Anda di halaman 1dari 15

HALUAN SASTRA BUDAYA

VOLUME 1 Number 2 December 2017 Page 147 - 161

SELAMETAN KEMATIAN DI DESA JAWENG KABUPATEN BOYOLALI


Dinia Agustia Artika Sari
Fakultas Seni Rupa Dan Desain
Universitas Sebelas Maret
Email: agustiadinia@gmail.com

ABSTRAK

Tradisi merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan terus menerus oleh
masyarakat, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang pada akhirnya menjadi
bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat (Agus
Riyanto, 2014, h.1). Tradisi membentuk suatu nilai-nilai budaya dan kearifan
lokal yang menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Sampai saat ini, ada beberapa desa di Kabuputen Boyalali yang
mempertahankan tradisi selamatan, yakni Desa Jaweng, Kecamatan Simo,
Kabupaten Boyolali. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan keberadaan
tradisi selametan kematian di Desa Jaweng, yang memiliki nilai positif.
Masyarakat di Desa Jaweng memiliki sudut pandang yang berbeda-beda
dalam menilai tradisi tersebut. Sebagian masyarakat memiliki keinginan
atau motivasi untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Sebagian lagi menilai
bahwa kegiatan selamatan tidak perlu dilakukan karena tidak ada dasar
dalam keyakinan beragama. Tradisi ini perlu dilihat sebagai realitas yang
positif, seperti untuk silaturrahmi atau menyambung ikatan persaudaran dan
hubungan masyarakat.

Kata Kunci: Islam, Jawa, selametan, tradisi

ABSTRACT

Tradition is a form of activity done continuously by society, so become a habit


and eventually become an important part that can not be separated from
society life (Agus Riyanto, 2014: 1). Tradition forms a cultural values ​​and local
wisdom that guides the community in living everyday life and become a cultural
richness for an area that must be preserved and maintained its existence. Until
now, there are still many villages in Java that do such a tradition. The village
is Jaweng Village, Simo District, Boyolali District. One of the traditions that
remains to be done is the tradition of selametan death that there are Islamic
values ​​in the implementation such as the lecture of Islam or tausiyah, reciting
the prayers, verses of the Qur’an, sholawat, and dhikr Known as tahlilan. The
tradition of selametan after death is still done by many people in Jaweng village

147
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

because it is driven by a strong belief system and belief in value system and
customs that have been passed down from generation to generation. This paper
aims to let the public know that the existence of tradition selametan death in
Jaweng Village stored positive value in the implementation. People in Jaweng
Village have different perspectives in assessing the tradition. Just as there are
people who have the desire or are motivated to attend and attend these activities
and some are of the opinion that such an activity is unnecessary because there
is no underlying hadith. This kind of tradition needs to take the positive value
contained by the community itself. Like the tradition for silaturrahmi or just
connecting your bond with the community with one another that creates a sense
of one’s interests and togetherness so that a close social relationship emerges.

Keywords: Islam, Javanese, selametan, traditions

PENDAHULUAN berbagai macam tradisi mulai dari


Indonesia terdiri dari beragam tradisi kelahiran, perkawinan bahkan
suku bangsa. Setiap suku bangsa kematian pun ada. Adat dan upacara
memiliki cara hidup dan kebudayaan kelahiran salah satu rangkaian penting
yang berbeda antara suku satu dengan dalam peristiwa hidup setiap manusia,
yang lain. Demikian halnya suku Jawa terutama bagi kaum wanita. Biasanya,
memiliki budaya sendiri. Masyarakat tradisi tersebut dilakukan karena
Jawa tetap menjadi bagian dari bangsa untuk menghalangi adanya gangguan
Indonesia dan kebudayaan Jawa kekuatan gaib dan beberapa pantangan
merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus dihindari yang disertai
yang dimiliki negara ini. Kebudayaan upacara-upacara untuk menangkalnya.
Jawa dalam pelaksanaanya dibutuhkan Hal tersebut harus dilakukan sampai
toleransi, semangat gotong royong, saat kelahiran telah tiba. Adat dan
dan semangat kerukunan yang amat upacara perkawinan merupakan
besar dalam memupuk persatuan upacara yang paling terbesar dan
dan kesatuan terhadap hal-hal yang meriah. Dalam pelaksanaan upacara
berbeda dalam melakukan setiap perkawinan, berbagai unsur adat Jawa
tradisinya. Hal tersebut antara lain saling bertemu diantaranya unsur religi.
adalah seperti halnya tradisi turun Perkawinan ini merupakan fase penting
temurun yang masih berkembang pada proses pengintegrasian manusia
dalam masyarakat, yakni selametan di dalam tata alam yang sakral. Yang
kematian. Tradisi selametan setelah terakhir, adat dan upacara kematian
kematian tersebut sampai sekarang merupakan fase atau tingkatan hidup
masih banyak dilakukan masyarakat yang terakhir dalam kehidupan manusia
karena hal itu didorong oleh sistem di dunia. Adat atau upacara kematian
keyakinan dan kepercayaan yang kuat dilakukan agar orang yang meninggal
terhadap sistem nilai dan adat istiadat dapat terhindar dari bahaya. Selain itu,
yang sudah berjalan turun temurun. Ada hal itu bertujuan agar perjalanan roh
sebagian masyarakat Jawa yang sudah selamat sampai ke akherat.
tidak berpegang pada tradisi kejawen.
Sebab, mereka tidak lagi menggunakan

148
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

Pembahasan ini lebih menerangkan Murdiyatmoko, 2007, p.25). Penelitian


tradisi selametan kematian. Tradisi dilakukan di Desa Jaweng, Kecamatan
selametan kematian zaman sekarang Simo, Kabupaten Boyolali. Sasaran
sudah mengandung nilai-nilai Islam penelitian meliputi masyarakat Desa
dalam pelaksanaannya, yang dikenal Jaweng, Kecamatan Simo, Kabupaten
dengan tahlilan. Seiring berkembangnya Boyolali.
zaman, hal ini terjadi karena pergeseran Teknik pengumpulan data dalam
dalam pelaksanaan tradisi selametan. penelitian ini dilaksanakan dengan
Hal tersebut terjadi karena ada beberapa metode wawancara, observasi dan
faktor dari luar maupun dari dalam. dokumentasi. Wawancara dilakukan
Faktor dari luar seperti munculnya dengan teknik pengumpulan data secara
teknologi dan perubahan gaya hidup. tanya jawab lisan secara langsung dan
Faktor dari dalam seperti keyakinan, mendalam dengan sasaran atau obyek
karena setiap orang memiliki sudut penelitian untuk mendapatkan data-
pandang keyakinan yang berbeda-beda data dan keterangan yang berkaitan
terhadap menilai sesuatu yang terdapat dengan topik penelitian. Dalam hal
di lingkungan sekitarnya. Orang sudah ini wawancara dilakukan untuk
mulai berpikir secara logis. Sedikit demi memperoleh data secara langsung dari
sedikit, tradisi selametan kematian masyarakat. Wawancara dilakukan
zaman dahulu sudah mulai berubah. dengan warga Desa Jaweng, Kecamatan
Mereka tidak meninggalkannya Simo, Kabupaten Boyolali. Menurut Ibu
melainkan mengganti isi dari upacara Winarsih “Sampai empat puluh hari
tersebut dengan wadah yang sama sejak orang meninggal dunia, dimana
yaitu dengan tahlilan. Urutan acara pun sekitar lingkungan rumah seperti
peringatan selametan kematian yang didalam kamar almarhum lampu
umumnya dilakukan yaitu Surtanah harus tetap dinyalakan dan tidak boleh
(selametan setelah penguburan), nelung membuang air panas di sembarang
dina (selametan setelah tiga hari), pitung tempat. Sesuai kepercayaan Ibu
ndinteni (hari ketujuh), ngawandasa Winarsih dikhawatirkan akan mengenai
ndinteni (hari keempat puluh), nyatus atau melukai arwah yang telah
ndinteni (hari keseratus), mendak pisan meninggal. Kebiasaan yang lain seperti
(peringatan setahun meninggalnya), keranjang tempat tidur almarhum
mendak kaping kalih (peringatan dua langsung di pindahkan ke luar rumah
tahun meninggalnya), dan nyewu (hari supaya terkena angin agar sukma
keseribu setelah meninggalnya). orang yang meninggal menghilang
dengan tenang karena arwah orang
TEORI DAN METODE PENELITIAN yang meninggal sebelum 40 hari
Penelitian ini menggunakan metode masih sering mengunjungi rumah”
kualitatif sehingga menghasilkan data (9 Juni 2017). Selanjutnya dengan
deskriptif. Metode kualitatif merupakan observasi yaitu teknik pengumpulan
metode yang mengutamakan bahan data yang dilakukan dengan mengamati
yang diambil secara nyata dari terhadap fenomena-fenomena yang
masyarakat dan tidak diukur dengan terjadi di lokasi penelitian. Melakukan
angka-angka atau dengan ukuran- pengamatan mengenai kebiasaan yang
ukuran lain yang bersifat eksak (Janu dilakukan dalam masyarakat. Observasi

149
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

yang dilakukan seperti mengamati kehidupan seperti kelahiran, khitanan,


bagaimana kegiatan selametan perkawinan, dan kematian, (2) yang
kematian berjalan di Desa Jaweng, ada hubungannya dengan hari-hari raya
Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali. Islam seperti Maulid Nabi, Idul Fitri,
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan Idul Adha dan sebagainya, (3) yang ada
data yang dilakukan dengan mencari sangkutannya dengan integrasi sosial
dokumen, arsip, maupun referensi desa seperti bersih desa (harfiah berarti
yang mempunyai keterkaitan dengan pembersihan desa yakni dari roh-roh
tema yang diteliti. Dokumen tersebut jahat), dan (4) selametan sela yang
adalah buku-buku yang disediakan diselenggarakan dalam waktu yang
diperpustakaan, jurnal, foto dan media tidak tetap, tergantung kepada kejadian
sosial seperti internet, dst. luar biasa yang dialami seseorang
Metode Analisis menggunakan seperti keberangkatan untuk suatu
teknik analisis data yang terdiri dari 3 perjalanan jauh, pindah tempat ganti
tahap meliputi reduksi data, penyajian nama, sakit, terkena tenung (sihir) dan
data dan penarikan kesimpulan. sebagainya (Clifford Geertz, 1989, p.38).
Reduksi data dilakukan dari proses Selametan merupakan ajaran
pemilihan dalam suatu bentuk analisis Jawa untuk menyelamatkan jiwa yang
yang menggolongkan, mengarahkan, sudah meninggal dunia. Masyarakat
menyeleksi dalam mengorganisasikan Jawa adalah orang-orang yang hidup
data. Selanjutnya penyajian data kesehariannya menggunakan bahasa
dengan menyusun informasi dalam Jawa dengan berbagai karakter secara
memberikan kesimpulan. Dengan turun temurun. Selametan adalah versi
penyajian data agar mudah memahami Jawa dari sesuatu yang barangkali
apa yang sedang terjadi dan apa merupakan upacara keagamaan
yang harus dilakukan berdasarkan yang paling umum di dunia. Hal
pemahaman tentang penyajian data. itu melambangkan kesatuan mistis
Penarikan kesimpulan dilakukan dan sosial mereka yang ikut serta
untuk menemukan kesimpulan yang di dalamnya. Selametan merupakan
diambil dari setiap proses yang telah semacam wadah bersama masyarakat,
dilakukan dengan menguji kebenaran yang mempertemukan berbagai aspek
dan kecocokan data . kehidupan sosial dan pengalaman
seseorang, dengan suatu cara
HASIL DAN PEMBAHASAN yang memperkecil ketidakpastian,
Tradisi Selametan dalam ketegangan dan konflik atau setidak-
Masyarakat Jawa tidaknya dianggap berbuat demikian
“Slametan atau selametan” berasal (Clifford Geertz, 1989, p.13). Selametan
dari kata slamet (Arab: salamah) yang dapat diadakan untuk memenuhi
berarti selamat, bahagia, sentausa. semua hajat orang yang sehubungan
Selamat dapat dimaknai sebagai dengan suatu kejadian yang ingin
keadaan lepas dari kejadian-kejadian diperingati. Sebagian besar, selametan
yang tidak dikehendaki. Selametan diselenggarakan diwaktu malam hari.
terbagi menjadi empat jenis, yakni Upacara ini hanya dilakukan oleh kaum
(1) yang berkisar sekitar krisis-krisis pria. Wanita tinggal di mburi (belakang
– di dapur). Semua kaum pria yang

150
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

diundang adalah tetangga-tetangga yang bernilai ritual, yang diadakan


dekat, karena dalam selametan tersebut pada petang hari di antara kaum
mengundang semua tetangga yang lelaki. Mereka menikmati hidangan
tinggal dekat di sekitar rumah. yang disajikan di atas lembaran daun
Masyarakat Jawa memiliki pisang berupa nasi kuning yang
sistem transportasi, komunikasi, dan diwarnai dengan kunyit, dan berbagai
pengembangan ilmu pengetahuan hidangan daging. Di sini, tujuan dari
dan sistem teknologi yang modern hal itu adalah menjinakkan roh, seperti:
yang berdampingan dengan sistem dhemit, lelembut, memedi, dan thuyul
kepercayaan masyarakat tradisional. yang memang dianggap hadir dan
Masyarakat Jawa adalah mereka yang menghirup bau harum hidangan. Bila
bertempat tinggal di pulau Jawa, mereka sudah betul-betul dijinakkan,
khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur manusia dapat “selamat”, seperti yang
atau mereka yang berasal dari kedua terdapat dalam kata selametan itu
daerah tersebut. Secara geografis, sendiri (Amin, 2002, h.22). Upacara
suku bangsa Jawa mendiami tanah selametan kematian dilaksanakan untuk
Jawa yang meliputi wilayah Banyumas, memperingati hari kematian orang
Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, yang telah meninggal dunia mulai dari
Kediri dan Malang, sedangkan di luar surtanah, nelung dina, pitung dinane,
wilayah tersebut dinamakan wilayah patang puluh dinane, satus dinane,
pesisir dan ujung timur. Surakarta dan setaun, rong tahun lan nyewu (Proyek
Yogyakarta yang merupakan dua bekas Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan
kerajaan Mataram abad ke-16 adalah Daerah Pusat Penelitian Sejarah Dan
pusat kebudayaan Jawa (Kodiran, 1976, Budaya Departemen Pendidikan dan
h.322). Salah satu upacara Jawa yang Kebudayaan, 1997, h.203).
masih sering dilakukan oleh masyarakat Peristiwa kematian merupakan
adalah selametan. tingkatan hidup yang dianggap sakral
Selametan merupakan bentuk oleh umumnya orang karena hal itu
aktivitas sosial berwujud upacara yang merupakan fase perpindahan yang
dilakukan secara tradisional. Aspek dialami oleh manusia yaitu dari alam
terpenting dalam upacara selametan dunia ke alam yang gaib. Oleh karena
adalah mitos kepercayaan. Adapun itu, agar roh tersebut selamat menuju ke
maksud diadakan upacara selametan dunia yang lain (akherat), diadakanlah
adalah untuk mencari keselamatan, sederetan upacara dan selametan oleh
ketentraman, dan untuk menjaga keluarga yang ditinggalkan. Kegiatan
kelestarian dunia lingkungannya. yang berhubungan dengan peristiwa
Berarti, upacara selametan diadakan kematian tersebut adalah datangnya
agar mendapat keselamatan baik yang para tetangga untuk menyampaikan
menyelenggarakan maupun yang rasa belasungkawa atau berduka yang
diselamati. Menurut kepercayaan disebut layat.
masyarakat Jawa, arwah yang masih Ada pedoman dalam menentukan
mempunyai persoalan selayaknya hari peringatan sesuai kalender Jawa.
untuk dikirim doa dengan cara Hal ini dapat digambarkan dalam
menyelenggarakan selametan. contoh, misalnya ada orang yang
Selametan adalah santab bersama meninggal pada hari Akad Kliwon (IA,

151
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

1a). Selametan yang diadalah adalah Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan


selametan nelung dina jatuh pada hari Daerah Pusat Penelitian Sejarah Dan
Selasa Pahing (IB, 1b), untuk selametan Budaya Departemen Pendidikan Dan
mitung dina jatuh pada hari Sabtu Legi Kebudayaan, 1997:204).
(IC, 1c), untuk selametan matang puluh
dina jatuh pada hari Kamis Wage (ID, Selametan Matang Puluh Dina
1d), selametan nyatus dina jatuh pada Selametan ini diadakan hari ke
hari Senin Wage (IE, 1e), selametan empat puluh sesudah orang tersebut
mendhak pisan dilaksanakan hari Rabu meninggal dunia. Maksud dan tujuan
Pon (IF,1f), selametan mendhak pindho selametan ini adalah supaya roh orang
jatuh pada hari Selasa Wage (IG, 1g), yang meninggal dunia itu mendapat
selametan nyewu dina dilakukan pada tempat yang layak dan segala amal
hari Jum’at Wage (IH,1h) ((Proyek perbuatan di dunia diterima di sisi Tuhan
Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan (Proyek Penelitian dan Pencatatan
Daerah Pusat Penelitian Sejarah Dan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian
Budaya Departemen Pendidikan dan Sejarah dan Budaya Departemen
Kebudayaan, 1997, h.208). Pendidikan dan Kebudayaan, 1997,
Adapun selametan yang diadakan h.205).
yang berhubungan dengan peristiwa
kematian seseorang bagi masyarakat. Selametan Nyatus Dina
Selametan kematian yang dilakukan Setelah selametan matang puluh
diantaranya sebagai berikut: dina, masyarakat Jawa mengadakan
Selametan Surtanah lagi selametan nyatus dina, mendhak
Selametan ini diadakan pada saat pisan dan mendhak pindho. Selametan
jenazah dikebumikan. Maksud dari nyatus dina ini diadakan pada hari
diadakannya selametan ini agar roh keseratus sesudah orang tersebut
orang meninggal tersebut mendapat meninggal dunia. Selametan ini
tempat yang layak dan jalan yang terang memiliki persamaan dengan selametan
serta diterima di sisi Tuhan. matang puluh dina. Hal ini seperti yang
Selametan Nelung Dina dikemukakan Geertz (1989, h.416)
Upacara tersebut dilakuakan bahwa kondisi tentram dan selamat
pada hari ketiga saat sudah meninggal. adalah dambaan setiap individu dan
Maksud selametan ini sama dengan masyarakat Jawa. Langkah untuk
selametan Surtanah, yaitu agar supaya mencapai keselamatan yang selalu
roh orang meninggal tersebut mendapat ditempuh adalah menjaga kesatuan
tempat yang layak dan jalan yang terang kekuatan adikodrati, yakni bahwa
serta diterima di sisi Tuhan. dalam rangkaian kosmos itu dihuni oleh
Selametan Mitung Dina makhluk-makhluk seperti leluhur, dewa,
Selametan ini diadakan pada jin, lelembut, dan sebagainya. Tradisi
hari ketujuh sesudah meninggal selametan kematian merupakan upaya
dunia. Hal itu berhubungan dengan untuk menghubungkan diri orang yang
anggapan orang Jawa bahwa selama hidup dengan roh orang yang meninggal.
waktu tujuh hari ini roh orang yang Upaya itu menggambarkan bahwa
meninggal itu masih berada di sebagian masyarakat Jawa percaya
sekitar rumah keluarganya (Proyek bahwa roh orang yang diharapkan

152
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

dapat mendatangkan kebahagiaan Jawa yang paling sulit untuk berubah


(Endraswara, 1998, h.4). dibanding dengan elemen kebudayaan
Jawa yang lain. Namun demikian,
Mendhak Pisan ada kecenderungan dari waktu
Hal serupa juga berlaku untuk ke waktu mengalami pergeseran.
selametan yang disebut mendhak pisan Meskipun demikian, inti dari upacara
(selametan yang diadakan satu tahun tersebut tetap sama. Pergeseran itu
sesudah meninggal). Fungsi selametan disebabkan dan dipengaruhi oleh
ini mengingat kembali akan jasa-jasa berkembangnya ilmu dan teknologi.
orang meninggal. Hal itu menyebabkan masyarakat Jawa
berpikir lebih rasional. Selain ini, hal itu
Mendhak Pindho juga dipengaruhi oleh masuknya agama
Mendhak pindho adalah selametan dan berpikir secara praktis-ekonomis.
yang diadakan dua tahun sesudah Menurut kepercayaan masyarakat
meninggal. Selametan ini dimaksudkan Jawa Islam, arwah yang berada di alam
untuk menyempur-nakan semua kulit, baka itu perlu didoakan dengan cara
darah, dan semacamnya. menyelengga-rakan upacara tahlilan.

Selametan Nyewu Dina Asal Mula Tradisi Selametan


Selametan yang terakhir yang Sebagai suku Jawa adalah
diadakan untuk menghormati orang keturunan dari dinasti yang pernah
yang meninggal dunia adalah selametan berkuasa di tanah Jawa, yaitu Mataram
yang disebut nyewu dina. Selametan dan Majapahit. Dua kerajaan Mataram
ini diadakan pada hari yang ke seribu (Islam dan Kuno) dan Majapahit
sesudah hari kematian seseorang menjadi kebanggaan karena mereka
(menurut perhitungan Jawa). Selametan memiliki ilmu dan teknologi di masa
ini diadakan pada waktu malam hari lalu, yang telah mengilhami pandangan
dan biasanya diadakan pembacaan hidup orang Jawa. Orang Jawa terbagi
kitab suci Al-Qur’an dan tahlilan. menjadi dua kultural yaitu kebudayaan
Di samping selametan- pesisir dan kebudayaan pedalaman atau
selametan itu, ada juga upacara lain kejawen. Bagi orang Jawa, kebudayaan
yang berhubungan dengan peristiwa bukan merupakan satu kesatuan yang
kematian yang disebut dengan ngijing homogen. Orang-orang Jawa menyadari
(saat memasang batu nisan pada adanya keanekaragaman yang sifatnya
makam orang). Untuk melakukan regional, yang meliputi sub kebudayaan
pemasangan batu nisan ini, ada daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
beberapa pendapat tentang waktu yang Kebudayaan Jawa bersifat heterogen
tepat bagi pemasangan batu nisan itu. sehingga watak dan tabiat masyarakat
Ada pendapat yang mengatakan bahwa juga beragam (Imam Sutardjo, 2008,
sebaikanya dilakukan bersamaan h.32).
dengan upacara dan selametan pada Daerah Jawa atau kejawen,
peringatan hari yang keseribu (nyewu menurut Laksono (1984), adalah daerah
dina). yang hingga perang Diponegoro masih
Upacara selametan dianggap secara langsung dibawah pemerintahan
sebagai salah satu elemen kebudayaan kerajaan Surakarta dan kerajaan

153
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

Yogyakarta bersama Mangkunegaran ditujunya) (Parsudi Suparlan, 1992,


dan Pakualaman. Pendapat lain, h.xii). Prinsip ini menyangkut dua hal,
terutama dari kalangan masyarakat, yaitu konsep mengenai eksistensi dan
mengatakan bahwa kehidupan orang tempat manusia di alam semesta dan
Jawa dipengaruhi secara besar-besaran segala isinya dan berbagai kegiatan
oleh paham animisme atau kepercayaan yang berkaitan dengan lingkaran hidup.
jaman prasejarah atau sebelum agama- Kedua hal ini menyangkut konsep-
agama datang ke Indonesia (Sutiyono, konsep wadah, isi, dan ekuilibrium serta
2013, h.1). ketidak teraturan unsur-unsur yang
Sejak jaman prasejarah, orang ada dalam isi sesuatu wadah. Hakikat
Jawa memiliki kepercayaan animisme, dari tindakan-tindakan keagamaan
yaitu suatu kepercayaan tentang adanya yang terwujud dalam bentuk upacara
roh pada benda, binatang, tumbuhan, adalah untuk mencapai tingkat selamat
dan juga pada manusia sendiri. Selain dan sejahtera, yaitu suatu keadaan
kepercayaan animisme, ada agama yalng ekuilibrium unsur-unsur yang ada
dianut, yakni agama Hindu dan Budha. dalam isi suatu wadah tertentu. Dengan
Paham Hinduisme datang kurang demikian, upacara selametan dapat
lebih 100 Masehi. Pengaruh agama dilihat sebagai aspek keagamaan, yaitu
ini cukup luas hingga memasuki alam sebagai arena rumus-rumus yang
pikiran bangsa Jawa pada umumnya. berupa doktrin-doktrin agama berubah
Sementara itu, paham Budhisme masuk bentuk menjadi serangkaian metafor
ke Indonesia bersamaan dengan paham dan simbol (Turner, 1974, h.17).
Hinduisme. Salah satu kepercyaan Di samping itu, upacara dapat
dari agama itu diantaranya adalah juga dilihat dari prespektif sosiologi
pelarangan dalam menggunakan yang menekankan pada aspek kelakuan.
kekerasan terhadap apapun. Manusia Hal ini sebagai contoh dapat dilihat
harus mencintai segala makhluk, dari suatu adat atau kebiasaan yang
termasuk didalamnya manusia sendiri. dilakukan secara tetap menurut waktu
Paham ini memperkaya alam pikiran dan tempat tertentu dan untuk peristiwa
asli masyarakat Jawa. Menurut tesis atau keperluan tertentu, sebagaimana
Clifford Geertz dalam bukunya The yang dikemukakan oleh Bachtiar (1973).
Religion of Java, agama bukan hanya Dalam bentuknya yang konkrit, paham
memainkan peranan bagi terwujudnya tersebut merupakan realita terhadap
integrasi, tetapi agama juga memainkan sistem kemasyarakatan, bentuk-
peranan pemecah belah dalam bentuk upacara, dan lain sebagainya.
masyarakat. Berdasarkan penelitian Dalam tradisi Jawa, berbagai upacara
yang dilakukan oleh orang Jawa di selamatan yang dibarengi dengan
Suriname (1976) bahwa sesungguhnya kesenian seperti wayang kulit, kuda
yang dinamakan agama Jawa bukanlah lumping, ketoprak, dan bermacam-
agama pemujaan leluhur. Namun, agama macam tarian merupakan sisa-sisa
itu berintikan pada prinsip utama yang peninggalan zaman sebelum Islam
dinamakan sangkan paraning dumadi datang ke Indonesia. Paham Islam
(dari mana manusia berasal, apa dan masuk ke Indonesia pada abad ke-12.
siapa dia pada masa kini, dan kemana Ajaran Islam ini memuat konsep yang
arah tujuan hidup yang dijalani dan didasarkan kepada tunduk patuh atau

154
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

pasrah kepada kehendak Allah. Ajaran Pengaruh Ajaran Islam terhadap


ini menganjurkan supaya manusia Tradisi Hindhu-Budha di Jawa
memperhatikan hukum-hukum alam Pengaruh ajaran Hindu pada
dan rahasianya (Quran Surat 10, 101) awal era Masehi cukup mempengaruhi
Menurut asumsi para ahli, selametan perkembangan kebudayaan Jawa.
pada awalnya merupakan bentuk Unsur-unsur kebudayaan Jawa berasal
upacara Jawa penganut animisme. dari masa Hindu-Budha dalam sejarah
Ketika agama Islam masuk ke Jawa, Jawa terintegrasi melalui suatu gagasan,
para wali mengadakan pendekatan. yaitu sistem khusus dari dasar-dasar
Unsur-unsur dalam upacara selamatan bagi perilaku kehidupan. Sebagai suatu
tidak dihapuskan seluruhnya, tetapi sistem, kejawen berisikan kosmologi,
beberapa doa diganti dan disesuaikan mitologi, seperangkat konsepsi yang
dengan doa dalam ajaran agama Islam. pada hakikatnya bersifat mistik, dan
Meskipun sudah di-Islam-kan, nama sebagainya. Hal ini menimbulkan
upacara itu tetap sama yaitu selametan. gagasan tentang kebudayaan Jawa
Hal itu adalah kepercayaan Jawa yang yang tersendiri. Gagasan itu adalah
bercampur dengan tradisi Islam, yang suatu sistem mengenai sifat dasar
menjadi satu kesatuan (sinkretis). manusia dan masyarakat yang pada
Tradisi selametan menjadi poros budaya gilirannya menerangkan etika, tradisi,
Islam sinkretis. Setiap gerak orang Jawa dan gaya Jawa (Niels Mulder, 1996,
penuh dengan makna dan kandungan h.16). Kebangkitan kerajaan-kerajaan
selametan. Dalam perkembangannya, masa lalu di Indonesia setelah abad
selamatan diekspresikan dengan ke-5, misalnya Sriwijaya, Mataram,
bentuk pengajian dan tahlilan. Dari sisi Majapahit, dan lain-lainnya, tidak akan
positif ritual, tahlilan itu diperbolehkan terjadi tanpa adanya revolusi intelektual
dalam agama. Tahlilan sering dikiaskan dan teknologi yang dikenalkan oleh
sebagai taman surge. Sebab, mereka kebudayaan Hindu. Kerajaan Hindu
dari berbagai kalangan dan yang atau Hindu-Budha itu menjadi
berseteru berkumpul bersama- pusat kekuasaan. Dia mendorong
sama dalam satu majelis. Selain itu, perkembangan itu tidak hanya pada
dalam majelis tersebut, setiap orang kehidupan sosial, politik, dan agama
membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, saja. Akan tetapi, hal itu juga muncul
dan mendengarkan siraman rohani dalam kesusasteraan dan kesenian
atau ceramah agama. Sebelum mereka (Sumarsam, 1955, h. 2).
kumpul bersama, mereka melakukan Permulaan abad ke-15 kekuasaan
jabat tangan, tegur sapa, saling Hindu-Jawa mulai surut. Seiring dengan
tersenyum, dan silaturahmi. Tuan meredupnya kerajaan Majapahit,
rumah (sohibul hajat) memberikan kerajaan-kerajaan Hindu di bawahnya
hidangan makanan dan minuman. juga mulai menipis karena agama
Hal ini diyakinan akan mendatangkan Islam mulai menguasai wilayah-
kebaikan (Sutiyono, 2013, h.112). wilayah perniagaan di daerah pantai.
Para pedagang Islam sudah banyak
berinteraksi dengan orang Jawa
untuk membangun persahabatan.
Kerajaan Islam pertama berpusat di

155
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

Demak. Pedagang-pedagang Islam Budaya Jawa selalu dipengaruhi oleh


yang sudah bertahun-tahun berada tiga aspek yakni religi, estetika, dan
di bawah kekuasaan raja-raja Hindu- gotong-royong (Alisyahbana, 1991).
Jawa telah mengenal baik kebudayaan Lewat jalur perdagangan,
Hindu Jawa. Pertemuan dan interaksi para mubaligh dari luar Jawa mudah
antara kebudayaan Hindu-Jawa dan menjangkau syiar Islam kepada
Islam telah terjadi bertahun-tahun. masyarakat Jawa. Seorang tokoh, salah
Agama Hindu, Budha, dan kepercayaan satu wali dari wali songo, Sunan Kalijaga,
telah berkembang lebih dahulu jika berhasil menyatukan ajaran-ajaran pra-
dibanding dengan agama Islam. Agama Islam (animisme, Hindhu, dan Budha)
Hinndu dan Budha dipeluk oleh elit dengan ajaran Islam. Dalam berbagai
kerajaan, sedangkan kepercayaan asli ritual Jawa, salah satunya adalah
yang bertumpu pada animisme dan upacara selamatan, yang semua berhasil
dinamisme dipeluk oleh kalangan dimasuki simbol ajaran Islam oleh
awam. Walaupun ketiga kepercayaan Sunan Kalijaga. Simbol ajaran Islam yang
tersebut berbeda, semua kepercayaan terdapat dalam pelaksanaan upacara
tersebut pada satu titik. Islamisasi selametan dikenal dengan tahlilan.
besar-besaran baru terjadi abad ke- Tahlilan secara harfiyah ialah membaca
15 dan ke-16 yaitu dengan ditandai kalimat Laa Ilaahaillallaah. Kemudian,
jatuhnya kerajaan Majapahit (Negara acara itu juga menggunakan nama
Hindu) pada tahun 1478. Hal ini juga acara kenduri (kenduren/selametan)
ditandai dengan berdirinya kerajaan yang merupa-kan sebuah acara yang di
Demak sebagai Negara Islam pertama dalam pelaksanaanya membaca ayat-
di Jawa (Amin, 2002, h.v). ayat Al-Qur’an, dzikir, dan sebagainya,
Meskipun tradisi kebudayaan yang pahalanya dikirimkan untuk orang
Islam telah diperkenalkan, umumnya, yang sudah meninggal. Rangkaian tahlil
tradisi kebudayaan Hindu-Jawa dilakukan sebagai sebuah anjuran
hidup terus. Hal itu berkembang untuk melakukan kebaikan sebanyak
di daerah-daerah tertentu ataupun mungkin. Dalam jumlah ganjil, ritual ini
dalam percampurannya sebagai ada makna, yakni bahwa sesungguhnya
komplemen kepada tradisi Islam. Allah itu ganjil (tunggal/esa) dan
Lahirlah sinkretisme, paham yang yang menyukai ganjil. Sampai saat ini,
menggabungkan Hindhu, Budha, masyarakat Jawa menganggap bahwa
animisme dan Islam, adalah upaya orang yang berhasil menancapkan
untuk mempersatukan. Sebagia kebudayaan Jawa. Orang itu adalah
contohnya adalah sinkretisme, misalnya Sunan Kalijaga. Oleh karenanya, upacara
kenduri atau selamatan. Sinkretisme selamatan menjadi poros kebudayaan
sebagaimana dipahami oleh John R. Jawa. Penyebaran agama Islam oleh
Bowen dalam tulisannya Religious para Wali Songo dilakukan dengan
Practice (2002) adalah percampuran menggunakan metode alkuturasi agama
antara dua tradisi atau lebih. Hal ini Islam dengan budaya setempat. Tahlilan
terjadi ketika masyarakat mengadopsi muncul sebagai jalur terobosan yang
sebuah agama baru dan berusaha fleksibel dalam merubah kebiasaan
membuatnya tidak bertabrakan dengan negatif yang dilakukan oleh masyarakat.
gagasan dan praktek budaya lama. Hal tersebut dilakukan oleh para wali

156
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

dengan menggunakan pengetahuan sumber konflik dan dasar-dasar


sosial dan intelektual yang diajarkan integrasi antara priyayi, abangan dan
(Muhammad Iqbal Fauzi, 2014, h.19). santri. Para pengikut dari ketiga corak
Dalam sejarah penyebaran Islam sikap kultural terhadap agama dari para
di Jawa, Islam mengalami perkembangan pemeluk islam yang dianggap terdapat
yang unik. Dari segi agama, suku Jawa di Jawa.
belum menerima pengaruh agama dan Hal tersebut menarik bila ditinjau
kebudayaan Hindu. Suku Jawa masih dari sudut agama. Sebab, pandangan
dalam taraf animisme dan dinamisme. tersebut bersifat sinkretis, yakni
Mereka memuja roh nenek moyang. mempengaruhi watak kebudayaan Jawa.
Mereka juga percaya dengan kekuatan Sinkritisme ditinjau dari segi agama
gaib yang terdapat pada benda, merupakan suatu sikap atau pandangan
tumbuh-tumbuhan, binatang, dan yang yang tidak mempersoalkan benar
dianggap memiliki daya sakti. Suku salahnya suatu agama. Sikap tersebut
Jawa menerima pengaruh agama dan tidak mempersoalkan murni atau
kebudayaan Hindu. Di Jawa, Hindu tidak murninya suatu agama. Sesudah
menyebar melalui pemahaman dan kerajaan Majapahit runtuh dan berganti
pengolahan golongan bangsawan serta zaman Islam, hal itu berpengaruh
cendikiawan Jawa. Geertz (1989, h.529) pada dasar pandangan sinkretis dari
mengatakan bahwa bahwa di Jawa kebudayaan Jawa secara langsung,
sering terjadi manifestsi Islam sinkretik yakni menunjang pertumbuhan Islam
dalam arti kepercayaan dan ritual-ritual Kejawen. Kejawaan atau kejawen
Jawa tetap dipertahankan sebagai ritual bukanlah suatu kategori keagamaan,
Islam setempat. Hasil sinkretis itu sudah tetapi menunjuk kepada suatu etika
mewarnai kehidupan masyarakat Jawa dan gaya hidup yang diilhami oleh cara
sehingga hampir sulit dipisahkan antara pemikiran Javanisme (Niels Mulder,
kepercayaan asli dan kepercayaan yang 1996, p.17).
mempengaruhinya.
Geertz mengemukakan Selametan Kematian di Desa Jaweng,
pandangannya dengan mengatakan Boyolali, Jawa Tengah
bahwa Islam tidak pernah sungguh- Masyarakat Jaweng, Kecamatan
sungguh dipeluk di Jawa kecuali Simo, Kabupaten Boyolali, masih
dikalangan komunitas kecil para melakukan tradisi yang secara turun
pedagang dan hampir tidak ada sama temurun masih diyakini dan dipercayai.
sekali di lingkungan keraton. Geertz Tradisi itu salah satunya adalah tradisi
memilih masyarakat Jawa ke dalam selametan kematian. Tradisi yang
tiga golongan utama yaitu santri yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jaweng
merupakan kalangan muslim ortodoks sekarang berbeda dengan tradisi
priyayi (kalangan bangsawan yang selametan kematian yang dahulu yang
dipengaruhi oleh tradisi-tradisi Hindu- diwariskan oleh Hindu Budha. Tradisi
Jawa dan abangan, masyarakat desa selametan kematian Desa Jaweng
yang masih kental dengan tradisi dan hasil dari “sentuhan alkuturasi” yang
kepercayaan lokal. Pandangan Geertz dilakukan oleh ajaran Wali Songo. Agama
yang tertuang dalam bukunya, The atau ajaran Islam diinterpretsaikan dan
Region of Java, membicarakan sumber-

157
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

diwujudkan dalam pelaksanaan tradisi yang dialami oleh keluarganya. Sebab,


tersebut. ada keluarga almarhum yang seringkali
Masyarakat Desa Jaweng dalam bermimpi bertemu dengan almarhum.
pelaksanaan tradisi selametan kematian Menanggapi hal ini, masyarakat Desa
tidak melakukan peringatan surtanah Jaweng sering mengartikan bahwa hal
(selametan setelah penguburan), dan itu merupakan tanda agar keluarga tidak
nelung dina (selametan setelah tiga lupa akan hari peringatan kematian
hari). Kebiasaan atau adat selametan tersebut.
orang mati dilakukan dengan pengajian Tahlilan atau selametan
dari hari pertama sampai hari ke tujuh kematian diawali oleh pihak keluarga
setelah meninggal. Setelah selesai yang meninggal dengan mengundang
pengajian itu, selametan atau peringatan tetangga dan sanak saudara secara lisan
pitung ndinteni (hari ketujuh), untuk menghadiri acara tersebut. Acara
ngawandasa ndinteni (hari ke empat tersebut diselenggarakan di rumah
puluh), nyatus ndinteni (hari keseratus), duka. Acara akan dimulai apabila para
mendak pisan (peringatan setahun tamu undangan sudah banyak yang
meninggalnya), mendak kaping kalih datang dan dianggap cukup. Bahkan,
(peringatan dua tahun meninggalnya), orang yang tidak diundangpun kadang-
dan yang terakhir nyewu (hari keseribu kadang turut menghadiri acara tahlilan
setelah meninggalnya) dilakukan. sebagai ekspresi penyampaian rasa ikut
Sampai empat puluh hari sejak orang berduka.
meninggal dunia, lingkungan rumah
seperti di dalam kamar almarhum,
lampu harus tetap dinyalakan dan
tidak boleh membuang air panas di
sembarang tempat. Sesuai kepercayaan
masyarakat Desa Jaweng, hal itu
dikhawatirkan melukai arwah yang
telah meninggal.
Selain itu, perbedaan yang lain
terletak pada kebiasaan seperti yang
terdapat dalam keranjang tempat
tidur almarhum. Keranjang atau Gb.1. Proses Memasak dalam Tradisi
tempat tidur almarhum langsung Selametan Kematian
di pindahkan ke luar rumah supaya (Sumber Dokumentasi: Dinia Agustia
terkena angin. Hal ini bertujuan agar Artika Sari, 2017)
sukma orang yang meninggal segera
menghilang dengan tenang. Sebab
mereka percaya bahwa arwah orang
yang meninggal sebelum 40 hari masih
sering mengunjungi rumah. Selain itu,
arwah itu akan datang atau mendekati
rumah mereka bila akan diadakan
peringatan kematiannya. Keadaan ini
sering diinterpretasikan dari mimpi

158
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

perkembangan jenis makanan. Sebagi


contohnya, masyarakat menganti berkat
dengan sembako (sembilan bahan
pokok) seperti beras, gula, teh, telur,
dan lain-lain.
Makanan dalam upacara tradisi
tersebut dibagikan kepada masyarakat
dan sanak saudara terdekat pada
waktu siang hari. Makanan yang di
Gb.2. Kemasan yang digunakan untuk bagikan biasanya disebut dengan berkat
makanan (berasal dari bahasa Arab) yang artinya
(Sumber Dokumentasi: Dinia Agustia barokah. Proses berjalannya acara
Artika Sari, 2017) tersebut sudah menjadi kebiasaan
pada umumnya. Acara dipimpin
oleh tokoh masyarakat yang sudah
ditunjuk oleh pihak tuan rumah seperti
seorang ulama atau ustadz. Untuk
agenda malam hari, tuan rumah atau
penyelanggara mengadakan tahlilan
setelah ibadah shalat isya oleh bapak-
bapak. Acara dimulai dengan membaca
do’a, ayat-ayat Al-Qur’an, sholawat, dan
berdzikir. Acara selametan kematian
oleh masyarakat Jaweng pada umumnya
dilakukan dengan pembacaan tahlil, Al-
Qur’an, dan pembacaan doa-doa secara
bersama. Doa itu ditunjukkan untuk
Gb.3. Makanan yang disajikan dalam
orang yang sudah meninggal. Biasanya,
Tradisi Selametan Kematian
ritual ini dilakukan dengan diawali
(Sumber Dokumentasi: Dinia Agustia
pembacaan surat Yasin, pembacaan
Artika Sari, 2017)
tahlil, dan ditutup dengan pembacaan
do’a.
Makanan yang disajikan pun
memiliki cara penyajian dan jenis
SIMPULAN
tertentu. Makanan yang disajikan
Kebudayaan Hindu-Budha di
tidak menggunakan tumpeng
Jawa merupakan kepercayaan yang
maupun sesajen. Namun, makanan itu
tersebar sejak dahulu. Akan tetapi.
menggunakan cething yang berisi nasi,
sebelum kepercayaan Hindu-Budha
lauk pauk seperti ayam goreng, tempe
muncul, zaman dahulu sudah mengenal
goreng, telur, kerupuk, bakmi, sayur
kepercayaan animisme dan dinamisme
sambal goreng, dan gulungan nasi gurih.
pada zaman prasejarah. Zaman dahulu
Akan tetapi, ada kalanya makanan
lebih tepatnya zaman prasejarah,
tersebut disajikan dengan cara yang
tradisi selametan semacam ini masih
berbeda-beda. Dalam perkembangan,
menggunakan sesaji dan masih memuja
masyarakat Desa Jaweng mengikuti
roh-roh nenek moyang. Namun yang

159
Haluan Sastra Budaya, Vol. 1, Number 2 December 2017

terjadi di Desa Jaweng, tradisi selametan sekedar menyambung ikatan saudara


kematian untuk sekarang ini sudah dengan masyarakat satu dengan yang
mengandung simbol nilai-nilai ajaran lain agar terciptanya hubungan yang
Islam. Hal itu dilakukan tanpa merubah erat demi kepentingan bersama.
kebudayaan yang menjadi ciri khasnya.
Dari segi makanan yang disajikan, DAFTAR PUSTAKA
sebagai contohnya, masyarakat
dikenalkan nama berkat yang berisi Geertz, C. (1989). Abangan, Santri,
nasi, lauk pauk seperti ayam goreng, Priyayi Dalam Masyarakat
tempe goreng, telur, kerupuk, bakmi, Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya
sayur sambal goreng, dan gulungan nasi https://id.m.wikipedia.org/wiki/
gurih. Selamatan diakses hari Minggu
Seiring perkembangan zaman, 12 Maret 2017, pukul 19:11
beberapa masyarakat Desa Jaweng WIB
tidak lagi menggunakan makanan https://aswajamag.blogspot.
matang tetapi makanan digantikan co.id/2015/01/dalil-dan-
dengan bahan sembako seperti beras, hukum-ahlilankenduri.
gula, teh, minyak, dan lain-lain, untuk html?m=0 diakses hari Sabtu
dibagikan ke tetangga sekitar. Untuk 25 Maret 2017, pukul 11.20
penyajian makanan, masyarakat WIB
umumnya menggunakan besek. Namun, Mulder, N. (1996). Pribadi dan
di lingkungan masyarakat Desa Jaweng, Masyarakat di Jawa. Jakarta:
hal itu telah diganti dengan tempat Pustaka Sinar Harapan
plastik, yang dikenal dengan ceting. Murdiyatmoko, J. (2007). Sosiologi:
Biasanya, tradisi selametan yang Memahami dan Mengkaji
dilakukan masyarakat Desa Jaweng Masyarakat untuk SMA/MA
diisi dengan ceramah ajaran Islam atau Kelas X. Bandung: Grafindo
tausiyah, membaca do’a, ayat-ayat Al- Media Pratama
Qur’an dan sholawat, dan berdzikir. Hal Sutardjo, I. (2008). Kajian Budaya Jawa.
ini sering dinamakan dengan tahlilan. Surakarta: Jurusan Sastra
Perkembangan teknologi Daerah – Fakultas Sastra dan
dan ilmu pengetahuan juga turut Seni Rupa Universitas Sebelas
mengubah cara berpikir masyarakat Maret Surakarta.
Desa Jaweng. Tradisi merupakan Simuh. (1988). Mistik Islam Kejawen
pewarisan serangkaian kebiasaan dan Raden Ngabehi Ranggawarsita:
nilai-nilai dari generasi ke generasi Suatu Studi Terhadap Serat
berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan Wirid Hidayah Jati. Jakarta: UI-
dari serangkaian kegiatan selametan Press, 1988, h. 1-2
kematian masih dianggap baik dan
relevan oleh masyarakat. Tradisi
semacam ini perlu diambil nilai positif
yang terkandung oleh masyarakat itu
sendiri. Sebagai contoh, tradisi tersebut
digunakan untuk silaturrahmi atau

160
Dinia Agustia Artika Sari – Selametan Kematian di Desa Jaweng Kabupaten Boyolali

Sutiyono, (2013). Poros Kebudayaan


Jawa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sutiyono. (1977). Adat Istiadat Daerah
Istimewa Yogyakarta. Proyek
Penelitian Dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah Pusat
Penelitian Sejarah Dan Budaya
Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan.
Riyanto, A. (2014). “Persepsi Masyarakat
Bontang Terhadap Tradisi Pesta
laut Di Kelurahan Bontang
Kuala” dalam e-Journal Ilmu
Sosiatri, 2014.
Iqbal Fauzi, M. (2014). “Tradisi Tahlilan
Dalam Kehidupan Masyarakat
Desa Tegalangus (Analisis Sosio
Kultural)” Skripsi, Universitas
Islam Negeri Jakarta.

161

Anda mungkin juga menyukai