangga Buret 1 buah
17. Lampu Katoda 1 buah
Cobalt (Co)

13. AAS Cu 1. Spektrofotometer 1 buah


Serapan Atom
2. Labu Ukur 10 buah
3. Labu Ukur 100 mL 2 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Gelas Ukur 50 mL 1 buah
6. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
7. Piala Gelas 10 mL 1 buah
8. Piala Gelas 100 mL 1 buah
9. Pipet Volumetri 400 mL 1 buah
10. Bulb 25 mL 1 buah
11. Pipet Tetes 1 buah
12. Kaca Alas Datar 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah
15. Pipet Tetes 1 buah
16. Penyangga Buret 1 buah
17. Lampu Katoda 1 buah
Tembaga (Cu)

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Labu Ukur 100 mL 10 buah
3. Labu Ukur 50 mL 2 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
6. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
7. Pipet Volumetri 5 mL 1 buah
8. Piala Gelas 100 mL 1 buah
14. AAS Zn 9. Piala Gelas 400 mL 1 buah
10. Bulb 1 buah
11. Pipet Tetes 1 buah
12. Kaca Alas Datar 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah
15. Pipet Tetes 1 buah
16. Penyangga Buret 1 buah
17. Lampu Katoda 1 buah
Timbal (Zn)

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Labu Ukur 100 mL 10 buah
3. Labu Ukur 50 mL 2 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
15. AAS Pb
5. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
6. Pipet Serologi 10 mL 1 buah
7. Pipet Volumetri 5 mL 1 buah
8. Piala Gelas 100 mL 1 buah
9. Piala Gelas 400 mL 1 buah
10. Bulb 1 buah
11. Pipet Tetes 1 buah
12. Kaca Alas Datar 1 buah
13. Labu Semprot 1 buah
14. Corong 1 buah
15. Pipet Tetes 1 buah
16. Penyangga Buret 1 buah
17. Lampu Katoda 1 buah
Timbal (Pb)

1. Spektrofotometer 1 buah
Serapan Atom
2. Hot Plate 1 buah
3. Gelas Ukur 10 mL 1 buah
4. Labu Ukur 50 mL 9 buah
5. Labu Ukur 100 mL 2 buah
6. Buret 50 mL 1 buah
7. Pipet Volumetrik 10 mL 1 buah
16. AAS Mn 8. Pipet Volumetrik 5 mL 3 buah
9. Piala Gelas 100 mL 4 buah
10. Piala Gelas 400 mL 2 buah
11. Piala Gelas 800 mL 1 buah
12. Bulb 2 buah
13. Pipet Tetes 2 buah
14. Labu Semprot 500 mL 1 buah
15. Corong 1 buah
16. Kaca Arloji 1 buah

1. Spektrofotometer 1 buah
UV-VIS
2. pH meter 1 buah
3. Labu ukur 50 mL 8 buah
4. Piala gelas 100 mL 4 buah
400 mL 4 buah
5. Pipet volumetri 5,0 mL 1 buah
17. Spektrofotometri Cr VI
10,0 mL 1 buah
6. Pipet serologi 10,0 mL 1 buah
7. Gelas ukur 100,0 mL 1 buah
8. Labu semprot 1 buah
9. Saringan membran 1 buah
10. Desikator 1 buah
11. Oven 1 buah

1. Spektrofotometri 1 buah
UV-Vis
Deterjen 2. Corong pisah 250 mL 2 buah
18. Spektrofotometri
Total 3. Pipet volumetri 10 mL 1 buah
4. Pipet volumetri 50 mL 1 buah
5. Labu ukur 50 mL 9 buah
6. Labu ukur 100 mL 3 buah
7. Labu ukur 250 mL 1 buah
8. Buret 50 mL 1 buah
9. Kaca arloji 1 buah
10. Piala Gelas 100 mL 5 buah
11. Piala Gelas 400 mL 2 buah
12. Piala Gelas 800 mL 1 buah
13. Bulb 2 buah
14. Pipet Tetes 1 buah
15. Labu Semprot 500 mL 1 buah
16. Corong 1 buah

1. Cawan Petri 2 buah


2. Kawat Ose 1 buah
3. Inkubator 1 buah
4. Penangas Air 1 buah
5. Erlenmeyer 250 mL 2 buah
6. Kaca Alas 2 buah
7. Labu Semprot 1 buah
8. Bak Pewarnaan 1 buah
Fecal
19. Test Kit API 20E 9. Pinset 1 buah
Coliform
10. Mikroskop 1 buah
11. Tabung Reaksi 3 buah
12. Piala Gelas 100 mL 1 buah
13. Pembakar Spiritus 1 buah
14. Rak Tabung 1 buah
Reaksi
15. Baki 1 buah
16. Autoklaf 1 buah

1. Tabung Ulir
12 buah
Berdurham
2. Tabung Reaksi
6 buah
3. Pipet Serologi 1 mL
4 buah
4. Pipet Serologi 10 mL
1 buah
5. Erlenmeyer 250 mL
2 buah
6. Bulb
2 buah
7. Pembakar Spirtus
1 buah
Total 8. Neraca Digital
20. APM 1 buah
Coliform 9. Rak Desinfektan
1 buah
10. Inkubator
1 buah
11. Gunting
1 buah
12. Piala Gelas 400 mL
1 buah
13. Baki
1 buah
14. Autoklaf
1 buah
15. Labu Semprot
1 buah
16. Rak Tabung
1 buah
Reaksi
2. Bahan

Bahan yang diperlukan untuk Analisis Air Danau Situ Gede Daerah Cifor
Bogor adalah sebagai berikut:

No Metode Analisis Parameter Nama Bahan Spesifikasi

1. - Temperatur - -

1. Sampel 100 mL
2. Aquadest 500 mL
3. Tissue 1 gulung
2. Potensiometri pH 4. Buffer Solution pH 400 mL
7,00
5. Buffer Solution pH 400 mL
10,00

1. Sampel 150 mL
3. Gravimetri TSS
2. Aquadest 200 mL

1. Sampel 150 mL
4. Gravimetri TDS
2. Aquadest 200 mL

1. Sampel 150 mL
2. Aquadest 1500 mL
3. KH₂PO₄ 10 gram
4. K₂HPO₄ 25 gram
5. Na₂PO₄.7H₂O 38 gram
6. NH₄Cl 2,5 gram
7. Larutan nutrisi 50 mL
8. CaCl₂ 35 gram
9. FeCl₃.6H₂O 0,5 gram
5. Titrimetri BOD 10. Larutan suspensi bibit 10 mL
mikroba
11. Glukosa (p.a) 175 mg
12. Asam glutamat 175 mg
13. H₂SO₄ pekat 35 mL
14. NaOH 50 gram
15. Na₂SO₃ 2,0 gram
16. Asam asetat glasial 300 mL
17. KI 15 gram
18. Indikator Kanji 10 mL
1. Sampel 6 mL
2. Aquademine 2000 mL
3. Digestion Solution 15 mL
4. K2Cr2O7 1 gram
5. H2SO4 pekat 155 mL
6. H2SO4 20% 100 mL
7. HgSO4 4 gram
6. Spektrofotometri COD
8. Ag2SO4 1,2 gram
9. Kalium Hidrogen 565 mg
Ftalat
10. Larutan Pereaksi 33 mL
Asam Sulfat
11. Kertas Saring No.40 9 lembar
12. Penyangga Corong 1 lembar

1. Sampel 775 mL
2. MnSO4 2N 5 mL
3. Alkali Iodida Azida 5 mL
4. H2SO4 pekat 50 mL
5. Na2S2O3 0,025N 175 mL
6. Aquadest 775 mL
7. Volumetri DO 7. Kertas Saring No. 40 5 buah
8. Tissue 1 gulung
9. Indikator kanji 5 mL
10. NaOH 2,5 gram
11. KI 3 gram
12. HCl 4N 15 mL
13. K2Cr2O7 0,49 gram

1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk Hg 25 mL
1000 ppm
3. HNO3 65% 20 mL
4. HCl 0,1N 200 mL
5. HCl 1,2M 150 mL
8. AAS Hg 6. NaBH4 12 gram
7. NaOH 3 gram
8. Aquadest 1500 mL
9. Tissue 1 gulung
10. Kertas saring No.40 9 buah
11. Penyangga corong 9 lembar
12. Serbet 2 buah

1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk As 25 mL
1000 ppm
9. AAS As
3. Aquabidest 1500 mL
4. HNO3 65% 25 mL
5. HCl 0,1N 200 mL
6. HCl 1,2M 150 mL
7. Tissue 1 gulung
8. Kertas Saring No.40 9 lembar
9. Penyangga corong 1 buah
10. Serbet 2 buah
11. NaBH4 12 gram
12. NaOH 3 gram

1. Sampel 100 mL
2. Standar induk ion Fe³⁺ 50 mL
100 ppm
3. KCNS 2 M 50 mL
10. Spektrofotometri Fe
4. HNO₃ 4 N 35 mL
5. Aquadest 1500 mL
6. Kertas Saring No.40 8 buah
7. Sampel 115 mL

1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk Cd 25 mL
1000 ppm
3. Aquabidest 1500 mL
4. Tissue 1 gulung
11. AAS Cd
5. Kertas Saring No.40 8 lembar
6. Serbet 1 buah
7. Koran 1 lembar
8. HNO3 65% 50 mL
9. Batu Didih 3 buah

1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk Co 25 mL
1000 ppm
3. Aquabidest 1500 mL
4. Tissue 1 gulung
12. AAS Co
5. Kertas Saring No.40 8 lembar
6. Serbet 1 buah
7. Koran 1 lembar
8. HNO3 65% 50 mL
9. Batu Didih 3 buah

1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk Cu 50 mL
1000 ppm
3. Aquabidest 1500 mL
4. Tissue 1 gulung
13. AAS Cu
5. Kertas Saring No.40 8 lembar
6. Serbet 1 buah
7. Koran 1 lembar
8. HNO3 65% 50 mL
9. Batu Didih 3 buah
1. Sampel 115 mL
2. Larutan Induk Zn 25 mL
1000 ppm
3. Aquabidest 1500 mL
4. Tissue 1 gulung
14. AAS Zn
5. Kertas Saring No.40 8 lembar
6. Serbet 1 buah
7. Koran 1 lembar
8. HNO3 65% 50 mL
9. Batu Didih 3 buah

10. Sampel 115 mL


11. Larutan Induk Pb 25 mL
1000 ppm
12. Aquabidest 1500 mL
13. Tissue 1 gulung
15. AAS Pb
14. Kertas Saring No.40 8 lembar
15. Serbet 1 buah
16. Koran 1 lembar
17. HNO3 65% 50 mL
18. Batu Didih 3 buah

1. Sampel 150 mL
2. Larutan Induk Mn 25 mL
1000 ppm
3. Aquabidest 1500 mL
4. HNO3 65% 15 mL
16. AAS Mn
5. HNO3 4N 40 mL
6. Tissue 1 gulung
7. Kertas Saring No.40 8 lembar
8. Serbet 1 buah
9. Batu Didih 3 buah

1. Sampel 100 mL
2. Standar induk ion Cr⁶⁺ 50 mL
100 ppm
17. Spektrofotometri Cr VI
3. H₂SO₄ 0,2 N 15 mL
4. DiPC 0,5% 15 mL
5. Aquadest 1500 mL

1. Sampel 20 mL
2. Natrium lauril sulfat 0,1 mg
3. Phenolphthalein 50 milligram
4. Alkohol 95% 5 mL
5. NaOH 1N 10 mL
18. Spektrofotometri Deterjen Total
6. H2SO4 1N 10 mL
7. Biru Metilen 10 milligram
8. H2SO4 6N 9 mL
9. Na2HPO4.H2O 10 gram
10. Kloroform 150 mL
11. Isopropil alkohol 180 mL
12. Aquadest 1500 mL
13. Tissue 1 gulung
14. Kertas Saring No.40 9 lembar
15. Penyangga corong 9 lembar
16. Serbet 2 buah

1. Sampel 50 mL
2. BPW 40 mL
3. Media MCA 35 mL
4. Larutan Fisiologis 15 mL
5. Larutan Lugol 10 mL
6. Suspensi Bakteri 10 mL
7. Media NA 30 mL
8. Alkohol 70% 200 mL
9. Kristal Violet 1 gram
10. Ammonium Oksalat 1 gram
19. Test Kit API 20E Fecal Coliform 11. Aquadest 1500 mL
12. Kertas Saring No.40 2 lembar
13. Alkohol 95% 75 mL
14. Larutan Safranin 25 mL
15. Koran 2 lembar
16. Tissue 1 gulungan
17. Spirtus 100 mL
18. Test Kit API 20E 1 buah
19. KI 1 gram
20. Iodine 1 gram
21. Korek Api 1 buah

1. Sampel 50 mL
2. BPW 45 mL
3. Media BGBB 140 mL
4. Suspensi Bakteri 10 mL
5. Alkohol 70% 200 mL
20. APM Total Coliform
6. Tissue 1 gulungan
7. Koran 2 lembar
8. Spirtus 100 mL
9. Korek Api 1 kotak
10. Aquadest 1500 mL
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti Rahayu, S. and Muhammad Hidayat Gumilar, M. 2017. Uji Cemaran Air
Minum Masyarakat Sekitar Margahayu Raya Bandung Dengan Identifikasi
Bakteri Escherichia coli. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science
and Technology, 4(2), p. 50. doi: 10.15416/ijpst.v4i2.13112.

Asmadi, Khayan dan Kasjono H.S. 2011. Teknologi Pengolahan Air Minum.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Ghufran, M. H. Kordi., dan A. B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam


Budidaya Perairan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Gumilar, I., Abidin, H. Z., Andreas, H., Sidiq, T. P., Gamal, M., Irsyam, M., &
Sadisun, I. A. (2013). Studi Deformasi Bendungan Darma Dengan
Menggunakan Metode Survei GPS. Indonesian Journal Of Geospatial,
2(2), 42 -55.

Indarto. 2010. Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jember: Penerbit Bumi Aksara.

Kumalasari F., Satoto Y. 2011. Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air
Bersih. Bekasi: Laskar Aksara.

Pamudjianto, Agung, and Willis Sutiono. 2018. Pemanfaatan Air Danau Sebagai
Sumber Air Untuk Irigasi. INA-Rxiv. May 1. doi:10.31227/osf.io/wy2uc.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Penyelenggaraan Perlindungan


Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Rian, I Wayan., Pratiwi, Made Ayu. (2017). Analisis Kualitas Air Danau Sebagai
Dasar Perbaikan Manajemen Budidaya Perikanan di Danau Buyan
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Ryadi, S. (1984). Pencemaran Air. Surabaya: Karya Anda.Schroeder, E. D.


1977. Water and Wastewater Treatment. Mc Graw-Hill: 357 pp.

Susana, T. (2003). Air Sebagai Sumber Kehidupan. Oseana, XXVIII(3), 17 - 25.


Sutamihardja, R. T. M. 1992. Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Di
dalam Industrial Water Pollution Control and Water Quality Management.
Seminar on Industrial Water Pollution Control and Water Quality
Management. Jakarta. pp 43-48.

Tebbut, T. H. Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourth Edition.


Oxford:Pergamon Press. 251 p.

Triatmodjo, Bambang. 2003. Hidraulika II. Yogyakarta:Beta Offset. Triatmodjo,


Bambang. 2006. Hidrologi Terapan. Yogyakarta:Beta Offset.

Whitfield, M. 1975. Sea Water As an Electrolyte Solution. In : Chemical


Oceanography (J. P. Riley and G. Skirrow eds.) Academic Press. 64 - 66.

Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 21st Edition,
2005: Biochemical Oxygen Demand (5210).

Anda mungkin juga menyukai