Anda di halaman 1dari 15

DAS Brantas

Anggota Kelompok:

Isdiyah Aswirun N.
Mashuril Ilmi
Nabil Faiqun Nisa
Novian Tri Setyo
Oktarina Shafira P.
Panji Ghania Ilham
Sri Wulandari
Yuda Siswanto
Yulius Eka Aldianto
Zulfikar Alfarizky
PENDAHULUAN
Wilayah Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis
nasional dan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat berdasarkan
Permen PU No. 11A Tahun 2006. WS Kali Brantas merupakan WS
terbesar kedua di Pulau Jawa, terletak di Propinsi Jawa Timur pada
110°30' BT sampai 112°55' BT dan 7°01' LS sampai 8°15' LS. Sungai Kali
Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas cacthment
area ± 14.103 km2 yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur
atau ± 9% luas Pulau Jawa. Curah hujan rata-rata mencapai 2.000
mm/tahun sekitar 85% jatuh pada musim hujan. Potensi air
permukaan per tahun rata-rata 13,232 milyar m3, termanfaatkan
sebesar 5-6 milyar m3/tahun. WS Brantas terdiri dari DAS Brantas
seluas 11.988 km2 dan lebih dari 100 DAS kecil yang mengalir ke pantai
selatan P. Jawa antara lain DAS Kali Tengah, DAS Ringin Bandulan, DAS
Kondang Merak dan DAS kecil lainnya dengan total luas sekitar 2115
km2 .
Bentuk Lahan
Point Bar di Blitar
Gosong Sungai dan Dataran Banjir di
Tulungagung
Gosong Sungai di Kediri
Dataran Banjir di Kediri
Pemanfaatan Lahan
• Penggunaan lahan di DAS Brantas per Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa secara
umum pemanfaatan lahan di wilayah-wilayah kabupaten lebih dominan
dimanfaatkan sebagai sawah, lahan kering, dan hutan. Sedangkan di daerah
perkotaan (Kota Kediri, Blitar, Malang, dan Mojokerto) pemanfaatan yang dominan
adalah sawah, lahan kering, dan non pertanian. Hampir tidak terdapat hutan di
kota-kota tersebut. Penggunaan lahan non pertanian, pada umumnya berupa
permukiman, sarana perkotaan dan kawasan industri.

• Penggunaan lahan sebagai hutan dapat dijumpai pada lereng atas Gunungapi
Kawi, Gunungapi Butak, Gunungapi Kelud, Gunungapi Wilis, Gunungapi Arjuno,
Gunungapi Anjasmoro, Gunungapi Wilerang, Gunungapi Bromo, Gunungapi
Semeru, dan lereng atas perbukitan-perbukitan yang tersebar di DAS Brantas. Pada
puncak gunung atau perbukitan terdapat rumput dan semak belukar. Di bawah
lereng atas gunungapi yang memiliki topografi curam, lahan di manfaatkan sebagai
lahan kebun. Sedangkan lereng bawah dengan topografi landai hingga agak curam
dimanfaatkan sebagai lahan tegalan. Topografi datar pada dataran aluvial banyak
dimanfaatkan sebagai pusat pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan
empang.
ISU-ISU STRATEGIS
• Millennium Development Goals (MDG) 2015
Dalam rangka menyongsong MDG tahun 2015, air sungai di WS Kali Brantas
dimanfaatkan juga untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum. Dengan
berkembangnya kota-kota besar yang dilalui aliran Kali Brantas, mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan air baku untuk air minum, dimana tingkat
kebutuhan air tersebut sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Di
samping itu, semakin tingginya konsentrasi penduduk dan industri di daerah
perkotaan menimbulkan masalah antara lain menurunnya kualitas air
• Ketahanan Pangan
WS Kali Brantas mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang Propinsi
Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional. Pada tahun 1994 - 1997, Propinsi
Jawa Timur memberikan kontribusi lebih dari 2 juta ton beras/tahun atau sebesar
± 25% dari stok pangan nasional. Produksi padi di WS Kali Brantas pada tahun 2004
sebesar 2,2 juta ton, lebih besar dari kebutuhan penduduk sebesar 1,33 juta ton
(tahun 2005). Dari proyeksi kebutuhan beras dan realisasi pro-duksi padi pada
tahun 2004, maka tahun 2030 diharapkan kebutuhan pangan jenis beras masih
dapat dipenuhi dan mengalami surplus.
• Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan tantangan serius terhadap kemanusiaan dan pembangunan berkelanjutan sehingga
memerlukan tanggapan yang proaktif serta usaha bersama oleh para pemangku kepentingan (stake holder) melalui
upaya-upaya : usaha keras mengurangi emisi karbondioksida; meningkatkan penggunaan bahan bakar nonfosil dalam
konsumsi energi; kegiatan perekonomian dengan tingkat karbon yang rendah dan menggunakan produk yang bisa didaur
ulang; serta upaya keras menambah luas hutan.
• Degradasi Lingkungan
Kondisi DAS di WS Kali Brantas yang telah banyak mengalami kerusakan dan penurunan fungsi, banyak dijumpai di DAS
Kali Brantas, khususnya di sub DAS Kali Brantas Hulu, sub DAS Kali Lekso, sub DAS Kali Konto Hulu dan sub DAS Kali
Brangkal. Karena kondisinya yang sangat parah, keempat sub DAS tersebut telah ditetapkan sebagai target area untuk
pelaksanaan Rencana Induk Konservasi DAS yang dihasilkan dari Studi Water Resources Existing Facilities Rehabilitation
and Capacity Improvement Project (WREFR & CIP) yang disusun pada tahun 2005.
• Penggunaan Lahan
WS Brantas merupakan WS terbesar kedua di Pulau Jawa menempati ± 25% luasan propinsi Jawa Timur dilewati Lajur
Gunung Berapi dan Pegunungan, mengakibatkan kondisi topografinya sangat bervariasi mulai dari datar, berbukit,
lembah dan bergunung. Hal ini menyebabkan lahan yang tersedia tidak seluruhnya dapat dibudidayakan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena harus terdapat kawasan lindung yang harus dijaga dan dilestarikan
keberadaannya untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah berulangnya kerusakan lingkungan, khususnya
tanah longsor dan banjir akibat berkurangnya tutupan lahan. WS Brantas mempunyai potensi yang besar bagi
pengembangan sektor unggulan khususnya bidang industri, perdagangan jasa, pariwisata, pertanian dan perkebunan.
Potensi tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan lingkungan dalam arahan pemanfaatan
ruang pada masa yang akan datang, karena terganggunya kawasan lindung dan kawasan pelestarian alam akibat
perkembangan penduduk dan aktivitasnya.
• Semburan Lumpur Sidoarjo
Semburan lumpur panas di Sidoarjo pada tahun 2006 ini, merupakan suatu bencana yang bermula dari usaha
pengeboran gas/minyak yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten
Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Sejak awal terjadinya semburan lumpur panas telah menenggelamkan 8 (delapan) desa
seluas + 400 ha yang meliputi Desa Mindi, Renokenongo, Jatirejo, Kedungkancing, Siring, Pejarakan, Besuki dan Desa
Kedungrejo, termasuk 23 pabrik dan menyebabkan 2.700 KK mengungsi. Dengan adanya semburan tersebut maka Kali
Porong dimanfaatkan sebagai sarana pengaliran lumpur, oleh karena itu perlu kiranya kajian hidraulik lebih lanjut dan
dicarikan alternatif suatu sistem pengaliran lumpur yang secara hidraulik tidak mengganggu terhadap sistem pengelolaan
Sumber Daya Air termasuk pengendalian banjir yang sudah ada.
Permasalahan Sungai Brantas
• DAS Brantas Hulu
Berkurangnya hutan lindung, menyebabkan
banyak sumber mata air yang tidak berproduksi
lagi. Jumlah mata air di DAS Brantas sebanyak
1.577 mata air, namun saat ini yang tersisa
hanya 50%. Contoh kasus di Kota Batu, hanya
tersisa 57 mata air padahal awalnya terdapat
sebanyak 118 mata air.
• DAS Brantas Tengah
Terjadi peningkatan volume penambangan pasir
liar. Eksploitasi pengambilan pasir di DAS Brantas
mencapai 1,6 juta meter kubik, sedangkan
umumnya kapasitas pasir di sungai ini hanya
sebanyak 450 ribu meter kubik saja setiap
tahunnya. Hal ini mengakibatkan dasar sungai
terus tergerus dan beberapa tanggul sungai
menjadi rusak, sehingga akan berdampak pada
daerah sekitar lokasi DAS terancam longsor.
• DAS Brantas Hilir
Terjadi pencemaran sungai. Sumber pencemar
yang menonjol adalah limbah domestic. Sekitar
50% sumber pencemar berasal dari limbah
domestic ini.
Tabel Kualitas Air DAS Brantas

Sumber: Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas


Solusi Permasalahan
Konsep kebijakan operasional pada aspek pendayagunaan SDA di WS Brantas
diarahkan untuk tujuan sebagai berikut :
• Memantau dan mengevaluasi pengambilan air, mensosialiasikan
pemakaian air secara efisien dan mengembangkan pemakaian teknologi
untuk efisiensi air serta memberi sangsi bagi yang mengambil air secara
liar
• Menyusun peraturan perundangan air tanah di tingkat operasional,
memberi pembinaan atau sanksi bagi masyarakat yang mengambil air
tanah tanpa ijin
• Memperbaiki, meningkatkan dan memelihara jaringan irigasi yang ada,
melakukan kegiatan O&P waduk secara rutin dan berkala sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, serta mengembangkan budidaya padi
dengan metode SRI (System of Rice Intensification)
• Melestarikan kawasan hutan lindung dan kawasan hulu sungai
• Membuat sumur resapan di kawasan perkotaan dan pedesaan
• Pembuatan tanggul pada daerah rawan banjir

Anda mungkin juga menyukai