Cara Pengerjaan :
1. Kerjakan dalam File soal ini kemudian diunggah dalam bentuk PDF
2. Nama file yang diunggah : UASHIDROLOGIDAS/Nama/
3. Bila foto pecah dapat diupload terpisah sebagai lampiran.
JAWABAN
A. Sungai Bengawan Solo
Menurut Van Bemelen (1949) formasi geologi yang terdapat pada DAS
Bengawan Solo didominasi oleh kompleks gunung api Merapi-Merbabu dan Lawu.
Jenis batuan yang mendominasi adalah batu apung konglomerat, breksi, tufa, kuarsa
yang mengandung andesit dan formasi batuan vulkan. DAS Bengawan Solo bersumber
pada daerah pegunungan tersier yang meluas sepanjang pantai selatan pulau Jawa.
Daerah pegunungan ini terdiri dari formasi batuan induk dan batuan gamping yang
terbentuk pada zaman meosen. Lembah solo hulu dan tengah dikelilingi oleh tiga buah
gunung berapi atau bekas gunung berapi yang lereng-lerengnya tertutup oleh bahan-
bahan lepas seperti konglomerat, pasir dan debu vulkanis. Lembah Solo hilir
merupakan dataran alluvial yang dibatasi oleh pegunungan tersier yang terdiri dari batu
pasir tufa, batu lempung dan batu gamping yang terbentuk pada zaman meosen.
Disebelah selatan dibatasi oleh pegunungan Kendeng yang terbentuk dari batuan
tersier.
Penggunaan Gambar
lahan
Persawahan
dan
perkebunan
Waduk
Saluran irigasi
Adapun potensi positif dan negatif yang dapat diidentifikasi di wilayah sungai
Bengawan Solo. Potensi positifnya seperti tempat pembuatan tambak ikan, pembuatan
saluran irigasi, tempat wisata ketika musim kemarau. Sedangkan, potensi negatifnya
seperti dapat terjadinya banjir dan longsor pada musim penghujan serta penambangan
pasir liar.
Tambak ikan
Saluran irigasi
Tempat wisata
Kracakan di WS
Bengawan Solo
Banjir
Longsor
Penambangan Pasir
Liar
Beberapa aktivitas yang menyebabkan penurunan kualitas air di aliran sungai
Bengawan Solo adalah aktivitas manusia, perubahan tata guna lahan dan beragamnya
pola hidup masyarakat perkotaan. Penurunan kualitas air terjadi sebagai akibat
pembuangan limbah yang tidak terkendali dari aktivitas pembangunan di sepanjang
sungai yang tidak sesuai dengan daya dukung sungai (Mawardi, 2010). Pullanikkatil et
al., (2015) menyatakan bahwa kegiatan di sepanjang bantaran sungai, seperti
pemukiman dan pertanian berpengaruh pada kualitas air, semakin ke hilir sungai
tekanan pencemaran semakin tinggi. Selain dua wilayah tersebut, area industri yang
menghasilkan logam dari aktivitasnya, memberikan pengaruh pada lingkungan
terutama kualitas air (Setyaningrum et al., 2014).
Gambar 3. Kondisi air tercemar limbah
Gambar diatas merupakan kondisi air wilayah sungai bengawan solo yang tercemar
limbah. Sungai Bengawan Solo sering mengalami pencemaran seperti tercemar limbah,
dan sampah. Tercemarnya air dapat menyebabkan tidak seimbangnya ekosistem seperti
banyak ikan yang mati, kondisi air yang tidak layak untuk dimanfaatkan masyarakat,
air berwarna hitam pekat dan air menjadi bau. Salahsatu daerah yang pernah diberitakan
mengalami pencemaran yaitu di Kabupaten Blora dan Bojonegoro. Sepanjang aliran
Sungai Bengawan Solo mengalir hanya melihat hamparan tanaman eceng gondok dan
air berwarna hitam pekat. Aroma tidak sedap menyeruak ketika semakin dekat,
berbagai jenis ikan terlihat mati mengambang dan ada rasa gatal di kulit saat mencoba
membasahi tangan. Puluhan perahu nelayan hanya bersadar di dermaga sepanjang
Bengawan Solo, aktivitas ratusan nelayan mencari ikan yang sebelumnya cukup ramai
dari pagi hingga petang kini terhenti setelah sungai itu tercemar.
B. Sungai Mahakam
Batuan tertua yang tersingkap adalah batuan Pra-Tersier dari Komplek Ofiolit dan
Ultramafik yang berumur Trias, keduanya saling berkontak struktur. Tidak selaras di
atasnya terdapat Bancuh Kelinjau dan Formasi Telen berumur Jura, keduanya juga
saling berkontak struktur. Tidak selaras di atasnya terdapat Bancuh Tabang dan
Komplek Embaluh yang berumur Kapur, masing-masing juga saling berkontak
struktur. Tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier terdapat seri batuan sedimen yang
berumur dari Paleosen hingga Plistosen antara lain FormasiFormasi Tanjung, Toyu,
Pamaluan, Warukin, Wahau, Pulau Balang, Balikpapan, Marah, Mangkupa, Tabalar,
Kedango, Karangan, Maluwi, Lembak, Batu Kelau, Haloq, Batu Ayau, Sembakung,
Merangoh, Menumbar, Tendehhantu, Batugamping Ritan, Bebuluh, Berai, Latih,
Birang, Maau, Labanan, Golok, Domaring, BatuKutai Kartanegara and East Kutai
Kayan Niut, Dahor dan Kampung Baru. Kemudian diikuti oleh Batuan-Batuan
Gunungapi Komplek Embaluh, Mentulang, Jelai dan Nyaan yang berumur dari Eosen
hingga Pliosen. Pada beberapa tempat tertentu batuan-batuan tersebut di atas diterobos
oleh batuan intrusi Granit Kelay, Diorit Ritan, Granit-Granodiorit Sintang dan Diorit
Antan yang berumur dari Oligosen hingga Plistosen. Sekuen batuan tersebut ditutupi
oleh Batugamping Terumbu Koral, Aluvium Sungai dan Danau, serta Aluvium Rawa
dan Pantai, sebagai batuan termuda di daerah penyelidikan yang mana proses
pengendapannya masih berlangsung hingga kini.
DAS Mahakam merupakan pusat dari kegiatan banyak pihak, mulai dari sektor
industri, pertanian, kehutanan, pertambangan, hingga pusat kegiatan ekonomi
masyarakat. Selain itu, sungai Mahakam yang menjadi titik tengah DAS Mahakam
merupakan urat nadi kehidupan sebagian besar masyarakat Kalimantan Timur,
terutama masyarakat yang beraktivitas dan hidup di dalam kawasan DAS Mahakam.
Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan
masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai
prasarana transportasi. Kegiatan tambang emas dan batu bara dapat dijumpai di bagian
hulu Sungai Mahakam. Kegiatan ini membuat kerusakan pada DAS Mahakam.
Daerah pertambangan
Banyaknya aktivitas manusia dan lahan yang digunakan di sekitar wilayah sungai
Mahakam dapat menimbulkan potensi negatif maupun positif. Potensi negatifnya yaitu:
- Banjir
- Longsor
- Pendangkalan sungai
- Berkurangnya populasi ikan pesut
- Terganggunya ekosistem mangrove
Tabel 6. Potensi negatif beserta gambar
Longsor
Pendangkalan sungai
Sedangkan potensi positif juga banyak seperti sebagai sektor perikanan, prasaran
transportasi, dan tempat wisata.
Prasaran transportasi
Tempat wisata
C. Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung adalah salah satu sungai yang melewati wilayah administratif
DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, yang bermuara di Banjir
Kanal Barat (BKB) menuju ke Laut Jawa. Secara geografis lokasi pekerjaan terletak di
DKI Jakarta dan Kota Depok pada 6°12’ Lintang Selatan (LS) dan 106°48’ Bujur Timur
(Bujur Timur). Karakteristik sungai Ciliwung berpola dendritik-paralel. Tipe iklim
DAS Ciliwung hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson yang
didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm ) dan
Bulan Kering (< 100 mm ) adalah termasuk kedalam Type A. Berdasarkan
klasifikasi Oldeman tipe iklim di DAS Ciliwung hulu termasuk pada tipe iklim B2 yang
mempunyai 7 sampai 9 bulan basah berurutan dan 2 sampai 4 bulan kering, dan tipe
iklim C1 yang mempunyai 5 sampai 6 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan
kering (Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003 b). Tipe iklim B2 terdapat di
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, sedangkan tipe ikllim C1
terdapat di Kecamatan Ciawi ((Ditjen Penataan Ruang Depkimpraswil 2003 b).
Gambar 9. Kondisi sungai Cliwiung
Secara garis besar lokasi pekerjaan di Sungai Ciliwung sepanjang ±40 km yang
dimulai dari Pintu Air Manggarai Jakarta ke arah hulu sampai dengan Kota Depok dan
Kabupaten Bogor dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan morfologi, yang meliputi :
Morfologi Daerah Kipas Endapan Gunung Api Bogor ini menyebar dari
arah selatan ke utara dengan Kabupaten Bogor sebagai puncaknya. Daerah ini
ditempati oleh rempah‐rempah gunung api berupa tuf, konglomerat serta lapisan
breksi yang sebagian besar telah mengalami pelapukan kuat dengan batuan
berwarna merah kecoklatan.
Sesuai dengan data penelitian mengenai kondisi geologi yang telah dilakukan
oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air, Departemen Pekerjaan Umum, kondisi geologi di sepanjang lokasi pekerjaan di
Sungai Ciliwung sepanjang ±40 km yang dimulai dari Pintu Air Manggarai Jakarta ke
arah hulu sampai dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor sesuai dengan peta geologi
regional bersistem, merupakan daerah endapan pantai yang terdiri dari jenis tanah
endapan Batuan Pasir Tufan dan Konglomeratan Kipas Aluvium (Qav) dan Batuan
Aluvium (Qa). Daerah hulu Kali Ciliwung tersusun dengan litologi batuan gunungapi
dan endapan permukaan dan masuk ke dalam formasi batuan gunungapi Gunung Gede
(Qvk = 5.797,76 ha dan Qvba = 1.170,32 ha ), batuan gunungapi Gunung Pangrango
(Qvpo = 8.367,41 ) yang semuanya berumur Kuarter (gambar 7). Jenis litologi yang
mungkin terdapat pada formasi ini adalah breksi, lava. Andesit dan material endapan
permukaan dari gunungapi berumur kuarter yang diidentifikasi berdasarkan tekstur
tergolong lanau sampai batupasir. Keterdapatan batupasir disini dapat dikembangkan
sebagai sarana penyimpan air yang baik, karena dengan sifat fisiknya batupasir
mempunyai pori yang dapat mengalirkan air dan menyimpan air atau secara hidrologi
dapat dikatakan sebagai aquifer.
Berdasarkan data yang diambil dari DKI Jakarta dalam Angka tahun 2007, Kali
Ciliwung pada lingkup pekerjaan, hampir keseluruhan peruntukan lahan‐nya digunakan
sebagai tempat usaha Perkantoran dan Pergudangan (Office and Warehouse),
Permukiman (Housing), dan Perindustrian (Industry), sedangkan sisanya merupakan
daerah resapan berupa taman (Park) dan fasilitas lain. Hal ini menunjukkan betapa
padatnya penggunaan lahan di DKI Jakarta, Kota Depok dan juga mulai berkembang
ke Kabupaten Bogor, sehingga dapat dipastikan semakin berkurangnya daerah resapan.
Adapun potensi positif dan negatif di sekitar wilayah sungai Ciliwung. Potensi
positifnya yaitu sebagai berikut :
- Tersedianya air untuk sektor perekonomian
Sedangkan potensi negatifnya yaitu sebagai berikut :
- Banjir
- Tercemarnya air
- Tempat pembuangan limbah dan secara bebas
- Meningkatnya sedimentasi yang besar yang dapat mengurangi kapasitas
penampungan air
(a) (b)
Gambar 10. (a) pemukiman di pinggiran sungai Ciliwung, (b) proses sedimentasi di
pinggir sungai.
Kementrian PUPR. 2010. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bengawan Solo.
Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2005. Katalog Sungai di Indonesia Volume I, Citarum,
Bengawan Solo, Brantas. Kementrian PUPR.
Sari, Y.C., Kresnanto, N.C. 2015. Kajian Hubungan Antara Model Tampungan Air
dengan Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus: DAS Bengawan
Solo).
Yunita, R., Sholichin, M., & Prayogo, T. B. (2017). Kajian Aliran Pada Inlet Sudetan
Sungai CIliwung Ke Kanal Banjir Timur Untuk Pengendalian Banjir
Jakarta. Jurnal Teknik Pengairan: Journal of Water Resources Engineering, 8(2),
158-168.