Anda di halaman 1dari 5

DANAU RAWA PENING

16_BIG_Rizqi Setyo Pambudi

Secara administrasi danau Rawa Pening meliputi 4 Kecamatan yaitu Kecamatan


Ambarawa, Banyubiru, Tuntang dan Bawen di Kabupaten Semaran, Jawa Tengah. Rawa
Pening merupakan bentukan landscape dataran fluvial yang dibatasi oleh oleh beberapa
pegunungan di sekitarnya diantaranya Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Gunung
Ungaran. Air dari Rawa Pening berasal dari 9 sungai utama yang merupakan penyuplai utama
(inlet) danau Rawa Pening diantaranya sungai Galeh, sungai Legi, sungai Parat, sungai Sraten,
sungai Ringgis, sungai Kedungringin, sungai Rengas, sungai Panjang dan Sungai Torong dan
satu outlet yaitu sungai Tuntang.

Gambar Daerah Tangkapan Air Rawapening sumber DTA KLHK

Bagian I

Permasalahan utama yang ada di danau Rawa Pening adalah masalah sedimentasi dan
pencemar kualitas air yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kondisi geomorfologi
dan penggunaan lahan di daerah sekitar danau, sedimentasi dari 9 (sembilan) sungai utama
sebagai inlet dan hanya 1 (satu) outlet, pendangkalan danau akibat dari terakumulasinya
seresah enceng gondok di dasar perairan dan perubahan tata guna lahan pada daerah
tangkapan air serta pencemaran pada kawasan sekitar badan danau.

a. Kondisi Geomorfolgi DTA danau Rawapening


Secara geomorfologi daerah tangkapan air danau Rawa Pening terbagi menjadi 4
(empat), yaitu:
1. DTA bagian utara terdiri dari pegunungan vulkanik Ungaran dan perbukitan vulkanik
Ungaran;
2. DTA bagian barat terdiri dari pegunungan vulkanik Telomoyo dan perbukitan vulkanik
Telomoyo;
3. DTA bagian selatan terdiri dari pegunungan vulkanik Merbabu dan dataran vulkanik
Merbabu;
4. DTA bagian timur terdiri dari perbukitan vulkanik Bawen;

Landscape DTA Rawapening

DTA bagian utara didominasi oleh perbukitan vulkanik Ungaran dengan topografi
curam (16-40%) dengan relief amplitude diantara 0-30 meter. Material yang banyak
dijumpai adalah material vulkanik hasil erupsi gunung api berupa batuan beku, bahan
piroklastik yang berupa pasir kerikil dan kerakal. Hal tersebut menjadikan daerah ini lahan
yang subur dan cocok untuk pengembangan pertanian dengan ancaman yang perlu
diwaspadai adalah adanya longsor, erosi dan degradasi lahan. Di bagian hulu terdapat
pegunungan vulkanik Ungaran yang didominasi relief curam (16-40%) dan sangat curam
(>40%) dengan relief amlitudo antara >300 m. Air tanah di daerah ini dimanfaatkan
untuk industri air minum kemasan dan merupakan daerah yang subur karena didominasi
oleh material vulkanik.

DTA bagian barat terdiri dari pegunungan vulkanik Telomoyo dan didominasi oleh
perbukitan vulkanik Telomoyo. Di pegunungan vulkanik Telomoyo didominasi oleh
material vulkanik (andosol, latosol dan latosol) yang tergolong tanah yang subur dan
mempunyai pola aliran radian dengan kerapatan drainase sedang. Banyak ditemukan
mata air di daerah ini karena terdapat kontak antar batuan dan dimanfaatkan oleh warga
local untuk keperluan sehari hari. Pegunungan vulkanik Telomoyo didominasi oleh sektor
pertanian yang menyebabkan degradasi lahan (erosi dan longsor) karena tidak diimbangi
oleh tanaman keras, erosi dan longsor terbawa oleh run off dan masuk ke kali (sungai)
Legi dan menyebabkan sedimentasi ke danau Rawa Pening. Sama halnya dengan di
pegunungan vulkanik di perbukitan vulkanik Telomoyo juga terjadi sedimentasi karena
erosi yang disebabkan ketidakstabilan tanah oleh penggundulan hutan.

DTA bagian selatan terdiri dari pegunungan vulkanik Merbabu dan dataran vulkanik
Merbabu, secara umum topografinya merupakan daerah dengan topografi datar hingga
berbukit dengan lereng dominan antara 9 – 25 %. Proses geomorfologi yang dominan
pada DTA ini adalah proses erosi dan sedimentasi, proses erosi ditandai dengan
banyaknya pelarutan pada tebing-tebing yang ada disekitar perbukitan. Sungai utama
yang terletak pada DTA ini adalah sungai sraten yang merupakan salah satu inlet utama
yang alirannya masuk ke danau Rawapening. Pertanian lahan kering pada DTA ini
berperan cukup besar terhadap proses sedimentasi di hilirnya, material yang terbawa
akibat curah hujan yang tinggi dan tanah yang mudah tererosi dalah faktor utamanya.

DTA bagian timur meliputi perbukitan vulkanik Bawen dan dataran vulkanik Bawen.
Landform pada daerah ini merupakan daerah vulkan yang mengalami proses menuju
denudasional dengan kondisi topografi datar – berbukit. Pada DTA ini terdapat sungai
outlet tunggal dari danau Rawapening yaitu sungai Tuntang

b. Sedimentasi Sungai

Posisi danau Rawa Pening yang merupakan dataran paling rendah diantara daerah
disekitarnya menyebabkan rawa pening menjadi tempat terkumpulnya sedimen material
dari lereng lereng di sekitarnya, sedimen yang terbawa melalui sungai terkumpul di danau
dan terendapkan di dasar danau. Sedimentasi berasal dari 9 sungai yang merupakan
penyuplai utama (inlet) danau Rawa Pening diantaranya sungai Galeh, sungai Legi, sungai
Parat, sungai Sraten, sungai Ringgis, sungai Kedungringin, sungai Rengas, sungai
Panjang dan Sungai Torong dan 1 (satu) outlet yaitu sungai Tuntang.

Sedimentasi yang sangat masif tersebut menyebabkan bentuk danau yang tadinya
berupa mangkok menjadi bentuk piring karena tingginya tingkat sedminentasi, sehingga
berpengaruh juga ke luasan danau Rawa Pening, oleh karena itu pada musim penghujan
luasan danau dapat bertambah luas karena kedalaman danau yang semakin rendah.

c. Enceng Gondok

Enceng gondok merupakan tanaman air dan merupakan tanaman gulma atau dapat
dikatakan tanaman pengganggu. Tanaman ini mudah sekali tumbuh dan berkembangbiak
mencapai tinggi 40 – 80 cm serta selalu berbunga sepanjang tahun. Perkembangan
enceng gondok di danau Rawa Pening sudah mencapai ± 50% dari luas permukaaannya
apabila dilihat dari citra google map terbaru. Pertumbuhannya meningkat pesat dari tahun
ke tahun sehingga menyebabkan pendangkalan danau karena seresah enceng gondok
yang mati terendapkan di dasar danau. Tidak ada pengurangan yang signifikan terhadap
jumlah pengurangan enceng gondok, yang biasanya dimanfaatkan oleh warga sekitar
untuk di jualbelikan sebagai bahan kerajinan.

Upaya pemanfaaatan enceng gondok oleh masyarakat tidak terlalu berpengaruh


signifikan untuk mengurangi perkembangan enceng gondok karena masyarakat hanya
memotong batangnya saja dan meninggalkan tanaman induknya tetap dirawa.
Sedangkan tipe tanaman ini ketika hanya diambil Sebagian saja bagian batangnya
biasanya tingkat pertumbuhannya menjadi semakin cepat, lebih besar dan lebih panjang.
Karena hal tersebut tanaman enceng gondok secara ekologi merugikan karena
pertumbuhannya yang sangat cepat dan susah dikendalikan pertumbuhannya serta dapat
mengakibatkan pendangkalan danau. Disisi lainnya tanaman ini menjadi sumber
penghasilan utama bagi Sebagian masyarakat disekitar danau Rawa Pening.

d. Perubahan Tata Guna Lahan


Perkembangan di sekitar danau Rawapening yang pesat dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi, menyebabkan kebutuhan lahan permukiman semakin tinggi, yang
berakibat terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman. Matapencaharian
utama masyarakat di sekitar danau Rawa Pening adalah di sektor pertanian dan sektor
pariwisata. Rasio luas lahan di sepanjang daerah tangkapan air danau Rawa Pening di
dominasi oleh ladang, sawah, industri, pariwisata dan perumahan. Hal tersebut
dikarenakan lokasi danau yang cukup strategis dan subur karena material sedimentasi
dari pegunungan vulkanik disekitarnya. Masyarakat di sekitar danau Rawa Pening
memanfaatkan potensi sedimen endapan lumpur rawa sebagai pupuk organik enceng
gondook untuk kerajinan, sektor wisata dan untuk usaha perikanan.
Aktivitas kehidupan manusia semakin menghasilkan limbah yang menyebabkan
pencemaran lingkungan semakin tinggi (udara, air, tanah), yang dalam jangka panjang
menyebabkan degradasi lingkungan global, seperti efek rumah kaca, hujan asam,
penurunan kualitas air, banjir kota, penurunan muka airtanah dan debit aliran mataair,
dan sebagainya.

Bagian II

Pengelolaan danau Rawapening harusnya melibatkan berbagai macam pihak seperti


pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat. Berbagai kebijakan yang di buat harusnya
sinkron dari pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Di mulai dari aturan yang di buat
oleh pembuat kebijakan contohnya adalah pada dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harusnya sinkron dengan kondisi fisik dan
kondisi sosial ekonomi di sekitar danau Rawapening. Dalam RTRW dan RDTR harus jelas
pembagian zonasi antara daerah hulu dan hilir dengan basis utamanya adalah kemampuan
dan kesesuaian lahannya. Apabila diperlukan bisa disusun RDTR Danau yang dibagi bagi
menjadi 3 zona utama, yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan dan zona penggunaan.

Zona hulu dengan tingkat erosi tinggi dan penyumbang sedimentasi terbesar harusnya
menjadi zona konservasi dimana kondisi fisiknya harus dijaga sealami mungkin. Zona
perlalihan antara zona konservasi dan zona sempadan danau juga tidak kalah pentingnya
karena pada zona ini sering berubah alih fungsi massif menjadi pertanian dan untuk
pemukiman. Pada zona ini perlu disusun peraturan tentang perizinan perubahan fungsi lahan
agar tidak mengganggu fungsi penggunaan lahan dan fungsi transmisi serta pengendalian air
karena factor tersebut merupakan factor dominan yang menyebabkan kerusakan danau. Perlu
juga di lakukan zonasi di daerah sempadan danau, sebagai contoh disusun zona perikanan,
zona pengembangan enceng gondok, zona wisata dan zona lainnya.

Sinkronisasi kebijakan antar sector juga sangat penting, misalnya dalam pemberian
ijin penggunaan lahan, apabila sudah di tetapkan Kawasan lindung maka Lembaga pemerintah
yang memiliki tupoksi mengeluarkan ijin harus mematuhinya. Kebijakan lainnya misalnya
dalam melakukan kegiatan reboisasi lahan yang menjadi lahan kritis perlu dilihat kondisi
fisiknya juga seperti aspek tanah, hidrologi dan iklim, jangan sampai kegiatan reboisasi hanya
mempercepat degradasi lahan karena tanaman yang digunakan tidak cocok dengan kondisi
fisik lahannya.

Keterlibatan masyarakat juga sangat penting dalam pengelolaan danau,


pengorganisasian masyarakat dilakukan dengan proses pemberdayaan dengan membangun
kesadaran masyarakat. Perlu dilakukan identifikasi tentang isu, permasalahan, harapan dan
strategi pengelolaan. Penyusunan strategi pengelolaan dilakukan dengan metode partisipatif
dari seluruh stakeholder. Pendekatan pemberdayaan masyarakat menekankan terhadap
pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya untuk mengaktualisasi
potensi yang sudah ada. Selanjutnya juga perlu dilakukan analis jasa lingkungan, analisis hak
pemanfaatan sumberdaya, analisis system penegakan hukum serta monitoring dan evaluasi
terhadap strategi pengelolaan sumberdaya.

Daftar Pustaka

Bakosurtanal. 2012. Pemetaan Lingkungan Danau Indonesia Skala 1:25.000 Rawapening.

Partomo, Sjafri Mangkuprawira, Aida Vitayala S. hubeis, Luky Adrianto. 2011. Pengelolaan
Danau Berbasis Co-Management: Kasus Rawa Pening. JPSL Vol. (1) 2 : 106 – 113 Desember
2011.

Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah. 2018. Prediksi Sedimen Danau Rawa Pening Tahun
2020 sebagai Dasar Reservasi Sungai Tuntang Berbasis Sistem Informasi Geografis. Prosiding
Seminar Nasional Geografi UMS IX 2018.

Anda mungkin juga menyukai