Anda di halaman 1dari 3

NAMA : SETIA ESRA S.

MUHAM
NIM : 3232121002
KELAS : A PENDIDIKAN SEJARAH 2023

Resensi Pendekatan Ilmu - Ilmu Sosial Dalam Sejarah

SEJARAH DAN ILMU SOSIAL

A. Pendekatan Ilmu Sosial


1. Ilmu-ilmu Sosial
Sejak akhir Perang Dunia II, perkembangan ilmu sejarah menunjukkan kecenderungan
kuat untuk mempergunakan pendekatan ilmu sosial. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti keterbatasan sejarah deskriptif-naratif dalam menjelaskan masalah kompleks,
perkembangan ilmu-ilmu sosial yang menyediakan teori dan konsep relevan, dan kebutuhan
untuk mengungkap pelbagai struktur masyarakat dan pola kelakuan. Peminjaman alat analitis
dari ilmu-ilmu sosial dianggap wajar karena sejarah konvensional tidak cukup memadai.
Metodologi baru dalam studi sejarah, yang mencakup pendekatan sistem, menjadi
revolusioner dan meninggalkan model penulisan sejarah naratif. Konsep sistem mencakup
prinsip bahwa suatu sistem terdiri dari unsur-unsur yang saling pengaruh-mempengaruhi, dan
pendekatan sinkronis perlu diimbangi dengan pendekatan diakronis.
Contoh sistem besar (S₁) mencakup komponen-komponen seperti Kultur, Biologi,
Ekologi, dan Personality, yang bersama-sama mendukung fungsi umum sistem. Analisis ilmu
sosial interdisipliner diperlukan untuk memahami keterkaitan antar komponen tersebut.
Sistem kecil (S₂) terdiri dari unsur-unsur seperti Economy, Society, dan Polity, dengan
kultur sebagai sistem yang merangkum ketiganya. Terdapat saling pengaruh-mempengaruhi
antara ketiga unsur tersebut, yang ditentukan oleh nilai-nilai dalam masyarakat.
Pendekatan ilmu sosial memberikan keuntungan dalam menyoroti multiperspektivitas atau
multidimensionalitas, sementara bentuk naratif cenderung memberikan gambaran yang
"datar" dan rentan terjebak dalam determinisme. Pendekatan ilmu sosial memungkinkan
analisis yang lebih mendalam terhadap kondisi-kondisi dalam pelbagai dimensi.
2. Sejarah Struktural

Studi sejarah struktural dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial memperluas


cakupannya dengan menyoroti aspek struktural dalam berbagai gejala sejarah. Aspek
prosesual seringkali dapat dipahami lebih baik ketika dikaitkan dengan aspek strukturalnya,
dan proses dapat "berjalan" dalam kerangka struktural. Contoh konkret mencakup pengaruh
kebiasaan, adat, dan pola kehidupan terhadap kelakuan manusia, yang selalu di-
strukturasikan sesuai dengan tradisi atau konvensi dalam masyarakat.

Sejarah struktural memiliki nilai penting dalam memberikan eksplanasi yang tuntas tentang
proses-proses sosial. Studi kelas menengah pada periode tertentu menunjukkan peran penting
golongan ini dalam perubahan politik, di mana sebagai golongan marginal, mereka dapat
memperoleh kebebasan untuk mengemban ideologi baru dan memegang peranan utama
dalam bidang politik.

Meskipun sejarah struktural menarik, sejarah bukanlah sejarah tanpa cerita tentang
bagaimana terjadinya. Sejarah prosesual dan struktural harus dicampurkan untuk memberikan
gambaran yang lebih lengkap. Struktur sendiri mengalami perubahan, dan proses perubahan
struktur menunjukkan garis perkembangan yang mengikuti arah tertentu. Studi sejarah
struktural memiliki potensi prediktif, membantu perencanaan, pengambilan keputusan, dan
kebijaksanaan praktis, namun peristiwa sejarah tidak berulang, hanya aspek strukturalnya
yang berulang.

Dalam konteks peristiwa unik, keunikan peristiwa hanya dapat dipahami dalam konteks
struktural tertentu. Pendekatan kontekstual diperlukan untuk mengungkapkan makna
peristiwa, dan tindakan seorang tokoh perlu dianalisis dalam konteks situasional yang
melibatkan faktor-faktor psikologis, ekonomis, sosial, politik, dan kultural. Sejarah yang baik
menggabungkan baik aspek prosesual maupun struktural untuk memberikan pemahaman
yang lebih mendalam.

3. Perbedaan antara Ilmu Eksakta (Alam) dan Ilmu Kemanusiaan (Humaniora)

Pada abad ke-18 dan ke-19, pengaruh positivisme menyebabkan ilmu kemanusiaan
dianggap bukan ilmu karena tidak memenuhi kriteria pembuatan hukum atau norma. Kaum
neo-Kantianis kemudian mengusulkan dikhotomi antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan,
masing-masing dengan ciri-ciri yang membedakannya.
Ilmu alam cenderung nomothetis, melakukan generalisasi, deskriptif-analitis, eksplanasi,
kuantitatif, dan objektif. Sementara itu, ilmu kemanusiaan cenderung idiografis, fokus pada
keunikan, deskriptif-naratif, interpretasi, kualitatif, dan subjektif. Perbedaan ini menunjukkan
esensialitas keduanya, sehingga satu tidak dapat dijadikan norma untuk yang lain.

Ilmu alam mencapai generalisasi melalui analisis, sedangkan ilmu kemanusiaan


mencapainya melalui narasi. Ilmu alam bersifat kuantitatif, sementara ilmu kemanusiaan
bersifat kualitatif. Ilmu sosial, berada di tengah-tengah dikhotomi, lebih dekat pada ilmu alam
daripada ilmu kemanusiaan.

Rapproachement antara ilmu sosial dan sejarah terutama tercermin dalam perubahan
metodologi. Metodologi sejarah, terutama dalam sejarah politik, sosial, dan kultural,
menggabungkan alat-alat analitis ilmu sosial untuk meningkatkan kemampuan analisisnya.
Metodologi ini memberikan harapan besar bagi perkembangan sejarah karena meningkatkan
produktivitasnya tanpa meleburkan diri dalam ilmu sosial.

Anda mungkin juga menyukai