Anda di halaman 1dari 85

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutiara adalah sejenis permata atau batu mulia yang dihasilkan oleh

sejenis kerang di dasar laut yang dikenal dengan “tiram mutiara”. Sebagai

hasil dari proses biologi, mutiara memiliki warna yang lembut dan kemilau

cahaya yang sejuk. Keindahannya yang sempurna dan alami telah menarik

perhatian sejak awal peradaban manusia. Mutiara alami terbentuk akibat

respon dari tiram untuk menolak masuknya benda asing ke dalam

tubuhnya. Proses pembentukan lapisan mutiara yang menyelimuti benda

asing tersebut berlangsung selama hidupnya dan menghasilkan mutiara

alami yang indah.

Kelangkaan mutiara asli dan permintaan pasar mutiara yang terus

meningkat telah mendorong manusia untuk membuat mutiara tiruan. Pada

tahun 1916 Jepan telah berhasil memproduksi mutiara dan beberapa tahun

kemudian hasil produksinya telah masuk dalam pasaran mutiara di London.

Walauoun harga mutiara hasil budidaya lebih murah disbanding harga

mutiara asli, namun harga jual mutiara budidaya mencapai US $ 100.000

sampai US $ 300.000 per butir (Ochida, 1988 dalam Sosprayana, 1988). Nilai

butir mutiara didasarkan pada warna, kilau, translusensi, tekstur, bentuk

dan ukuan. Mutiara yang baik akan memiliki warna asli dari mutiara,

overtone yang kuat degan kemilau yang tinggi, semi-translusensi yang kuat,
2

tidak retak, tidak tergores dan tidak penyok atau cacat, bentuk bundar dan

berukuran besar.

Ada 2 jenis mutiara yang diproduksi yaitu mutiara bundar dan mutiara

setengah bundar (blister). Untuk inti mutiara blister terbuat dari bahan

kapur atau fiber dengan ukuran garis tengah antara 13 sampai 20 mm.

pemasangan inti mutiara blister harus memperhatikan keseimbangan antara

cangkang kiri dan kanan. Inti mutiara blister dilekatkan pada cangkang

tiram mutiara dengan lem. Mutiara blister selain diproduksi dengan

Pincatada maxima dan Pinctada margaritifera juga dapat diproduksi dengan

menggunakan Pteria penguin.

Usaha budidaya tiram mutiara merupakan usaha yang sangat

menguntungkan karena nilai jualnya sangat tinggi. Selain menghasilkan

mutiara, kulitnya atau cangkang tiram tersebut dapat dimanfaatkan untuk

membuat perhiasan-perhiasan bahkan untuk diekspor.

Permasalahannya sekarang adalah adanya kendala dalam

pengembangangan budidaya tiram mutiara di Indonesia yaitu langkanya

tenaga ahli yang berkecimpung dalam bidang mutiara ini. Hal ini terbukti

dari banyaknya perusahaan mutiara yang sebagian besar adalah patungan

dengan perusahaan Jepang. Padahal budidaya tiram mutiara ini mempunyai

prospek yang sangat cerah dan dapat diandalkan (Sutaman, 1993).

Keberhasilan dalam pembuatan mutiara budidaya sangat ditentukan

oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketrampilan dari tenaga ahli yang
3

melakukan operasi pada tiram mutiara tersebut. Dimana tenaga ahli untuk

operasi ini masih sangat langka di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut

diatas, maka penulis dapat mengambil judul “Manajemen Teknik

Pencangkokan Inti Setengah Bulat Pada Tiram Mutiara (Pteria penguin) di

CV. Tridinamis Indopearl , Buton, Sulawesi Tenggara”.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam melaksanakan praktek akhir ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan dapat melakukan teknik pencangkokan inti

blister pada tiram mutiara (Pteria penguin).


4

b. Untuk mengetahui parameter kualitas air pemeliharaan tiram mutiara

pasca operasi.
c. Mampu mengidentifikasi dan menelaah aplikasi fungsi-fungsi

manajemen dalam usaha pembesaran mutiara (Pteria penguin).

1.3 Batasan Masalah

Pembahasan dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :

a. Teknik pencangkokan inti bulat tiram mutiara meliputi: seleksi tiram,

persiapan pencangkokan inti blister, teknik pencangkokan inti blister,

pemeliharaan setelah operasi, penanganan hasil mutiara blister hingga

penjualan.

b. Parameter kualitas air yang meliputi : suhu, pH, salinitas, kecerahan

dan kecepatan arus

c. Penerapan fungsi-fungsi manajemen mencakup perencanaan

(planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan

pengawasan (controlling).

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Tiram Mutiara (Pteria penguin)

Menurut Sutaman (1993), tiram mutiara merupakan salah satu

moluska laut, dengan tubuh dilindungi oleh sepasang cangkang yang tidak
5

simetris dan sangat keras, tetapai seluruh organ tubuhnya sama sekali tidak

bertulang dan sangat lunak

2.1.1 Klasifikasi

Tiram mutiara (Pteria penguin) secara taxonomi dimasukkan ke dalam

Kingdom Invertebrata, yang berarti hewan tak bertulang belakang dan

Phylum Mollusca yang berarti bertubuh lunak.

Klasifikasi tiram mutiara menurut Mulyanto (1987) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Invertebrata

Philum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda

Ordo : Anysomyaria

Famili : Pteridae

Genus : Pteria

Spesies : Pteria penguin

2.1.2 Morfologi

Secara morfologi tiram mutiara memiliki sepasang cangkang yang

bentuknya tidak sama (inequivalve). Cangkang tersebut berfungsi

melindungi mantel dan organ bagian dalam yang lunak. Bagian cangkang
6

sebelah kanan agak pipih dan cangkang sebelah kiri lebih cembung. Kedua

cangkang tersebut dihubungkan oleh sepasang engsel (hinge), yang berfungsi

untuk membuka dan menutup (Tun dan Winanto, 1988).

Pada cangkang terdapat mother of pearl atau lapisan mutiara atau nacre

yang dapat membentuk lapisan mutiara. Pada sisi cangkang bagian dalam

terdiri dari nacre atau mother of pearl, dibawahnya adalah lapisan prismatik

atau overtone dan bagian luar adalah lapisan periostrakum. Nacre berwarna

putih mutiara dan mempunyai struktur keping yang kecil-kecil dari kristal

aragonit yang tersusun pada satu kerangka conchiolin (Mulyanto, 1987).

Pada bagian cangkang sebelah luar dengan warna merah tua, coklat

kemerahan, atau merah kecoklatan dengan warna dasar kuning kecoklatan

terdapat garis-garis radier yang jumlahnya antara 6-8 garis. Warna tersebut

akan memudar jika tiram dewasa, dan nampak jelas pada tiram yang masih

muda. Untuk membedakan jenis tiram yang satu dengan yang lainnya

dapat dilakukan dengan melihat bentuk, ukuran dan warna cangkangnya

(Winanto et al., 1988).

Bentuk tiram pada jenis Pteria sp. Sangat berbeda dengan Pinctada sp.

Perbedaaan mencolok ditandai dengan berkembang memanjangnya bagian

posterior ear, engsel memanjang dari anterior ke posterior, dan gigi engsel

berada di tengah (Winanto, 2004).

Warna cangkang cokelat kehitaman dengan garis radier kecil-kecil,

tidak jelas dan berwarna terang. Cangkangnya cembung, ukuran dorso-


7

ventral lebih panjang daripada anterior-posterior. Warna nacre oranye-perak

berkilau dengan garis pinggir nacre (nacreous-lip) berwarna pelangi. Non-

nacreous berwarna hitam mengilap (Winanto, 2004).

2.1.3 Anatomi

Terdapat tiga bagian utama dari anatomi tiram yaitu kaki, mantel dan

organ bagian dalam (visceral mass) (Sutaman, 2003).

a. Kaki

Kaki yang ada dalam tubuh tiram tidak akan dipergunakan lagi

apabila tiram telah menempel dengan byssusnya (Mulyanto, 1987). Pada

waktu masih muda sampai pada saat menemukan tempat yang cocok untuk

menempel digunakan kaki sebagai alat geraknya (locomotion) selain itu juga

kaki digunakan oleh tiram sebagai alat pembersih dari kotoran-kotoran atau

partikel-partikel pengganggu pada insang dan mantel. Pada bagian kaki ini

terdapat byssus, yaitu alat penempel tubuh pada substrat atau tempat yang

disukai. Bentuk byssus ini menyerupai rambut atau serat dan berwarna

hitam Kaki pada tiram tersusun oleh suatu jaringan yang bersifat elastis

yang bisa merenggang atau memanjang sampai tiga kali dari keadaan

normal (Tun dan Winanto, 1988).

b. Mantel
8

Bagian dari tubuh tiram yang mempunyai peranan penting dalam

pembentukan kulit dan pembentukan mutiara adalah mantel. Menurut

Winanto et al., (1988), organ bagian dalam tiram terbungkus oleh mantel

yang menggantung seperti tabir di antara cangkang dan tubuh. Mantel

terdiri dari dua bagian, yaitu belahan mantel bagian kanan dan bagian kiri.

Kedua bagian tersebut saling berhubungan di samping garis punggung

bagian tengah. Mantel juga berfungsi sebagai penyaring unsur-unsur yang

terhisap (berbagai jenis plankton) dan menyemburkan kotoran ke luar.

Fungsi lainnya adalah menjalankan kegiatan utama pada pernafasan seperti

halnya insang dalam menghisap makanan (Priyono, 1981).

Mantel tiram mutiara terdiri dari tiga bagian yaitu tepi mantel

(marginal mantel), distal (otot), dan mantel bagian dalam. Bagian luar mantel

bentuknya tebal atau banyak terdapat urat-urat tebal, mengandung pigmen

kuning, putih cokelat tua, hitam, dan lain-lain di sepanjang epiteliumnya,

serta terdapat tentakel bercabang-cabang yang sangat sensitive.

1) Tepi Mantel (Marginal Mantle)


Bagian tepi mantel terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan dalam,

tengah dan luar. Secara morphologi kenampakan ketiga lapisan

tersebut terlihat sama, tetapi sebenarnya mereka mempunyai fungsi

yang sedikit berbeda. Lapisan dalam aktifitasnya menggerakkan otot,


9

lapisan tengah sebagai alat penginderaan dan lapisan luar berfungsi

sebagai alat ekskresi (Dhoe, B.S et al., 2001).


a) Lapisan dalam (inner fold)
Merupakan lapisan yang paling lebar jika dibandingkan dengan

lapisan lainnya. Lapisan ini dibatasi oleh lajur-lajur sel epitel yang

merupakan lapisan dasar. Pada pinggir lapisan terlihat adanya

pigmentasi yang menyolok. Sel-sel otot yang membujur dan

melintang juga mengandung pigmen, terdapat di bawah lapisan

epithelium (Dhoe, B.S et al., 2001).


b) Lapisan tengah
Bagian tepi sebelah dalam dari lapisan tengah mempunyai cirri

yang sama dengan bagian tepi sebelah dalam dari lapisan dalam.

Pada lapisan sebelah luar terdapat sel-sel berbentuk tiang, bersilia

dan juga mengandung pigmen (Dhoe, B.S et al., 2001).

c) Lapisan luar
Lapisan mantel luar terletak di sebelah dalam dan berhubungan

dengan pinggir cangkang. Permukaannya dilapisi oleh sel-sel

khusus yang tidak bersilia dan tidak berpigmen, bentuknya

bertingkat-tingkat memanjang, terdapat didekat alur periostracal

lapisan permukaan sebelah dalam, bentuk bagian ujung sel

mengecil. Oleh sebab itu penyusunan sel-sel epithelium dari alur

bagian dalam menuju lapisan mantel luar secara alamiah sama

(Dhoe, B.S et al., 2001).


2) Lembaran Mantel
10

Mantel bagian bawah atau lembaran mantel terdiri dari sel epithelium

berbentuk tiang dan tidak bersilia. Bagian dari epithelium atau alat

sekresi sama sekali tidak ada (Dhoe, B.S et al., 2001).


3) Mantel Bagian Dalam (Pallial Mantle)
Mantel bagian tengah yaitu hanya bagian bawah sampai tepi mantel .

Pada bagian ini sel epithelium luar tidak bersilia, epithelium dalam

mempunyai silia dan nampak tidak berisi. Alat sekresi terdapat pada

keduanya dan pada lapisan sub-epithelium (Dhoe, B.S et al., 2001).


4) Mantel Bagian Dalam

Terletak pada bagian bawah cangkang (dorsal) sampai mantel-mantel

bagian tengah yang menutupi tubuh tiram . Permukaan bagian

,luarnya diselaputi lajur-lajur sel epithelium yang tipis. Secara

histologist, alat sekresi pada epithelium dalam mempunyai ciri yang

sama dengan sel epithelium sebelah dalam pada pallial mantle (Dhoe,

B.S et al., 2001).

c. Organ Bagian Dalam (Visceral mass)

Organ bagian dalam dari tubuh tiram terdiri dari insang, mulut,

jantung, otot-otot gonad dan susunan syaraf. Insang berperan sangat

penting dalam pernafasan dan pengumpulan makanan. Menurut Mulyanto

(1987), adanya gerakan silia yang dimiliki insang mampu menyebabkan air

masuk ke rongga mantel (mantle cavity) melalui lubang pemasukan (inhallent

siphon). Makanan yang terbawa oleh air, masuk ke dalam mulut dan air

keluar kembali melalui exhallent siphon.


11

Mulut tiram terletak pada bagian ujung atas anterior yang

terhubungkan oleh suatu aliran menuju organ bagian dalam dan masuk

melalui kerongkongan yang pendek, berbelok masuk langsung melalui

saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang

berfungsi untuk memisahkan makanan (Abbott, 1967 dalam Raswin dan

Ayodhyoa, 1972).

Jantung terletak di bagian punggung, terdiri dari satu bilik jantung

bagian tengah dan dua cabang auricula. Pembuluh darah depan dan satu

pembuluh darah belakang akan membawa darah (tidak berwarna) keluar

dari jantung. Urat nadi anterior dan posterior menyalurkan darah dari hati.

Untuk sistem saraf, terdiri dari simpul saraf pusat sebagai susunan saraf otak

sederhana dengan tali urat saraf dan alat perasa yang sederhana (Tun dan

Winanto, 1988).

Tiram mutiara termasuk hewan monomyari yaitu hewan yang memiliki

otot tunggal, dan mempunyai peranan penting di dalam tubuh. Otot

adductor terletak ditengah-tengah, menyilang dari cangkang kiri ke kanan,

berfungsi dalam membuka dan menutupnya cangkang (Winanto et al., 1986).

Gonad merupakan organ reproduksi tiram mutiara yang terdiri dari

sepasang gonad yang letaknya simetris. Gonad jantan maupun betina yang

telah tumbuh sempurna (matang gonad) akan menyelimuti seluruh bagian

organ dalam (perut, jantung, dan bagian utama usus), tetapi gonad tidak

menutupi bagian pangkal byssus. Induk tiram yang telah matang kelamin
12

dapat ditandai dari warna gonadnya, untuk induk jantan gonadnya

berwarna krem keputihan sedangkan induk betina berwarna kuning (Dhoe,

B.S et al., 2001).

Keterangan :
F A. Mantel
J I B B. Gonad
G C. Pangkal kaki
H
L D. Otot
C E. Insang
F. Mulut
D
G. Kaki
K H. Byssus
E
I. Lambung
J. Usus
A
K. Anus
L. Jantung

Gambar 1. Anatomi Tiram Mutiara (Pteria penguin)

2.2 Habitat dan Penyebaran Tiram Mutiara (Pteria penguin)

Pertumbuhan tiram mutiara sangat tergantung dari temperatur air,

salinitas dan makanan yang tersedia. Jika kondisi lingkungan ideal dengan

suhu dan salinitas sepanjang tahun tetap stabil maka pertumbuhannya pun

akan stabil, dengan pertambahan maksimum dapat mencapai satu

sentimeter per bulan (Sutaman,1993).

Syarat hidupnya, temperature 28-29 ºC, pH 7,8-8,6, salinitas optimum

sekitar 35 permil dan klorinitasnya 19 permil (Matsui, 1960 dalam Mulyanto,


13

1987). Penyebaran tiram mutiara dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika, kimia

dan biologi suatu habitat. Faktor-faktor fisika yaitu temperatur, salinitas,

kekeruhan air dan keadaan substrat. Faktor-faktor kimia termasuk adanya

polusi yang disebabkan oleh zat-zat beracun, baik yang dihasilkan oleh alam

sendiri maupun oleh aktivitas manusia, seperti adanya red tide, buangan kota

dan pabrik (Raswin dan Ayodhyoa, 1972).

2.3 Makanan

Tiram mutiara bersifat filter feeder sebab hidupnya menetap maka

kebutuhan akan makanannya sangat tergantung pada makanan alami yang

ada diperairan sekitarnya atau terbawa arus air dan dimanfaatkan melalui

insang. Pada dasarnya tiram mampu menyeleksi makanan sesuai dengan

kebutuhannya, makanan yang diserap tidak semuanya dapat dicerna.

Makanan tiram mutiara waktu masih larva berbeda dengan setelah dewasa.

Pada waktu larva yang biasa diambil berupa partikel-partikel atau

organisme yang sangat kecil dengan ukuran hanya beberapa micron

(Winanto et al., 1988).

Beberapa jenis makanan yang diketahui sampai saat ini dan biasa di

temukan di dalam perut tiram antara lain : Sisa bahan organik (detritus),

Hagellata, Larva invertebrate, Partikel jamur, Pasir, Lumpur dan beberapa

jenis plankton seperti Chlorella, Skeletonema costatum, Englena, Coscinodisco sp,

Biddulpia regia, Nitzschia sp, Ceratium fugus, Melosira inergensi, Rhozosolenia


14

hebatata, Hylodiscustelligor, Asteronella japonica, Thalassionema nitzscchioides

(Winanto et al., 1988).

2.4 Proses Terbentuknya Mutiara

Ada beberapa proses mengenai terbentuknya mutiara di alam, antara

lain karena terpisahnya sebagian sel epitel luar dan masuk ke bagian dalam

mantel. Sel ini akan berkembang dan membentuk pearl sac, selanjutnya akan

terbentuk suatu benda yang biasa disebut mutiara. Pada peristiwa yang lain

mutiara terbentuk karena adanya rangsangan untuk menolak suatu benda

atau parasit yang masuk secara tidak sengaja diantara cangkang dan mantel,

kemudian menembus epitel luar dan masuk ke bagian dalam mantel.

Sebagian sel epitelium luar yang terpisah akibat kejadian ini, akan

menimbulkan rangsangan untuk berkembang dan membentuk suatu

kesatuan , akhirnya terbentuklah pearl sac. Sel yang berhubungan dengan

benda tersebut akan mensekresikan lapisan nacre sepanjang waktu sampai

terbentuk bundar. Maka terbentuklah mutiara dengan suatu benda sebagai

pusatnya (Winanto et al., 1988).

Kadang-kadang ditemukan benda asing yang secara kebetulan masuk

ke bagian dalam mantel, berada diantara cangkang dan mantel. Kemudian

mantel akan melapisi benda tersebut dengan lapisan nacre sepanjang waktu,

sehingga terbentuklah mutiara blister pada cangkang (Winanto et al., 1988).

Di dalam budidaya, tiram sengaja dirangsang untuk membentuk mutiara


15

dengan cara memasukkan inti dan potongan mantel yang masih hidup ke

dalam tubuhnya (Winanto et al., 1988).

Setelah potongan mantel dan inti dimasukkan ke dalam tubuh

(visceral mass), maka sel epitel luar akan berkembang dan membentuk suatu

jaringan. Lapisan nacre yang dihasilkan oleh sel epitel luar akan berkembang

pula dan menyelimuti inti sehingga membentuk semacam kantong yang juga

disebut Pearl Sac, kejadian ini berlangsung selama kurang lebih dua minggu

(Winanto et al., 1988).

Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa lapisan sel yang berhubungan

langsung dengan permukaan inti akan mengsekresikan nacre (pearl

secretion) sepanjang waktu sampai menutupi ke sekeliling inti. Pelapisan

nacre sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas dan

lain-lain (Winanto et al., 1988).

2.5 Persyaratan Lokasi

Pemilihan lokasi merupakan faktor yang sangat penting dalam

keberhasilan budidaya tiram mutiara. Untuk itu perlu dilakukan secara hati-

hati dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi

kehidupan/pertumbuhan tiram itu sendiri (Ditjenkan, 1996).


16

Pertimbangan utama untuk menentukan lokasi budidaya tiram mutiara

antara lain adalah :

a. Perairan yang secara alami terlindung dari angin dan ombak/gelombang

yang merusak, sehingga sebaiknya berada di teluk atau selat yang

banyak pulau-pulau kecil atau tidak terganggu alur pelayaran.


b. Dasar perairan yang tidak berlumpur, salinitas dan temperature yang

sesuai untuk kehidupan tiram mutiara.


c. Perairan yang subur dan kaya akan makanan alami.
d. Bebas dari segala macam pencemaran perairan.
e. Penyediaan sarana budidaya, khusus untuk bahan rakit mudah didapat.
f. Tinjauan keamanan dari usaha pencurian.
g. Kedalaman perairan lebih dari 10 meter dengan salinitas (kadar garam)

lebih dari 33 ppt.

2.6 Operasi Tiram Mutiara

Operasi tiram merupakan bagian yang penting dalam menentukan

keberhasilan suatu usaha budidaya tiram mutiara. Namun dalam

pelaksanaan operasi yang kurang cermat dan tidak dapat ditunjang dengan

perlengkapan dan juga peralatan operasi yang memadai, sehingga dapat

mengakibatkan kegagalan dalam pemasangan inti. Bila pemasangan inti

tidak bisa dilakukan, maka hasilnya akan sia-sia (Sutaman, 1993).

2.6.1 Seleksi Tiram Mutiara

Tingkatan keberhasilan dalam pembuatan mutiara budidaya sangat

ditentukan oleh ketersediaan benih yang memenuhi syarat operasi.


17

Ketersediaan benih yang siap operasi merupakan syarat mutlak yang

dilakukan, karena kualitas mutiara yang dihasilkan sangat berkaitan dengan

kondisi sebelum operasi pemasangan inti. Namun syarat-syarat tiram

mutiara untuk dapat dioperasi : tiram yang berumur 2 – 3 tahun, jika benih

tersebut dari hasil budidaya, memiliki ukuran lebih dari 15 cm dan jika

dihasilkan dari tangkapan dari alam, tidak cacat, dan ukuran engsel 0,5 – 1,5

cm (Sutaman, 1993).

2.6.2 Perlengkapan dan Peralatan Operasi

Operasi tiram merupakan bagian penting karena menentukan

kebrhasilan dari suatu usaha pembuatan mutiara budidaya. Pelaksanaan

opetrasi yang kurang cermat dan tidak ditunjang dengan perlengkapan dan

peralatan operasi yang memadai akan berakibat gagalnya pemasangan inti.

Apabila pemasanga inti tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya,

hasilnya akan sia-sia (Sutaman, 1993)

Agar pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan baik, maka segala

perlengkapan dan peralatan operasi yang diperlukan harus dipersiapkan.

Perlengkapan dan peralatan operasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Perlengkapan Operasi
1) Rumah Operasi
Sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya

kegiatan operasi. Oleh karena itu, besar kecilnya bangunan harus

disesuaikan dengan skala usaha dan dibuat sedemikian rupa, supaya


18

tempat ini nyaman dan tidak tergenggu oleh kegiatan-kegiatan

lainnya (Sutaman, 1993).


2) Meja Operasi
Meja ini sangat dibutuhkan sekali untuk keperluan pelaksanaan

operasi pemasangan inti. , sekaligus sebagai tempat untuk

meletakkan alat-alat operasi. Oleh karena itu meja yang digunakan

harus kuat dan sedikit lebar (Sutaman, 1993) .


3) Meja Tiram
Diperlukan untuk meletakkan tiram yang akan dipasang inti.

Biasanya meja ini diletakkan di sebelah kanan dan agak rendah dari

meja operasi. Ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam

pelaksanaan operasi (Sutaman, 1993).


4) Bak Operasi
Digunakan untuk menampung tiram yang pada waktu diangkat dari

tempat pemeliharaan cangkangnya tidak mau membuka. Bak ini

dibuat seperti bak penampungan air biasa,tetapi diusahakan agar air

didalamnya bisa bersirkulasi dengan air laut segar (Sutaman, 1993).


Apabila perlengkapan operasi sudah siap dan memenuhi syarat,maka

alat-alat operasi pun perlu segera dipersiapkan :


b. Peralatan Operasi untuk Pemasangan Inti
Keberhasilan dari suatu operasi dalam pemasangan inti sangat

ditentukan oleh kelengkapan alat dan keterampilan pelaksananya.Pada

umum nya, alat-alat yang terbuat dari baja tahan karat ini kebanyakan

menggunakan bahasa Jepang, sehingga bagi orang awam susah untuk

mengenalinya (Sutaman, 1993). Agar para teknisi dilapangan tidak


19

mengalami kesulitan dalam mengenali alat-alat operasi, maka berikut ini

disebutkan alat-alat yang digunakan,termasuk dalam bahasa Jepang.


a) Kai dae (Shell holder/Standar operasi) : Suatu alat yang dilengkapi

dengan penjepit untuk meletakkan tiram yang siap dioperasi


b) Sonyuki mutiara blister (Nucleus carrier/Pemasuk inti blister) : Untuk

memasukkan inti mutiara setengah bulat


c) Hera (Spatula/Pembuka mantel) : Untuk membuka mantel dari

cangkang
d) Pinseto (Tweezers/Pinset) : Digunakan untuk menjepit atau mengambil

kotoran yang terdapat dalam tubuh tiram yang akan dioperasi


e) Kai koki (Forceps/Forsep) : Digunakan untuk membuka cangkang tiram

yang akan dioperasi


f) Baji : Digunakan untuk mempertahankan terbukanya cangkang.

2.6.3 Cara Pemasangan Inti Mutiara Blister

Tiram yang kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk dimasukkan

inti padat bisa digunakan untuk pertumbuhan mutiara setengah bulat (Tun

dan Winanto, 1988). Umumnya tiram yang digunakan untuk membuat

mutiara setengah bulat adalah tiram yang sudah mengalami operasi mutiara

bulat lebih dari satu kali atau tiram yang menghasilkan mutiara bulat yang

jelek (Sutaman, 1993).

Pertimbangan lain yang mendasari pertumbuhan mutiara setengah

bulat adalah bahwa lapisan bagian dalam dari cangkang tiram mutiara itu

juga merupakan lapisan mutiara (nacre). Dengan cara demikian benda yang
20

ditempatkan pada cangkang bagian dalam akan selalu dilapisi oleh mutiara

(Sutaman, 1993).

Persiapan pemasangan inti blister dilakukan sama dengan inti

mutiara bulat. Tiram yang telah dipasangi baji pada bagian anterior

kemudian diletakkan di dalam shell holder dengan bagian ventral

menghadap operator. Mantel disisihkan dengan menggunakan spatula

supaya lokasi inti terlihat jelas. Inti blister ditempatkan di sebelah otot

adductor. Dalam penempatan inti mutiarablister harus diperhatikan jarak

antara inti dengan otot. Perkiraan jarak tersebut tergantung pada ukuran inti

dan ketebalan lapisan inti yang dikehendaki, dengan memperhitungkan

pertambahan tumbuhnya otot adductor, jangan sampai otot ini nantinya

justru menutupi inti. Sebaliknya jika jaraknya terlalu renggang akan

memerlukan masa pemeliharaan yang lebih panjang (Winanto et al., 1988).

Menurut Sutaman (1993), yang perlu diperhatikan pada operasi

pemasangan inti setengah bulat adalah sebagai berikut :

a. Tidak mengganggu gerak dari cangkang, terutama pada saat

cangkang membuka dan menutup.


b. Memperhitungkan jarak dari inti ke otot. Sebagai patokan, jarak

antara inti dan otot yang paling baik adalah ±4 mm.


c. Jumlah inti yang dipasang harus memperhatikan iukurannya. Jika

inti berukuran besar, maka jumlah inti yang digunakan semakin

sedikit, demikian pula sebaliknya. Sebagai contoh jika diameter inti

berukuran antara 13 mm-14 mm, maka jumlah inti yang dapat


21

dipasang pada kedua cangkang antara 8-10 buah. Tetapi jika

menggunakan inti yang berdiamter 17 mm, maka jumlah inti yang

dapat dipasang pada kedua cangkang berkisar antara 6-8 buah untuk

ukuran tiram yang sama.


d. Penempelan inti dilakukan dengan menggunakan lem merek power

glue dan diusahakan lem tersebut saat dioleskan tidak melebihi

permukaan inti supaya tidak merembet ke cangkang tiram.

Penggunaan lem yang berlebihan akan berakibat mutiara yang

dihasilkan biasanya ada bercak hitam.

2.7 Pemeliharaan Tiram Pasca Operasi

Pada prinsipnya , pemeliharaan tiram yang dioperasi inti setengah

bulat (blister) dengan tiram yang dioperasi inti bulat tidak jauh berbeda.

Hanya dalam pemeliharaan tiram yang dioperasi inti setengah bulat lebih

sederhana, yaitu tidak dilakukan masa tento dan rontgen (Sutaman, 1993).

2.7.1 Sarana Pemeliharaan

Sarana pemeliharaan yang diperlukan didalam budidaya tiram mutiara

terdiri atas peralatan yang sesuai dengan metode budidaya yang digunakan,

metoda tali rentang (long line), masing-masing dilengkapi dengan keranjang

pemeliharaan. Disamping itu diperlukan adanya rumah apung atau rakit

untuk membersihkan basket di lokasi budidaya dan speed boad untuk


22

mengangkut alat semprot, keranjang kotor, pemasangan long line,

pemasangan rakit, dan lainnya.

a. Metode Rakit Apung (Floating Raft Method)

Rakit pemeliharaan dapat dibuat dari kayu ataupun bambu, ukuran

tergantung pada luas areal dan bahan yang tersedia, misalnya 7 m x 7 m.

untuk memberikan daya apung pada rakit, digunakan pelampung yang

terbuat dari bahan sterofoam, drum minyak atau fiberglass (Winanto et al.,

1988).

b. Metode Tali Rentang (Long line Method)

Bahan yang digunakan adalah pelampung dari bahan sterofoam,

plastic atau fiberglass. Tali rentang dari bahan polyethelene atau sejenisnya

disamping diantara pelampung yang satu dengan yang lain, jarak antara

pelampung kurang lebih 5 m, panjang tali tergantung pada luas lokasi atau

lahan (Winanto et al., 1988).

2.7.2 Perawatan Tiram Mutiara Pasca Operasi

Tiram diletakkan dalam kedudukan sisi dorsal berada di atas

dimaksudkan agar apabila pada pemasangan inti secara tidak sengaja hasil

tempelannya kurang begitu kuat sehingga inti menjadi lepas, pada waktu

cangkang membuka inti akan terbuang ke laut, sedangkan apabila bagian


23

dorsal berada di bawah, bila nti terlepas akan mengganjal membuka-

menutupnya cangkang tiram (Mulyanto, 1987).

Pemeliharaan dengan posisi dorsal diatas ini dilakukan selama 7-10

hari, setelah itu posisi tiram didudukkan dengan dorsal berada di bagian

bawah. Kedudukan ini terus dipertahankan hingga panen hasil dilakukan

(Mulyanto, 1987).

Pemeliharaan mutiara blister untuk Pteria penguin akan berlangsung

selama 6 bulan (Winanto et al., 1988), dan diharapkan dalam masa

pemeliharaan tersebut ketebalan lapisan mutiara dapat mencapai 2 mm,

yang dianggap cukup untuk segera dipanen. Masa pemeliharaan yang

terlalu lama justru akan mengakibatkan inti yang dipasang menjadi bidang

datar bahkan bisa menyatu menjadi cangkang. Tetapi sebaliknya bila waktu

pemeliharaan diperpendek, lapisan mutiara yang dihasilkan masih sangat

tipis sehingga mudah pecah (Sutaman, 1993).

2.8 Pemanenan dan Penanganan Hasil

Di dibidang usaha perikanan pada umumnya, penanganan hasil

pascapanen merupakan faktor penentuan harga yang tidak bisa diremehkan

begitu saja. Penanganan yang kurang cermat, cepat dan tepat akan berakibat

merosotnya harga penjualan. Sebab produk perikanan termasuk bahan yang

mudah rusak dan cepat membusuk, maka sesudah dipanen tidak bisa

disimpan terlalu lama tetapi harus langsung dijual (Sutaman, 1993).


24

2.8.1 Pemanenan Mutiara Blister

Setelah tiram dapat menghasilkan mutiara blister, maka mutiara tidak

dapat menghasilkan mutiara lagi. Untuk itu tiram harus dimatikan untuk

diambil hasil cangkangnya (Mulyanto, 1987).

Sesuai dengan letaknya yang menempel pada cangkang, maka

pengambilan mutiara blister tidak semudah mutiara bulat yang menempel

pada organ lunak. Mutiara blister biasanya menempel kuat pada cangkang

dan sama-sama kerasnya, sehingga pengambilannya pun harus

menggunakan alat khusus yang lebih kuat (Sutaman, 1993).

2.8.2 Penanganan Hasil Mutiara Blister

Penanganan hasil mutiara bundar umumnya dapat langsung

dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk yang sudah jadi butiran, tetapi pada

mutiara blister masih menempel pada cangkang. Maka penanganan lebih

lanjut adalah melepaskannya dari cangkang dalam keadaan yang baik dan

utuh (Sutaman, 1993).

Penanganan yang kurang hati-hati akan mengakibatkan rusaknya

sebagian tepi atau permukaan mutiara. Disamping itu juga harus

menggunakan alat khusus yang biasanya digunakan untuk menggores

butiran mutiara dengan cangkang agar mudah dilepaskan. Satu hal yang

paling menarik dari mutiara blister adalah dapat menggunakan overtone atau

warna dasar yang disukai konsumen. (Sutaman, 1993).


25

2.9 Kualitas Air

Operasi tiram merupakan bagian yang penting dalam menentukan

keberhasilan suatu usaha budidaya tiram mutiara. Namun dalam

pelaksanaan operasi yang kurang cermat dan tidak dapak ditunjang dengan

perlengkapan dan juga peralatan operasi yang memadai, sehingga dapat

mengakibatkan kegagalan dalam pemasangan inti. Bila pemasangan inti

tidak bisa dilakukan, maka hasilnya akan sia-sia (Sutaman, 1993)

2.9.1 Suhu

Pertumbuhan yang baik dicapai pada suhu antara 28-30 oC (Sutaman,

1993). Pada suhu air dibawah 13 oC pelapisan mutiara atau penimbunan zat

kapur akan terhenti. Sedangkan menurut Chan (1949), suhu yang baik

untuk kelangsungan hidup tiram mutiara berkisar antara 25-30 oC. Raswin

dan Ayodyoa (1972) juga menambahkan, bahwa pengaruh suhu kepada

getaran cillia disebabkan oleh pengaruhnya terhadap metabolisme. Jika suhu

turun hingga 25 ºC, maka metabolisme menurun dan kebutuhan akan

oksigennya pun ikut menurun.

2.9.2 pH (Derajat Keasaman)

Air laut biasa bersifat alkalis dengan pH lebih dari 7 karena banyak

mengandung garam yang bersifat alkalis. Pada prinsipnya habitat tiram

mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75, tiram tidak
26

akan bereproduksi kembali jika pH lebih dari 9,00. Aktivitas tiram akan

meningkat pada pH 6,75-7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5. Pada kisaran

tersebut jumlah tiram yang normal hanya sekitar 10%. Menurut Raswin dan

Ayodyoa (1972), penurunan pH air laut dari 8,1 menjadi 6,1 dapat

menurunkan getaran cillia 37 % (Winanto, 2004).

2.9.3 Salinitas

Pada kadar salinitas yang terlalu tinggi warna mutiara menjadi

keemasan. Sedangkan pada salinitas dibawah 14 ppt atau diatas 50 ppt

dapat mengakibatkan kematian tiram yang dipelihara secara massal. Tiram

mutiara mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas, yaitu

antara 20-50 ppt (Winanto, 2004).

2.9.4 Kecerahan

Cahaya yang masuk ke permukaan air sebagian akan dipantulkan dan

sebagian lagi diteruskan ke dalam air, cahaya ini akan diserap dan disebar.

Kecerahan suatu perairan juga bergantung pada banyaknya partikel-partikel

koloid serta jasad-jasad renik yang terdapat dalam air. Kecerahan air

berpengaruh terhadap fungsi dan struktur invertebrate dalam air, lama

penyinaran akan berpengaruh terhadap proses pembukaan dan penutupan

cangkang (Winanto, 2004). Menurut Sutaman (1993), untuk keperluan

budidaya tiram mutiara selayaknya dipilih lokasi yang mempunyai


27

kecerahan antara 4,5-6,5 m, sehingga kedalaman pemeliharaan bisa

diusahakan antara 6-7 m.

2.9.5 Kecepatan Arus

Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram adalah terlindung dari arus

yang kuat. Di samping itu pasang surut yang terjadi mampu menggantikan

massa air secara total dan teratur, sehingga ketersediaan oksigen terlarut

maupun plankton segar dapat terjamin.

2.10 Hama dan Penyakit

Tiram mutiara memiliki tubuh yang terlindung oleh sepasang

cangkang yang kuat, akan tetapi tidak juga cukup untuk melindunginya dari

serangan hama dan penyakit yang terserangnya (Winanto, 1988).

2.10.1 Hama

Hama dalam pembudidayaan tiram biasanya mengganggu dan

merusak bahkan mematikan secara langsung atau pelan-pelan dengan cara

mengambil jatah makan yang diperlukan untuk hidup tiram. Manurut

Sutaman (1993), hama yang sering memakan tiram adalah ikan sidat

(Anguilla japonica), Gurita (octopus vulgaris), Globe fish (Spaeroides spp), Black

porgy (Sparusmelecephalus) dan berbagai jenis ikan lainnya. Beberapa jenis

kepiting dan rajungan juga sering memangsa tiram yang masih muda.

Selain itu beberapa jenis parasit dari golongan cacing-cacingan juga sering
28

membuat lubang pada cangkang dan masuk ke dalam tubuh, sehingga akan

mengganggu bahkan merusak kehidupan tiram, golongan cacing tersebut

biasanya dari jenis Polychaeta dan Polydora spp.

Empat jenis teritip Balanus spp merusak tiram dengan cara melekat

pada engsel, yaitu : B. amphitrita, B. amphitrita albicostalus, B. trigonus dan B.

tintinnabulum. Bintang laut dan gastropoda seperti murex (giant murex),

memakan tiram apabila dibudidayakan di dasar perairan. Tiram yang

terserang bunga karang dapat dikenali dengan adanya benjolan-benjolan

karang berwarna kuning pada bagian luar cangkang. Karang ini membuat

saluran melalui cangkang tiram, menimbulkan bintik-bintik coklat dan

berjalur-berjalur atau jaringan yang berubah warna di bagian cangkang

(Tun dan Winanto, 1988). Selain itu organisme penempel yang sering

mengganggu pada budidaya tiram adalah dari jenis tumbuhan misalnya :

ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang coklat (Phaeophyceae), ganggang

merah (Rhodophyceae) (Mulyanto, 1987).

Tiram yang terserang infeksi direndam di dalam larutan garam pekat

(brine dipping) selama 15 menit kemudian dijemur selama kurang lebih 60

menit (Tin Tun, 1977 dan 1988 dalam Winanto et al., 1988). Perlakuan lain

yang dapat dilakukan yaitu dengan perubahan salinitas secara mendadak

(salinity shock), yaitu tiram direndam dalam air tawar selama 5-10 menit,

kemudian direndam dalam larutan garam pekat dengan konsentrasi 40-50%.


29

2.10.2 Penyakit

Ada beberapa jenis penyakit yang sering menyerang tiram mutiara

yang disebabkan oleh bunga karang atau boring sponge (Cliona spp). Cacing

atau boring worm (Polydora dan Polychaeta), bivalvia (Boring bivalves) yang

membentuk seperti blister di dalam cangkangnya. Tiram yang terserang

boring sponge, pada bagian cangkang ditempeli benjolan karang berwarna

kuning. Namun kerang tersebut akan membuat saluran kedalam cangkang,

menimbulkan bintik coklat kecil dan memanjang atau seperti jaringan yang

mewarnai bagian dalam cangkang. Penyakit ini dapat diobati dengan

merendam didalam larutan garam pekat (brine dipping). Kemudian tiram

yang terinfeksi direndam di dalam larutan garam pekat selama 15 menit

kemudian dijemur selama kurang lebih 60 menit, pada saat perlakuan ini

sebaiknya jangan sampai terkena air hujan (Tun,1977 dalam Winanto et al.,

1988)

2.11 Pengertian dan Fungsi-fungsi Manajemen

Manajemen mempunyai tujuan tertentu, dalam mencapai hasil-hasil

tertentu yang nyata. Terbukti oleh hasil-hasil yang ditimbulkannya atau hasil

kerja yang memadai dan hasil-hasil produksi serta jasa yang lebih baik

(Terry dan Rue, 1999).


30

2.11.1 Pengertian Manajemen

Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-

tujuan organisasional atau maksud-maksud yng nyata. Manajemen adalah

ilmu pengetahuan maupun seni. Ada suatu pertumbuhan yang teratur

mengenai manajemen,suatu ilmu pengetahuan yang menjlaskan manajemen

dengan pengacuan terhadap kebenran-kebenaran umum. Seni adalah

pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan, seperti kecakapan

yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta

kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen (Terry dan Rue,

1999).

2.11.2 Fungsi Manajemen

Masing-masing fungsi tidak dapat berjalan sendiri-sendiri akan tetapi

harus dilaksanakan secara berkesinambungan, karena kaitan antar satu

fungsi dengan fungsi lainnya sangat erat. Apabila salah satu fungsi tidak

dapat djalankan dengan baik maka jangan diharapkan tujuan perusahaan

dapat tercapai (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Berdasarkan pendapat Kasmir dan Jakfar (2003), adapun fungsi-fungsi

yang terdapat dalam manajemen adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning)
31

Perencanaan adalah proses menentukan arah yang akan ditempuh

dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam proses ini ditentukan tentang apayang harus dilakukan,

kapan dan bagaimana malakukannya serta dengan cara apa hal tersebut

dilaksanakan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Perencanaan sebagai suatu pendekatan terorganisasi terhadap

persoalan-persoalan yang akan datang dan menguraikannya secara lambat

laun membentuk pola sekarang untuk kegiatan yang akan dating.

Perencanaan tidak bersangkut paut dengan keputusan-keputusan yang akan

datang, tetapi dengan dampak akan datang dari keputusan-keputusan

sekarang (Terry dan Rue, 1999).


Perencanaan efektif haruslah didasarkan oleh fakta-fakta dan

informasi. Fakta-fakta yan bersangkutan langsung dengan situasi yang

dalam pembahasan dikaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan. Pada

dasarnya perencanaan adalah suatu proses intelektual. Perencanaan yang

memadai harus berlangsung sebelum kegiatan (Terry dan Rue, 1999).

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah proses mengelompokkan kegiatan-kegiatan

atau pekerjaan-pekerjaan dalam unit-unit. Tujuannya adalah supaya tertata

dengan jelas antara tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan
32

kerja dengan sebaik mungkin dalam bidangnya masing-masing (Kasmir dan

Jakfar, 2003).

Organisasi secara statis dapat diartikan suatu wadah atau tempat

kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan. Organisasi secara dinamis diartikan sebagai suatu proses

kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mencapi tujuan yang telah

ditetapkan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Struktur organisasi menggambarkan tugas, wewenang dan tanggung

jawab masing-masing bagian. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung

jawab yang tergambar dalam struktur organisasi akan mempermudah

perusahaan melakukan pengendalian (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Tujuan organisasi akan menentukan strutur organisasinya yaitu dengan

menentukan seluruh tugas, hubungan antar tugas, batas wewenang dan

tanggung jawab untuk menjalankan masing-masing tugas tersebut. Atas

dasar kegiatan-kegiatan itu selanjutnya dapat disusun pola tetap hubungan

di antara bidang-bidang keputusan, maupun para pelaksana yang

mempunyai kedudukan, wewenang dan tanggung jawab tertentu (Kasmir

dan Jakfar, 2003).

c. Pergerakan Pelaksanaan (Actuating)

Menggerakkan atau melaksanakan adalah proses untuk menjalankan

kegiatan/pekerjaan dalam oganisasi. Dalam menjalankan organisasi para


33

pimpinan/manajer harus menggerakkan bawahannya (para karyawan)

untuk mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan dengan cara

memimpin, memberi perintah, memberi petunjuk dan memberi motivasi

(Kasmir dan Jakfar, 2003).

d. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah proses untuk mengukur dan menilai pelaksanaan

tugas apakan telah sesuai dengan rencana. Jika dalam proses tersebut terjadi

penyimpangan maka akan segera dikendalikan (Kasmir dan Jakfar, 2003).


Mengawasi atau mengendalikan proyek merupakan hal yang penting

untuk menjaga agar proyek selesai tepat pada waktunya. Mengawasi suatu

proyek meliputi monitoring terhadap sumberdaya, biaya, kualitas dan

anggaran. Pengawasan juga berarti menyimpulkan umpan balik untuk

memperbaiki rencana proyek dan memindahkan sumber daya ke tempat

dimana yang paling dibutuhkan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

2.12 Analisa Usaha

Analisa biaya produksi tiram mutiara sebetulnya sangat bervariasi,

karena disebabkan perhitungan jumlah biaya operasional yang tergantung

dari besarnya jumlah tiram yang dioperasi, jenis alat dan bahan yang

digunakan serta lokasi (Winanto, 2004).


34

2.12.1 Biaya Investasi

Investasi dalam suatu usaha adalah alokasi dana kedalam usaha yang

bersangkutan, dimana investasi tersebut meliputi penggunaan dana untuk

pengadaan sarana dan prasarana produksi (Winanto, 2004).

2.12.2 Biaya Produksi

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dengan produksi nol,

atau biaya tidak berubah meskipun volume produksi berubah. Maka biaya

tetap merupakan biaya pengeluaran rutin yang harus dikeluarkan

sehubungan dengan pengoperasian kegiatan tersebut (Winanto, 2004).

b. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali produksi

seperti biaya tiram, inti (nucleus), peralatan pengoperasian dan peralatan

yang lainnya.

2.12.3 Kelayakan Produksi

Untuk menentukan layak tidaknya investasi suatu investasi ditinjau

dari aspek keuangan perlu dilakukan pengukuran dengan beberapa criteria.

Setiap penilaian layak diberikan nilaiyang standar untuk usaha yang sejenis
35

dengan cara membandingkan dengan rata-rata ndustri atau target yang telah

ditentukan (Kasmir dan Jakfar, 2003).

a. Break Even Point (BEP)

Break even point merupakan titik impas, yaitu suatu titik ketika usaha

mencapai keadaan impas (tidak mendapatkan kerugian atau keuntungan).

Perhitungan BEP dapat dilihat dari dua factor, yaitu BEP harga dan BEP

produksi. (Winanto, 2004).

b. Benefit Cost Ratio

Analisis B/C ratio dapat digunakan untuk menilai layak tidaknya

suatu usaha untuk dijalankan. Bila nilai B/C yang diperoleh adalah 1, dan

berarti usaha tersebut belum mendapat keuntungan sehingga perlu

pembenahan. Kelayakan suatu usaha untuk dapat dikerjakan diperoleh saat

B/C ratio lebih dari 1 (Rupawan et al., 1996).

c. Payback Period (PP)

Metode Payback Period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap

jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.

Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan kas bersih (proceed) yang

diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan penjumlahan laba

setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan jika investasi

100 % menggunakan modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar, 2003).


36

3. METODA PRAKTEK AKHIR

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek Akhir ini dilaksanakan selama tiga bulan yang dimulai pada

tanggal 1 Maret sampai dengan 28 Mei 2007 di CV. Tridinamis Indopearl

yang berada di Desa Wara, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam kegiatan praktek akhir ini adalah

ada 2 jenis yaitu: alat untuk operasi dan alat untuk pengukuran kualitas air,

seperti pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jenis Alat Yang Digunakan Untuk Tiram Dicangkokan Inti Blister

No Alat Ukuran Jumlah Kegunaan


1. Standar operasi 1 unit Untuk penempatan tiram pada
(Kai dae) saat operasi
2. Forceps 16, 18, 1 unit Untuk pembuka cangkang tiram
(Kai koki) 22 cm yang akan dioperasi dan
dipasang baji
3. Pembuka 12 cm 1 unit Untuk menyisihkan bagian
37

mantel (Hera) insang agar terlihat lebih jelas


keberadaan gonad
4. Pinset (Pinseto) 22 cm 1 unit Untuk menjepit/mengambil
kotoran yang ada didalam
organ tubuh tiram pada saat
operasi
5. Baji 8 cm 300 Untuk mempertahankan
unit pembukaan cangkang
6. Pemasuk inti 18 cm 1 unit Untuk memasukkan inti
blister (Sonyuki) mutiara setengah bulat
Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengukur parameter kualitas air

seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Alat Pengukuran Parameter Kualitas Air

No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan


1. Thermometer Air raksa, range 1 unit Untuk pengukuran
suhu : 0-100 suhu
2. Salinometer Kaca, range
1 unit Untuk mengetahui
salinitas : 0-60 kadar garam (salinitas)
3. pH-fix Indicator sticks 1 unit Untuk mengetahui
kadar keasaman air laut
4. Sechi dish 30 cm 1 unit Untuk mengukur
kecerahan
5. Top dal Plastik, ukuran : 1 unit Untuk pengukuran
0,5x1 m kecepatan arus

Alat-alat yang digunakan dalam penanganan hasil mutiara adalah

seperti terlihat pada table berikut ini :

Tabel 3. Alat-alat yang digunakan dalam penanganan pasca panen

No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan


1. Alat bor 220 volt-50 2 unit Untuk mengambil mutiara
merk Norita Hz dari cangkangnya
32. Gurinda 220 volt-50 2 unit Untuk membentuk dan
merk GS type Hz memoles mutiara
MD150F
4. Kompresor 220 volt-50 1 unit Untuk memberikan tekanan
38

merk Multi Hz udara dalam penggunaan air


Pro brush
5. Air brush Fit 15-50 PSi 3 unit Sebagai alai dalam proses
merk Konodo pewarnaan
6. Waskom Plastik, 4 unit Sebagai wadah air
ukuran : 5
liter

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktek akhir ini seperti pada

tabel berikut ini :

Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam praktek

No Bahan Ukuran Jumlah Kegunaan


1. Nucleus (Inti) 12-20 1000 Untuk merangsang pelapisan mutiara
mm
2. Tiram mutiara 11-13 1000 Sebagai biota untuk pemasangan inti
(Pteria penguin) cm
3. Lem Epoxy (resin) 200 cc Sebagai perekat untuk penutup
merk Avian mutiara blister
4. Lem Epoxy 200 cc Sebagai campuran dalam merekatkan
(hardener) merk penutup mutiara blister
Avian
5. Lem Fox 70 g Untuk merekatkan amplas pada
mesin gurinda
6. Plus Reducer Slow 1 l 122 ml Sebagai campuran dalam pewarnaan
merk Sikkens mutiara
7. Cat metallic merk 1 kg 122 ml Untuk menambah kecerahan warna
Penta Super Gloss
8. Amplas merk Fuji 100-120 5 lbr Untuk meratakan permukaan
Star cangkang Pinctada maxima dan
membentuk mutiara blister
9. Amplas merk Fuji 500 5 lbr Untuk menghaluskan permukaan
Star mutiara blister
10. Ethyl 1l 122 ml Sebagai campuran dalam pewarnaan
mutiara blister
11. Buthyl 1l 122 ml Sebagai campuran dalam pewarnaan
mutiara blister
12. Methyl 1 l 122 ml Sebagai campuran dalam pewarnaan
39

mutiara blister
13. Keton 1l 122 ml Sebagai campuran dalam pewarnaan
mutiara blister
14. Pearl Essence merk 1 kg 122 ml Sebagai pewarna putih dalam
Semu pewarnaan mutiara blister
15. Pewarna 1 kg 122 ml Sebagai pewarna merah, biru tua dan
emas pada mutiara blister
16. Cat Transparan 1 kg 143 ml Sebagai warna dasar dalam
merk Glatic pembuatan cat untuk pewarnaan
mutiara blister
17. Lycal Acrylic 1 kg Untuk mengisi rongga pada mutiara
blister
18. Aerosol Spray 300 cc Sebagai campuran dalam pewarnaan
Paint merk Pylox mutiara blister

3.3 Metoda Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari praktek dan partisipasi langsung di

lapangan, penulis melakukan secara aktif mengikuti kegiatan budidaya.

Kemudian penulis melakukan wawancara langsung dengan pihak yang

terkait dengan perusahan yang memiliki keahlian dan juga pengalaman di

dalam bidang budidaya mutiara.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder dapat diperoleh dengan studi literatur dari perpustakaan

yang tujuannya sebagai acuan dalam penulisan dan pengumpulan data

dalam kegiatan praktek.


40

3.3.3 Data Yang di perlukan

Data yang diperlukan dalam penulisan karya ilmiah praktek akhir ini

adalah sebagai berikut :

a. Data teknik pencangkokan inti blister yang meliputi, keadaan lokasi,

penyediaan benih, jumlah tiram yang dioperasi serta ukuran, jumlah inti

serta ukuran (nucleus), seleksi tiram, persiapan pencangkokan inti blister,

teknik pencangkokan inti blister, teknik pemeliharaan setelah

operasi,panen dan penanganan hasil mutiara.

b. Data parameter kualitas air yang meliputi, suhu, salinitas, pH, kecerahan,

kedalaman, kecepatan arus.

c. Kajian dari aspek manajerial yang dijalankan oleh perusahaan.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Persiapan Tiram Sebelum Operasi

Operasi tiram merupakan bagian yang penting dalam menentukan

keberhasilan suatu usaha budidaya tiram mutiara. Bila pemasangan inti

tidak bisa dilakukan, maka hasilnya akan sia-sia.

Seleksi dilakukan untuk dapat mengetahui ukuran, diameter tiram, dan

juga kesehatan tiram itu sendiri. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara,

sebagai berikut :

a. Tiram diangkat dari tempat pemeliharaannya, dan diangkut ke

tempat/rumah apung, untuk diseleksi.


41

b. Tiram dikeluarkan dari poket net kemudian dimasukkan ke dalam bak

seleksi yang sudah diisi air laut.

c. Kemudian diseleksi satu per satu dengan menggunakan ukuran (yang

terbuat dari kayu).

3.4.2 Cara Pemasangan Inti Mutiara Blister

Tahapan yang dilakukan dalam operasi pemasangan inti mutiara blister

adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Sebelum pemasangan inti dilakukan, maka tiram-tiram yang akan di

operasi dikumpulkan pada meja operasi dengan cara sebagai berikut :

1) Tiram yang sudah dipersiapkan dalam keranjang budidaya segera

diangkat dari tempat pemeliharaan.


2) Tiram yang sudah terangkat secara perlahan-lahan kemudian

ditempatkan pada rumah operasi.


3) Tunggu 1 – 2 menit agar cangkang tiram membuka.
4) Tiram yang sudah terbuka cangkangnya kemudian ditahan dengan

forsep (kai koki), dan sekaligus diangkat dari keranjang pemeliharaan dan

segera dipasang baji.


5) Tiram yang cangkangnya tidak mau membuka, tidak boleh

dipaksa/ditekan dengan forsep, tetapi dimasukkan dulu dalam bak

yang sudah berisi air laut sampai tiram tersebut membuka cangkang

sendiri.
42

6) Tiram yang sudah dibaji kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran

yang menempel pada cangkangnya.


7) Pembersihan dilakukan dengan parang kecil untuk mengikis

kulit/cangkangnya.

b. Teknik Pencangkokan Inti

Adapun teknik pencangkokan inti yang dilakukan adalah sebagai

berikut :

1) Tiram yang telah disiapkan diatas meja tiram, di ambil dengan forsep

diletakkan pada standar operasi (kai dae) dengan posisi anterior

menghadap ke muka pemasangan inti dan cangkang yang bagian

cembung berada dibawah.


2) Membuka mantel yang masih menyelimuti cangkang di bagian ventral

dibuka dengan menggunakan pembuka mantel (hera).


3) Inti diambil dengan menggunakan pinset dengan posisi bidang datar inti

menghadap ke bawah.
4) Lem perekat yang sudah dipersiapkan diteteskan ke bidang datar inti

secukupnya, jangan sampai kelebihan ataupun terlalu sedikit.


5) Inti yang telah ditetesi lem tersebut segera dipasang, dengan

memasukanya ke dalam rongga antara cangkang dan mantel yang telah

disibakkan.
6) Penempatan inti dilakukan pada cangkang bagian dalam dengan bidang

datar inti berada pada pada sisi cangkang


7) Sebelum inti dapat merekat dengan cangkang, pinset harus tetap

dipertahankan beberapa detik, sampai inti benar-benar dapat merekat

dengan kuat.
43

8) Apabila inti telah menempel, pinset dikeluarkan dan tiram dilepas dari

kai dae, demikian pula baji yang masih menyangga cangkang. Namun

pencabutan baji harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai

menyentu inti yang telah dipasang, agar masih tetap kuat.


9) Dengan berakhirnya operasi pemasangan inti, maka pekerjaan

pemasangan inti dianggap selesai, dan tiram segera dimasukkan kembali

ke dalam pocket net. Tiram segera dibawa ke rakit pemeliharaan untuk

dipelihara kembali.

c. Cara Panen Mutiara Blister

Setelah dapat mengetahui dengan pasti tiram yang siap dipanen, maka

selanjutnya adalah mempersiapkan peralatan panen. Cara panen mutiara

dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Tiram yang masih ada dalam pocket net diangkut kerumah operasi.
2) Tiram-tiram tersebut dimasukkan dalam bak panen yang telah

disiapkan, agar cangkangnya cepat terbuka.


3) Tiram yang cangkangnya telah membuka diangkat dengan forsep

kemudian dibaji. Usahakan cangkang yang belum membuka jangan

dipaksakan, sebab akan merusak mutiara yang menempel pada

cangkang.
4) Melalui celah yang dibuat oleh baji. Otot adductor segera dipotong dan

seluruh organ dalam dikeluarkan.


5) Cangkang dan mutiara blister yang masih menempel dibersihkan dari

semua kotoran.
6) Mutiara blister dan cangkang yang sudah bersih kemudian perlu

ditangani lebih lanjut agar tampak lebih menarik.


44

d. Penanganan Hasil Mutiara

Adapun langkah-langkah dalam penanganan yang perlu dilakukan

setelah panen mutiara bister adalah sebagai berikut :

1) Mutiara blister yang masih menempel pada cangkang digores dengan

alat bor bermata intan secara melingkar sepanjang tepian mutiara hingga

mutiara dapat dilepaskan.


2) Setelah mutiara lepas, kemudian direndam di dalam air es agar

memudahkan dalam proses pelepasan inti.


3) Inti lama dikeluarkan dan dibuang sehingga mutiara tersebut menjadi

berlubang dan tinggal lapisan mutiaranya saja yang berbentuk setengah

lingkaran.
4) Bagian yang berlubang tersebut kemudian dibersihkan dari segala

kotoran yang menempel dengan menggunakan air keras (HCl).


5) Untuk memberikan warna dasar yang menarik sesuai dengan selera

konsumen, maka bagian lubang yang telah bersih tersebut dapat

dilapisi dengan overtone.


6) Setelah itu, bagian yang masih berlubang ditutup kembali dengan inti

baru.
7) Kemudian agar mutiara blister membentuk lingkaran penuh, maka

bagian tersebut ditutup dengan cangkang Pintada maxima yang

bentuknya sudah dibuat berbentuk bulat datar sesuai dengan luas

lingkaran dasar mutiara untuk direkatkan lem yang telah disediakan.


8) Cangkang yang sudang menempel kemudian dihaluskan dan dibuat

melengkung agar lebih halus.


45

3.4.3. Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengamatan kualitas air untuk suhu, pH dan salinitas dilakukan secara

rutin tiga kali sehari, untuk kecerahan dan kecepatan arus dilakukan tiga

hari sekali . Pengamatan dilakukan dari tanggal 12 Maret 2007 sampai 24Mei

2007. Adapun prosedur pengamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Jadwal pengukuran kualitas air

Waktu
No Alat Parameter Pengukuran Perlakuan
1 Thermometer Suhu Per hari Jam 06.00,
13.00, 18.00
2 Salinometer Salinitas Per hari Jam 06.00,
13.00, 18.00
3 pH-fix pH Per hari Jam 06.00,
13.00, 18.00
4. Top dal Kec. Arus Per 3 hari Jam 06.00,
13.00, 18.00
5. Sechi disk Kecerahan Per 3 hari Jam 06.00,
13.00, 18.00

3.5 Metode Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dari lapangan dengan tahapan-tahapan yang

dilakukan yaitu :

1. Editing adalah pemeriksaan serta melihat kembali data-data yang telah

terkumpul.
46

2. Tabulating adalah kegiatan penyusunan data dalam bentuk tabel yang

merupakan tindak lanjut dalam rangkaian proses analisis data sehingga

mudah dimengerti.
3. Analiting adalah merupakan kegiatan analisa data berdasarkan acuan

atau teori tertentu sebagai landasan mengambil kesimpulan.

Berdasarkan tahapan diatas sehingga data yang digunakan teratur dan

lebih jelas sesuai dengan judul yang diambil untuk mengolah data hasil

yoksay dan dengan menggunakan rumus :

Jumlah awal (Nt)


Survival Rate = x 100 %
Jumlah akhir (No)

Dari data yang telah diperoleh secara kuantitatif dalam bentuk tabel

ataupun dalam bentuk gambar. Sehingga data yang diperoleh selama

pelaksanaan praktek di lapangan baik yang dilakukan secara langsung atau

hasil wawancara dan mengevaluasi dengan metode deskriptif dan

kuantitatif.

Analisa Deskriptif adalah dengan menggambarkan dan menjelaskan

tetang pelaksanaan praktek yang dititik beratkan pada pengamatan

dilapangan. Sedangkan analisa kuantitatif yaitu untuk menganalisa data

menggunakan perhitungan, seperti : Break Even Point (BEP), Benefit Cost

Ratio (B/C ratio), Return on Investmen (ROI) dan Payback Period (PP).
47

a. Break Even Point (Winanto, 2004) :

Total biaya
BEP Harga =
Total Produksi

Total Biaya
BEP Produksi = Harga

b. B/C ratio (Winanto, 2004) :

Total Penerimaan
B/C Ratio = ---------------------------------------
Total Biaya

c. PP (Kasmir dan Jakfar, 2003)

Investasi
PP = -------------------------- x 12 bulan
Kas bersih/tahun

Kas bersih = Laba + Penyusutan


48

4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Lokasi Perusahaan

CV. Tridinamis Indopearl tepatnya di Pulau Buton dan memiliki unit

proyek yang terletak seperti dibawah ini :

Desa : Wara

Kecamatan : Lakudo

Kabupaten : Buton

Jumlah petak pemeliharaan yang dimiliki sebanyak 12 petak. Jarak

lokasi pemeliharaan dari pantai sejauh 150 meter. Lokasi perusahaan ini

terletak di perairan selat Buton, perairan yang pada umumnya jernih dan

kadangkala terjadi peningkatan suhu disertai ombak besar di musim selatan

yang terjadi pada bulan September sampai Oktober. Adapun kedalaman

perairan 10 sampai 15 meter yang dasar perairannya adalah pasir dengan

pecahan karang mati. Lokasi praktek memiliki batas-batas wilayah antara

lain sebagai berikut :

Sebelah Barat : Teluk Lasongko

Sebelah Timur : Wara Wamengkoli

Sebelah Utara : Wara Nambo

Sebelah Selatan : Selat Buton


49

4.2 Sejarah Perusahaan

CV. Tridinamis Indopearl berdiri pada tahun 2006 dan modal

sepenuhnya diperoleh dari CV. Tridinamis Indopearl itu sendiri. Pada

tanggal 26 Januari 2006 CV. Tridinamis Indopearl sudah mendapatkan izin

resmi dalam usaha perikanan dibidang usaha pemasangan inti mutiara

blister.

4.3 Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang ada di unit proyek dengan jumlah keseluruhan

berjumlah 7 orang karyawan (2 orang dalam usaha pencangkokan inti

mutiara dan 5 orang dalan penanganan hasil mutiara blister).

4.4 Sarana Fisik dan Operasional

Untuk dapat menunjang kelancaran usaha budidaya tiram mutiara

sarana fisik dan operasional adalah merupakan faktor penting yang harus

diperhatikan sehingga bisa mencapai suatu keberhasilan usaha. Adapun

sarana fisik yang dimaksud di CV Tridinamis Indopearl adalah:

a. Base camp untuk karyawan.


b. Dapur, ruang makan, ruang nonton TV dan kamar mandi.
c. Sarana hiburan berupa televisi.

Sedangkan sarana operasional yang menunjang kelancaran usaha

budidaya adalah sebagai berikut:


50

a. Sarana budidaya, terdiri dari 12 unit jalur long line tempat pemeliharaan

tiram, satu unit rumah apung, keranjang pemeliharaan berupa poket net,

waring dan tali polyethelin.

b. Sarana perawatan, terdiri dari: mesin penyemprot, pisau kecil/parang

dan bak pencucian.

c. Sarana operasi, terdiri dari rumah operasi, meja operasi, dan peralatan

operasi.
51

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Manajemen CV. Trdinamis Indopearl merupakan perusahaan swasta

yang bergerak dibidang mutiara yang dilakukan secara terencana,

terorganisasi, menggunakan tenaga sumber daya manusia (SDM), modal,

sarana/prasarana dan fasilitas secara terkendali dan terpimpin, dengan

menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, actuating

dan controlling sehingga diperoleh hasil yang telah ditargetkan.

5.1 Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan meliputi :


a. Perencanaan fasilitas, sarana dan prasarana
Perencanaan ini disesuaikan dengan komoditas dan jenis usahanya dan

penyediaannya disesuaikan dengan kapasitas produksi serta

metoda/teknologi yang diterapkan. Untuk pemeliharaan tiram pasca

penyuntikan telah dilakukan penggantian metoda pemeliharaan dari

menggunakan tali polyethylene (ukuran diameter tali 2 mm) menjadi

menggunakan kantong jaring (pocket net).


b. Perencanaan hasil panen
Berdasarkan adanya penambahan target produksi mutiara blister maka

hasil panen juga harus ditingkatkan dengan nilai kelangsungan hidup

diatas 90 %.
c. Perencanaan produksi mutiara blister
Berdasarkan tingkat permintaan yang terus bertambah, maka tingkat

produksi dalam penanganan pasca panen akan ditingkatkan dari 150-200

butir per hari menjadi 1000 butir per hari. Penambahan tenaga kerja yang
52

ahli dalam bidang ini juga ditambahkan sesuai dengan target produksi

yang diupayakan.
Penjualan mutiara blister akan lebih menguntungkan apabila telah

diolah menjadi perhiasan. CV. Tridinamis Indopearl telah bekerjasama

dengan pengrajin lokal di Bali untuk mengolah mutiara blister tersebut

menjadi lebih berharga dan bernilai lebih tinggi.


d. Perencanaan Pemasaran
Perencanaan pemasaran mutiara blister diutamakan untuk kebutuhan

pasar internasional. Selama ini produk dipasarkan dari Bali untuk

diekspor ke Hongkong dan Cina sehingga pemasaran akan diperluas ke

negara-negara lain dalam bentuk perhiasan.

5.2 Pengorganisasian (Organizing)

Sebuah struktur organisasi yang baik tentu akan menolong untuk

mencapai pelaksanaan yang baik dalam organisasi-organisasi. Garis-garis

kekuatan yang cukup dan tepat digabung dengan departementasi yang tepat

memberi landasan untuk struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan

kerangka dalam mana organisasi itu beroperasi (Terry dan Rue, 1999).

5.2.1 Struktur Organisasi Perusahaan

Unit usaha CV. Tridinamis Indopearl dipimpin oleh Direktur yang

merangkap Manajer Pemasaran, Manajer Keuangan dan Manajer

Operasional yang mengurus keuangan. Untuk kegiatan pencangkokan inti

dikerjakan oleh 2 orang dan untuk penanganan hasil mutiara (Pteria penguin)
53

dikerjakan oleh 5 orang. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar

2.

Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi

5.2.2 Uraian Tugas

Untuk kelancaran suatu usaha yang dilakukan oleh CV. Tridinamis

Indopearl, ada beberapa tugas yang diberikan kepada Direktur, Manajer

Operasional, Manajer Keuangan dan Manajer Pemasaran

a. Direktur

Bertanggung jawab atas semua kelangsungan usaha budidaya

mutiara CV. Tridinamis Indopearl, mengatur program kerja baik secara

teknis maupun secara administrasi, mengawasi program kerja yang telah

ditentukan baik di darat maupun di laut dengan cara pengawasan secara

langsung dan mengevaluasi semua program kerja yang telah ditentukan jika

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

b. Manajer Operasional
54

Diberikan tanggung jawab melaksanakan semua program kerja yang

dilakukan oleh direktur baik didarat maupun dilaut, dan membuat laporan

kegiatan di proyek yang telah diprogramkan oleh Direktur baik di darat

maupun di laut.

c. Manajer Keuangan

Bertugas untuk mencatat dan membukukan semua pengeluaran CV.

Tridinamis Indopearl, membantu Direktur merekap semua laporan,

mengurus semua administrasi karyawan, dan menerima arahan dari

Direktur.

d. Manajer Pemasaran

Untuk kegiatan pemasaran dikerjakan langsung oleh direktur yang

memiliki kerjasama dengan pengusaha Bali. Mutiara tidak langsung dijual

kepada pembeli melainkan melalui perantara yang melakukan kerjasama

dengan perusahaan.

5.3 Penggerakan (Actuating)

Penggerakan (actuating) adalah usaha agar semua anggota kelompok

melaksanakan tercapainya tujuan dengan kesadarannya dan berpedoman

pada perencanaan (planning) dan usaha pengorganisasiannya.


55

5.3.1 Seleksi Tiram Mutiara Untuk Operasi

Penanganan tiram yang dilakukan CV. Tridinamis Indopearl sebelum

dilakukannya operasi pemasangan inti adalah berupa seleksi tiram. Pada

pemasangan inti mutiara blister tidak dilakukannya pemuasaan tiram

(yokusey) karena inti tidak dipasang diatas gonad melainkan ditempel diatas

cangkang.

Seleksi yang dilakukan berupa pengukuran dan pengamatan kondisi

fisik cangkang tiram. Tiram yang digunakan untuk operasi mempunyai

ukuran 11-13 cm, tidak cacat dan sehat. Tiram yang digunakan untuk operasi

didapatkan dari penangkapan di alam. Untuk lebih jelasnya pengukuran

tiram dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Pengukuran Tiram Mutiara

Sebelum tiram dibaji, tiram dibersihkan terlebih dahulu dengan

menggunakan pisau atau parang/ tiram dibersihkan sampai semua kotoran


56

yang menempel pada cangkang tiram hilang. Pembersihan tiram dilakukan

secara hati-hati, jangan sampai merusak cangkang.

Tiram yang akan dioperasi diletakkan di udara terbuka dengan posisi

anterior menghadap ke atas. Setelah beberapa menit cangkang tiram akan

membuka sendiri, lalu segera dipasang baji. Cangkang tiram yang tidak mau

membuka jangan dibuka dengan paksa karena dapat merusak cangkang

tiram itu sendiri. Baji dipasang kurang lebih 2-3 cm dari bagian posterior,

sehingga dapat mempermudah saat pemasangan inti. Pemasangan baji pada

tiram dilakukan secara hati-hati karena apabila dipasang terlalu dalam maka

akan melukai organ bagian dalam tiram, selain dapat menyebabkan stres

dan akhirnya mengalami kematian.

5.3.2 Operasi Tiram Mutiara

Operasi pemasangan inti adalah suatu proses yang membutuhkan

keahlian dan ketekunan, selain itu pemasangan inti tergantung dari

ketrampilan teknisi serta ketersediaan peralatan operasi layaknya operasi

yang dilakukan pada manusia. Tanpa ketrampilan dan kelengkapan alat

operasi sangat mempengaruhi proses operasi pemasangan inti. Untuk lebih

jelasnya produksi mutiara dapat dilihat pada gambar 4.


57

Gambar 4. Bagan Tahap-tahap Produksi Mutiara Blister

a. Perlengkapan dan Peralatan Operasi

Alat yang digunakan dalam operasi dibuat sendiri oleh perusahaan

dan ada yang dibeli dari Jepang. Alat yang telah digunakan untuk operasi

harus segera dibersihkan dengan air tawar agar tidak menimbulkan karat.

b. Cara Pemasangan Inti Mutiara Blister

Kegiatan operasi tiram mutiara merupakan bagian terpenting dalam

proses budidaya tiram mutiara, karena apabila ada suatu kesalahan dalam

pengoperasian akan menyebabkan tiram menjadi mati.

Persiapan pemasangan inti blister dilakukan sama dengan inti

mutiara bulat. Tiram yang sudah dibaji diletakkan di atas standar operasi
58

(kai dae) dengan anterior menghadap ke muka teknisi. Mantel disisihkan

dengan mengunakan spatula (hera) supaya lokasi inti terlihat dengan jelas.

Inti dimasukkan dengan menggunakan pinset. Teknik memasukkan inti

mutiara blister terdapat dua cara yaitu menempel inti dari arah atas ke

bawah dan dari arah bawah ke atas. Teknik yeng digunakan adalah teknik

menempel dari atas ke bawah karena menggunakan pinset. Apabila

meggunakan alat pemasuk inti mutiara blister (sonyuki), akan lebih mudah

menggunakan teknik menempel dari bawah ke atas. Untuk lebih jelasnya

dapat melihat gambar 5.

(a) (b)
Gambar 5. a. Pemberian lem perekat di kedua sisi (sesuai dengan lingkaran
merah)
b. Pemasangan inti mutiara blister

Inti mutiara ditempatkan dengan jarak 2-3 mm dari sebelah otot

adductor sesuai dengan pendapat Winanto (1988), dalam penempatan inti

mutiara blister harus diperhatikan jarak antara inti dengan otot. Perkiraan
59

jarak tersebut tergantung pada ukuran inti dan ketebalan lapisan inti yang

dikehendaki, dengan memperhitungkan pertambahan tumbuhnya otot

adductor, jangan sampai otot ini nantinya justru menutupi inti seperti

menyerupai ekor. Sebaliknya jika jaraknya terlalu renggang akan

memerlukan masa pemeliharaan yang lebih panjang. Untuk lebih jelasnya

gambar mutiara yang berekor dan mutiara yang normal dapat dilihat pada

gambar 6.

(a) (b)
Gambar 6. a. Mutiara yang berekor (ciri sesuai tanda panah)
b. Mutiara yang normal

Tiram yang sudah dioperasi diangkat dari standar operasi kemudian

dimasukkan ke dalam poket net isi 12, ukuran 100x50 cm. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 7.


60

Gambar 7. Poket net berisi tiram operasi


Ukuran nukleus yang digunakan adalah 12-20 mm, berwarna cokelat

muda dan mempunyai bentuk setengah bundar, tiga seperempat bundar,

setengah persegi, hati dan air mata. Nukleus yang digunakan perusahaan ini

terbuat dari bahan fiber. Sebelum nukleus dimasukkan sebagai inti,

permukaannya harus benar benar-benar halus agar tidak menimbulkan

rongga-rongga kecil setelah dilapisi nacre.


Setiap perusahaan memiliki teknisi, dimana pemilik perusahaan ini

yang menjadi teknisi secara langsung dibantu dengan 2 orang asistennya.

Adapun data penyuntikan perusahaan yang didapatkan selama praktek

terdapat pada lampiran 3.


Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah tiram yang berhasil

dioperasi dari bulan Maret sampai Mei 2007 adalah berjumlah 8592 ekor .

Mati alam baik saat dipelihara maupun selama pengangkutan menuju lokasi

sebanyak 289 ekor, sedangkan tiram yang tidak layak operasi baik tidak

sehat maupun cacat sejumlah 1209 ekor.


61

5.3.3 Pemeliharaan Tiram Pasca Operasi

Tiram yang telah dioperasi selanjutnya dibawa ke laut untuk

dipelihara pada tali rentang sepanjang 100 meter, dengan kedalaman 3-5

meter. Jarak antar poket net sejauh 1 meter dengan jarak antar pelampung 5

meter. Pada 7 hari pertama poket diletakkan dalam posisi dorsal berada di

atas. Ini dimaksudkan agar inti yang lepas tidak jatuh ke dalam tiram

melainkan jatuh ke laut sesuai dengan pendapat Mulyanto (1987), tiram

diletakkan dalam kedudukan sisi dorsal berada di atas dimaksudkan agar

apabila pada pemasangan inti secara tidak sengaja hasil tempelannya kurang

begitu kuat sehingga inti menjadi lepas, pada waktu cangkang membuka inti

akan terbuang ke laut, sedangkan apabila bagian dorsal berada di bawah,

bila nti terlepas akan mengganjal membuka-menutupnya cangkang tiram.


Pada pemeliharaan tiram yang dioperasi setengah bundar dengan

yang dioperasi inti bulat tidak jauh berbeda. Hanya dalam pemeliharaan

tiram yang dioperasi setengah bundar tidak dilakukan masa tento

(pembalikan) dan rontgen sesuai dengan pendapat Sutaman (1993), untuk

pekerjaan pembersihan kotoran, penggantian keranjang dan pekerjaan

lainnya yang berhubungan dengan penanganan tiram yang akan

mengakibatkan goncangan yang besar tidak dilakukan selama masa

pemeliharaan. Biasanya permukaan mutiara yang dihasilkan tidak begitu

halus, jika waktu pemeliharaan dilakukan pembersihan. Bahkan tampak ada

serat-serat yang menyerupai jaringan mantel.


62

Pada lampiran 2, diketahui data panen yang dilakukan CV.

Tridinamis Indopearl selama bulan Maret sampai bulan Mei 2007.

Berdasarkan data tersebut dapat dihitung tingkat kelangsungan hidup pada

tiram mutiara sepanjang masa praktek yaitu terhitung dari bulan Maret

sampai Mei 2007 adalah sebagai berikut :

8309
Prosentase SR = -------------- x 100 %
7953
= 95,7 %
Nilai kelangsungan hidup yang didapat adalah 95,7 % dan ini masih

dikategorikan sangat baik karena selama pemeliharaan jarang ditemukannya

ikan sebagai predator yang biasanya memakan daging tiram selain itu juga

karena keadaan kualitas air di sekitar perairan tergolong stabil.


Meskipun tiram mutiara memiliki cangkang keras yang digunakan

sebagai pelindung tubuhnya, tiram juga dapat terserang hama dan penyakit.

Selama pemeliharaan, hama yang sering menyerang adalah ganggang coklat,

kepiting, sejenis jamur merah dan tritip yang sering menempel pada engsel

dan permukaan cangkang.

5.3.4 Kualitas Air

a. Suhu

Hasil pengukuran menunjukkan suhu perairan berkisar antara 28-

31oC. Perubahan suhu yang drastis tidak pernah terjadi sehingga tidak

mempengaruhi kondisi dari tiram yang baru dioperasi. Kondisi suhu seperti
63

ini masih dalam kisaran normal, sesuai dengan pendapat Sutaman (1993),

untuk negara Indonesia yang beriklim tropis, pertumbuhan yang baik

dicapai pada suhu antara 28-30oC. Pada iklim ini ternyata sangat

menguntungkan untuk budidaya tiram mutiara, sebab pertumbuhan lapisan

dapat terjadi sepanjang tahun. Untuk lebuh jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 8 di bawah ini.

Gambar 8. Grafik pengamatan suhu selama 11 minggu

b. pH

Hasil pengukuran di lokasi budidaya menunjukkan bahwa kisaran

pH air 8-8,5. Kisaran ini masih baik untuk pertumbuahan tiram, hal ini

sesuai dengan Winanto (2004), bahwa derajat keasaman air yang layak untuk

kehidupan tiram mutiara berkisar 7,8-8,6. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 9 dibawah ini.


64

Gambar 9. Grafik pengamatan pH selama 11 minggu

c. Salinitas

Pada lokasi pemeliharaan tiram kisaran salinitasnya 30-31 ppt.

Kisaran salinitasnya tersebut masih dalam batas toleransi seperti yang

dikemukakan Winanto (2004), tiram mutiara mampu bertahan hidup pada

kisaran salinitas yang luas, yaitu antara 20-50 ppt. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Grafik pengamatan salinitas selama 11 minggu


65

d. Kecerahan

Dari hasil pengukuran yang dilakukan kecerahan mencapai angka

yang lebih tinggi dari kisaran normal yaitu berkisar antara 7,5-8,2 meter

dengan kedalaman 15 m, hal ini diperkuat pendapat Sutaman (1993), untuk

keperluan budidaya tiram mutiara selayaknya dipilih lokasi yang

mempunyai kecerahan antara 4,5-6,5 m. Tingkat kecerahan ini erat kaitannya

dengan keberadaan plankton. Dengan demikian akan mempengaruhi

kehidupan tiram itu sendiri sehingga kedalaman pemeliharaan bisa

diusahakan antara 6-7 m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11

dibawah ini.

Gambar 11. Grafik pengamatan kecerahan selama 11 minggu

e. Kecepatan Arus

Berdasarkan hasil pengukuran, kecepatan arus yang berkisar antara

7,2-8,5 cm/s, sedangkan menurut Sutaman (1993), lokasi yang cocok untuk

budidaya tiram tiram mutiara ialah yang terlindung dari arus yang kuat.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini.


66

Gambar 12. Grafik pengamatan kecepatan arus selama 11 minggu

5.3.5 Penanganan Hasil Mutiara Blister

Setelah tiram mutiara dipanen selanjutnya melepaskan mutiara

tersebut dari cangkangnya dengan menggunakan bor bermata intan. Mutiara

harus direndam ke dalam air dingin agar inti dapat terlepas dengan mudah

dan selanjutnya membersihkan rongga dalam mutiara dari bekas lem secara

hati-hati karena dapat menyebabkan lapisan mutiara pecah atau retak sesuai

dengan pendapat Sutaman (1993), penanganan yang kurang hati-hati akan

mengakibatkan rusaknya sebagian tepi atau permukaan mutiara. Disamping

itu juga harus menggunakan alat khusus yang biasanya digunakan untuk

menggores butiran mutiara dengan cangkang agar mudah dilepaskan.

Untuk itu sebaiknya pisau yang digunakan untuk membersihkan dibuat

ujungnya tumpul agar tidak merusak lapisan mutiara. Untuk lebih jelasnya,

pelepasan mutiara dapat dilihat pada gambar 13.


67

Gambar 13. Pengeboran untuk melepas mutiara

Rongga mutiara selain dibersihkan dengan menggunakan pisau juga

dibersihkan lagi dengan air keras. Air keras dituang ke dalam rongga lalu

dibiarkan sebentar karena apabila terlalu lama akan mengikis lapisan

mutiara. Larutan dibuang lalu mutiara dicuci lagi dengan air.

Pada proses pewarnaan rongga mutiara harus benar-benar bersih agar

tidak menimbulkan bercak pada saat jadi. Warna dasar (overtone) diberikan

sesuai dengan warna dominan pada lapisan mutiara. Terdapat lima warna

yang digunakan oleh perusahaan yaitu merah muda, biru tua, hitam, emas

dan putih. Pemberian warna yang salah pada mutiara akan menyebabkan

penurunan kualitas mutiara tersebut. Teknik pemberian warna dengan

menggunakan air brush memiliki hasil yang lebih baik dari teknik

penuangan yang terkadang meninggalkan bekas gelembung. Komposisi

dalam pewarnaan antara cat transparan dan campuran warna menggunakan

perbandingan 1:7. Untuk lebih jelasnya proses pewarnaan dapat dilihat pada

gambar 14.
68

Gambar 14. Pewarnaan dengan menggunakan air brush

Agar mutiara dapat berbentuk utuh setengah lingkaran maka rongga

pada mutiara diisi dengan menggunakan lycal sebagai inti baru. Lycal

didiamkan selama ±45 menit. Setelah itu permukaan bawah mutiara dibuat

rata dengan menggunakan mesin gurinda lalu ditutup dengan

menggunakan cangkang Pinctada maxima dengan menggunakan lem perekat.

Bagian permukaan bawah mutiara dibuat sedikit cembung dengan

menggunakan mesin gurinda lalu dihaluskan lagi dengan menggunakan

amplas halus. Proses pembentukan mutiara ini yang paling menentukan

kualitas mutiara tersebut sehingga harus dilakukan oleh teknisi yang

memiliki ketrampilan khusus dalam bidang ini. Untuk lebih jelasnya proses

pembentukan dapat dilihat pada gambar 15.


69

Gambar 15. Pembentukan mutiara dengan menggunakan mesin gurinda

Sebelum mutiara dipoles maka permukaan bagian atas harus

diamplas dengan menggunakan amplas halus agar tidak ada kotoran yang

melekat seperti sisa-sisa lem, pada tahap ini harus dilakukan secara hati-hati

agar tidak merubah bentuk dari mutiara tersebut. Pemolesan dilakukan

dengan menggunakan batu hijau yang dilapisi diatas handuk yang telah

dipasang pada mesin gurinda. Untuk lebih jelasnya tahap pemolesan dan

penghalusan mutiara dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Pemolesan untuk mengkilapkan mutiara

Mutiara blister yang mampu dihasilkan setiap harinya kurang

mencapai target yaitu 1000 butir/hari karena pada kenyataannya mutiara

yang mampu ditangani hanya sekitar 150-200 butir/hari. Ini disebabkan


70

karena karyawan yang bekerja pada penanganan pasca panen belum

semuanya terampil sehingga belum mencapai target dalam perencanaan

perusahaan.

Menentukan jenis kualitas atau mutu alami dan buatan dari mutiara

dapat dilihat dari kilauan, permukaan, bentuk, warna dan ukuran. Kemilau

merupakan kemampuan mutiara untuk memantulkan kembali sinar yang

mngenai permukaan mutiara.

Selain dari mutiara itu sendiri ternyata ada bagian lain dari tubuh

tiram yang mempunyai kegunaan, yaitu cangkang tiram. Cangkang tiram

dapat dimanfaatkan untuk aneka industri, seperti kancing baju, hiasan

dinding dan aksesoris wanita.

Gambar 17. Perhiasan dengan menggunakan mutiara blister

5.4 Controlling (Pengawasan)

Pengawasan pada dasarnya mencakup evaluasi pelaksanaan kerja

dan perbaikan apa yang sedang dikerjakan untuk mencapai tercapainya


71

hasil-hasil menurut rencana. Pengawasan dilakukan dalam bentuk

pemeriksaan melalui pemanenan dan analisa finansial.

5.4.1 Pemanenan

Kegiatan pemanenan tiram mutiara yang dilakukan untuk mutiara

blister adalah panen potong. Dimana tiram dimatikan dan diambil

cangkangnya untuk diolah lebih lanjut sesuai dengan pendapat Mulyanto

(1987) setelah tiram dapat menghasilkan mutiara blister, maka mutiara tidak

dapat menghasilkan mutiara lagi. Untuk itu tiram harus dimatikan untuk

diambil hasil cangkangnya (Mulyanto, 1987). Jumlah panen dari bulan Maret

sampai Mei 2007 bisa mencapai 7953 ekor setiap bulannya dengan nilai

kelangsungan hidup diatas 95 % seperti dijelaskan pada bab sebelumnya.

Waktu pemanenan yang dilakukan oleh perusahaan adalah selama

100 hari dan ini tidak begitu sesuai dengan pendapat Winanto et al. (1988),

pemeliharaan mutiara blister untuk Pteria penguin akan berlangsung selama

6 bulan sehingga banyak kualitas mutiara yang kurang baik karena

lapisannya terlalu tipis. Begitu juga dengan pendapat dari Sutaman (1993,)

diharapkan dalam masa pemeliharaan tersebut ketebalan lapisan mutiara

dapat mencapai 2 mm, yang dianggap cukup untuk segera dipanen. Masa

pemeliharaan yang terlalu lama justru akan mengakibatkan inti yang

dipasang menjadi bidang datar bahkan bisa menyatu menjadi cangkang.

Tetapi sebaliknya bila waktu pemeliharaan diperpendek, lapisan mutiara


72

yang dihasilkan masih sangat tipis sehingga mudah pecah. Untuk lebih jelas

dapat dilihat mutiara blister yang yang baru dilepas dari cangkangnya dan

yang telah jadi pada gambar 18.

Gambar 18. Mutiara blister

5.4.2 Analisa Usaha

Analisa finansial yang dihitung pemasangan inti mutiara blister yaitu

produksi mutiara blister selama satu tahun yang terdiri dari 12 siklus.

a. Biaya Investasi
Biaya yang dikeluarkan pada saat dimulainya produksi. Biaya

investasi yang dibutuhkan sebesar Rp.40.700.000,- dengan penyusutan

pertahun sebesar Rp.5.784.500,-. Perincian biaya investasi dapat dilihat pada

lampiran 4.

b. Biaya Operasional
Biaya operasional usaha pemasangan inti mutiara blister ini terdiri

dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak akan dipengruhi

oleh tingkat operasi pada periode waktu tertentu. Biaya tetap yang
73

dibutuhkan yaitu sebesar Rp.45.374.500,-. Rincian biaya dapat dilihat pada

lampiran 5.
b. Biaya Variabel
Biaya variable merupakan biaya yang bervariasi mengikuti alur secara

proporsional dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya variabel yang

dibutuhkan sebesar Rp. 348.300.000,- dengan nilai penjualan seperti di

bawah ini :
 Penjualan
Mutiara blister sebanyak 4000 @ Rp. 12.500,-/butir = Rp. 50.000.000,-
1 tahun (12 siklus) 48000 @ Rp. 12.500,-/butir = Rp. 600.000.000,-

c. Analisa Laba/Rugi

Perhitungan laba rugi dilakukan dengan cara mengurangi

pendapatan dengan total biaya. Dari data diatas, maka dapat dihitung laba

rugi operasional seperti pada tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan laba/rugi CV. Tridinamis Indopearl

No Uraian Hasil
1 Hasil penjualan/tahun Rp.600.000.000,-

2 Biaya operasional/tahun
Biaya tetap Rp. 45.374.500,-
Biaya variabel Rp. 348.300.000,-
Total biaya Rp. 393.674.500,-

3 Laba Operasional (Penjualan-Total Biaya) Rp.206.325.500,-

d. Analisa Titik Impas atau Break Even Point

Total Biaya
 BEP produksi = ---------------------------------
74

Harga

Rp. 393.674.500,-
= ------------------------------------
Rp.12500,-

= 31494 butir

Total Biaya
 BEP harga = -------------------------------------
Total Produksi

Rp. 393.674.500,-
= ---------------------------------------
48000

= Rp. 8.202,-

Nilai Break Even Point yang didapat per unitnya pada tingkat

penjualan mutiara blister sebanyak 31494 butir atau tingkat harga Break

Even Point sebesar Rp. 8.202,- dimana usaha penyuntikan mutiara blister

tidak akan memperoleh keuntungan maupun kerugian atau mencapai titik

impas.

e. Rasio Hasil dan Biaya Usaha/Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Analisa ini dignakan untuk mengetahui perbandingan hasil ratio

penghasilan total yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan.

Total Penerimaan
B/C Ratio = ---------------------------------------
Total Biaya

Rp.600.000.000,-
= ---------------------------------------
Rp. 393.674.500,-

= 1,5
75

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa nilai B/C Ratio pada

penyuntikan mutiara blister tersebut menguntungkan atau layak yaitu 1,5.

Menurut Umar (2003) untuk B/C Ratio > 1 usulan proyek dapat diterima,

B/C Ratio < 1 usulan proyek ditolak dab B/C Ratio = 1 netral. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa usaha penyuntikan mutiara blister

layak dan menguntungkan karena B/C Ratio 1. Biaya produksi yang

dikeluarkan untuk menghasilkan mutiara blister lebih kecil dibandingkan

dengan hasil penjualan mutiara blister.

f. Payback Period (PP)

Payback period merupakan salah satu metode untuk menentukan

kelayakan usaha berdasarkan jangka waktu dalam pengembalian suatu

proyek.

Kas Bersih = Laba + Penyusutan

= Rp.206.325.500 + Rp.5.784.500,-

= Rp. 212.110.000,-

Investasi
PP = ----------------------------- x 12 bulan
Kas bersih/tahun

Rp.40.700.000,-
PP = -------------------------- x 12 bulan
76

Rp. 212.110.000,-

= 2,3 atau 2 tahun 4 bulan

Maka jangka waktu dalam pengembalian modal proyek adalah 2 tahun 4

bulan.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

a. Program awal dalam kegiatan ini adalah perencanaan (planning) yang

memiliki rencana-rencana untuk melakukan penambahan sarana

pemeliharaan tiram pasca penyuntikan, penambahan target untuk hasil

panen dengan nilai kelangsungan hidup diatas 90 %, penambahan

target produksi mutiara blister pasca panen menjadi 1000 butir/hari dan

memperluas pemasaran dalam bentuk perhiasan.


b. Struktur organisasi yang meliputi direktur, manajer operasional, manajer

keuangan dan manajer pemasaran dapat menjalankan tugasnya masing-


77

masing dengan baik sehingga pengorganisasian (organizing) dapat

berjalan dengen baik.


c. Penggerakan (actuating) yang dilaksanakan dapat mencapai nilai SR

yang sangat baik dalam pemeliharaan tiram pasca operasi yaitu 95,6 %

dengan didukung kualitas air yang memiliki nilai suhu 28-31 oC, pH air

8-8,5, kecepatan arus 7,2-8,5 cm/s dan kecerahan 7,2-8,5 m, untuk

penanganan pasca panen kurang mencapai target yang telah

direncanakan dengan hasil yang hanya mencapai 150-200 butir/hari.


d. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan dalam pengawasan (controlling)

maka hasil panen memenuhi target yang direncanakan yaitu mencapai

700-800 ekor/hari dengan SR diatas 90%.


e. Mutiara blister merupakan usaha yang menguntungkan, dilihat pada

pengawasan (controlling) yang dilakukan dalam bentuk pemeriksaan

secara tertulis melalui analisa finansial antara lain : Laba Operasional

Rp. 206.325.500,-; BEP harga = Rp.8.202,-; BEP dalam unit = 31494 butir;

B/C Ratio = 1,5; dan PP = 2,3 atau 2 tahun 4 bulan.

6.2 Saran

Adapun saran yang diperoleh selama praktek akhir, yaitu sebagai

berikut :

a. Perlunya diadakan pelatihan secara khusus untuk meningkatkan

ketrampilan karyawan yang menangani mutiara untuk kegiatan pasca

panen sehingga dapat memenuhi target yang telah direncanakan.


78

b. Pemasaran mutiara blister untuk ke luar negeri agar diperluas dan di

jual dengan produk yang lebih bernilai jual tinggi seperti diolah menjadi

perhiasan.

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix

1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 4
1.3 Batasan Masalah 4
2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Biologi Tiram Mutiara (Pteria penguin) 5
2.1.1 Klasifikasi 5
2.1.2 Morfologi 6
2.1.3 Anatomi 7
2.2 Habitat dan Penyebaran Tiram Mutiara (Pteria penguin) 13
2.3 Makanan 14
2.4 Proses Terbentuknya Mutiara 15
2.5 Persyaratan Lokasi 16
79

2.6 Operasi Tiram Mutiara 17


2.6.1 Seleksi Tiram Mutiara 18
2.6.2 Perlengkapan dan Peralatan Operasi 18
2.6.3 Cara Pemasangan Inti Mutiara Blister 21
2.7 Pemeliharaan Tiram Pasca Operasi 23
2.7.1 Sarana Pemeliharaan 23
2.7.2 Perawatan Tiram Mutiara Pasca Operasi 24
2.8 Pemanenan dan Penanganan Hasil 25
iii

2.8.1 Pemanenan Mutiara Blister 26


2.8.2 Penanganan Hasil Mutiara Blister26
2.9 Kualitas Air 27
2.9.1 Suhu 27
2.9.2 pH (Derajat Keasaman) 28
2.9.3 Salinitas 28
2.9.4 Kecerahan 28
2.9.5 Kecepatan Arus 29
2.10 Hama dan Penyakit 29
2.10.1 Hama 29
2.10.2 Penyakit 31
2.11 Pengertian dan Fungsi-fungsi Manajemen 32
2.11.1 Pengertian Manajemen 32
2.11.2 Fungsi Manajemen 32
2.12 Analisa Usaha 36
2.12.1 Biaya Investasi 36
2.12.2 Biaya Produksi 36
2.12.3 Kelayakan Produksi37
3. METODA PRAKTEK AKHIR 39
3.1 Waktu dan Tempat 39
3.2 Alat dan Bahan 39
3.2.1 Alat 39
80

3.2.2 Bahan 41
3.3 Metoda Pengumpulan Data 42
3.3.1 Data Primer 42
3.3.2 Data Sekunder 42
3.3.3 Data Yang di perlukan 42
3.4 Prosedur Kerja 43
3.4.1 Persiapan Tiram Sebelum Operasi 43
iv
3.4.2 Cara Pemasangan Inti Mutiara Blister 44
3.4.3 Pengukuran Parameter Kualitas Air 48
3.5 Metode Analisa Data 49
4. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 52
4.1 Lokasi Perusahaan 52
4.2 Sejarah Perusahaan 53
4.3 Tenaga Kerja 53
4.4 Sarana Fisik dan Operasional 53
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 55
5.1 Perencanaan (Planning) 55
5.2 Pengorganisasian (Organizing) 56
5.2.1 Struktur Organisasi Perusahaan 57
5.2.2 Uraian Tugas57
5.3 Penggerakan (Actuating) 59
5.3.1 Seleksi Tiram Mutiara Untuk Operasi 59
5.3.2 Operasi Tiram Mutiara 61
5.3.3 Pemeliharaan Tiram Pasca Operasi 65
5.3.4 Kualitas Air 67
5.3.5 Penanganan Hasil Mutiara Blister71
5.4 Controlling (Pengawasan) 76
5.4.1 Pemanenan 76
5.4.2 Analisa Usaha 77
6. KESIMPULAN DAN SARAN 82
6.1 Kesimpulan 82
81

6.2 Saran 83

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Tabel

Tabel Halaman

1. Jenis Alat Yang Digunakan Untuk Tiram Dicangkokan

Inti Blister ……………………………………………………………....39

2. Alat Pengukuran Parameter Kualitas Air ………………………….. 40

3. Alat-alat yang digunakan dalam penanganan pasca panen …….. 40

4. Bahan yang digunakan dalam praktek ……………………………. 41

5. Jadwal pengukuran kualitas air …………………………………….. 49

6. Perhitungan laba/rugi CV. Tridinamis Indopearl ……………….... 79


82

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi Tiram Mutiara........................................................................... 13

2. Bagan Struktur Organisasi....................................................................... 57

3. Pengukuran Tiram Mutiara..................................................................... 60

4. Bagan Tahap-tahap Produksi Mutiara Blister..................................... 61

5. a. Pemberian lem perekat di kedua sisi (sesuai dengan


lingkaran merah) ................................................................................... 63
b. Pemasangan inti mutiara blister......................................................... 63

6. a. Mutiara yang berekor (ciri sesuai tanda panah) ............................ 64


b. Mutiara yang normal............................................................................ 64

7. Poket net berisi tiram operasi.................................................................. 64

8. Grafik pengamatan suhu selama 11 minggu...................................... 68

9. Grafik pengamatan pH selama 11 minggu......................................... 68

10. Grafik pengamatan salinitas selama 11 minggu............................... 69

11. Grafik pengamatan kecerahan selama 11 minggu............................. 70

12. Grafik pengamatan kecepatan arus selama 11 minggu................. 70

13. Pengeboran untuk melepas mutiara.................................................... 71

14. Pewarnaan dengan menggunakan air brush.................................... 73


83

15. Pembentukan mutiara dengan menggunakan mesin gurinda.... 74

16. Pemolesan untuk mengkilapkan mutiara.......................................... 74

vii

17. Perhiasan dengan menggunakan mutiara blister............................ 75

18. Mutiara blister.......................................................................................... 77


84

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Pengamatan Kualitas Air…………………………………….. 86

2. Data Panen…………………………………………………………… 89

3. Data Penyuntikan…………………………………………………… 90

4. Biaya Investasi CV. Tridinamis Indopearl………………………... 91

5. Biaya Variabel CV. Tridinamis Indopearl………………………… 92

6. Biaya Tetap CV. Tridinamis Indopearl……………………………. 93

7. Peta Kabupaten Buton………………………………………………. 94

8. Peta Kecamatan Lakudo…………………………………………….. 95


85

ix

Anda mungkin juga menyukai