Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS TERHADAP KASUS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

“DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH


HUKUM PERDATA INTERNASIONAL”

NAMA : DENISA HAFIFAH BILQIS


NIM : 010001600090

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2018
KASUS H.M SOEHARTO DENGAN MAJALAH TIME
(Perkara No: 3215 K/ PDT/2001)

Perkara perdata mengenai perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara No:
3215 K/ PDT/2001 yang diunduh dari direktori putusan Mahkamah Agung . Perkara ini
adalah perkara antara mantan Presiden Indonesia H.M. Soeharto Warga Negara Indonesia
bertempat tinggal di Jalan Cendana No. 8 Jakarta Pusat. melawan TIME INC. ASIA Badan
Hukum yang berkedudukan di 34/K Citicorp Center, 18 Whitfield Rd. Causeway Bay, Hong
Kong

I. FAKTA DALAM KASUS

Isu kunci dalam kasus ini adalah pertanggungjawaban perdata dalam hal perbuatan
melawan hukum dimana H.M. Soeharto yang adalah Pengguga mendalilkan bahwa TIME. INC
ASIA yang selanjutnya disebut Tergugat telah melakukan tindakan penghinaan dengan melakukan
pemberitaan tentang Penggugat pada majalah TIME edisi Asia tanggal 24 Mei 1999. Akibat dari
pemberitaan yang dilakukan oleh Tergugat maka penggugat merasa telah dirugikan karena merasa
nama baiknya sebagai mantan Presiden Republik Indonesia maka penggugat melakukan gugatan
perdata yaitu perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal Pasal 1365 KUH Perdata1

Sumber permasalahan dalam kasus ini adalah pada 24 Mei 1999 majalah Time edisi Asia
volume 153 Nomor 20, menurunkan laporan utama mengenai kekayaan keluarga Soeharto, dengan
judul sampul ”Suharto Inc.: How Indonesia’s Longtime Boss Built Family Fortune”. Karena
pemberitaan soal kekayaan keluarga Soeharto, keluarga Soeharto mengirim somasi kepada
majalah Time sebanyak dua kali. Inti surat peringatan itu, kuasa hukum Soeharto menilai
pemberitaan dan pernyataan Time bersifat tendensius, insinuatif, dan provokatif Karena somasi
tidak ditanggapi, kuasa hukum Soeharto mengadukan Time Asia, secara perdata, berdasar Pasal
1365 KUH Perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Juli 1999. Dalam gugatannya,
pengacara Soeharto mengugat Time Asia telah melakukan perbuatan melawan hukum
sebagaimana diatur pasal 1365 KUH Perdata

1
Putusan Mahkamah Agung Nomor 3215K/PDT/2001 Tahun 2001 H.M. Soeharto vs. Time Inc. Asia
II. PERUMUSAN MASALAH

Dalam menganalisis kasus di atas ada beberapa masalah yang harus di jawab yaitu.

1. Hakim atau pengadilan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan


hukum tersebut ?
2. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur
dan/atau menyelesaikan persoalan hukum tersebut ?
3. Sejauh mana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui putusan-
putusan pengadilan asing dan/atau mengakui hak hak/kewajiban
hukum yang terbit berdasarkan hukum/putusan pengadilan asing ?

III. PENYELESAIAN

Menurut Sudargo Gautama mengenai definisi HPI, ia memiliki pendapat, yaitu2 :

“HPI adalah Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel-
stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-
hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga (warga) negara pada satu waktu tertentu
memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau
lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan-kuasa-tempat, (pribadi-) dan soal-
soal”. Jadi disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa-tempat dan soal-
soal serta pembedaan dalam sistem satu negara dengan lain negara, artinya ada unsur luar
negerinya (foreign element, unsur asing)”.

Dari berbagai definisi tersebut mengenai Hukum Internasional dan HPI dapat disimpulkan bahwa
Hukum Internasional dan HPI sama-sama mengatur hubungan atau masalah yang melintasi batas
negara (ada unsur asingnya). maka dalam melihat di mana adanya unsur asing maka kita harus
melihat adanya titik pertalian.

2
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, 1987, Binacipta. Bandung., hlm. 4.
III.1 Titik-titik Pertalian (Titik Taut)

Titik-titik pertalian terbagi atas Titik Pertalian Primer (TPP) dan Titik Pertalian Sekunder
(TPS). Definisi TPP adalah “hal-hal dan keadaankeadaan yang menyebabkan berlakunya sesuatu
stelsel hukum”. TPP adalah hal-hal dan keadaan-keadaan yang melahirkan atau menciptakan
hubungan HPI, karena terdapatnya TPP ini lahirlah hubungan-hubungan HPI. Apabila tidak ada
TPP maka hubungan hukum bersangkutan tidak merupakan hubungan HPI melainkan hubungan
intern belaka.3

III.1.1 Titik Pertalian Priemer (TPP) 4

(1) Kewarganegaran.

Kewarganegaraan para pihak dapat merupakan faktor TPP karena mana timbul HPI.
Dimana keewarganegaraan daripada pihak dalam suatu peristiwa hukum tertentu menjadi
sebab lainnya hubungan-hubungan HPI. Kewarganegaraan pihak-pihak bersangkutan yang
merupakan faktor bahwa stalsel-stalsel hukum Negara-negara tertentu di pertautkan.
Prinsip-prinsip umum kewarganegaraan:
Kebebasan suatu negara untuk melakukan siapa warga negaranya dibatasi oleh prinsip
umum (general principles) Hukum Internasional mengenai kewarganegaraan. Cara
menentukan kewarganegaraan:
.
(2) bendera kapal
Dapat diibaratkan sebagai kewarganegaraan seseorang. Bendera kapal menautkan
pada stelsel hukum tertentu, karenanya timbul persoalan-persoalan hukum yang
memperlihatkan unsur-unsur asing, maka terciptalah HPI.

(3) Domisili

3
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima, Jilid Kedua Bagian Pertama, Cetakan
Ketiga, Bandung : PT Eresco, 1979, hlm. 26-27
4
Ibid., hlm. 27-61.
Domisili yang merupakan suatu pengertian hukum yang baru lahir jika sudah
terpenuhi syarat-syarat tertentu5 Domisili termasuk titik pertautan yang didasarkan
pada prinsip teritorial.

(4) tempat kediaman.


Artinya bahwa secara de facto dimana seseorang berdiam sebagai tempat
kediamannya (residence). Tempat ini adalah tempat kediaman sehari-hari yang
bersangkutan, dimana ada rumahnya, dimana ia bekerja sehari-hari.

(5) Tempat kedudukan badan hukum.


Persoalan-persoalan HPI timbul karena badan-badan hukum yang bersangkutan
dalam suatu peristiwa hukum tertentu berkedudukan diluar negeri. Karena faktor
tempat turut berbicara pada ”tempat kedudukan” ini maka titik pertalian ini bersifat
terotorial..

(6) Pilihan Hukum


dalam hubungan intern. Pilihan hukum yang dikenal di bidang hukum harta-benda
(khususnya hukum ikatan) dapat merupakan pula TPP.Pilihan hukum ini bisanya telah
di tetukan oleh para fihak dalam suatu perjanjian.

III.1.2 Titik Pertalian Sekunder (TPS).


Titik pertalian sekunder menurut Dr. Sunarjati Hartono, S.H. adalah fakta – fakta yang
menentukan hukum manakah yang harus berlaku6 TPS merupakan faktor-faktor yang menentukan
hukum manakah yang harus dipilih dari stelsel-stelsel hukum yang dipertautkan. TPP dapat
diibaratkan seperti yang memberikan “kontrak” pertama. TPS dapat diibaratkan seolaholah
memberikan “extra contract”. Yang termasuk dalam TPS adalah :
(1) kewarganegaraan pun dapat merupakan faktor yang menentukan hukum yang harus
diberlakukan. Sudargo Gautama dalam bukunya menyebutkan contoh dalam hal TPS
kewarganegaraan ini, yaitu apabila misalnya seorang WNI yang berada di luar negeri

5
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Op.cit., hlm. 31.
6
Dr. Sunarjati Hartono. Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. 1986. Bandung : PT. Alumni. Hlm. 95
hendak menikah maka syarat-syarat materiil yang harus dipenuhinya untuk dapat
melangsungkan perkawinan tersebut menurut HPI Indonesia adalah hukum nasionalnya,.
(2) bendera kapal, termasuk didalamnya segala persoalan yang bersangkut-paut dengan
kontrak-kontrak yang diadakan dengan kapal tersebut.
(3) domisili. Dalam bukunya, Sudago Gautama memberikan contoh apabila seorang
warganegara Inggris hendak melangsungkan jual-beli dimana ia berdomisili, menurut HPI
Inggris kemampuannya untuk bertindak dalam hukum ini harus ditentukan dimana ia
berdomisili. Hal ini disebabkan karena contoh ini termasuk dalam bidang “status personil”
seseorang, dan menurut HPI Inggris, status personil seseorang ditentukan oleh hukum yang
berlaku pada domisilinya. Asas domisili yang digunakan dalam sistem HPI yang berlaku
di negara-negara Anglo-Saxon ini. Dalam stelsel-stelsel HPI yang menganut prinsip
nasionaliteit, hukum domisili ini dapat pula merupakan TPS. Hal ini dapat dilihat dalam
hal misalnya jika kewarganegaraan pihak yang bersangkutan tidak ada atau tidak dapat
diketahui. Dalam hal prinisip kewarganegaraan tidak dapat digunakan maka perlu dibantu
oleh hukum domisili.
(4) tempat kediaman. Contoh : menurut sistem HPI yang berlaku di Indonesia bahwa
pewaisan ditentukan oleh hukumnasional dari si pewaris, namun bila kewarganegaraan si
pewaris tidak diketahui dengan pasti atau memang tidak ada (dalam hal ia seorang
apatride), maka yang menentukan hukum yang berlaku adalah hukum tepat kediaman si
pewaris pada waktu ia meninggal.
(5) tempat kedudukan. Menurut sistem HPI yang dianut berbagai negara maka tempat
kedudukan pusat adminsitrasi suatu badan hukum adalah yang menentukan hukum personil
dari badan hukum tersebut. Tempat kedudukan suatu badan hukum dipandang umumnya
sebagai tempat pusat administrasi. Menurut sistem HPI yang dianut negara-negara lain
maka hukum personil suatu badan hukum adalah hukum tempat badan hukum tersebut
diciptakan (place of incorporation). Tempat dimana badan hukum ini telah “incorporated”
lazimnya dalam praktik merupakan pula tempat dimana badan hukum bersangkutan
berkedudukan.
(6) tempat letaknya benda (situs). Letaknya suatu benda (situs) merupakam titik pertalian
yang menentukan hukum yang harus diberlakukan (lex rei sitae). Untuk benda-benda tetap
berlaku ketentuan bahwa hukum dari tempat letaknya benda itu adalah yang dipakai untuk
hubungan-hubungan hukum berkenaan dengan benda itu. Bukan saja untuk benda-benda
tetap berlaku asas lex rei sitae ini tapi juga untuk benda-benda bergerak di bidang HPI yang
diterima secara umum bahwa lex rei sitae-lah yang berlaku.
(7) tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus, lex loci contractus).
Dalam pandangan kuno ini, suatu perjanjian/kontrak ditentukan oleh hukum dimana
tempat ia dibuat, dimana ia “diciptakan dan dilahirkan”. Beberapa negara yang menganut
lex loci contractus adalah Mesir, Iran, Italia, Jepang, Polandia, dan Thailand
(8) tempat dilaksanakan perjanjian (lex loci solutionis, lex loci executionis). Dalam
praktik perdagangan internasional, ditentukan tempat penyerahan barang-barang
bersangkutan atau dimana jasa-jasa yang harus diberikan akan diterima. Namun asas ini
hanya dapat dipertanggungjawabkan jika tempat pelaksanaan ini memang esensial untuk
hubungan hukum yang bersangkutan dan bahwa memang dapat dilakukannya pada tempat
yang bersangkutan saja, namun seringkali asas ini tidak mudah dikualifikasi karena proses
kualifikasinya dilakukan dengan cara yang berlainan oleh berbagai sistem hukum. Asas ini
dianut oleh beberapa Negara bagian Amerika Serikat (California, Montana, North Dakota,
South Dakota, Oklahoma).
(9) tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum (lex loci delicti commissi, Tatort).
Asas ini merupakan teori klasik yang digunakan dalam perbuatan melanggar hukum,
namun saat ini timbul berbagi reaksi terhadap pemakaian asas ini karena dianggap terlalu
kaku dan rigorreus (hard and fast rule).
(10) maksud para pihak. Dalam Hukum Perjanjian, TPS ini berisikan “maksud dari para
pihak” yaitu faktor yang menentukan hukum apa yang berlaku, hukum apa yang
dikehendaki oleh para pihak, apa yang diingini oleh para pihak (partij autonomie).
III. 2. Hubungan Dengan Kasus Soeharto Vs Majalah TIME
dalam hubungannya dengan kasus yang penulis telah utarakan di atas maka penulis melihat
adanya titik taut priemer yaitu berupa:

(1) Kewarganegaran.

Dalam hal permasalah ini dikarenakan kasus antara orang dan badan hukum maka
TTP kewarganegaraan di kaitkan dengan orang dimana penggugat yaitu H.M. Soeharto
adalah warga Negara Indonesia. dan penggugat terikat pada hukum nasional Indonesia
(2) . Domisili

Penggugat selain memiliki kewarganegaraan indonesia juga memiliki domisili


tinggal di wilayah Indonesia yaitu di Jalan Cendana No. 8 Jakarta Pusat.

(3) Tempat kedudukan badan hukum

Tergugat dalam hal ini TIME INC. ASIA merupakan badah hukum, dimana badan
hukum yang dimaksud memiliki tempat kedudukan dimana TIME INC ASIA memiliki
kedudukan di 34/K Citicorp Center, 18 Whitfield Rd. Causeway Bay, Hong Kong.
dimana jika melihat teori badan hukum maka seharusnya TIME INC ASIA
mempergunakan hukum nasional Hong Kong

Dari kedua titik pertalian priemer diatas maka dalam kasus ini terdapat pertemuan antara hukum
nasional Indonesia dan hukum nasional hong kong, yang mengakibatkan kasus tersebut termasuk
dalam kasus HPI

IV. KUALIFIKASI

Kualifikasi adalah menata sekumpulan fakta yang terjadi dalam suatu permasalahan hukum
sehingga dapat di temukan dasar yuridis untuk menyelesaikannya. Dalam kasus ini penggugat
menggugat ke pengadilan di Indonesia maka hukum yang di gunakan adalah hukum nya hakim
dalam hal ini hukum nasional Indonesia. maka kualifikasi atas fakta yang ada menggunakan
pengaturan yuridis hukum nasional Indonesia.

IV.1 Perbuatan melawan hukum yang di lakukan Majalah Time

IV.1.1 Fakta
Majalah Time telah memuat tulisan dan gambar tentang Penggugat dalam "Time"
Magazine terbitan Edisi Asia tanggal 24 Mei 1999 Vol. 153 No. 20, mulai halaman 16 sampai
dengan halaman 28, khususnya halaman sampul, halaman 16, 17 dan 19, bahwa pada sampul
depan "Time" Magazine dimuat "SUHARTO INC. How Indonesia's longtime boss built a family
fortune" (Perusahaan SUHARTO "Bagaimana pimpinan Indonesia sekian lama membangun
kekayaan keluarga") namun dalam kenyataannya menurut hukum tidak ada dan tidak benar apa
yang disebut sebagai Suharto Inc.
lalu bahwa pada halaman 16 dan 17 terdapat gambar H.M. Soeharto sedang memeluk
antara lain gambar rumah mewah Gambar tersebut bersifat tendensius, insinuatif, yang
menimbulkan kesan seakanakan Penggugat sebagai seorang yang serakah padahal rumah itu bukan
milik Penggugat, karenanya merupa- kan penghinaan dan pencemaran nama baik dan atau
perbuatan melawan hukum
bahwa pada halaman 16 memuat kata-kata "emerged that a staggering sum of money linked
to Indonesia had been shifted from a bank in Switzer- land to another in Austria, now considered
a safer haven for hush-hush deposits" ("terdapat laporan-laporan bahwa uang dalam jumlah yang
sangat besar yang terkait dengan Indonesia telah dialihkan dari sebuah bank di Swiss ke bank lain
di Austria, yang saat ini dianggap sebagai surga uang aman bagi deposito-deposito rahasia")
uraian fakta inilah yang menjadi dasar penggugat dalam hal ini HM Soeharto menggugat
majalah Time karena telah merasa di rugikan atas muatan dan konten isi majalah tersebut

IV.1.2 Tinjauan yuridis Perbuatan melawan hukum


Pengertian perbuatan melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan Hoge
Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum lawan Cohen. Hoge Raad telah
memberikan pertimbangan yaitu : “bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad)
diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai
akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban
membayar ganti kerugian”7

7
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet.2, Jakarta : Pradnya Paramita, 1982, hal. 25-26
Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum
perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi Mahkamah Agung RI tentang hukum perdata,
secara materil PMH diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang undang perdata yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”
Perbuatan melwan hukum dapat di buktikan dengan menganalisis kasus menggunakan
Unsur-unsur perbuatan melanggar hukum (PMH) yakni:

1. Adanya suatu perbuatan dan perbuatan itu melawan hukum, yaitu Suatu
perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan si pelakunya. Umumnya
diterima anggapan bahwa dengan perbuatan di sini dimaksudkan, baik berbuat
sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), dalam hal
kasus ini bahwa karena fihak majalah time dalam hal ini tidak dapat membuktikan
kebenaran tulisan dan gambar yang mengandung penghinaan dan pencemaran
nama baik terhadap Penggugat, maka terbukti Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum seperti termaktub pada Pasal 1365 KUHPerdata sehingga
merugikan Penggugat.

Mencetak menulis dan mengedarkan disini dimaksudkan sebagai suatu perbuatan,


dimana di lakukan secara aktif oleh fihak majalah time, lalu unsur merugikan
penggugat atas bahwa tulisan itu dianggap tidak benar hal ini memenuhi rumusan
adanya sifat melawan hukumnya.

2. Adanya Kerugian kerena perbutan melawan hukum. Harus ada kerugian yang
ditimbulkan. Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat
berupa8 :

1) Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian


yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh.
Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan

8
Ibid, hlm. 186
hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang
nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.

2) Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat


menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup, hilangnya kehormatan dan nama baik

Dalam kasus ini penggugat merasa di rugikan atas perbuatan tergugat


karena gambar dan tulisan dalam majalah TIME Edisi Asia tanggal 24 Mei 1999
Vol. 153 No. 20 tersebut yang dibuat oleh para Tergugat telah tersiar secara luas,
dan telah ternyata melampaui batas kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati,
sehingga sebagai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian berupa
mencemarkan nama baik dan kehormatan Penggugat sebagai Jenderal Besar TNI
(Purnawirawan) dan mantan Presiden RI
3. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :

1) Objektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu


manusia yang normal dapat menduga kemungkinan akan timbulnya
akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untuk
berbuat atau tidak berbuat.
2) Subyektif, yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat
berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari
perbuatannya.

Dalam hal kasus ini maka majalah time sebagai sebuah perusahaan media
seharusnya dapat memberitakan berita secara realita sedangkan dalam hal pemberitaan
pada 24 Mei 1999 Vol. 153 No. 20 tersebut hanya di tampilka opini opini yang di
akumulasikan seakan akan sebagai fakta yang ada. maka unsur kesalahan atas majalah time
telah terbukti.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk memecahkan
hubungan causal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian, terdapat dua teori
yaitu9 :

 Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang atau badan hukum yang
melakukan perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya
menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai sebab dari pada suatu perubahan
adalah semua syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya akibat).

 Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya bertanggung


jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan sebagai akibat dari pada
perbuatan melawan hukum. Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut
aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan
timbul dari perbuatan melawan hukum

Dalam kasus soeharto vs majalah time kali ini kita dapat memahami keterkaitan
hubungan causal antara perbuatan dan kerugian menurut teori Condition sine qua non. hal
ini di lihat dari bahwa majalah time adalah suatu badan hukum yang menjalankan usaha
media cetak, sebuah media umumnya di dalam masyarakat secara langsung bertanggung
jawab atas setiap muatan dalam media yang di keluarkan.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum tersebut berlaku kumulatif, artinya harus


terpenuhi seluruhnya. Apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu
perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur
dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat
adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan
dengan hak orang lain, beretentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai

9
Ibid, hlm. 187
perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung
unsur kesalahan atau tidak.

V. Hasil Kualifikasi & Kesimpulan

Setelah dianalilis mempergunakan system kualifikasi yang berdasarkan fakta fakta dalam
permasalahan yang ada antara mantan Presiden Indonesia H.M. Soeharto melawan TIME INC.
ASIA. maka telah jelas bahwa majalah TIME telah melakukan perbuatan melawan hukum
berdasarkan unsure yang di isyaratkan pasal 1365 kitab undang undang hukum perdata Indonesia
dan karenannya tergugat di hukum untuk meminta maaf kepada Penggugat atas pemuatan tulisan
dan gambar tentang Penggugat dalam Time Magazine terbitan Edisi Asia tanggal 24 Mei 1999 Vo.
153 No. 20 tersebut melalui media cetak : - Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Suara Pemba- ruan,
Surat Kabar Media Indonesia, Surat Kabar Republika, Surat Kabar Suara Karya ; - Time Magazine
Edisi Asia, Eropa, Atlanta (Amerika Serikat), Majalah Tempo, Majalah Forum Keadilan, Majalah
Gatra, Majalah Gamma, Majalah Sinar ; dalam 3 kali penerbitan berturut-turut ; 4. Menghukum
membayar ganti rugi (kerugian immateriil) kepada Penggugat sebesar Rp 1.000.000.000.000,-
(satu trilyun rupiah)10

Dari hasil analis kualifikasi yang di sebutkan di atas kita dapat simpulkan bahwa dalam
kasus HPI ini memiliki titik taut Sekunder TPS berupa domisili dan kewargaraan pengguggat yang
mengakibatkan di gunakannya hukum nasional Indonesia untuk menangani perkara gugatan ini.
sehingga gugatan di lakukan di wilayah Indonesia dengan system peradilan Indonesia serta
menggunakan hukum yang berlaku di wilayah indonesia.

Ada pun pengakuan hukum asing dalam hal ini hukum nasional Hong kong ( tempat
kedudukan TIME INC sebagai badan hukum ) tidak dipergunakan/ di berlakukan oleh hakim
Indonesia karena alasan, 1. Melihat masalah PMH telah di atur dalam hukum Indonesia di dalam
KUH Perdata sehingga tidak terjadinya kekosongan hukum , 2. Gugatan di layangkan oleh WNI
yang berdomisili di Indonesia kepada pengadilan di Indonesia, sehingga Indonesia lebih dominan
untuk menyelesaikan permasalahan ini.

10
Amar putusan pada tingat kasasi perkara Nomor : 3215 K/PDT/2001 Mahkamah Agung republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Djojodirdjo Moegni, 1982, Perbuatan Melawan Hukum, cet.2, Jakarta, Pradnya Paramita.

Gautama Sudargo, 1987, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung,


Binacipta.

_______, 1979, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima, Jilid Kedua
Bagian Pertama, Cetakan Ketiga, Bandung : PT Eresco.

Hartono Sunarjati, 1986, Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. . Bandung :
PT. Alumni.

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Kitab Undang Undang Hukum Perdata

PUTUSAN PENGADILAN

Putusan Mahkamah Agung Nomor 3215K/PDT/2001 Tahun 2001 H.M. Soeharto vs.
Time Inc. Asia

Anda mungkin juga menyukai