Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KELOMPOK 1

METODE PENELITIAN ARKEOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas.


Mata Kuliah: Dasar-Dasar Arkeologi
Dosen Pengampu: Dr. Mhd.Nur, M.S

Oleh :
Nabilah Nur Yasinda (2010712022)
Nissy Yulia Putri (2010711002)
Qurata Aini (20107122006)

ILMU SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS

2021
A. Survei

Survei adalah pengamatan terhdapa peninggalan arkeologi disertai dengan analisis yang
dalam. Selain itu. survei juga dapat dilakukan dengan cara mencari informasi dari penduduk.
Tujuan survei untuk memperoleh situs arkeologi yang belum pernah ditemukan sebelumnya
atau penelitian ulang terhadap benda atau situs yang pernah diteliti. Survei dapat pula berarti
melacak berita dalam literatur atau data, karena adanya laporan temuan.
Kegiatan survei terdiri dari:

1. Survei Permukaan
Survei permukaan tanah adalah kegiatan dengan cara mengamati permukaan tanah dari
jarak dekat. Pengamatan tersebut untuk mendapatkan data arkeologi dalam konteksnya
dengan lingkungan sekitarnya antara lain jenis tanah, keadaan permukaan bumi, dan keadaan
flora. Selain itu. untuk mengetahui hubungan antardata arkeologi.
Teknik pengumpulan data dilakukan pula dengan mengisi formulir untuk deskripsi situs
dan lingkungannya, serta pengambilan contoh (sampling) untuk temuan. Sesuai dengan sifat
situs, maka terdapat 2 jenis formulir, yaitu formulir isian bentuk situs terbuka (open site) dan
situs tertutup (close site).
Pada tahap selanjutnya perlu dilakukan survei yang bersifat geologis-stratigrafis antara lain
menyangkut jenis litologi batuan, posisi stratigrafis dari benda arkeologis dan lingkungan
pengendapan. Jenis pengamatan ini dapat memberikan informasi tentang watak deposit
permukaan, transformasi, dan sedimentasi artefak. serta distribusi keruangan. Dalam situasi
lebih khusus perlu dilakukan pemetaan geologi, pembuatan stratigrafi terukur, dan penafsiran
foto udara.

2. Survei Bawah Tanah


Survei bawah tanah adalah kegiatan untuk mengetahui adanya tinggalan arkeologi yang
terdapat di bawah tanah dengan menggunakan alat-alat tertentu. Teknik yang sering
dilakukan yaitu :
a. Pemantulan (dowsing), cara ini ialah menggunakan alat dari kayu atau logam yang
berbentuk Y dan biasa dipakai untuk mencari mata air, benda-benda, dan sisa bangunan di
dalam tanah, balikan dapat diketahui pula adanya parit-parit di dalam tanah.
b. Penusukan (probing) Alat yang dipakai adalah sebatang logam dengan diameter kira-kira 2
cm dan panjangnya sekitar 1 m. Alat ini ditusukkan ke tanah untuk mengetahui apakah
didalamnya ada sisa bangunan atau lapisan tanah yang keras.
c. Penggemaan (sounding) Cara ini menggunakan alat yang terbuat dari kayu atau logam
berbentuk palu yang berat dan dipukulkan ke tanah. Bunyi yang dihasilkan akan
menunjukkan keadaan di dalam tanah. Jika di dalam tanah terdapat tanah yang belum
terganggu, maka tidak berbunyi dan tidak bergema; sedangkan apabila bekas lubang, bunyi
yang ditimbulkan akan bergema.
d. Pengeboran (augering) Cara ini menggunakan alat bor (pipa logam dengan mata bor),
untuk mengetahui keadaan di dalam tanah dan lapisan tanah. Biasanya pengeboran ini
dipakai untuk mendapatkan data suatu struktur bangunan.
e. Geofisika Teknik survei geofisika dapat dilaksanakan dengan cara geolistrik atau dengan
teknik geomagnetik, tanpa mengesampingkan geofisika lainnya (radioaktif, seismik, dan
elektromagnet). Pada permulaan survei, kedua teknik ini dapat dilakukan bersamaan; untuk
geolistrik dapat dipakai Metode Wenner dan Metode Schlumberger. Pengambilan data dapat
dilaksanakan dalam bentuk kisi (grid) dengan jarak titik pengamatan 50 cm, sedangkan
sensor ditempatkan pada ketinggian 30 cm di atas tanah.

3. Survei Bawah Air


Pelaksanaan survei bawah air memiliki teknik kerja yang cukup berbeda dengan survei di
darat. Koordinat dapat ditentukan melalui GPS (Global Positioning Sistem), atau melalui
perhitungan kompas. Selain itu untuk menentukan lokasi temuan benda atau situs arkeologi
bawah air dapat dilakukan pula melalui:
1. Teknik baringan patok yaitu memakai gejala geografis atau gejala lainnya berupa
bangunan bertingkat pencakar langit, pohon yang besar atau tinggi yang bisa dilihat jelas dari
kejauhan. Teknik ini sangat efektif untuk situs atau lokasi yang dekat dengan garis pantai.
2.Teknik baringan kompas, yang dilakukan dengan menarik dua garis dengan azimuth
tertentu dari dua titik pada fitur darat. Fitur darat yang digunakan biasanya berupa perbukitan
dan puncak bukit, celah gunung, semenanjung, dsb.
3. Plotting astronomik, yang dilakukan untuk penentuan situs atau lokasi yang berada di laut
lepas di mana garis daratan tidak tampak. Peralatan yang digunakan dapat berupa sekstant

Teknik yang digunakan survey bawah air dapat menggunakan sonar. Setelah situs
ditemukan, maka untuk melihat gambaran lebih lengkap penyebaran artefak di dasar laut,
bisa memakai Teknik, sebagai berikut:
 Teknik banjar linier, para penyelam menempatkan diri pada jarak tertentu kemudian bergerak
bersama-sama ke arah depan dalam suatu garis lurus. Setelah mencapai batas areal yang akan
disurvei maka bersama-sama penyelam mensurvei areal sampai seluruh areal yang telah
ditentukan tercakup semua;
 Teknik banjar melingkar, para penyelam menempatkan diri pada jarak tertentu kemudian
secara berbanjar melakukan survei dengan mengelilingi suatu titik yang telah ditentukan
membentuk radius yang semakin besar.

4. Survei Udara
Survei udara dimaksudkan sebagai pengamatan dari udara terhadap gejala permukaan tanah
dan mendokumentasikannya dengan alat foto. Aktivitas yang paling penting di dalam
pemanfaatan foto udara bagi kepentingan arkeologi adalah penafsiran arkeolog terhdapa foto
udaranya. Foto udara biasanya dibuat melalui pemotretan dengan sinar infra merah pada
malam hari, yang akhirnya akan menimbulkan warna terang dan gelap yang disebabkan oleh
suhu permukaan tanah.

5. Wawancara
Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi yang akan dialami oleh setiap arkeolog
dalam pengumpulan data. Dalam penelitian arkeologi, khususnya etnoarkeologi wawancara
merupakan salah satu pengumpulan yang paling efektif. Metode wawancara dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
a. wawancara tertutup (closed interview) berupa pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan
sedemikian rupa, sehingga informan terbatas hanya menjawab ya atau tidak;
b. wawancara terbuka (opened interview), berupa pertanyaan yang memungkinkan informan
lebih leluasa di dalam memberikan jawaban atau keterangan.
6. Penarikan Contoh (Sampling)
Penarikan contoh (sampling) merupakan suatu kegiatan penting di dalam rangkaian
penelitian arkeologi, karena dapat memberikan gambaran yang representatif mengenai
kuantitas dan kualitas data arkeologi dari suatu situs. Di dalam melakukan penarikan contoh
terdapat ketentuan-ketentuan pokok, misalnya penarikan contoh artefak dalam suatu survei
arkeologis, karena peneliti tidak mungkin membawa semua temuan untuk analisis lebih
lanjut. Dalam hal ini, populasi yang sebaiknya dilakukan dalam sampling adalah 10% sampai
20%. Angka minimal 10% diharapkan memberikan tipe dan jenis artefak secara representatif,
sedangkan angka maksimal 20% agar identitas situs tetap dapat dipertahankan.

B. Ekskavasi
Ekskavasi adalah salah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah yang
sistematik untuk menemukan suatu tinggalan arkeologi. Pelaksanaan ekskavasi dipegang oleh
seorang pemimpin yang langsung mengendalikan kelancaran kerja ekskavasi sampai selesai.
Oleh karena itu, seorang pemimpin ekskavasi harus memiliki kemampuan ganda yaitu harus
bertindak sebagai ilmuan, organisator, administrator, dan ahli pelaksanaan teknis. Sebelum
ekskavasi dilaksanakan, dilakukan beberapa tahapan kerja yaitu:
a. membuat peta wilayah yang akan diteliti;
b. membuat peta situs yang akan diteliti atau digali
c. menetapkan keletakan kotak yang akan digali.

Teknik ekskavasi darat :


 Teknik spit, yaitu menggali tanah secara arbitrer (arbitarry level) dengan interval ketebalan
antara 5 sampai 20 cm, dst. Ketebalan interval tersebut biasanya didasarkan pada kepadatan
temuan ataupun jenis temuan;
 Teknik lapisan alamiah (natural layer), yaitu menggali tanah dengan mengikuti alur lapisan
tanah secara alamiah. Teknik penggalian seperti ini didasarkan pada satu asumsi bahwa satu
lapisan tanah akan mewakili satu unit proses pengendapan dan satu ruang waktu;
 Teknik lot, yaitu teknik menggali yang menggabungkan teknik lapisan alamiah dengan teknik
spit. Dalam prosesnya penggalian dapat mengikuti alur lapisan tanah dan bentuk fitur, tetapi
dapat juga ditentukan berdasarkan spit yang arbitrer.
Teknik ekskavasi bawah air:
Kegiatan ekskavasi dilaksanakan untuk menghilangkan endapan yang menutupi benda
arkeologi (biasanya pasir dan lumpur) dengan teknik penyedotan dan tetap menjaga keletakan
benda arkeologi. Teknik penyedotan dibedakan ke dalam 3 yaitu:
 Teknik air-lift, menggunakan penyedot sedimen yang dihubungan dengan kompresor
bertekanan rendah (air-lift). Aliran kuat sedotan yang dihasilkan dibuang kembali sekitar 3
meter di bawah permukaan air. Untuk menghasilkan aliran yang baik, biasanya digunakan
pipa berdiameter 12 sampai 20 cm yang dipancangkan secara vertikal di atas situs yang
digali;
 Teknik water-jet. menggunakan alat penghisap sedimen yang memanfaatkan mesin
pompa air sebagai sumber tenaganya. Teknik ini untuk membersihkan endapan yang lebih
halus, setelah endapan yang kasar dihisap oleh air-lift. Teknik water-jet tidak mengalirkan
lumpur atau pasir yang dihisapnya ke permukaan, tetapi langsung dibuang di dasar perairan;
 Teknik water-dredge, teknik ini menggunakan mesin pompa air sebagai sumber
tenaga dengan konstruksi pipa cabang bersudut 30° pada bagian ujung pipa. Kekuatan
penghisapnya tergantung pada mesin pompa dan diameter pipa yang digunakan.

C. Proses Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data, meliputi :


 Penjajagan Teknik ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana kehadiran data arkeologi
dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut.
 Survei Teknik survei dapat diterapkan pada permukaan tanah, bawah tanah, bawah air, potret
udara, serta dengan melakukan ekskavasi lubang uji (test-pit). dan wawancara
 Ekskavasi. Beberapa teknik ekskavasi yang dikenal antara lain: teknik spit, lot, lapisan tanah
(layer) atau teknik lain (sedot dan lapis-demi lapis untuk bawah air). Penerapan teknik yang
berbeda-beda ini didasarkan baik sifat, kontur maupun kondisi lapangan.
2. Pengolahan Data Lapangan
3. Pelaporan, hasil pengolahan data tahap pertama menjadi bahan pelaporan final yang
dipublikasikan, sehingga dapat menjadi bahan acuan pada proses pengembangan hasil
penelitian selanjurnya.
4. Pemasyarakatan hasil penelitian arkeologi, merupakan informasi kepadamasyarakat baik
ilmiah maupun masyarakat umum yang berkaitan dengan perkembangan arkeologi.

D. Pengolahan Data Arkeologi


Klasifikasi awal Artefak dan ekofak yang terkumpul harus segera dibersihkan dan
dikonservasikan apabila perlu, dicatat proses penemuannya, difoto, digambar dan sebagainya.
Maka, perlu dilakukan pengklasifikasian awal didasarkan atas kategori terhadap artefak,
ekofak dan hasil perekaman data Perlakuan terhadap artefak dan ekofak
1 Penomoran dan penginventarisasian berdasarkan kategori
2. Pengkatalogisasian dan pemilahan berdasarkan kategori;
3. Penyimpanan berdasarkan kategori Perlakuan hasil perekaman data:
o Proses perekaman catatan, gambar, peta dan lain-lain dirujuk silang dengan penomoran dan
penginventarisasian artefak sesuai dengan penjabaran sebelumnya.
o Hasil proses perekaman Hasil perekaman ini berbentuk arsip catatan, arsip lapangan
(ekskavasi). katalog, gambar, foto, dan film.
Klasifikasi Lanjutan Artefak yang telah dikatalogkan dan dipilah berdasarkan kategori,
dilakukan klasifikasi. Tujuan klasifikasi untuk menemukan dan kemudian menyajikan data
dalam kelompok yang sama (sintagmatis) dan yang berbeda (paradigmatis), yang akan
memunculkan pola dan konteksnya. Dasar pengelompokan dalam klasifikasi adalah atribut
yang terdapat pada suatu artefak. Atribut dikelompokkan ke dalam tiga unsur; yaitu:
1. Atribut bentuk: yang menjadi ciri multidimensi suatu artefak (bulat, lonjong, persegi dan
sebagainya) serta bermakna pula pada dimensi ukuran (tinggi, lebar,panjang dan sebagainya);
2. Atribut gaya (stilistik) yang menjadi ciri suatu artefak dalam hal hiasan, motif hiasan,
komposisi hiasan, warna dan sebagainya;
3. Atribut teknologi sebagai ciri artefak yang berkaitan dengan pembuatan (bahan baku,
teknik penggarapan dan sebagainya).

E. Penafsiran Data
Interpretasi, secara umum adalah memberi kesan, pendapat, atau pandangan teoritis
mengenai sebuah hal; memberi tafsiran. Dalam kata lain, interpretasi adalah sebuah proses
untuk mengetahui sebuah makna dibalik sebuah hal dengan didasarkan terhadap informasi.
Dalam konteks arkeologi, interpretasi merupakan sebuah proses pasca penemuan benda
dengan menggunakan material dan bahan untuk membandingkan benda temuan dengan
pengetahuan dan pemaknaan yang sudah ada dari masa lampau terhadap konteks masa kini
dengan hasil seobyektif mungkin. Hasil interpretasi menjembatani pengetahuan yang ada di
masa lalu dengan pengetahuan masa lalu.
Benda tinggalan arkeologi sebagai sebuah bukti atau data rekam sejarah membutuhkan
konteks spasial dalam pemaknaannya, dimana makna sebuah benda hanya bisa
diinterpretasikan jika ada pertimbangan waktu dan lokasi penemuan dan penggunaannya di
masa lalu. Pembentukan hipotesis mengenai benda tinggalan arkeologi sebagai “sesuatu”
yang memiliki signifikansi terhadap sejarah kehidupan di masa lalu membutuhkan landasan
berupa konteks yang lebih spesifik. Konteks – baik dalam lingkup sejarah, sosial, budaya,
etikal, disipliner – mempengaruhi proses pembacaan benda sebagai bagian dari peninggalan
dari kehidupan di masa sebelumnya, sehingga pengetahuan dari masa lalu sangat diperlukan
untuk pembacaan dengan tingkat presisi tertentu.
Keberadaan sebuah benda peninggalan arkeologi menemukan lingkup waktu dalam
kondisi yang spesifik dan latar penempatannya serta pemaknaannya esensi historisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Online:
Magetsari.Nurhadi. Prof.Dr. 1999. METODE PENELITIAN ARKEOLOGI. Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional. Jakarta

Jurnal Online :
http://e-journal.uajy.ac.id/13841/3/TA148272.pdf

Anda mungkin juga menyukai