Anda di halaman 1dari 3

Nurul Aprilia Sholikhah

07161065

Pengembangan Model Pengelolaan Sungai Lawo Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan


Berbasis Pada Konsep Ekohidrolik

Sungai lawo terletak pada Sub DAS Walane Tengah pada suatu wilayah Sungai
Walane- Cenrane. Daerah ini masuk pada Kabuaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas DAS 17.104,45 ha (1717,04 km2). Daratan dengan ketinggian rata-rata ±60 meter di atas
permukaan air laut. Luas perbuktan berada pada ±800 km2 yang berada pada ketinggian rat-
rata ±200 meter diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata berada pada intensitas 146 m,
dengan nilai tertinggi pada bulan April yaitu 209 mm dan yang terendah pada bulan September
yaitu 63 mm pada tahun 2008.

Potensi penggunaan sumber daya air disamping untuk kehidupan sehari-hari, sungai ini
juga berfungsi untuk menunjang berbagai aktifitas dala rangka meningkatkan kesejahteraan
manusia seperti pertanian, perikanan, perindustrian, pembangkit listrik dan sebagainya,
kegiatan ini mendukung berbagai aspek pertumbuhan perekonomian di daerah Kabupaten
Soppeng. Sektor perekonomian Kabupaten Soppeng didominasi oleh sektor pertanian yang
masyoritas penggunaan lahannya digunakan untuk sawah dan perkebunan sehingga
memerlukan dukungan ketersediaan sumber air dan prasarana irigasi yang tinggi.

Kondisi lingkungan di Kabupaten Soppeng cukup memprihatinkan, hal ini dikarenakan


adanya lahan kritis seluas 14.494,36 ha. Adanya lahan kritis ini disebabkan oleh meningkatnya
tingkat kerusakan hura yang ditandai dengan sistem hidrologi sungai yang fluktuatif, pada usim
hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi kekeringan. Kerusakan hutan pada daerah
ini umumnya disebabkan oleh kegiatan lading berpindah, dengan membuka lahan untuk
ditanami tanaman ekonomi. Hal ini menyebabkan perubahan fungsi lahan menjadi lahan
perkebunan. Berdasrakan data pada Status Lingkungan Hidup Kabupaten Soppeng tahun 2010
menunjukkan bahwa 53% dari total luas hutan yang ada di Kabupaten Soppeng rusak akibat
kegiatan lading bepindah. Dengan adanya kerusakan inilah yang menjadi penyebab utama
terjadinya banjir yang sering terjadi di Kabupaten Sungai.

Kondisi sungai Lawo sendiri memiliki hulu sungai pada Kampung Seppang Kecamatan
Lalabatan dan hilir pada Desa Bakke Kecamatan Ganra. Kondisi erosi pada tebing merupakan
masalah dan menyebabkan kerugian akibat kehilangan lahan. terjadinya erosi tebing
dipengaruhi oleh kondisi tanah yang jenih pada musim hujan dan menyebabkan meningkatnya
massa tanah. Erosi tebing sungai juga dipengaruhi oleh kecepatan air, vegetasi disepanjang

Teknik Sungai dan Pantai 1


Nurul Aprilia Sholikhah
07161065

tebing sungai, kegiatan bercocok tanam di pinggir sungai, kedalam dan lebar sunga, bentuk
alur sungai dan tekstur tanah. Kejadian erosi yang terjadi pada tebing terjadi pada daerah
dengan tata guna lahan pada bantaran sungai adalah sawah dan kebun. Pada kedua jenis tata
guna lahan ini tidak dilakukan perlindungan tebing sungai secara structural.

Kondisi dasar sungai Lawo bervarisi dari hulu ke hili, yang terbentuk oleh batuan
dengan ukuran 5 mm- 20 mm serta adanya perbedaan sedimen dasar yang semakin kehilir
sedimen dasar akan semakin halus. Sedimen dasar sungai merupakan sumber bahan galian
tambang yang utamanya pada daerah Lawo dan Cenrana. Kegiatan penambangan ini
memberikan dampak negative pada tanggul sungai yang menyebabkan erosi tebing. Kemudian
peninggian sedimentasi pada daerah hilir disebabkan adanya pembuangan limbah abu sekam
padi di sungai.

Penerapan model pengelolaan sungai berbasis pada konsep ekohidrolik di Sungai Lawo
Kabupaten Soppeng menghasilkan lebar bantaran optimal yang bervariasi untuk setiap wilayah
yaitu antara 100 meter hingga 150 meter dengan diameter vegetasi minimal sebesar 10 cm dan
20 cm. Dengan pengelolaan bantaran sungai, maka tinggi genangan di bantaran sungai tidak
melebihi 2.5 meter dan kecepatan aliran dapat direduksi hingga sebesar 76%. Kebijakan
pengelolaan sungai berbasis pada konsep ekohidrolik pada Sungai Lawo dilaksanakan dengan
memprioritaskan kemampuan sumber daya manusia yang terlibat dalam program serta
kepentingan petani. Tujuan kebijakan diarahkan pada upaya pengembangan ekonomi dan
skenario terbaik adalah penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya peningkatan nilai
ekonomi lahan. Kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng yang strategis dan
mendukung kebijakan ini adalah penanaman pohon pada bantaran sungai.

Bentuk morfologi sungai dimana A merupakan bantaran sungai yang merupakan pembatas
antara badan sungai dengan daerah datar disekitarnya, daerah B merupakan tebing sungai

Teknik Sungai dan Pantai 2


Nurul Aprilia Sholikhah
07161065

yang merupakan pembatas daerah aliran sungai. Daerah C adalah badan sungai, dan D
menunjukkan tinggi muka air. Dan vegeratsi yang tumbuh pada bantaran dan tebing disebut
dengan vegetasi riparian.

Tata guna lahan perkebunan di sekitar sungai Lawo pada umumnya membudidayakan
tanaman kakao, tanaman ini layak untuk dijadikan sebagai salah satu penerapan konsep
ekohidrolik karena diameter batang 10 cm- 20 cm. Kemudian, tanaman bambu yang merumpun
memiliki diameter 50 cm – 100 cm yang dibudidayakan dengan tepat dan dijadikaikan aplikasi
ekohidrolik pada bantaran sungai. Selain itu penanaman tanaman buah-buahan yang dapat
dibudidayakan daibantaran sungai antara lain tanaman nangka, sukun, manga, dan kelapa.
Penerapan penanaman pohon di bantaran sungai sebagai bentuk ekohidrolik, selain membantu
mengurangi kecepatan aliran dan terjadinya erosi pada tebing sungai, ekohidrolik juga dapat
berfungsi sebagai pengembangan keragaman hayati dan penyediaan ruang terbuka hijau pada
suatu kawasan. Dengan ini bantaran dapat mempertahankan habitat fauna ikan, reptilian air,
burung dan mempertahankan vegetasi.

(Sumber : Pratiwi, Nurlita.2011. “Pengambangan Model Pengelolaan Sungai Berbasis Pada


Konsep Ekohidrolik (Studi Kasus Sungai Lawo Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi
Selatan)”.Institut Pertanian Bogor : Bogor)

Teknik Sungai dan Pantai 3

Anda mungkin juga menyukai