Anda di halaman 1dari 6

Polybius

Secara kasar bisa digambarkan seorang Polybius adalah seorang Legislator, negarawan dan
pejabat militer pengkhianat, dimana ia menuliskan suatu karya yang mengagungkan bangsa dan
negara penjajahnya. Karyanya The Histories, mengambarkan hal tersebut. Ia pertama – tama
membuat sebuah Hipotesis bahwa Kebijakan politik dan Konstitusi Roma yang menyebabkan
daerah – daerah yang diserang Romawi mampu takluk dalam kurun waktu kurang dari 53 tahun.

Seperti yang dituliskan sebelumnya, kedekatan dengan Scipio Aemilius memberikan dampak
yang besar kepada dirinya di Roma. Selain, pengalamnnya sebagai seorang Militer di Aechea,
Yunani terdahulu, ia juga mulai akrab dengan lingkungan bangsawan dan militer di Roma.
Karena kedekatannya dengan para golongan kelas atas, tidak salah ia dapat merasakan fasilitas
sosial kelas atas, dan sempat berpergian ke beberapa tempat seperti di Italia, Prancis, Spanyol
dan Kartago. Fasilitas sosial ini juga berimplikasi dengan kemudahannya mengakses berbagai
sumber lisan, bahan tulis dan dokumen yang relevan di dalam penulisan The Histories.

Tradisi penulisan Thucydides rupa-rupanya mempengaruhi dirinya di dalam menulis karya


tulisnya. Di dalam mencari sumbernya, ia berusaha seakurat mungkin, dan melakukan pengujian
sumber serta penggunaan bukti – bukti yang satu formula dengan yang diajarkaan oleh
Thucydides. Teknik Korobasi menjadi teknik yang dia gunakan di dalam menguji sumber dan
mendapatkan bukti.

Setiap hubungan apapun akan memiliki akibat yang ditimbulkan, hal ini berlaku pada gagasan
dan cara pandang Polybius di dalam karya The Historiesnya. Alih – alih ingin menjelaskan
tentang Romawi, pada bab 6 The historiesnya, ia malah mengagunggkan Romawi dengan
konstitusinya. Ia menganalisis institusi politik yang ada di Roma dan menyatakan undang –
undang yang digunakan Roma yang menyebabkan Romawi menjadi kuat, selain itu konstitusinya
yang membuat Romawi lebih berhasil dibandingkan Yunani. Berikut kutipan dari tulisan
Polybius :

“Rome, foreseeing the dangers presented by such a cycle, did not organize her government
according to anyone type, but rather tried to combine all the good features of the best
constitutions. All three kinds of government shared in control of the Roman state. Such fairness
and propriety was shown in the use of these three types in drawing up the constitution, that it was
impossible to say with certainty if the system was aristocratic, democratic, or monarchical. If one
looked at the power of the Consuls, the constitution seemed monarchical; if at that of the Senate,
it looked aristocratic; and if at the power of the masses, it seemed clearly to be a democracy.”
“Roman Consuls exercise authority over all public affairs. All other magistrates except the
tribunes are under them and bound to obey them, and they introduce embassies to the Senate.
they consult the Senate on matters of urgency, they carry out in detail the provisions of its
decrees, they summon assemblies, introduce measure, and preside over the execution of popular
decrees. In war their power is almost uncontrolled; for they are empowered to make demands on
allies, to appoint military tribunes, and to select soldiers. They also have the right of inflicting
punishment on anyone under their command, and spending any sum they decide upon from the
public funds. If one looks at this part of the administration alone, one may reasonably pronounce
the constitution to be a pure monarchy or kingship.”

Kesimpulan:

Polybius : The Histories

 Inkuiri historis : melesatnya Republik Roma


 Menyaksikan kemunculan kekuasaan Romawi : mengapa itu bisa terjadi?
 Tulisannya berdasarkan : Ketepatan, objektivitas, dan pragmatis
 Penelitiannya produktif dan dapat menjawab mengapa Romawi berkembang
 Ada keserasian konstitusi: Demokrasi, aristokrasi, dan monarki
 Kritis, tapi memihak kepada Romawi
 Tajam dalam memilih ilustasi,cerita dan peristiwa yangg penting.

Livius

The History of Rome, Sejarah Roma, adalah karya sejarah yang ia tulis. Ia menghendaki menulis
sejarah rakyat Romawi sejak berdirnya. Ia bjuga menggunakan “metode’ Thucydides – Polybius
untuk mencari sumber untuk menuliskan kisah yang dimulai 700 tahun sebelum zaman
hidupnya. Dalam tulisannya, terlihat ia mengagungkan Romawi sebagai sebuah bangsa yang
besar dan bangsa penakluk, baik politik, budaya, ekonomi dan moralitas. Mungkin karena
persahabatannya dengan Kaisar Agustus dan atau permintaan dari pihak Kekaisaran
menyebabkan tulisannya menjadi karya “sastra-sejarah-patriotik-bermoral”. Keunggulannya
bukan pada ketepatan peristiwa tetapi pada keunggulan sastra dan kemampuan intelektual –
imajinatif – filosofi dan pandangannya akan perjalanan suatu bangsa besar selama delapan abad.
Kesimpulan:

Titus Livy : the History of Rome

 Karya dalam bentuk prosa mengenai pertumbuhan Romawi sebagai sebuah empirium
dunia
 Mengagungkan Romawi, menghidupkan kebanggaan nasional, inspirasi dan semangat
patriotisme
 Kurang dapat dianggap sejarawan, karena mengutamakan kebesaran Romawi
 Ia menggunakan legenda – legenda Romawi

Tacitus

Tacitus adalah sejarahwan yang memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang ugly dan tidak
menarik.

Tacitus lahir sekitar 56 AD, ia diperkirakan lahir di Cisalpine Gaul atau Gaul Selatan, tidak
diketahui dengan pasti tempat dan tanggal kelahirannya. Bahkan, tidak diketahui nama depannya
yang benar adalah Publius atau Gaius Cornelius. Tacitus berasal dari Greco-Roman, ketika
tradisi sejarah digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan sebuah retorik penuh moral sebagai
agenda untuk merekam fakta. Tacitus juga belajar ilmu pidato di Roma, termasuk penulisan
Cicero.

Tacitus sukses dalam bidang politik, ia pernah menjadi senator, konsul, dan akhirnya Gubernur
provinsi Romawi di Asia. Dalam Histories, ia menceritakan perjalanan kariernya mulai dari
pemerintahan Vespasian (69-79), Titus (79-81), sampai Domitian (81-96). Tacitus meninggal
pada AD 120.

Tacitus merupakan sejarawan Romawi yang berusaha untuk mengemukakan “sebab moral”
keruntuhan Romawi. Ia berusaha untuk menemukan akar persoalan-persoalan politik yang terjadi
di tahun-tahun awal kerajaan Roma. Selain itu, Tacitus juga menulis tentang bangsa Jerman dan
menjadi satu-satunya literatur tentang Jerman. Secara detail ia menceritakan sebuah kerajaan
yang tengah bergerak menghancurkan dirinya sendiri. Banyak para sejawaran yang berpendapat
bahwa karya-karya Tacitus memiliki kualitas sastra yang cukup tinggi. Banyak pula orang yang
mengatakan bahwa Tacitus merupakan “suara otentik Roma kuno dan pelukis besar Jaman
Kuno”. Setiap halaman dari tulisannya menunjukkan kemampuan retorik. Tacitus memakai orasi
langsung dan orasi buatan untuk melukiskan karakter, meringkaskan pemikiran kelompok-
kelompok, menyampaikan rumor masyarakat, memperkuat penegasan dan menegaskan posisi
moral-politik.
Karya Tacitus yang terkenal diantaranya adalah Agricola, Germania, Dialogus De Oratoribus,
Historiae (Histories), dan Annales (Annals). Agricola ditulis sekitar 98 AD. Tulisan ini
menceritakan kehidupan Gnaeus Julius Agricola, ayah mertuanya, Gubernur Inggris. Tulisan
tersebut berisi uraian rinci mengenai kelahiran, pendidikan, perjalanan karier politik, sejarah
sejumlah operasi militer Romawi, capaian administratif Agricola, akhir karier Agricola, sampai
kematiannya. Dengan kata lain tulisan ini berpusat pada kehidupan Agricola. Meskipun
demikian, dalam tulisan ini juga ditemukan uraian mengenai sejarah, etnografi, dan geografi
Inggris. Tacitus sepertinya mengikuti preseden yang juga digunakan Heredotus, yaitu mengulas
wilayah dalam bab inti. Dapat dikatakan bahwa Agricola adalah gabungan sejarah dan biografi.

Germania merupakan etnografi studi di Eropa Tengah. Tacitus membandingkan kemunduran


dari Roma dengan kekuatan Jerman. Ia mengontraskan kebaikan orang-orang Jerman yang
terkenal barbar dengan keburukan Roma pada waktu itu. Menurut beberapa pengamat, Germania
ditulis untuk menunjukkan bahwa Jerman adalah lawan Roma yang paling tangguh. Tacitus
menulis karya ini sebagai wujud kekecewaannya terhadap perilaku orang-orang negrinya pada
waktu itu dan ketertarikannya pada orang-orang Jerman.

Tulisannya yang selanjutnya adalah Dialogus De Oratoribus, dialog pada seni retorika. Isi tulisan
ini adalah debat fiktif tentang kemerosotan seni berbicara. Tulisan ini terdiri dari tiga rangkaian
perdebatan. Pertama, perdebatan Aper dan Maternus mengenai manfaat seni berbicara dan puisi.
Kedua, perdebatan dua orang tersebut mengenai seni berbicara pada masa itu dan seni berbicara
para orator “kono”. Ketiga, Messala dan Maternus memberi penjelasan mengenai kemerosotan
seni berbicara. Dialogus bukan hanya karya analisis sastrawi tetapi juga upaya untuk mengamati
perubahan politik.

Histories, dan Annals, jika bisa diselamatkan semuanya, terdiri dari tiga puluh jilid buku.
Meskipun Tacitus menulis Histories sebelum Annals, kedua tulisan tersebut membentuk sebuah
cerita dari kematian Augustus (14) sampai kematian Domitian (96). Dalam kedua tulisan
tersebut, Tacitus memusatkan perhatiannya pada tindakan dan pamrih individu.

Dalam jilid I Histories, Tacitus menulis pemerintahan Galba, pengangkatan penggantinya Piso
Licinianus, sampai revolusi yang menahtakan Salvius Otho dan mengorbankan Galba dan Piso.
Kemudian ulasan mengenai pemberontakan pasukan angkatan darat Roma di Jerman, tempat
Vitellius ditahbiskan menjadi raja, pergerakan pasukan menuju Italia, dan persiapan Otho
menghadang mereka. Jilid II mengulas pengincar kekuasaan lain, Vespasia. Ketiga kubu tersebut
saling berebut kekuasaan dan berujung pada kekalahan Otho, yang kemudian bunuh diri.
Selanjutnya Tacitus membicarakan tahta Vitellius yang terancam oleh Vespasia. Jilid III
menceritakan pertempuran kubu Vitellius dan Vespasia yang dimenangkan Vespasia. Jilid V
yang masih tersisa menceritakan pemberontakan Claudius Civils di Gauldan Jerman serta perang
Yahudi oleh Vespasian dan putranya, Titus.
Annals menguraikan masa sepeninggal Augustus sampai sepeninggal Nero. Kematian Augustus
dan pemerintahan Tiberius diuraikan dalam enam jilid, hanya saja jilid V tidak dapat ditemukan
secara utuh. Gaius Caligula dan Claudius dibahas dalam enam jilid, tetapi hanya jilid terakhir
dan sebagian isi yang mengupas pemerintahan Claudius yang terselamatkan. Jilid yang
menceritakan pemerintahan Nero dapat diselamatkan tiga setengah jilid, yang berisi kisah
kenaikannya menjadi raja sampai pertengahan.

Dengan melihat karya-karyanya tersebut banyak pengamat setuju bahwa karya-karya Tacitus
memiliki kualitas sastra yang tinggi. Kualitas karyanya tersebut menarik para dramawan Ben
Johnson atau Jean Racine, juga bagi penulis Robert Graves. Tacitus menjadi nama yang terkenal
pada tahun 1976, seiring dengan pengadaptasian tulisan-tulisan Grave ke dalam Claudius seri 1
di televisi BBC. Namun, para ahli memperdebatkan kecermatan penulisan dan kelayakan karya-
karya Tacitus sebagai karya sejarah. Turtelian mengatakan bahwa Tacitus adalah pembual kelas
satu saat berbohong. Oleh karena itu para ahli mempermasalahkan apakah karya Tacitus layak
disebut sebagai karya sejarah atau tidak.

Kesimpulan :

Agricola, Germania, Dialogus De Oratoribus, Historiae (Histories), dan Annales (Annals)

-Karyanya berpusat kepada hal-hal yang aneh dan tidak menarik

-Berusaha mengemukakan "sebab moral" keruntuhan Romawi

-Banyak para sejarawan berpendapat bahwa karya Tacitus memiliki kualitas sastra yang cukup
tinggi dan

-Banyak pula para sejarawan yang berpendapat bahwa karya Tacitus merupakan "suara otentik
Roma kuno dan pelukis besar jaman kuno".

-Halaman pada bukunya menunjukan kemampuan retorik Tacitus itu sendiri.

-Tacitus memakai orasi langsung dan orasi buatan untuk melukiskan karakter, meringkaskan
pemikiran kelompok-kelompok, menyampaikan rumor masyarakat, memperkuat penegasan dan
menegaskan posisi moral-politik.

-Kualitas karyanya tersebut menarik para dramawan Ben Johnson atau Jean Racine, juga bagi
penulis Robert Graves.

-Tacitus menjadi nama yang terkenal pada tahun 1976, seiring dengan pengadaptasian tulisan-
tulisan Grave ke dalam Claudius seri 1

-Namun, para ahli memperdebatkan kecermatan penulisan dan kelayakan karya-karya Tacitus
sebagai karya sejarah. Turtelian mengatakan bahwa Tacitus adalah pembual kelas satu saat
berbohong. Oleh karena itu para ahli mempermasalahkan apakah karya Tacitus layak disebut
sebagai karya sejarah atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai