Provinsi
Papua
Barat,
Indonesia.
Wasior
adalah
desa
terbesar kabupaten Teluk Wondama. Di desa ini ada toko, gereja, pelabuhan dan
bandar udara. Wasior berada tpat di hulu DAS Wasior, perhatikan gambar di
bawah ini :
Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat
karena disertai dengan muatan masif bongkah-bongkah batuan dan tanah (sering
pula disertai dengan batang-batang kayu) yang berasal dari arah hulu sungai.
Selain berbeda dari segi muatan yang terangkut di dalam aliran air tersebut, banjir
bandang ini juga berbeda dibandingkan banjir biasa. Sebab, dalam proses banjir
ini, terjadi kenaikan debit air secara tiba-tiba dan cepat meskipun tidak diawali
dengan turunnya hujan.
Gambar 4. Kondisi cuaca ekstrim memungkinkan sebagai pemicu longsoran dan banjir
bandang.
Coba perhatikan muka air tanah (warna biru) yang terpotong oleh garisgaris terputus. Disitu berarti air tanahnya terkuak dan air tanah itu keluar seperti
mata air yang akhirnya menjadi sumber air ketika longsoran itu berubah menjadi
banjir air lumpur pada akhirnya. Tentu saja lebih mudah dimengerti apabila kita
melihat cara tiga dimensi. Seperti morfologi dari sekitar Wasior.
Menganalisis Penyebab Banjir di Wasior
Permasalahan yang sering kita hadapi ketika tibanya musim hujan adalah
banjir, banjir merupakan bencana alam yang sangat merugikan baik materiil
maupun non materiil, kerusakan pemukiman, lahan pertanian serta infrastruktur
lain dan terganggunya aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Beberapa literatur
menyebutkan, penyebab banjir ada banyak faktor, antara lain karena perubahan
lahan, erosi & sedimentasi, bangunan atau permukiman di tepi sungai,
perencanaan penggunaan lahan yang kurang baik, sistem drainase yang buruk,
curah hujan yang tinggi, fisiografi sungai, kapasitas sungai, pengaruh air pasang,
dan global warming.
Secara umum, banjir yang terjadi karena ketidakmampuan tanah untuk
menyerap limpahan air hujan yang jatuh ke tanah. Pendangkalan dan perubahan
berbagai penampung air seperti sungai, waduk, danau dan lainnya terus terjadi
sehingga badan air tersebut tidak mampu lagi menampung air hujan. Meluapnya
sungai sering menjadi penyebab terjadinya banjir.
Demikian juga yang terjadi di Wasior. Sungai Batang Salai dan beberapa
anak sungai lain yang berhulu di Pegunungan Wondiwoy dan mengalir membelah
Kota Wasior meluapkan air karena tingginya curah hujan sejak beberapa hari
sebelumnya. Luapan air bercampur batang pohon, lumpur, kayu, batu, dan
material lainnya inilah yang memporak-porandakan Wasior.
Kondisi Geografis Di Wasior
Kondisi geografis Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat,
tergolong rentan bencana banjir bandang. Daerah tersebut berupa bentang alam
datar dan luas, tepat di mulut lembah sungai pada kaki perbukitan yang curam.
Pada daerah hulu memiliki ketinggian > 1000 m dpl, sedangkan daerah daratan
paling rendah memiliki ketinggian < 200, dengan luas wilayah yang tidak terlalu
besar sehingga menyebabkan lereng sangat curam dan jika terjadi banjir atau
longsor efeknya bisa merusak karena meluncur di kemiringan yg curam. Dengan
topografi curam dan tingkat kerentanan longsor yang tinggi, hutan lebat bukan
berarti bisa menjamin tidak akan terjadi longsor ketika terjadi cuaca ekstrem
seperti sekarang ini.Lokasi Wasior berada di bagian bawah cagar alam Wondiboy.
Cagar alam itu konturnya curam dan berupa pegunungan. Daerahnya curam dan
perubahan cuacanya juga cepat. Kondisi tanah di Wasior cepat rapuh dan lembek.
Kondisi tanah yang demikian, merupakan pengaruh akibat terlalu dekat dengan
hutan cagar alam yang memang gembur tanahnya.
Papua Barat memang memiliki topografi yakni gunung curam. Oleh
karena itu, banyak kawasan cagar alam atau konservasi. Karena topografinya yang
curam, kawasan ini apabila penggunaan lahannya salah, akan menyebabkan
longsor.
Gambar 6. Wasior dan daerah yang rawan banjir bandang Rona cerah menunjukkan
longsoran (banjir bandang) di masa lampau
seimbang menangkap air hujan, banyak wilayah di Indonesia yang juga tinggi
kerentanannya, terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Penyebab banjir bandang di Wasior, Papua Barat, bukan disebabkan
pembalakan liar atau illegal logging. Melainkan adanya evolusi morfologi atau
perubahan bentuk tanah yang terjadi di lokasi bencana. Hutan yang berada
perbukitan merupakan cagar alam sekaligus hutan produksi terbatas. Tidak ada
perusahaan HPH (Hak pengelolaan hutan) yang beroperasi di hutan perbukitan
tersebut. Termasuk penebangan liar, mengingat topografi hutan perbukitan itu
yang tergolong curam. Hal itu juga didasarkan pada perbandingan citra satelit
antara tahun 2000 dan 2009 yang menunjukkan bahwa tutupan lahannya hanya
berubah satu persen. Hampir 95 persen hutan primer masih dalam kondisi bagus.
Tidak terlihat adanya areal terbuka yang mengindikasikan adanya penebangan liar.
Aktivitas manusia di pegunungan dan DAS sangat minim karena kondisi topografi
yang sangat curam. Hal itu diperkuat dengan fakta bahawa hutan di Wasior
merupakan cagar alam sehingga sangat dijaga dan diawasi dengan ketat sehingga
kecil kemungkinan ada kegiatan hak penguasaan hutan di sana.
Gambar 7. Proses Denudasional Berupa Kipas Aluvial yang Mencirikan Adanya Luapan
Pada Masa Silam (Puguh D. Raharjo, 2010)
Dari segi tutupan lahan di wilayah tersebut tidak ada aktivitas illegal
loging dan hutan di sana masih terjaga serta termasuk hutan konservasi, fenomena
Uji Kompetensi Dasar 3, Geografi Regional Indonesia 2
akhirnya menjadi bendungan alami sungai. Dengan lereng yang demikian curam,
ketika bendungan tak sanggup menahan massa air yang bercampur dengan
lumpur, batu, dan kayu atau pohon, air akan meluncur dengan cepat mengikuti
gaya gravitasi. Fenomena tersebut dikenal dengan aliran debris (debris flow) yang
bersamaan dengan banjir bandang (flash flood).
Banjir bandang yang terjadi di Wasior hanya berlangsung beberapa menit
saja. Demikian pula saat surutnya debit berlangsung sangat cepat. Hal ini
menunjukkan bahwa ada volume air besar yang berada di hulu yang menggelontor
dengan cepat dan waktunya bersamaan. Tiga sungai yang ada, yaitu Sungai
Sanduai, Sungai Anggris, dan Sungai Manggarai meluap dan bendungan yang
terbentuk ini akhirnya tidak kuat menahan air. Terlebih lagi dengan karakteristik
sungai di sana yang berbentuk huruf V. Air kemudian meluncur dengan kecepatan
tinggi dan volume yang besar. Air limpasannya mengalir sedemikian kencang
akibat lintasan sungai yang relatif lurus memanjang. Kencangnya arus air itu yang
kemudian membongkar timbunan tanah dan batang-batang pohon sisa longsoran
yang menyumbat sungai dan menghantam desa-desa di sekitar sungai.
Bukti bahwa tanah dan batang pohon yang terbawa banjir adalah sisa
longsor akibat gempa, dapat dilihat dari fisik gelondongan kayu. Secara kasat
mata terlihat bahwa gelondongan yang masih utuh berikut dengan akarnya itu
sudah tidak lagi dibungkus kulit kayu utuh. Artinya kayu sudah lama terendam air
Uji Kompetensi Dasar 3, Geografi Regional Indonesia 2
hingga kulit lapuk dan habis. Kalau hanya karena hujan, kulitnya tidak akan
terkelupas. Artinya kayu hasil longsor masuk ke sungai dan terbendung lama atau
menyumbat di sungai. Kayu-kayu gelondongan yang terseret banjir itu bukan
merupakan hasil penebangan liar hutan cagar alam sekitar Wasior. Sebab batang
pohon hasil tebangan tidak mungkin menyertakan akar-akarnya secara utuh
seperti yang kini bergeletakan di Wasior.
Hujan selama enam jam yang didahului hujan empat hari sebelumnya
tidak mungkin menghasilkan debit air banjir seperti yang terjadi. Air diduga
merupakan air banjir normal ditambah akumulasi limpasan yang tertahan
sumbatan palung akibat tanah longsor. Tingginya curah hujan membuat dua danau
kecil yang berada di pegunungan sekitar kota Wasior meluap hebat. Arus air
menjadi sedemikian kencang seperti gelombang tsunami, sebab jalur sungai yang
mengalirkan air danau berbentuk lurus.
Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu, rawan
menyebabkan tanah longsor. Sementara itu, barisan pegunungan di Kabupaten
Teluk Wondama yang memiliki ketinggian rata-rata 1.800 di atas permukaan laut
(dpl), terdapat banyak sungai dengan topografi sangat curam menuju pantai
sebelah barat. Topografi daerah aliran sungai (DAS) di kawasan tersebut
dikategorikan kelas curam hingga sangat curam karena penampang sungai
sebagian besar berbentuk V. Di kiri-kanan sungai merupakan lereng dari
pegunungan yang sangat terjal. Kondisi demikian sangat memungkinkan
timbulnya sumbatan sungai akibat adanya material longsoran.
Total curah hujan yang tertahan di dalam pepohonan itu hanya 15 persen.
Sementara itu, karena curah hujan yang berat bisa menyebabkan tanah jenuh.
Apabila jenis tanah tersebut adalah batuan yang rapuh, maka peristiwa longsor
akan mudah sekali terjadi. Curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya
longsor di hulu sungai. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa wilayah tersebut
merupakan daerah patahan dan jenis tanah di sana mudah sekali tererupsi.
Selain itu, adanya tata ruang yang kurang tepat menjadi salah satu faktor
penyebab banjir bandang. Wasior seharusnya merupakan zona penyangga yang
disebut dengan Hutan Produksi Terbatas. Di zona itu pula, tidak diperbolehkan
secara sembarangan mengalihkan fungsi. Wasior tidak tepat untuk dijadikan
Uji Kompetensi Dasar 3, Geografi Regional Indonesia 2
pemukiman padat atau dijadikan kota karena ini kawasan hutan produksi terbatas.
Artinya, kalau ada penduduk yang akan bermukim tetap harus ada pengelolaan
lingkungan yang ketat. Penataan suatu ruang harus mengikuti kaedah lingkungan
sesuai kaidah kawasan hutan produksi tetap dan kawasan cagar alam.
Hujan yang melanda secara terus-menerus, membuat hutan resapan air
yang mulai menipis, sangat sulit untuk menahan beban air yang besar akibat hujan
terus-menerus. Papua Barat memiliki kerentanan terhadap bencana ekologis.
Penyebabnya adalah alih fungsi lahan secara masif di kawasan itu. Ini berarti
perubahan lahan ternyata menduduki rangking pertama dalam menyebabkan
banjir di suatu kawasan daripada penyebab lainnya. Apabila suatu hutan yang
berada dalam suatu daerah aliran sungai (DAS), misalnya, diubah menjadi
permukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat sampai 20 kali. Tentu
saja besar kecilnya peningkatan debit yang bersumber dari run-off (aliran
permukaan) ini tergantung dari jenis hutan dan jenis permukimannya.
Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada aliran
permukaan. Perlu diketahui bahwa hujan yang jatuh diatas tanah, sebagian
meresap ke dalam tanah dan sebagian lainnya menjadi run-off. Aliran inilah yang
menjadi penyebab utama banjir. Kecepatan aliran run-off akan tergantung dari
kemiringan lahan dan penutup lahan. Sedangkan resapan air ke dalam tanah
tergantung pada jenis tanah yang ada.
Faktor penutupan vegetasi cukup signifikan dalam mempengaruhi
pengurangan ataupun peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat
mempunyai tingkat penutupan kanopi yang tinggi. Apabila hujan turun di wilayah
hutan tersebut, faktor kanopi vegetasi ini akan memperlambat kecepatan aliran
permukaan. Ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi non hutan, misalnya
menjadi permukiman, maka penutupan lahan kawasan ini akan mempunyai
resistensi untuk menahan aliran ini lebih kecil sehingga aliran permukaan akan
tidak tertahan dan inilah yang menyebabkan potensi banjir. Kondisi ini yang
terjadi di Wasior. Konon perubahan lahan hutan baik legal ataupun illegal telah
terjadi sangat signifikan di wilayah ini khususnya di hulu sejak puluhan tahun
terakhir ini. Terjadi penebangan hutan untuk pemekaran kota di sekitar areal
hutan.
Uji Kompetensi Dasar 3, Geografi Regional Indonesia 2
10
11
12
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15